Beranda / Romansa / Dosenku Calon Suamiku / Tanpa Hubungan Darah

Share

Tanpa Hubungan Darah

Penulis: Aquarius_Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-21 16:55:50

Pagar besi semula menjulang tinggi dari kejauhan, bahkan menutupi megah dan indahnya rumah berhasil Arion lewati. Rumah dengan tipe model klasik bergaya Perancis, kembali berada di depan mata Arion. Tak ingat berapa lama waktu pastinya kaki Arion menapaki rumah masa kecil almarhumah istri. Masih sama tanpa perubahan spesial selain pergantian cat saja.

Arion menekan bel yang tak jauh keberadaan dari posisi tempat berpijak. Salah satu pekerja di rumah sang mertua membukakan pintu. Lama tak bertemu dengan pria di hadapannya, membuat netra sang pekerja hampir saja terlepas dari posisi. Mengamati dari atas hingga bawah penampilan Arion, karena merasa tak berubah walau berpuluh-puluh tahun tak berkunjung.

Sebuah karakter di film dan buku-buku mitologi kuno membuatnya seketika teringat. Vampir-- Karakter mitologi legenda yang tak asing di ingatan karena kebiasaan menghisap darah. Tampaknya mulai saat ini pekerja itu akan percaya, dengan film-film fantasi yang melibatkan karakter vampir. Dia akan genggam erat-erat pendapat, apabila vampir itu benar ada karena kembali bertemu dengan menantu keluarga ini. "Tu--Tuan Ari?"

Reaksi yang diberikan wanita pekerja sepasang mertua membuat Arion tergelak. Dia mengerutkan kening, namun seketika berganti dengan mengangkat sebelah alias bak ulat bulu miliknya. Mengapa dia merasa bak buah apel tengah dikupas kulitnya? Mengapa dia merasa bak narapida kabur dari sel secara diam-diam? Apakah ini hanya prasangka kosong, pengaruh berpuluh-puluh tahun tak menginjakkan kaki di rumah ini?

"Ya Bi, ini saya. Apakah Mami dan Papi di rumah?" Lidah Arion terasa kaku akibat sekian lama tak menyebut mertuanya. Rasanya sang indra perasa ini bak dicubiti hingga terasa kebas.

"Ah--"

"Bi, siapa yang datang?!" Walau dengan teriakkan dari dalam rumah yang jauh jaraknya, tetapi suara tersebut layaknya bangunan masih terasa hangat walau dimakan waktu. Suara tersebut masih mengalun hangat merambat ke tiap sisi gendang telinga. Ntahlah akankah beda bela bertemu langsung?

Berbeda orang tetapi memberikan reaksi yang sama. Wanita berusia 80 tahun tersebut bergeming, kala netranya menatap pria pujaan salah satu buah hatinya mematung di depan pintu. Jarum jam tidak menetap, layaknya peribahasa dimana waktu adalah fana. Tetapi anehnya netra, hati, dan otak kompak mencetak argumen sama, apabila salah satu menantunya tak dimakan waktu karena tidak mengalami perubahan paras dan badan.

"Ka--Kau?" Mama mertua Arion terbata-bata walau hanya mengucapkan satu kata saja. Lidahnya kelu karena tak percaya bahwa orang yang dinanti berpuluh-puluh tahun, akhirnya kembali bertemu di depan mata.

Arion tersenyum canggung, membungkuk sopan, lalu mencium tangan sang mertua. "Mami apa kabar?"

"Ada tamu kok bicara di luar. Masuklah kalian!" perintah pria berusia 88 tahun yang sebenarnya menyimak sedari tadi, lebih tepatnya sejak sang istri terkejut dengan sang tamu.

Tampaknya pertemuan tak pernah dilakukan selama puluhan tahun, membuahkan hasil hubungan canggung dan asing. Tak kesal apalagi kecewa, Arion telah dewasa dengan kesalahan yang fatal sehingga berakhir disebut tamu bukan menantu. Papa mertua Arion berjalan terlebih dahulu di depan, menuntun ke ruangan baginya cocok untuk berbincang. Melewati ruang tamu bertemakan etnik jawa, dengan langit-langit yang berukiran batik.

