Bang Valko
| Dek
| Adek
| Ra
| Vierra lo kalau nggak sibuk dan nggak ada kelas sampai malam tolong ke rumah ya.
| Mami Papi cariin lo
| Mau gue jemput di apart? Diantar Jala? Naik ojek? Dianter Pak Ari atau gimana?
| Tolong balas kepastiannya dan jangan cuma dibaca ya adek Abang Valko Aryasatya Bastian
Gadis pemilik handphone sebenarnya tengah merasa malas hendak kemana-mana. Dia hendak menikmati ketenangan yang sunyi sejak berita bersama Arion tak ada lagi. Sejak tak terlalu bersama Arion, Azelina merasa hampa dan kesepian. Penawaran sang kakak membuatnya rindu tertahan pada Arion kembali mencuat.
Azelina berjalan menuju kamar lalu ke balkon, netranya mengernyit, menepuk dahi heran dengan dirinya sendiri. Dia berbalik arah memilih jalan pintas dengan lewat, pintu yang dibuat Arion untuk mempersingkat waktu. Azelina mengernyit kala hendak membuka pintu, tetapi
Memijak di lantai yang sama serta suara tubrukan antara tumpukan buku dan barang lain yang jatuh, membuat sang pria tetap menyembunyikan keterkejutan. Mengabaikan perkataan orang dia acuh atau kejam. Setidaknya dia melakukan hal ini pun karena suatu alasan sangat kuat. Dimana sang gadis yang meminta untuk tidak menampilkan secara jelas hubungan keduanya.Ditambah bukankah gadisnya sendiri yang meminta untuk renggang? Azelina menatap sengit Arion yang tak membantunya kesusahan, padahal jelas-jelas Arion hanya bersandar di dinding belakang sana. Arion menahan kekehan gemas pada kekesalan Azelina. Dia memilih menyimak sembari mencatat wajah-wajah mahasiswi hobi bergosip."Sst lihatlah si Azel kesusahan tuh kasian.""Lah masak kita orang di belakangnya cuma berapa langkah ada lakinya.""Emang mereka masih berhubungan ya?""Eh kata si X sih mereka udah nggak berangkat bareng."
Gadis itu menghentikan pergerakan meringkas barang karena kelas telah berakhir, kala dia merasa bahwa ada seseorang yang mendekat. Dari aroma parfum dikenakan dia sangat yakin, apabila yang berada di sekitarnya adalah seorang lelaki. Lelaki yang bukan miliknya dan dirinya rindukan. Lelaki itu berdeham kala gadis ditunggu tak kunjung berbalik badan."Ada apa kau kemari?" tanya Azelina langsung pada intinya.Sang ketua kelas tertawa hambar. Pertanyaan membodohi atau bodohkah yang Azelina tanyakan itu? Dia mengangkat tumpukan lembar tugas telah diselesaikan para kawan. Azelina mengernyitkan dahi kebingungan."Kok lo kasih ke gue. Lo kasih ke Pak Arion sendiri lah. Emang deadline hari ini apa pengumpulannya?""Iya, di tengah tugas ada catatan kecil dari Pak Arion. Kata beliau suruh lo yang kumpulin. Emang kenapa sih? Kalian kan juga sepasang kekasih. Bukannya kabar kalian juga sudah seatap? Kalau udah se
"Eh, udah jam segini kok Pak Ari belum masuk kelas sih?""Ketua coba tanyain dong inikan tanggung jawab lo.""Tanggung jawab Lina alias Azelin lah kan dia ceweknya.""Jangan-jangan kecewa dan bosan sama Azel tapi kita semua kena getah beliau nggak mau ngajar lagi."Memang bukan dirinyalah pemilik nama yang dibisikkan para teman sekelas. Tetapi hatinya ikut panas serta muak, dengan pembahasan terus diputar-putar tiap harinya. Ibaratnya es putar saja bila sudah jadi tidak diputar. Tak seperti berita Azelina dan Arion, sudah reda tidak terbit lagi berita di mading tetapi teman sekelas selalu saja membahas bak radio rusak mulut mereka.Gadis itu menggeser secara kasar kursinya lalu menggebrak meja. Tak sebatas sepasang atau dua pasang mata semata, melainkan seluruh mahasiswa-mahasiswi yang hadir seketika memusatkan objek pandang ke Arci. Pemilik nama sedari kemarin hanya diam menahan
