Home / Romansa / ES BATU / •02•

Share

•02•

Author: cofeeortee
last update Last Updated: 2021-08-25 15:10:10

Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu, para siswa/siswi pun mulai keluar masuk ke dalam kelas, berbeda dengan Naya. Dia sangat kesal pada hari ini. Teman sebangku juga sahabat sejak SMPnya tidak hadir, dikarenakan izin keluar kota bersama keluarganya.

Gea Favella. Cewek cantik nan manis, kulit putih, rambut sebahunya terkesan makin imut. Sikap dia berbanding balik dengan Naya. Dia cerewet, Naya sebaliknya.

Alhasil dia sebangku dengan Gavin. Kan ngeselin.

Kevan mendekati meja yang diduduki Naya dan Gavin. "Kantin kuy lah, laper gue," ujarnya sembari mengelus perutnya bak orang hamil.

Mereka berempat berjalan beriringan menuju kantin. Dengan posisi Naya di apit oleh Gavin dan Kevan, sedangkan Darrel disamping Kevan.

Banyak pasang mata terarah kearah mereka. Jangan salah, ketiga cowok itu most wanted disini. Jadi, siapa yang tidak iri kepada Naya yang bisa berdekatan dengan pria tampan?

Setibanya di kantin dan mendudukkan diri dikursi yang kosong. Naya dan Kevan bersebelahan, sedangkan di depannya ada Gavin dan Darrel.

"Rel, pesenin," titah Naya.

"Anda siapa?" Darrel bertanya usil, kapan lagi bisa mengusili Naya si cuek ini? 

"Mau gue tonjok?"

"Tonjokkan lo mah nggak seberapa, nggak kerasa juga palingan."

"Ngeremehin?" Naya mengangkat tangannya yang sudah terkepal, mengayunkan ke depan wajah Darrel.

"Tenaga cewek sama cowok tuh beda, lebih strong cowok. Sini, sini tonjok gue." Darrel menantang namun tubuhnya malah mundur. 

Naya yang kesal menginjak kaki Darrel dibawah, tapi bukan kaki Darrel yang dia injak. Melainkan kaki Gavin.

"Aw." Gavin meringis sembari memegang kakinya.

Darrel dan Kevan tertawa ngakak melihat ekspresi Gavin yang kesakitan, dan Naya yang masih tampak datar tak merasa bersalah.

"Rel pesenin ih," titah Naya sekali lagi.

Darrel bangun dari duduknya. "Udah ini nanti kita baku hantam ya, Nay. Gue penasaran sama tonjokkan lo sekuat apa sih."

Sebelum pergi ke penjual, Darrel mendapatkan tatapan tajam dari Naya.

Naya berdecak. "Darrel."

"Iya sayang."

"Sinting!" umpat Naya yang langsung beranjak dari tempat duduk menuju penjual. Tanpa memperdulikan ocehan mereka bertiga.

"Hayoloh, dia marah, Rel." Kevan menakut-nakuti Darrel yang tampak cemas, tampangnya mungkin memang cemas, tapi jauh di lubuk hatinya ia ingin lebih mengerjai Naya.

"Jangan ngambil Naya anjir, dia inceran gue," kata Gavin yang sedari tadi hanya diam menyimak.

Namun Darrel hanya tertawa mendengar ucapan Gavin. "Heh, mana kuat gue ngadepin cewek kaya Naya? Udah cuek, mukanya datar mulu ih, tapi kalau senyum cantik."

Gavin menggeplak kepala Darrel, kesal terhadap jawaban yang ia dengar dari mulut temannya itu. "PUNYA GUE, JANGAN LO AMBIL!"

"Dih, main klaim punya gue aja, emang udah jadian?"

Terdiam, Gavin malah menatap Kevan dengan tatapan memelas. "Jangan gitu lah Kakak ipar, doain adik iparmu yang sedang memperjuangkan adikmu yang kelew—"

Ucapan Gavin terhenti kala Naya kembali dari penjual dengan membawa semangkuk Bakso, gadis itu mendudukkan dirinya disamping Kevan seperti posisi semula.

"Pesanan kita mana?" Pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Darrel.