Bibi asisten rumah tangga yang tadi menyambut Arion telah kembali bekerja. Sehingga tak mengikuti langkah kaki mertua dengan menantu laki-laki, yang lagi-lagi telah melewati satu ruangan. Ruangan bertemakan modern tropis, dengan kedua sisi memadukan keindahan taman dan ketenangan air kolam renang. Dan di belakang taman memiliki lorong bergaya klasik Italia, sebelum duduk di ruang makan dan dapur berkonsep skandinavia.

Lelah berputar-putar menentukan ruang yang nyaman. Akhirnya Papa mertua Arion menemukan ruang yang menurutnya cukup. Ruang bertemakan klasik kolonial, dengan sisi kiri terdapat tangga penghubung lantai kedua menjadi pilihan. Arion tertegun dibuat salah paham. Ruangan ini adalah ruang keluarga, dimana ruang ini pernah terasa mencekam pada awal pernikahan.

"Apakah kau hanya akan terus berdiri?"

Sebatas sebaris kalimat yang tak genap sepuluh kata. Kalimat tersebut bak mantra menghipnotis keberanian. Arion duduk langsung berhadapan dengan Papa mertua. Sedangkan sang Mama mertua duduk di kursi tengah secara terpisah.

"Papi dan Mami apa kabar?" Arion bertanya guna berbasa-basi.

Papa dan Mama mertua Arion saling pandang melemparkan kode. Mama mertua Arion menepuk sisi sampingnya, mengode agar sang menantu berpindah ke sampingnya. "Kemarilah."

"Mari kita langsung saja, Ari. Apa alasan kau kemari? Ada hal apa yang hendak kau katakan?"

Menggaruk tengkuk yang tak gatal sama sekali, Arion membasahi bibir tebalnya secara bergantian atas bawah. "Pa, apakah kalian memiliki anak bungsu? Kalian mengadopsi anak mirip dengan Azalea? Ada saudara yang sangat mirip dengan Azalea? Atau Mami mengandung setelah kematian Azalea?"

Bak potongan dialog dalam sinetron, dan mereka bertiga tengah dikelilingi kamera. Mama Papa mertua Arion kompak mengerutkan kening. Mama Azalea yang lebih dekat melampiaskan kegemarannya. Dia memukul kecil lengan berotot sang menantu.

"Kau ini... Tampaknya berita disebar orang-orang benar, Arion. Mami rasa kerja otakmu terganggu."

"Mam," tegur sang suami.

Papa Azalea menegakkan posisi punggungnya, menekuk kaki, lalu menatap Arion lekat-lekat. "Ada pertanyaan maka ada faktor penyebab bukan, Nak?"

"Saya mendapatkan mahasiswi semester baru, yang paras dan postur tubuhnya sangat duplikat mendiang Azalea."

Memang ruangan ini aman dan sunyi berbaur abstrak. Tetapi rasanya terdengar suara ledakan bom, atau pecahan kaca terbentur kerasnya ubin. Rahang sepasang manula (manusia lanjut usia)itu mengetat. Ntah mengapa otak ketiga penghuni ruang keluarga, secara kompak merasa ramai mengalahkan hiruk-pikuk ibu kota.

"Ka--Kau bercanda bukan?" Masih tak menyangka dan merasa konyol, Papa Azalea bertanya hingga terputus-putus.

"Maaf Pi, sayangnya saya bersungguh-sungguh."

Rahang mengetat itu berubah menjadi spontan meneguk ludah kasar. Kebetulan macam apa ini? Apakah Azalea berniat memberikan pengganti, sehingga merengek pada Sang Pencipta. Agar Sang Pencipta merakit Azalea dalam versi lebih muda, dan tanpa terikat keluarga walau seujung pun.

"Kau punya foto orang yang kau maksud itu?" tanya Mama Azalea.

Arion bergeming, menatap kosong langit-langit rumah, mengingat-ingat apakah galeri handphone-nya tersisih foto sang mahasiswi. "Pi, Mi, saya izin mengecek boleh?" Pertanyaan tersebut dibalas anggukan kepala kompak.

Tak ada musik, pasangan, dan bukan pula tubuh yang menari-nari, melainkan jemari Arion menari di layar mencari potret Azelina. Di W******p kosong karena gadis itu tak menggunakan profil. Di galeri pun galeri Arion hanya berisikan tumpukan foto pemandangan, dan lukisan museum kala dirinya merasa pening. I*******m menjadi opsi terakhir, kala tiba-tiba teringat bahwa Azelina adalah mahasiswi baru.