Lelaki yang umurnya tak jauh dari Azelina menatap ke dalam kelas sang adik. Notifikasi tak kunjung dibalas sang pelaku membuatnya berujung kemari. Dia menatap gemas kala seketika bertatapan dengan seseorang dicari sedari tadi ternyata tengah bersantai. Seakan tak sempat bertatapan, sang gadis lebih dahulu memutuskan kontak mata lelaki lebih tua darinya."Woy Dek!" sapa Valko dengan berteriak.Azelina mengangkat bahu merasa terkejut lalu mengalihkan fokusnya. Dia menatap sang kakak telah duduk di kursi di hadapannya, sembari ujung mata menatap bingung salah satu sahabatnya hanya duduk manis sendirian di belakang kelas. Dia sembari tadi menanti Arci hingga menyusuri tiap lorong universitas, tetapi nyatanya sang sahabat memilih meninggalkannya duduk seorang diri di belakang kelas. Tidak, bukan karena dia ingin mengekang Arci dengan memiliki waktu hanya bersamanua, melainkan ekspresi gadis itu sebelum meninggalkannya membuat dia penasaran.
"Eh dengar nggak katanya maba akan dididik dosen baru loh?""Iya nih, by the way pada tahu wajah dosennya nggak?""Yah kagak. Tapi kalau dari namanya cakep sih.""Emang siapa dah?""Umur berapa? Paling kayak dosen peyot yang lain.""Heh! Kabarnya awet muda bahkan dijuluki vampire tahu. Namanya Pak Ari kalau nggak salah.""Ya elah Ari mah pasaran. Tukang sayur, daging,bengkel juga banyak namanya Ari.""Yang gue inget itu doang tapi lupa nama lengkapnya gila sih akan keren, ganteng, kece penampilannya gue jamin."Pak Ari-- Begitulah para mahasiswa dan mahasiswi akan memanggilnya. Arion Prakasa atau akrab disapa Ari, pria berusia 43 tahun telah berstatus duda sejak 22 tahun yang lalu dikarenakan kematian sang istri. Yaps, seperti yang para mahasiswi tadi bahas, walau telah menginjak usia 40 ke atas tak membuat keriput menghampirinya. Bahkan penampilan Arion tak sekuno bayangan orang-orang. Dia berpenampilan sesuai jaman. Hal tersebut terbukti dengan dirinya yang baru turun dari mobil be
Tubuh Arion rasanya bak kayu yang digerogoti rayap. Seluruh tubuhnya lelah tanpa terlewat walau seujung kuku bayi baru lahir. Lisan dan otaknya tak berhenti bekerja sejak kerakusan menyandang Arion. Sudah menjadi CEO tetapi dengan gila masih menyetujui penawaran sang sahabat. Dimana penawaran tersebut Ari setujui, berujung pada hari pertama perasaannya dibuat kaku. Paras, postur tubuh, dan nama yang duplikat membuat Arion seketika teringat mendiang belahan hatinya. Otaknya gatal menuntut perihal kejanggalan. Tetapi waktu tak lelah-lelah menjadi konflik kehidupan. Arion menatap cahaya rembulan yang menyerupai netra sang mahasiswi. Tak begitu bersinar tetapi membius Arion. Konon kata orang bila merindukan seseorang, maka tataplah langit malam. Bisa jadi seseorang tersebut menjelma menjadi bintang. Sedangkan kala siang katanya seseorang tersebut bersembunyi di balik gumpalan awan. Arion memutar kenangan dalam benak. Badan yang dipasangi oleh aneka kabel rumah sakit, dada yang disisipk