Naya tak menggubris pertanyaan Darrel, ia malah sibuk dengan Baksonya.

"Nay, woy! Pesanan kita?" Pertanyaan yang sama keluar dari mulut Gavin kali ini.

Naya mendongak, menatap Gavin. "Pesen sendiri, lah."

"Gue juga, nih?" tanya Kevan.

Mengangguk sebagai jawaban, Naya kembali berujar. "Temen lo ngeselin semua."

Gavin yang tidak melakukan apapun melotot. "Gue? Ngapain? Gue diem aja, Nay anjir?"

"Soalnya lo temen Darrel."

***

Naya, Gavin, Kevan dan Darrel kini sedang berada di kelas. Dengan posisi duduk Naya dan Gavin dibelakang Kevan dan Darrel.

"Gue punya tebak-tebakkan," ujar Darrel dengan semangat sembari mengerling jahil.

"Ape?" sahut Kevan.

"Siapa penyanyi luar negri yang bikin seger?"

Kevan memainkan jari telunjukya didagu, berpikir.

Setelah beberapa menit berpikir, Kevan malah sewot. "Mana ada goblok!"

"Yeu, jawab dong!"

"Ariana Greentea, kan? Tau gue tau," ujar Gavin sedikit terkekeh.

"Nggak asik ah lo malah tau."

Darrel merenggut, membuat Gavin meraup wajahnya. "Makin jelek anjir kalau gitu."

"Tampan seperti pangeran gini dibilang jelek."

Gavin dan Kevan berpura-pura muntah, langsung ditabok oleh Darrel. Naya? Hanya diam saja melihat tingkah mereka.

"Gue punya nih. Kenapa mobil dan motor berhenti ketika lampu sedang berwarna merah?" Kevan menaik-turunkan alisnya, menggoda.

"Ya karna di diem'in sama yang punya lah, kan?" ujar Gavin sambil melirik ke arah Naya dan Darrel meminta pendapat. Keduanya mengangguk polos.

Kevan terbahak melihat ekspresi wajah Naya yang polos, menggemaskan.

"Muka lo, Nay. Hahaha." Kevan memegang perutnya yang sakit akibat tertawa.

Naya yang sadar langsung mengubah raut wajahnya menjadi datar lagi. "Buru jawab!" desaknya.

"Tenang, tenang. Jawabannya adalah ... Ya karna direm lah," jawab Kevan malah sewot.

Gavin tercengang, kenapa jadi Kevan yang sewot. Harusnya kan dirinya. "Kok lo yang sewot?" tanya Gavin yang ikutan sewot juga.

"Gue tuh gemes sama kalian, gitu aja gak tau!" Kevan membuang napasnya kasar.

"Udah woy! Nay, lu punya? Vin?" tanya Darrel menatap Naya dan Gavin bergantian.

Naya menggeleng, tapi Gavin berusaha mengingat. Ah, sepertinya ini waktu ia untuk menggombali crush-nya.

"Gue ada. Tapi buat lo Nay," ujar Gavin dengan senyum tengilnya.

Naya menunjuk dirinya. "Gue?"

Gavin mengangguk. "Ikan apa yang bikin seneng?" tanya Gavin dengan menaik nurunkan alisnya.

"Cupang," celetuk Darrel.

"Buat Naya, bego!"

"Ikan, paus aja yang gede," jawab Naya sambil mengedikkan bahu, acuh.

"Salah." Gavin menggelengkan kepalanya.

"Yaudah jawab."

"Ikan stop loving youuu," ujar Gavin sambil cengengesan.

Naya melotot mendengar jawaban Gavin, gombalannya pasaran sekali, pikirnya. Pasti sering digunakan untuk gadis-gadis diluar sana juga.

Cih, Naya tidak akan terpengaruh oleh gombalan itu.

"Lol."

Gavin hendak ingin berbicara, namun didepannya sudah ada guru. Bukannya freeclass?

"Assalamualaikum anak-anak."

"Walaikumsallam Bu!" jawabnya serempak.

