—“Kapan hari itu akan tiba? Hari dimana aku bertemu denganmu lagi.”—
Semester satu telah usai, tinggal beberapa bulan lagi masa-masa putih abu-abu Gavin dengan teman-temannya akan berakhir.
Ya, hanya masa putih abu-abunya saja yang telah usai, cerita tentang teman dan cintanya belum berakhir sampai disini, masih panjang dan masih rumit.
Selama itu juga Gavin menunggu kepastian dari gadis yang ia cintai. Lelah memang menunggu tanpa kepastian, tapi ia tak ingin jadi lelaki pengecut. Ia harus memperjuangkan cintanya. Ia akan menerima konsekuensinya jika Naya sudah lupa dengannya. Tak apa, yang penting ia sudah berjuang sebisanya. Soal hasil yang akan ia dapatkan nanti, itu urusannya dengan Tuhan dan Naya sendiri.
Ada kemajuan dari pesannya yang dikirim pada Naya. Gavin sedang bosan karena libur semester dua minggu, tangannya membuka aplikasi I*******m, melihat-lihat pesannya.
Mata pemuda itu hampir melompat dari temp
any feedback to appreciate me, thanks for reading this❤️ by the way, untuk study dan semua yang ada dicerita ku karangan ku doang ya, gak tau di real lifenya kaya apa hihi.
—“Teruntuk rindu, bisakah kau diam? Dia sudah tak lagi ku genggam.”— Sebulan lagi ujian Nasional akan berlangsung, Gavin, Kevan, Gea dan Darrel sedang sibuk-sibuknya belajar agar mendapat nilai yang memuaskan. Ralat, minus Darrel. Cowok itu sibuk mengotak-atik ponselnya. Entah sedang apa, yang pasti ia sedang bergerutu pada ponselnya itu. "Apa lo nggak keberatan kalau nanti soal-soal ujian susah?" tanya Kevan. Darrel menoleh. "Tenang, lah. Nggak perlu serius-serius amat, jawab sebisa gue aja. Lagian, kalau belajar lama-lama, entar pas ujian berlangsung kalian gugup, otomatis itu pelajaran bakalan ngilang gitu aja kaya tetangga sebelah." Dagunya ia arahkan ke sampingnya, bermaksud menyindir Gavin. Gavin mendelik ke arah Darrel, ia tahu Darrel sedang menyindirnya. Tapi, tak usah hiraukan manusia itu. "Sebut nama kalau mau nyindir, cow
—“Dan merasa kosong adalah seburuk-buruknya perasaan.”— Cowok itu berjalan maju, balik kanan, maju lagi. Begitu seterusnya. "Bisa diem nggak, sih?! Pening mata gue liat lo mondar mandir mulu!" ujar Darrel. "Gue takut nyokap gue kenapa-napa!" balas Gavin kasar. Cowok itu kemudian duduk di samping Kevan. Mereka menunggu Renata yang sedang bersalin, Kevan, Gea dan Darrel ikut serta. Ternyata perkiraan dokter itu salah, Renata melahirkan jauh dari perkirannya. Makannya itu membuat Ardi dan Gavin kewalahan. Di dalam, Ardi menunggu Renata. Mereka di luar hanya bisa berdo'a agar Renata tidak kenapa-napa. Soal kepulangan Naya, diundurkan karena ada hal mendadak membuat gadis itu mendumel. Jadi, lah minggu depan ia pulang. Tapi, teman-temannya tidak tahu-menahu soal kepulangannya, biar surprise. "Padahal gue berharap N
—Aku akan menatap matamu dan mengatakan “Aku sangat merindukanmu.”— Hari pertama Ujian Nasional saja sudah membuat para siswa pusing, bagaimana selanjutnya? Entahlah, mereka hanya berdoa yang terbaik dan berharap agar soal-soal selanjutnya tidak terlalu sulit. Bel pulang sudah berbunyi, semua murid kelas dua belas mulai keluar dari kelasnya. "Gimana, bro? Baru hari pertama ini cuy," ujar Darrel. Mereka tak langsung pulang, karena mereka lapar, jadi lah mengunjungi kantin dahulu. "Gue, sih, biasa aja tuh," sahut Kevan. "Kalau gue agak susah, karena terlalu seneng ngajak main Gio. Malemnya pas mau belajar Gio suka nangis kenceng banget, jadi gak fokus gue. Bawaannya khawatir mulu," ujar Gavin lesu. "Iya deh yang udah jadi Abang," ejek Kevan. "Lo juga, bego!" tukas Gav