Berapapun jumlah angka yang menjadi status jawaban kala pertanyaan 'berapakah umurmu?', orang-orang merasa bahagia mengerubungi kala kepadatan sehari tersisihkan. Contohnya saat ini dimana seluruh gedung fakultas merasakan pesta dadakan. Bukan dikarenakan suatu perayaan di masing-masing jurusan, ulang tahun dosen, ataupun teman sekelas. Melainkan kampus mengadakan rapat merata yang wajib dihadiri seluruh dosen.Mahasiswa-mahasiswi rasanya dibuat menangis bahagia, karena akhirnya masa dirindukan kala sekolah kembali terjadi di universitas. Kemerdekaan mahasiswa-mahasiswi dan murid adalah waktu pulang awal yang tentunya selain jam kosong. Jam memang baru menunjukkan saat makan siang. Sedangkan rapat akan berlangsung dari jam 12 hingga jam 3 sore. Lama? Ya itulah alasan kelas yang dimulai pukul 12 siang hingga 3 sore diganti jadwal.Beberapa kursi aula yang dijadikan ruang rapat telah diisi beberapa dosen. Tak seperti dosen lain yang menunggu dengan tenang, sembari bermain handphone me
Pagar besi semula menjulang tinggi dari kejauhan, bahkan menutupi megah dan indahnya rumah berhasil Arion lewati. Rumah dengan tipe model klasik bergaya Perancis, kembali berada di depan mata Arion. Tak ingat berapa lama waktu pastinya kaki Arion menapaki rumah masa kecil almarhumah istri. Masih sama tanpa perubahan spesial selain pergantian cat saja.Arion menekan bel yang tak jauh keberadaan dari posisi tempat berpijak. Salah satu pekerja di rumah sang mertua membukakan pintu. Lama tak bertemu dengan pria di hadapannya, membuat netra sang pekerja hampir saja terlepas dari posisi. Mengamati dari atas hingga bawah penampilan Arion, karena merasa tak berubah walau berpuluh-puluh tahun tak berkunjung.Sebuah karakter di film dan buku-buku mitologi kuno membuatnya seketika teringat. Vampir-- Karakter mitologi legenda yang tak asing di ingatan karena kebiasaan menghisap darah. Tampaknya mulai saat ini pekerja itu akan percaya, dengan film-film fantasi yang melibatkan karakter vampir. Dia
Lelaki yang umurnya tak jauh dari Azelina menatap ke dalam kelas sang adik. Notifikasi tak kunjung dibalas sang pelaku membuatnya berujung kemari. Dia menatap gemas kala seketika bertatapan dengan seseorang dicari sedari tadi ternyata tengah bersantai. Seakan tak sempat bertatapan, sang gadis lebih dahulu memutuskan kontak mata lelaki lebih tua darinya."Woy Dek!" sapa Valko dengan berteriak.Azelina mengangkat bahu merasa terkejut lalu mengalihkan fokusnya. Dia menatap sang kakak telah duduk di kursi di hadapannya, sembari ujung mata menatap bingung salah satu sahabatnya hanya duduk manis sendirian di belakang kelas. Dia sembari tadi menanti Arci hingga menyusuri tiap lorong universitas, tetapi nyatanya sang sahabat memilih meninggalkannya duduk seorang diri di belakang kelas. Tidak, bukan karena dia ingin mengekang Arci dengan memiliki waktu hanya bersamanua, melainkan ekspresi gadis itu sebelum meninggalkannya membuat dia penasaran.