"Ibu kesini cuma mau ngasih tugas atas perintah Pak Satya, kalian kerja kelompok, terus bikin makalah, judul sama kelompoknya kalian yang atur, minimal 4-5 orang. Mengerti?" jelas guru muda itu.

Darrel mengacungkan tangannya, ingin bertanya.

"Iya Darrel? Ada yang ingin ditanyakan?"

Darrel mengangguk. "Kerjainnya sekarang atau pulang sekolah, Bu?"

"Kalo mau lebih cepat, ya sekarang Darrel."

Kevan berbalik kebelakang, menghadap ke arah Naya. "Nay, lo ajak Gea aja. Kasian dia kalo nggak diajak." katanya.

"Emang mau."

"Oke bagus."

"Kerjainnya pas Gea udah balik aja, terus mau dirumah siapa ngerjainnya?" ujar Kevan sedikit memberi ruang untuk temannya memilih tempat yang nyaman.

"Gue."

Gavin menoleh ke arah Naya. "Yang jelas dong, jangan setengah-setengah gitu ngomongnya."

Naya mendelik ke arah Gavin, lalu menarik tas Kevan, lagi.

***

any feedback to appreciate me, thanks for reading this❤️

Related chapters

  • ES BATU   •03•

    Sesuai dengan kesepakatan Naya, mereka berempat kerja kelompok dirumah sikembar. Tak lupa mengajak Gea yang kabarnya sudah pulang dari luar kota.Mereka kini berada di ruang televisi. Naya yang sedang berkutat dengan laptopnya, Gea yang membolak-balikkan buku Bahasa Indonesia-nya. Dan para cowok sedang berkutat dengan Handphonenya membuka google, mencari judul dan tema yang akan dikerjakan."Nay, ini bagus nih," ujar Gavin, lalu mendekat ke arah Naya."Judulnya?" jawab Naya sembari menoleh."Yang ini aja ya, tentang kesehatan. Disini juga ada contohnya, pengertian, aspek-aspeknya, cara menjaganya. Ini juga singkat. Tinggal direvisi lebih baik aja," jelas Gavin."Setuju nggak?" tanya Naya sembari menoleh ke arah Kevan, Gea dan Darrel yang tadinya sibuk langsung menoleh dan mengangguk paham."Boleh juga. Nay, lo yang ketik. Dan lo Vin, Ganti kata-kata yang kura

    Last Updated : 2021-08-25
  • ES BATU   •04•

    Kevan tuh tipe kakak yang penyayang. Namun, dia tidak menunjukkannya secara langsung. Walaupun sering tidak akur, tapi dia sangat sayang kepada adiknya."Lama banget sih, buru!" Naya terus mengomel sampai telinga Kevan pengang. Cerewet."Diem atau nggak gue anter," ancam Kevan. Namun, hanya bercanda. Cuma nada bicaranya saja seperti serius.Naya yang hendak ingin angkat bicara terurung karena tangan kekar milik Kevan membekap mulutnya. Dia ingin berteriak. Mengadu lebih tepatnya."Lo tuh ya, di sekolah aja so' cuek. Tapi di rumah cerewet dan manjanya minta ampun. Gue bilangin sikap lo ke si Gavin baru tau rasa lo," celotehnya."Lah? Hubungannya sama gue apa?" tanya Naya bingung. Bukannya teman-temannya sudah tahu perihal Naya yang bersikap manja jika dirumah?Bukannya juga hal itu wajar bagi adik perempuan yang lebih manja kepada kakak laki-lakinya?&n

    Last Updated : 2021-08-25
  • ES BATU   •05•

    Bel istirahat berbunyi lima belas menit yang lalu. Naya dan teman-temannya sedang berada di kantin dan melakukan makan siang mereka.Kelihatannya Naya masih marah atas kejadian semalam. Tapi, Gavin bisa apa? Sepertinya Naya sedang datang tamu."Nay, lo kenapa deh. Diem-diem bae," ucap Darrel."Lagi ngambek dia sama si Gavin," sahut Kevan.Gea menoleh ke arah Kevan. "Lah, emang kalian pacaran?" tanya Gea yang melirik ke arah Naya dan Gavin secara bergantian."Enggak lah," sergah Naya."Lah emang kudu orang pacaran aja yang ngambekkan?" sahut Darrel, yang sahabatan juga bisa saja toh marah-marahan, ya kan?Naya sedang badmood, dia tidak mau jika harus marah-marah gak jelas. Apalagi di kantin yang se-ramai ini. Bukan malu, hanya jaga attitude saja. Walau kenyataannya sekolah ini milik orang tuanya.Dia beranjak dan melen