"V-i-e-r-a A-z-e-l-i-n-a C-l-a-r-i-s-s-a." Papa Azalea mengeja nama mahasiswi baru sang menantu, secara perlahan bahkan hingga per-huruf. Memang hanya selisih satu kata dengan abjad berbeda, tetapi dari segi nama pun menyerupai.

Bab terkait

  • Dosenku Calon Suamiku    Ada Apa Di Kerumunan?

    Tinggi, kekar, tampan, pintar, kaya, mapan di usia muda. Rasanya bukankah rentetan kalimat tadi cukup menjabarkan kesan kesempurnaan, lelaki dengan setelan jeans yang di dalamnya dirangkap kaos putih polos? Bahkan dimanapun berada lelaki ini mendapatkan perlakuan sama kala di tempat ini. Tak sebatas sepasang dia pasang netra saja yang memandang, puluhan mahasiswi menatap kagum dan lapar. Berbeda dengan tatapan diberikan mahasiswi, para mahasiswa justru menatap iri pesona lelaki bersetelan jeans.Tak memberi tahu kabar kebahagiaan ini pada sang kekasih yang telah menunggu. Xavier berhasil menyelesaikan acara studinya di London, lebih cepat dari target yang diberikan. Tenang saja walau dikerjakan secara cepat-cepatan, bukan berarti hasil pekerjaan mahasiswa cerdas ini dikatakan tak memuaskan. Walau dengan sedikit dorongan dana orang tua, juga bukan berarti membuat Xavier manja. Kini tugas di kampus ini hanya beberapa langka lagi hingga kelulusan.Menatap rindu bangunan bertingkat telah b

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-21
  • Dosenku Calon Suamiku    Menjadi Pusat Perhatian

    Mobil mewah audi A8 L berwarna hitam telah terparkir di rumah hampir 30 menit. Gugup karena sekian lama tak melakukan interaksi, dengan penghuni-penghuni rumah tempatnya parkir membuat ragu melangkah. Bangunan mewah bernuansa ala Italia karena ketertarikan pemilik rumah, kembali Xavier pijak dalam waktu yang ntah kapan terakhir kali karena dirinya pun lupa. Hanya saja rumah ini masih tak menumpulkan kenangan di benaknya. Bayangan sang gadis dia kenal sedari kecil, kakak sang gadis, dan sahabat lelaki sang gadis selalu mengelilingi benak setiba di rumah Zelin.Posisi yang tak beranjak walau secentipun membuat objek pandang Xavier terbatas. Gerbang menjulang tinggi dengan sisi kanan, secara semu-semu dedaunan tanaman pucuk merah sedikit menyumbul efek lama tak dipotong. Senyumnya terpatri kala mengingat kepingan masa kecil. Ketiganya pernah menemani wanita pemilik rumah, berkebun karena ketertarikan pada tanaman tak sirna. Tawa riang Zelin rela renyah walau terselip isakan, d

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-09
  • Dosenku Calon Suamiku    Lama Tak Mengunjungi Sang Wanita

    Kala hidup netra tak henti-henti mengamati kesenjangan sosial. Tetapi kala bukan selimut tebal membalut kulit kala dingin, tidak juga selimut dengan lubang-lubang membungkus. Maka netra tertutup sempurna dengan kemustahilan kembali ke dunia, justru memukul telak pemikiran orang-orang. Kala hidup kau berbeda dan direndahkan.Tetapi bagaimana kabar kala seluruh tubuh tanpa terlewat terbalut tanah? Bukankah status kala nisan menghias suatu lahan tanah kosong, itu cukup menjadi definisi antonim kesenjangan sosial? Harta kau perjuangan di kehidupan tetapi kala menjadi penghuni liang tanah, tak mungkin rasanya tumpukan harta ikut masuk menemani. Tubuh terbujur kaku hanya menanti waktu mengikis menyisakan tulang.Tempat penghuni bergelar almarhum dan almarhum telah dapat Arion lihat. Tanjakan menuju pemakaman telah aman terlewati, walau sekian lama tak bermain kemari. Kumpulan bunga segar kesukaan penghuni hati menemani samping kursi kemudi. Tak lagi sesak kala tanah mula

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-10
  • Dosenku Calon Suamiku    Mulut-Mulut Orang