"Eh, udah jam segini kok Pak Ari belum masuk kelas sih?""Ketua coba tanyain dong inikan tanggung jawab lo.""Tanggung jawab Lina alias Azelin lah kan dia ceweknya.""Jangan-jangan kecewa dan bosan sama Azel tapi kita semua kena getah beliau nggak mau ngajar lagi."Memang bukan dirinyalah pemilik nama yang dibisikkan para teman sekelas. Tetapi hatinya ikut panas serta muak, dengan pembahasan terus diputar-putar tiap harinya. Ibaratnya es putar saja bila sudah jadi tidak diputar. Tak seperti berita Azelina dan Arion, sudah reda tidak terbit lagi berita di mading tetapi teman sekelas selalu saja membahas bak radio rusak mulut mereka.Gadis itu menggeser secara kasar kursinya lalu menggebrak meja. Tak sebatas sepasang atau dua pasang mata semata, melainkan seluruh mahasiswa-mahasiswi yang hadir seketika memusatkan objek pandang ke Arci. Pemilik nama sedari kemarin hanya diam menahan
Gadis itu menghentikan pergerakan meringkas barang karena kelas telah berakhir, kala dia merasa bahwa ada seseorang yang mendekat. Dari aroma parfum dikenakan dia sangat yakin, apabila yang berada di sekitarnya adalah seorang lelaki. Lelaki yang bukan miliknya dan dirinya rindukan. Lelaki itu berdeham kala gadis ditunggu tak kunjung berbalik badan."Ada apa kau kemari?" tanya Azelina langsung pada intinya.Sang ketua kelas tertawa hambar. Pertanyaan membodohi atau bodohkah yang Azelina tanyakan itu? Dia mengangkat tumpukan lembar tugas telah diselesaikan para kawan. Azelina mengernyitkan dahi kebingungan."Kok lo kasih ke gue. Lo kasih ke Pak Arion sendiri lah. Emang deadline hari ini apa pengumpulannya?""Iya, di tengah tugas ada catatan kecil dari Pak Arion. Kata beliau suruh lo yang kumpulin. Emang kenapa sih? Kalian kan juga sepasang kekasih. Bukannya kabar kalian juga sudah seatap? Kalau udah se
Memijak di lantai yang sama serta suara tubrukan antara tumpukan buku dan barang lain yang jatuh, membuat sang pria tetap menyembunyikan keterkejutan. Mengabaikan perkataan orang dia acuh atau kejam. Setidaknya dia melakukan hal ini pun karena suatu alasan sangat kuat. Dimana sang gadis yang meminta untuk tidak menampilkan secara jelas hubungan keduanya.Ditambah bukankah gadisnya sendiri yang meminta untuk renggang? Azelina menatap sengit Arion yang tak membantunya kesusahan, padahal jelas-jelas Arion hanya bersandar di dinding belakang sana. Arion menahan kekehan gemas pada kekesalan Azelina. Dia memilih menyimak sembari mencatat wajah-wajah mahasiswi hobi bergosip."Sst lihatlah si Azel kesusahan tuh kasian.""Lah masak kita orang di belakangnya cuma berapa langkah ada lakinya.""Emang mereka masih berhubungan ya?""Eh kata si X sih mereka udah nggak berangkat bareng."
WhatsAppBang Valko| Dek| Adek| Ra| Vierra lo kalau nggak sibuk dan nggak ada kelas sampai malam tolong ke rumah ya.| Mami Papi cariin lo| Mau gue jemput di apart? Diantar Jala? Naik ojek? Dianter Pak Ari atau gimana?| Tolong balas kepastiannya dan jangan cuma dibaca ya adek Abang Valko Aryasatya BastianGadis pemilik handphone sebenarnya tengah merasa malas hendak kemana-mana. Dia hendak menikmati ketenangan yang sunyi sejak berita bersama Arion tak ada lagi. Sejak tak terlalu bersama Arion, Azelina merasa hampa dan kesepian. Penawaran sang kakak membuatnya rindu tertahan pada Arion kembali mencuat.Azelina berjalan menuju kamar lalu ke balkon, netranya mengernyit, menepuk dahi heran dengan dirinya sendiri. Dia berbalik arah memilih jalan pintas dengan lewat, pintu yang dibuat Arion untuk mempersingkat waktu. Azelina mengernyit kala hendak membuka pintu, tetapi