    Last Updated : 2021-08-25
  • ES BATU   •06•

    Sudah dua minggu sejak kejadian waktu Gavin menemui Naya yang sedang datang bulan, mereka menjadi dekat. Banyak yang heran dan iri sekaligus.Seorang cowok kini tengah berbaring di kasur empuknya. Sedari tadi bibirnya terus terangkat keatas. Senang, bahagia. Semuanya dia rasakan.Renata-Mama Gavin. Membuka pintu kamar putranya. Dia tersenyum geli melihat tingkah anaknya, pasti lagi kasmaran!"Vin," panggilnya.Gavin diam."Vin."Masih diam."Gavin." Kali ini Renata berbicara sedikit berteriak."Astagfirullah Mama, ngagetin!" ucap Gavin sembari mengusap dadanya, terkejut. "Nggak ngetuk pintu dulu pula," lanjutnya."Mama tuh udah ngetuk beberapa kali Vin. Cuma kamunya aja yang budek!" cercanya."Amit-amit, Ma!" sarkas Gavin dengan mengusap perutnya beberapa kali.Renata mendengus. "Cepet turun. Papamu sudah menunggu di meja makan," titahnya lalu beranjak kaluar dari kamar Gavin."Iya."***

    Last Updated : 2021-08-25
  • ES BATU   •07•

    Dengan langkah malas, Naya membuka pintu utama, suara bel masuk ke pendengarannya, pembantu-pembantunya sedang sibuk di dapur. Jadi, dialah yang akan membukanya. Masih pagi siapa yang sudah bertamu? Ketika Naya memutar knop pintu dan membukanya. Oh! Dia Gavin! Masa iya Naya bertemu Gavin dengan fashion kaya gini? Lihatlah, dia memakai piyama unicorn dengan lengan panjang serta celana panjang. Lalu, rambut yang di ikat asal, terkesan acak-acakkan. Kan, nggak banget! "Ngapain?" tanyanya ketus. Apa tidak ada waktu yang pas untuk Gavin bertemu dengannya? Kenapa harus saat Naya berpakaian seperti ini. "Ketemu lo, lah. Masa iya Kevan." "Masih pagi juga," decaknya. "Nggak papa, lo cantik kok kalo lagi gini juga," kata Gavin yang sukses membuat pipi Naya bersemu. "Apaan sih." Naya memalingkan wajahnya ke arah lain, tak menatap wajah

    Last Updated : 2021-08-31
  • ES BATU   •08•

    "Sayang, sini dong," rengek seorang pemuda sembari merentangkan kedua tangannya meminta untuk dipeluk."Apasih kamu. Bangun, gak usah pake tidur lagi," kata gadisnya galak."Sayang. Bentar aja kok. Janji," rengeknya semakin menjadi.Gadis itu menghela nafas. "Gak ada Vin. Udahlah bangun.""Ayolah Nay, peluk doang." Gavin berucap sambil memajukan bibirnya, merajuk.Naya menghampiri Gavin yang sedang berada diranjang. Lalu duduk ditepi ranjang. Membuat senyum Gavin mengembang. Dengan cekatan Gavin beringsut untuk memeluk tubuh mungil Naya."Sesek Vin, jangan erat banget."Gavin cengengesan. "Hehe, maaf ya sayang," katanya. Lalu mencium pipi Naya.Naya menghindar lalu mendorong pelan kepala Gavin. "Bau ish. Mandi dulu sana," titahnya."Apasih?" tanyanya. Lalu menciumi wangi tubuhnya. "Masih wangi Nay