    Layaknya perkataan orang-orang mencibirnya aneh, yang sejak melihat pertengkaran dengan sang kekasih beberapa hari lalu. Ntah mengapa kian hari dia sendiri juga merasa bahwa memang kian aneh. Perasaan aneh dan tak asing ntah mengapa seakan terkurung demi menetap. Tak ada dorongan bisikan apalagi keinginan alami, langkahnya kala menahan pergerakan sang dosen juga bahkan tak dia sadari.Dia tak lupa statusnya apabila masih kekasih Xavier, hanya saja sang dosen ntah mengapa tampaknya memiliki tempat rahasia. Tempat yang tak Azelin atur, harap, apalagi menginginkan. Lucunya lagi adalah... Kunci hatinya digenggam oleh Xavier selaku kekasih, tetapi mengapa hatinya terasa janggal tiap menatap bahkan melirik Arion. Rasa asing tetapi tak asing selalu mendesak menjungkir balikkan isi otak.Melupakan status telah sekian lama berpacaran dengan Xavier. Menulikan rentetan kalimat curiga sang kakak, dan teguran Jala selaku sang sahabat. Azelina menatap ragu bangunan bertingkat ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-11
  • Dosenku Calon Suamiku    Kegeraman Xavier

    Berbeda orang maka berbeda prinsip mengenai konsep kesabaran. Katanya kesabaran itu ananta. Ia adalah sang infinity. Bagai kartu yang unlimited. Bak angka delapan juga, atau seperti sebuah roda yang melingkar tanpa batas. Sabar itu tak terbatas dan tak berujung.Tidak-tidak pengenggam prinsip itu tak sepenuhnya salah dan bodoh. Orang yang bersumbu pendek, juga bukanlah kesalahan karena sukar mengontrol emosi. Emosi itu lebih unik dari air. Mengapa? Karena air mampu kau pandang di wadah, tetapi tak mampu dirasa kecuali diteguk. Sedangkan emosi hanya dirasa tetapi mampu dilihat orang. Menatap nyalang pemandangan dari dalam sana. Selaku lelaki dia tidaklah sebuta itu mengartikan tatapan Arion, memang tak sejelas kala semasa dia hendak memacari Azelina. Tetapi dia juga penasaran kala tatapan kerinduan diberikan pada sang kekasih. Kecurigaan ditambah desas-desus dipercikkan mahasiswa-mahasiswi, membuat emosi terpenjara perlahan mulai tak tahan di tempat.Mengu

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-12
  • Dosenku Calon Suamiku    Hai Tetangga

    Waktu itu layaknya lautan air di tengah pantai. Tampak tenang tapi memiliki peluang tak tenang. Ombak bisa menerjang sewaktu-waktu. Air yang pasang tak abadi, ia bisa dimakan pergantian waktu menjadi surut lalu kembali.Ibaratnya bagai waktu dan kesibukan. Waktu tak sejatinya tenang, dia terdapat kerikil, batu koral besar, lumut bak lendir, rumput laut menggelitik, ataupun badai. Semua imbang sesuai waktu, porsi, dan rencana dititahkan kuasa. Layaknya kesibukan terjadi.Kesibukan tak selamanya terjadi, tetapi kesibukan selalu terjadi. Dia netral bisa menjadi kerikil, koral, lumut, rumput laut, atau badai. Tergantung bagaimana cara mengikis, menanggapi dan membaginya. Keputusan dadakan kala memasuki awal semester tengah, membuat banyak mahasiswa-mahasiswi mulai menjauh dari rumah asli mereka kala semester awal.Yang berkantong memilih membeli apartemen atau rumah. Sedangkan yang sederhana memilih kontrak atau ngekos, dan sederhana ke bawah beberapa memilih bertempur dengan kesibukan da

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-15
  • Dosenku Calon Suamiku    Penawaran Menarik