Ntah mengapa Azelina mulai terbiasa melihat sang Kakak yang menempel pada sahabatnya, kala mereka tengah tongkrong padahal beda fakultas dan tingkat. Sebenarnya Azelina heran dimana keberadaan Xavier, karena biasa sang kakak akan nongkrong dengan lelaki itu. Atau menongkrong dengan tongkrongannya. Tetapi ada apakah dengan Valko?Azelina heran hingga menjadi kecurigaan yang menggatalkan mulut. Apakah yang disembunyikan sang kakak? Apa mau sang kakak atau adakah yang dipendam? Seperti biasa kafe depan kampus, atau belakang kampus menjadi langganan mereka.Apabila biasanya kedua lelaki yang terlambat, maka kali ini yang terlambat adalah sang topik utama pembahasan. Mereka cemas takut terjadi hal tak mengenakan pada Azelina. Ditambah berita kian menyimpang dan aneh membuat mereka harus kian menjaga Azelina."Bang jemput adek lo sana!"Valko melirik Arci yang memerintahnya. Dia menggelen
Hari memang sangat cerah. Bahkan walau jam menunjukkan masih pukul sembilan tetapi sengatan tak terasa demikian. Matahari terasa seakan-akan bak tepat di atas kepala, dengan sengatan sangat terik layaknya saat pukul dua belas hingga satu siang. Rasanya orang-orang beraktivitas di luar seakan ikan dijemur.Kegiatan telah menjadi rutinitas yang wajib kini harus terasa hampa. Ntah hanya dirasa oleh Azelina atau prianya juga merasakan demikian. Ah, bolehkah Azelina mengharapkan apabila prianya juga merasakan demikian? Dia rindu ketenangan yang damai sebelum mereka jadian.Ya, walau status keduanya lebih baik sekarang, namun pembatas interaksi ini membuat Azelina sedih berulang kali. Ingin rasanya dia mengakhiri pembatasan interaksi agar hari kembali tenang. Tetapi apakah juga harus dengan cara mengakhiri hubungan? Duh memikirkannya membuat dia jadi tidak mood kembali."Baru tiba?" tanya Arion yang kebetulan berpapasan dengan Azelina di pintu masuk
Tak seperti makanan yang apabila diabaikan menjadi dingin dan tidak laku lagi. Melainkan berita antara Azelina dan Arion memanas, walau keduanya tak lagi berinteraksi secara buka-bukaan. Bukan karena rasa menghilang dadakan. Hubungan baru dimulai seketika langsung diberi ujian dengan harus menghadapi bully-an.Tidak juga karena bosan ataupun jenuh tanpa jalan keluar. Mereka tengah mencari cara agar hubungan keduanya tetap tenang, langgeng, namun tanpa dijadikan bully-an. Arion bahkan rela menyulap unit apartemennya dan Azelina, dengan memasang pintu penghubung sehingga tak lagi lewat pintu luar ataupun balkon.Tak sebatas hal itu semata balkon kamar keduanya, Arion sulap lebih tertutup sehingga apabila hendak berduaan di balkon tetap kamar. Hanya saja keduanya kini menjadi tidak bisa keluar bersama. Ya, begitulah layaknya idol-idol luar negeri yang tengah berkencan dan menghindar dari media. Misteri masih memusingkan kepala keduanya, m
Jam yang tak asing, posisi parkir, tempat parkir, mobil, serta plat tak asing lagi membuat kerumunan layaknya awal kedatangan sang pria kembali terjadi. Atmosfer yang terasa kali ini terasa berbeda dengan saat awal kedatangan. Sang gadis menatap ragu kaya spion mobil dari dalam. Dia memainkan ujung jari, mengigit-gigit bibir gelisah, lalu menatap ragu pria di sampingnya."Ada apa? Apakah kamu kesusahan melepaskan sabuk? Sebentar..."Arion mencari kotak tisu lalu mengambilkan selembar. Dia menutupkan pada bibir gadis di sampingnya, agar tak lagi memainkan bibir. "Jangan menyakiti dirimu dengan cara apapun dan seinchi pun itu."Azelina meneguk ludah kasar seketika merasa gugup. Dia tersenyum kecil diperlakukan demikian, karena kala bersama Xavier dia mengigit bibir hingga berdarah dan lecet. Azelina menganggukkan kepala patuh."Ada hal yang kamu pendam?"Ntah mantra dari penyihir mana pun Azelina tak tahu. Setiap Arion menyebutkan kata aku kamu maka debat jantungnya akan menggila. Mengg