    Last Updated : 2021-08-31
  • ES BATU   •09•

    Naya memasuki kamar Kevan. Dengan kesal dia menghentak-hentakkan kakinya. "Van," rengeknya.Kevan menoleh, ia hanya bergumam untuk membalas ucapan Naya."Van, ih.""Apa Kanaya?" tanya nya yang mulai kesal."Gue gak bisa bersikap hangat sama semua orang," katanya jujur."APA?!" pekik Kevan. "Lo gak bisa bersikap hangat sama sahabat lo sendiri?" katanya tak percaya.Naya berdecak. Alay sekali. "Bukan gitu. Gue sama Gea udah kenal dari smp kan? Dia tuh udah ngerti banget sama sikap dan sifat gue. Sedangkan Darrel dan," Naya menggantungkan ucapannya. Dia malas menyebut nama itu. "Gavin. Baru kelas sepuluh. Gue gak bisa Van," rengeknya. Dengan mata yang sudah berkaca-kaca."KALO LO UDAH GINI! MANA BISA GUE NOLAK?!" Kevan berteriak gemas lalu memeluk tubuh Naya.Akhirnya, rencana Naya berhasil. Dia bukan memanfaatkan kelemahan Kevan. Tapi, dia juga tidak bisa menjadi apa yang Kevan mau.Naya memeluk Kevan erat. "Gue sayang lo,

    Last Updated : 2021-08-31
  • ES BATU   •10•

    "Berjuanglah jika orang itu patut untuk diperjuangkan." -Gavinno Leonard Pradipta.***Hari ini kepulangan Gavin. Dia sudah dibolehkan pulang karena memang lukanya sudah membaik. Kini Gavin sedang berada didalam mobilnya, yang dikendarai oleh Papanya dan Mamanya berada disampingnya. Jadilah dia sendiri dibelakang.Gavin menghela nafas beratnya. Sudah lima hari ia tidak sekolah. Dan esok, ia kembali melakukan aktivitasnya seperti biasa. Ini lah, akibat keras kepala. Tapi, tak apa. Yang penting Naya sudah mulai peduli dengannya.Deringan ponsel Gavin mengusik ketiganya. Gavin melirik nama yang menghubunginya 'Es balok<3'. Itu nama Naya yang telah ia ubah pada saat mereka berdebat menyebut 'Es' dan 'Batu'.Tidak ingin Naya menunggu, Gavin langsung menggeser tombol hijaunya. Lalu mendekatkan ponselnya ketelinganya. Agar orangtuanya tidak mendengarkan.

    Last Updated : 2021-08-31

Latest chapter

  • ES BATU   •33• [END]

    Empat tahun kemudian ... Seorang pria tengah sibuk berkutik dengan laptopnya. Tangannya dengan lincah menekan huruf-huruf dikeyboard laptop. "Kakak!" teriak bocah berumur lima tahun lebih, bocah itu sedikit berlari menghampiri Kakaknya. Memeluknya dengan erat. "Kok nggak bilang-bilang mau ke sini, hm?" Dengan gemas Gavin menarik hidung mungil adiknya. "Kak Naya katanya kangen," ucap Giona sedikit terkekeh. "Aih, apaan, kamu sendiri ngerengek minta ke sini," sahut Naya yang sedang duduk dikursi khusus ruangan kerja Gavin. "Suka malu-malu Kak Naya ya, Gi?" Gavin sedikit bergurau, kemudian ia menghampiri Naya yang sedang memakan camilan yang gadis itu bawa. Hubungan keduanya berjalan dengan mulus selama tiga tahun, mereka berkuliah di kampus yang sama. Bahkan Kevan, Gea dan Darrel ju

  • ES BATU   •32•

    Sudah setahun lamanya dari waktu Gavin mengungkapkan perasaannya kepada Naya, sudah selama itu juga mereka berpacaran. Awal hubungan memang banyak cobaannya, seperti mudah cemburu karena hal sepele, atau jarang mengabari satu sama lain. Tapi, mereka mencoba memahami kesibukkan satu sama lain, walaupun satu kampus tapi mereka tidak punya banyak waktu untuk berdua. Jika pun ada waktu untuk berdua, pasti teman-temannya ikut serta, tapi mereka tidak terlalu masalah juga. Toh mereka senang karena mereka dan teman-temannya masih bisa bermain walaupun tidak sebebas saat SMA. Saat ini Naya sedang berada dirumah Gavin, ingin bermain dengan Giona dan bertemu dengan pacarnya. Aneh, dulu Gavin adalah orang yang sangat ia hindari, tapi sekarang malah sering ia cari. Mendengar kata 'pacar' sebenarnya membuat Naya sedikit merinding, karena menurutnya asing sekali kata itu. Hari ini Naya tidak ada kelas, namun Gavin ada. Naya semp