    Tak ada lagi si hobi menyengat menusuk kulit yang mengintip di cakrawala. Tak ada si bulat tanpa sisi, identik warna orange serta kuning di fantasi anak-anak. Si biru telah berganti menjadi si gelap tanpa sedikit kecerahan. Jam telah bercumbu bertemu jarum sama di tengah, membuat sunyi kian bersandang.Tak ada musik semu-semu mengisi sunyi. Tak ada jua percakapan agar tak segersang ini. Bak sungai tengah dilanda kekeringan. Sunyinya area balkon dihiasi dengan lembar-lembar tugas mandiri maupun kerja kelompok, sampah-sampah berceceran berbaur secara abstrak tanpa arah. Bubuk micin berbaik hati tak melirik mulusnya tugas, sehingga tak panik. Semut belum berteriak mengundang atensi pasukan kawannya. Bubuk dijaga salah satu pelaku tersisa tampaknya belum menggoda semut. Ntah belum tergoda atau telah tergoda namun takut tepatnya. Sang penjaga tengah celana setengah paha, dan lengan tebal dari sweater dikenakan tampak masih asyik terlelap.Ntah telah memasuki l

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-24
  • Dosenku Calon Suamiku    Melihat Ketiduran Di Balkon

    Umur telah menginjak 43 tahun lebih beberapa bulan, membuat angka menuju usia puluhan terasa mendekat. Lucu dan terkesan konyol memang. Kau merasakan umur puluhan hanya dalam setahun, sedangkan menanti untuk hingga puluhan harus melewati 9 tahun agar bertemu si genap. Tujuh tahun mungkin terkesan cukup lama di dengar, tapi tidak untuk dirasa.Waktu tidaklah sebersahabat itu dengan makhluk hidup. Tidak ini tidaklah sebatas datang dan pergi, melainkan arti waktu secara keseluruhan. Netra setajam elang itu tampak masih mempesona belum dimakan umur. Tak seterang cahaya netra burung hantu di tengah gelapnya malam. Tak begitu tajam juga indera penciuman pemangsa bertemu umpan, tetapi aroma segarnya malam dengan air hujan dan parfum gadis tetangga telah tak asing menjalankan seluruh indera."Hei kau di sana!""Siapa kau?!""Menyingkirlah dari sana!""Pergilah dari rumah tetanggaku!"Layaknya orang dalam gangguan jiwa yang berdialog pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-01

Bab terbaru

  • Dosenku Calon Suamiku    Berangkat Bersama

    Waktu menampar membawa perubahan tak lagi menit, jam, dan detik lampau, belaian suhu alam telah berubah juga ikut berusaha menyadarkan. Kedinginan malam tak lagi menggerayangi membelai tiap inci kulit. Gelapnya malam terusir setelah mentari terbit. Nyamuk-nyamuk mulai menepi juga. Burung-burung bertengger terlelap telah kembali memulai hari dengan berkicau. Hening jalanan mulai diisi dengan aneka kendaraan. Polusi udara mulai mengepul di angkasa. Polusi suara juga tak kalah memekikkan telinga sekaligus melatih emosi. Mentari telah terbit walau belum menyengat, sinarnya masih aman menyapa tak hingga menembus tulang. Dangkalnya alam mimpi terasa telah seluruhnya diselami oleh nyenyaknya tidur semalam. Mata telah terpejam selama beberapa jam mulai merasa cukup. Salah satu dari penghuni balkon terlebih dahulu menyesuaikan cahaya. Kedua telapak tangannya spontan membekap mulut sendiri. Kala hampir saja hendak menggantikan tugas ayam berkokok dengan memekik t

  • Dosenku Calon Suamiku    Pembicaraan Panjang Di Malam Hari

    Masih dengan handuk melilit rambut basahnya, sang gadis bergeming menatap kosong dinding pembatas unit di hadapannya. Bak pemanah salah membidik angka. Bak penghubung panggilan dengan jemari terpleset memilih nomer kontak. Bagai peracik masak salah menuang antara garam dan gula.Begitupula degup dengan janggal bersarang di hati Azelina sedari putus dengan sang mantan. Keliru atau tepatnya saja bahkan gadis pemilik hati ini pun bingung. Dia memang pemilik hati seharusnya tahu menahu. Dia jugalah tokoh utama dari kisahnya sendiri, lantas mengapa juga dirinya menjelma bagai kompas tanpa jarum panah? Pemilik netra teduh mengalahkan keteduhan langit hujan tanpa rintik. Paras ayu dengan potongan dagu kecil dan bulu mata lentik, sangat larut dalam lamunan melalang topik hingga tak sadar suatu hal. Senyuman hangat sebenarnya hendak terlengkung secara spontan di wajah tegasnya. Tetapi kala mengingat potongan kecil, kala dia tak sengaja menguping pembicaraan sang mahasiswi