—“Nyatanya, seseorang akan merasa lebih tenang dan nyaman ketika berada ditempat dimana dihargai dan diapresiasi.” *** "Lo, siapa?" Naya menjauhi ranjang Gavin, menatap Renata yang sedang duduk di sofa dengan penuh tanya. "Tante?!" Naya sedikit berteriak meminta penjelasan kepada orang tua Gavin. Kevan terkejut mendengar kembarannya berteriak, buru-buru ia menyusul dengan Gea dan Darrel mengekori. "Ada apa?" tanya Kevan sembari menatap sekitar. "Kok dia lupanya cuma sama gue doang?!" Kevan menyernyit tak mengerti. "Hah?" "Dia amnesia, kan?" Naya menunjuk Gavin. "Apa dah? Tadi dia—" "Dia nggak kenal sama gue!" Mata Naya berkaca-kaca, menatap Gavin dan Kevan bergantian. "Heh! Kok nang
Sudah setahun lamanya dari waktu Gavin mengungkapkan perasaannya kepada Naya, sudah selama itu juga mereka berpacaran. Awal hubungan memang banyak cobaannya, seperti mudah cemburu karena hal sepele, atau jarang mengabari satu sama lain. Tapi, mereka mencoba memahami kesibukkan satu sama lain, walaupun satu kampus tapi mereka tidak punya banyak waktu untuk berdua. Jika pun ada waktu untuk berdua, pasti teman-temannya ikut serta, tapi mereka tidak terlalu masalah juga. Toh mereka senang karena mereka dan teman-temannya masih bisa bermain walaupun tidak sebebas saat SMA. Saat ini Naya sedang berada dirumah Gavin, ingin bermain dengan Giona dan bertemu dengan pacarnya. Aneh, dulu Gavin adalah orang yang sangat ia hindari, tapi sekarang malah sering ia cari. Mendengar kata 'pacar' sebenarnya membuat Naya sedikit merinding, karena menurutnya asing sekali kata itu. Hari ini Naya tidak ada kelas, namun Gavin ada. Naya semp
Empat tahun kemudian ... Seorang pria tengah sibuk berkutik dengan laptopnya. Tangannya dengan lincah menekan huruf-huruf dikeyboard laptop. "Kakak!" teriak bocah berumur lima tahun lebih, bocah itu sedikit berlari menghampiri Kakaknya. Memeluknya dengan erat. "Kok nggak bilang-bilang mau ke sini, hm?" Dengan gemas Gavin menarik hidung mungil adiknya. "Kak Naya katanya kangen," ucap Giona sedikit terkekeh. "Aih, apaan, kamu sendiri ngerengek minta ke sini," sahut Naya yang sedang duduk dikursi khusus ruangan kerja Gavin. "Suka malu-malu Kak Naya ya, Gi?" Gavin sedikit bergurau, kemudian ia menghampiri Naya yang sedang memakan camilan yang gadis itu bawa. Hubungan keduanya berjalan dengan mulus selama tiga tahun, mereka berkuliah di kampus yang sama. Bahkan Kevan, Gea dan Darrel ju
"AAAAAAAAAAAAA!" teriak seorang gadis yang tengah berbaring langsung mendudukkan dirinya. Dengan jam weker ditangannya.Pukul 07.55. Berarti dia terlambat. Pake banget malah!Dengan cekatan gadis itu berlari kearah kamar mandi, melakukan ritual mandinya dengan tergesa-gesa. Tidak apa-apa telat, yang penting harus! Prinsipnya.Jessie yang mendengar teriakan anak gadisnya terperanjat kaget. Masalahnya, ngapain dia teriak-teriak di pagi buta seperti ini, dan posisinya sedang memotong sayuran yang akan di masaknya. Untung saja tidak mengenai tangan, kan."Ya Allah, kenapa lagi sih," gumam Jessie.Jessie dengan langkah tergesa, menaiki anak tangga dengan hati-hati. Ketika sampai didepan pintu kamar putrinya, Jessie mengetuknya. Tetapi tidak ada sahutan, langsung saja Jessie membukanya.Dan, yah tidak dikunci.Jessie mengedarkan pandangannya, t
Bel istirahat berbunyi lima menit yang lalu, para siswa/siswi pun mulai keluar masuk ke dalam kelas, berbeda dengan Naya. Dia sangat kesal pada hari ini. Teman sebangku juga sahabat sejak SMPnya tidak hadir, dikarenakan izin keluar kota bersama keluarganya.Gea Favella. Cewek cantik nan manis, kulit putih, rambut sebahunya terkesan makin imut. Sikap dia berbanding balik dengan Naya. Dia cerewet, Naya sebaliknya.Alhasil dia sebangku dengan Gavin. Kan ngeselin.Kevan mendekati meja yang diduduki Naya dan Gavin. "Kantin kuy lah, laper gue," ujarnya sembari mengelus perutnya bak orang hamil.Mereka berempat berjalan beriringan menuju kantin. Dengan posisi Naya di apit oleh Gavin dan Kevan, sedangkan Darrel disamping Kevan.Banyak pasang mata terarah kearah mereka. Jangan salah, ketiga cowok itu most wanted disini. Jadi, siapa yang tidak iri kepada Naya yang bisa berdekatan dengan pr