  • ES BATU   •31•

    —“Nyatanya, seseorang akan merasa lebih tenang dan nyaman ketika berada ditempat dimana dihargai dan diapresiasi.” *** "Lo, siapa?" Naya menjauhi ranjang Gavin, menatap Renata yang sedang duduk di sofa dengan penuh tanya. "Tante?!" Naya sedikit berteriak meminta penjelasan kepada orang tua Gavin. Kevan terkejut mendengar kembarannya berteriak, buru-buru ia menyusul dengan Gea dan Darrel mengekori. "Ada apa?" tanya Kevan sembari menatap sekitar. "Kok dia lupanya cuma sama gue doang?!" Kevan menyernyit tak mengerti. "Hah?" "Dia amnesia, kan?" Naya menunjuk Gavin. "Apa dah? Tadi dia—" "Dia nggak kenal sama gue!" Mata Naya berkaca-kaca, menatap Gavin dan Kevan bergantian. "Heh! Kok nang

  • ES BATU   •30•

    —Aku akan menatap matamu dan mengatakan “Aku sangat merindukanmu.”— Hari pertama Ujian Nasional saja sudah membuat para siswa pusing, bagaimana selanjutnya? Entahlah, mereka hanya berdoa yang terbaik dan berharap agar soal-soal selanjutnya tidak terlalu sulit. Bel pulang sudah berbunyi, semua murid kelas dua belas mulai keluar dari kelasnya. "Gimana, bro? Baru hari pertama ini cuy," ujar Darrel. Mereka tak langsung pulang, karena mereka lapar, jadi lah mengunjungi kantin dahulu. "Gue, sih, biasa aja tuh," sahut Kevan. "Kalau gue agak susah, karena terlalu seneng ngajak main Gio. Malemnya pas mau belajar Gio suka nangis kenceng banget, jadi gak fokus gue. Bawaannya khawatir mulu," ujar Gavin lesu. "Iya deh yang udah jadi Abang," ejek Kevan. "Lo juga, bego!" tukas Gav

  • ES BATU   •29•

    —“Dan merasa kosong adalah seburuk-buruknya perasaan.”— Cowok itu berjalan maju, balik kanan, maju lagi. Begitu seterusnya. "Bisa diem nggak, sih?! Pening mata gue liat lo mondar mandir mulu!" ujar Darrel. "Gue takut nyokap gue kenapa-napa!" balas Gavin kasar. Cowok itu kemudian duduk di samping Kevan. Mereka menunggu Renata yang sedang bersalin, Kevan, Gea dan Darrel ikut serta. Ternyata perkiraan dokter itu salah, Renata melahirkan jauh dari perkirannya. Makannya itu membuat Ardi dan Gavin kewalahan. Di dalam, Ardi menunggu Renata. Mereka di luar hanya bisa berdo'a agar Renata tidak kenapa-napa. Soal kepulangan Naya, diundurkan karena ada hal mendadak membuat gadis itu mendumel. Jadi, lah minggu depan ia pulang. Tapi, teman-temannya tidak tahu-menahu soal kepulangannya, biar surprise. "Padahal gue berharap N