  • Dosenku Calon Suamiku    Berangkat Terlebih Dahulu

    Gelapnya malam mulai berubah menjadi orange berpadu langit biru. Bukan karena egois atau diculik, melainkan birunya langit belum secerah pukul delapan pagi. Terik mentari belum menyengat. Bahkan layaknya menggoreng dengan minyak panas, sang mentari masih malu-malu di sebelah timur. Dia masih mengintip kecil dan merangkak perlahan ke angkasa. Jam masih menunjukkan pukul lima dini hari. Mentari masih malu-malu menampakkan kilauan menyengatnya. Aspal jalanan masih hening tanpa bercak debu terjatuh. Heningnya kemacetan padat merayap kendaraan juga masih sangat hening.Gelungan selimut masih membungkus hangat. Alam mimpi masih terasa jauh untuk diselami ke garis finish. Liur membentuk pulau pribadi pun masih sibuk dibentuk. Tetapi berbeda dengan Azelina telah tiba di depan pagar universitas."Ini Pak, kembaliannya ambil aja buat sarapan.""Tapi Neng, ini lebih 50 ribu.""Udah Pak, buat makan, minum, rokok, dan jajan. Terima kasih, Pak."

  • Dosenku Calon Suamiku    Tak Sengaja Menguping

    Tegang keseharian mengalahkan tegangan listrik. Kepadatan pada suatu tempat memang mampu dengan mudah berganti tempat lalu melupakan. Tetapi ini mengenai ruang pada suatu wadah, melainkan padatnya kehidupan. Padatnya interaksi dengan dosen dan mahasiswa-mahasiswi di kampus, seakan-akan tak ingin mengalahkan jadwal padat kantor. Matahari telah kian menyembunyikan cahayanya. Kegelapan kian berselimut tebal. Angin terasa bak senjata tajam membelai indera perasa, lalu menusuk hingga ke tulang. Tak hingga mengeluarkan cairan merah ataupun tanda memang, tetapi ngilu dan nyeri membuat mulut mengadu.Sayang seribu sayang bukan aduan dibalas penenang bak candu dari yang terkasih. Melainkan angin merasa kesallah membalas aduan. Terasa bak pusaran puting beliung tak terlihat, angin kian kencang terasa hendak menerpa tubuh. Perubahan cuaca dadakan tanpa melihat perkiraan cuaca, membuat Arion bergidik setiba di unit apartemennya.Sayang seribu sayang kembali dilambungkan. Bukan dekapan dari sepa

  • Dosenku Calon Suamiku    Melihat Ketiduran Di Balkon

    Umur telah menginjak 43 tahun lebih beberapa bulan, membuat angka menuju usia puluhan terasa mendekat. Lucu dan terkesan konyol memang. Kau merasakan umur puluhan hanya dalam setahun, sedangkan menanti untuk hingga puluhan harus melewati 9 tahun agar bertemu si genap. Tujuh tahun mungkin terkesan cukup lama di dengar, tapi tidak untuk dirasa.Waktu tidaklah sebersahabat itu dengan makhluk hidup. Tidak ini tidaklah sebatas datang dan pergi, melainkan arti waktu secara keseluruhan. Netra setajam elang itu tampak masih mempesona belum dimakan umur. Tak seterang cahaya netra burung hantu di tengah gelapnya malam. Tak begitu tajam juga indera penciuman pemangsa bertemu umpan, tetapi aroma segarnya malam dengan air hujan dan parfum gadis tetangga telah tak asing menjalankan seluruh indera."Hei kau di sana!""Siapa kau?!""Menyingkirlah dari sana!""Pergilah dari rumah tetanggaku!"Layaknya orang dalam gangguan jiwa yang berdialog pada

  • Dosenku Calon Suamiku    Penawaran Menarik

    Tak ada lagi si hobi menyengat menusuk kulit yang mengintip di cakrawala. Tak ada si bulat tanpa sisi, identik warna orange serta kuning di fantasi anak-anak. Si biru telah berganti menjadi si gelap tanpa sedikit kecerahan. Jam telah bercumbu bertemu jarum sama di tengah, membuat sunyi kian bersandang.Tak ada musik semu-semu mengisi sunyi. Tak ada jua percakapan agar tak segersang ini. Bak sungai tengah dilanda kekeringan. Sunyinya area balkon dihiasi dengan lembar-lembar tugas mandiri maupun kerja kelompok, sampah-sampah berceceran berbaur secara abstrak tanpa arah. Bubuk micin berbaik hati tak melirik mulusnya tugas, sehingga tak panik. Semut belum berteriak mengundang atensi pasukan kawannya. Bubuk dijaga salah satu pelaku tersisa tampaknya belum menggoda semut. Ntah belum tergoda atau telah tergoda namun takut tepatnya. Sang penjaga tengah celana setengah paha, dan lengan tebal dari sweater dikenakan tampak masih asyik terlelap.Ntah telah memasuki l