  • ES BATU   •28•

    —“Teruntuk rindu, bisakah kau diam? Dia sudah tak lagi ku genggam.”— Sebulan lagi ujian Nasional akan berlangsung, Gavin, Kevan, Gea dan Darrel sedang sibuk-sibuknya belajar agar mendapat nilai yang memuaskan. Ralat, minus Darrel. Cowok itu sibuk mengotak-atik ponselnya. Entah sedang apa, yang pasti ia sedang bergerutu pada ponselnya itu. "Apa lo nggak keberatan kalau nanti soal-soal ujian susah?" tanya Kevan. Darrel menoleh. "Tenang, lah. Nggak perlu serius-serius amat, jawab sebisa gue aja. Lagian, kalau belajar lama-lama, entar pas ujian berlangsung kalian gugup, otomatis itu pelajaran bakalan ngilang gitu aja kaya tetangga sebelah." Dagunya ia arahkan ke sampingnya, bermaksud menyindir Gavin. Gavin mendelik ke arah Darrel, ia tahu Darrel sedang menyindirnya. Tapi, tak usah hiraukan manusia itu. "Sebut nama kalau mau nyindir, cow

  • ES BATU   •27•

    —“Kapan hari itu akan tiba? Hari dimana aku bertemu denganmu lagi.”— Semester satu telah usai, tinggal beberapa bulan lagi masa-masa putih abu-abu Gavin dengan teman-temannya akan berakhir. Ya, hanya masa putih abu-abunya saja yang telah usai, cerita tentang teman dan cintanya belum berakhir sampai disini, masih panjang dan masih rumit. Selama itu juga Gavin menunggu kepastian dari gadis yang ia cintai. Lelah memang menunggu tanpa kepastian, tapi ia tak ingin jadi lelaki pengecut. Ia harus memperjuangkan cintanya. Ia akan menerima konsekuensinya jika Naya sudah lupa dengannya. Tak apa, yang penting ia sudah berjuang sebisanya. Soal hasil yang akan ia dapatkan nanti, itu urusannya dengan Tuhan dan Naya sendiri. Ada kemajuan dari pesannya yang dikirim pada Naya. Gavin sedang bosan karena libur semester dua minggu, tangannya membuka aplikasi I*******m, melihat-lihat pesannya. Mata pemuda itu hampir melompat dari temp

  • ES BATU   •26•

    —“Bahagia itu ketika hati, pikiran dan tindakan kita selaras.”— "Van, apa Naya udah lupain gue, ya?" Pertanyaan itu terus saja keluar dari mulut Gavin. Ia jadi ragu dengan perasaannya, suara seorang laki-laki yang bersama Naya waktu itu membuatnya sedikit marah dengan Naya. Kevan yang mendengarnya pun bosan karena pertanyaannya itu-itu saja. "Van, jawab dong." "Gini, Vin. Melupakan orang yang selalu ada buat kita, orang yang udah menyembuhkan kita dari luka sebelumnya, orang yang kembali melukai perasaannya, padahal luka sebelumnya belum sempat pulih itu gak mudah. Terutama Naya cewek, perasaan sama logika cewek itu kadang suka gak sinkron," jelas Kevan panjang lebar. "Disaat logika pengin ngelupain, tapi perasaan selalu mengekhianati logika. Alasannya simple, Karena masih sayang dan cinta," lanjutnya. "Gue udah bener-bener jelek ya, dimata Naya?" "Kan gue udah bilang, kalau emang orang itu cinta sama lo, sayang sama lo. Ma

  • ES BATU   •25•

    —“Hati tahu mana yang patut untuk diperjuangkan dan mana yang patut ditinggalkan.”— Sebulan tanpa Naya bagai kan seabad bagi Gavin, ia belum sempat meminta maaf kepadanya dan menjelaskan semuanya. Setiap ingin pergi ke sekolah, rasanya hampa dan sepi. Apalagi sang Ibu yang terus marah-marah. "Ma, Gavin gak mau sekolah ah," rengeknya kepada sang Ibu, tangannya ia satukan, memohon agar Renata mengizinkannya. "Jangan macem-macem kamu!" "Ya habisnya tas sama sepatu Gavin gak baru! Jadi males, kan sekolahnya." "Itu masih bagus Gavinno!" "Yaudah, gak mau sekolah!" rajuk Gavin, kepalanya ia alihkan ke arah lain seakan malas menatap wajah Renata. "YAUDAH SANA, GAK SEKOLAH!" pekik Renata yang mulai kesal. Menghela nafas, lalu dibuang perlahan. Tangan kanannya sibuk mengelus-elus perutnya y

DMCA.com Protection Status