  • Dosenku Calon Suamiku    Hai Tetangga

    Waktu itu layaknya lautan air di tengah pantai. Tampak tenang tapi memiliki peluang tak tenang. Ombak bisa menerjang sewaktu-waktu. Air yang pasang tak abadi, ia bisa dimakan pergantian waktu menjadi surut lalu kembali.Ibaratnya bagai waktu dan kesibukan. Waktu tak sejatinya tenang, dia terdapat kerikil, batu koral besar, lumut bak lendir, rumput laut menggelitik, ataupun badai. Semua imbang sesuai waktu, porsi, dan rencana dititahkan kuasa. Layaknya kesibukan terjadi.Kesibukan tak selamanya terjadi, tetapi kesibukan selalu terjadi. Dia netral bisa menjadi kerikil, koral, lumut, rumput laut, atau badai. Tergantung bagaimana cara mengikis, menanggapi dan membaginya. Keputusan dadakan kala memasuki awal semester tengah, membuat banyak mahasiswa-mahasiswi mulai menjauh dari rumah asli mereka kala semester awal.Yang berkantong memilih membeli apartemen atau rumah. Sedangkan yang sederhana memilih kontrak atau ngekos, dan sederhana ke bawah beberapa memilih bertempur dengan kesibukan da

  • Dosenku Calon Suamiku    Kegeraman Xavier

    Berbeda orang maka berbeda prinsip mengenai konsep kesabaran. Katanya kesabaran itu ananta. Ia adalah sang infinity. Bagai kartu yang unlimited. Bak angka delapan juga, atau seperti sebuah roda yang melingkar tanpa batas. Sabar itu tak terbatas dan tak berujung.Tidak-tidak pengenggam prinsip itu tak sepenuhnya salah dan bodoh. Orang yang bersumbu pendek, juga bukanlah kesalahan karena sukar mengontrol emosi. Emosi itu lebih unik dari air. Mengapa? Karena air mampu kau pandang di wadah, tetapi tak mampu dirasa kecuali diteguk. Sedangkan emosi hanya dirasa tetapi mampu dilihat orang. Menatap nyalang pemandangan dari dalam sana. Selaku lelaki dia tidaklah sebuta itu mengartikan tatapan Arion, memang tak sejelas kala semasa dia hendak memacari Azelina. Tetapi dia juga penasaran kala tatapan kerinduan diberikan pada sang kekasih. Kecurigaan ditambah desas-desus dipercikkan mahasiswa-mahasiswi, membuat emosi terpenjara perlahan mulai tak tahan di tempat.Mengu

  • Dosenku Calon Suamiku    Mulut-Mulut Orang

    Layaknya perkataan orang-orang mencibirnya aneh, yang sejak melihat pertengkaran dengan sang kekasih beberapa hari lalu. Ntah mengapa kian hari dia sendiri juga merasa bahwa memang kian aneh. Perasaan aneh dan tak asing ntah mengapa seakan terkurung demi menetap. Tak ada dorongan bisikan apalagi keinginan alami, langkahnya kala menahan pergerakan sang dosen juga bahkan tak dia sadari.Dia tak lupa statusnya apabila masih kekasih Xavier, hanya saja sang dosen ntah mengapa tampaknya memiliki tempat rahasia. Tempat yang tak Azelin atur, harap, apalagi menginginkan. Lucunya lagi adalah... Kunci hatinya digenggam oleh Xavier selaku kekasih, tetapi mengapa hatinya terasa janggal tiap menatap bahkan melirik Arion. Rasa asing tetapi tak asing selalu mendesak menjungkir balikkan isi otak.Melupakan status telah sekian lama berpacaran dengan Xavier. Menulikan rentetan kalimat curiga sang kakak, dan teguran Jala selaku sang sahabat. Azelina menatap ragu bangunan bertingkat ti

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status