Share

Kegeraman Xavier

Penulis: Aquarius_Girl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Berbeda orang maka berbeda prinsip mengenai konsep kesabaran. Katanya kesabaran itu ananta. Ia adalah sang infinity. Bagai kartu yang unlimited. Bak angka delapan juga, atau seperti sebuah roda yang melingkar tanpa batas. Sabar itu tak terbatas dan tak berujung.

Tidak-tidak pengenggam prinsip itu tak sepenuhnya salah dan bodoh. Orang yang bersumbu pendek, juga bukanlah kesalahan karena sukar mengontrol emosi. Emosi itu lebih unik dari air. Mengapa? Karena air mampu kau pandang di wadah, tetapi tak mampu dirasa kecuali diteguk. Sedangkan emosi hanya dirasa tetapi mampu dilihat orang.

Menatap nyalang pemandangan dari dalam sana. Selaku lelaki dia tidaklah sebuta itu mengartikan tatapan Arion, memang tak sejelas kala semasa dia hendak memacari Azelina. Tetapi dia juga penasaran kala tatapan kerinduan diberikan pada sang kekasih. Kecurigaan ditambah desas-desus dipercikkan mahasiswa-mahasiswi, membuat emosi terpenjara perlahan mulai tak tahan di tempat.

Mengu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dosenku Calon Suamiku    Hai Tetangga

    Waktu itu layaknya lautan air di tengah pantai. Tampak tenang tapi memiliki peluang tak tenang. Ombak bisa menerjang sewaktu-waktu. Air yang pasang tak abadi, ia bisa dimakan pergantian waktu menjadi surut lalu kembali.Ibaratnya bagai waktu dan kesibukan. Waktu tak sejatinya tenang, dia terdapat kerikil, batu koral besar, lumut bak lendir, rumput laut menggelitik, ataupun badai. Semua imbang sesuai waktu, porsi, dan rencana dititahkan kuasa. Layaknya kesibukan terjadi.Kesibukan tak selamanya terjadi, tetapi kesibukan selalu terjadi. Dia netral bisa menjadi kerikil, koral, lumut, rumput laut, atau badai. Tergantung bagaimana cara mengikis, menanggapi dan membaginya. Keputusan dadakan kala memasuki awal semester tengah, membuat banyak mahasiswa-mahasiswi mulai menjauh dari rumah asli mereka kala semester awal.Yang berkantong memilih membeli apartemen atau rumah. Sedangkan yang sederhana memilih kontrak atau ngekos, dan sederhana ke bawah beberapa memilih bertempur dengan kesibukan da

  • Dosenku Calon Suamiku    Penawaran Menarik

    Tak ada lagi si hobi menyengat menusuk kulit yang mengintip di cakrawala. Tak ada si bulat tanpa sisi, identik warna orange serta kuning di fantasi anak-anak. Si biru telah berganti menjadi si gelap tanpa sedikit kecerahan. Jam telah bercumbu bertemu jarum sama di tengah, membuat sunyi kian bersandang.Tak ada musik semu-semu mengisi sunyi. Tak ada jua percakapan agar tak segersang ini. Bak sungai tengah dilanda kekeringan. Sunyinya area balkon dihiasi dengan lembar-lembar tugas mandiri maupun kerja kelompok, sampah-sampah berceceran berbaur secara abstrak tanpa arah. Bubuk micin berbaik hati tak melirik mulusnya tugas, sehingga tak panik. Semut belum berteriak mengundang atensi pasukan kawannya. Bubuk dijaga salah satu pelaku tersisa tampaknya belum menggoda semut. Ntah belum tergoda atau telah tergoda namun takut tepatnya. Sang penjaga tengah celana setengah paha, dan lengan tebal dari sweater dikenakan tampak masih asyik terlelap.Ntah telah memasuki l

  • Dosenku Calon Suamiku    Melihat Ketiduran Di Balkon

    Umur telah menginjak 43 tahun lebih beberapa bulan, membuat angka menuju usia puluhan terasa mendekat. Lucu dan terkesan konyol memang. Kau merasakan umur puluhan hanya dalam setahun, sedangkan menanti untuk hingga puluhan harus melewati 9 tahun agar bertemu si genap. Tujuh tahun mungkin terkesan cukup lama di dengar, tapi tidak untuk dirasa.Waktu tidaklah sebersahabat itu dengan makhluk hidup. Tidak ini tidaklah sebatas datang dan pergi, melainkan arti waktu secara keseluruhan. Netra setajam elang itu tampak masih mempesona belum dimakan umur. Tak seterang cahaya netra burung hantu di tengah gelapnya malam. Tak begitu tajam juga indera penciuman pemangsa bertemu umpan, tetapi aroma segarnya malam dengan air hujan dan parfum gadis tetangga telah tak asing menjalankan seluruh indera."Hei kau di sana!""Siapa kau?!""Menyingkirlah dari sana!""Pergilah dari rumah tetanggaku!"Layaknya orang dalam gangguan jiwa yang berdialog pada

  • Dosenku Calon Suamiku    Tak Sengaja Menguping

    Tegang keseharian mengalahkan tegangan listrik. Kepadatan pada suatu tempat memang mampu dengan mudah berganti tempat lalu melupakan. Tetapi ini mengenai ruang pada suatu wadah, melainkan padatnya kehidupan. Padatnya interaksi dengan dosen dan mahasiswa-mahasiswi di kampus, seakan-akan tak ingin mengalahkan jadwal padat kantor. Matahari telah kian menyembunyikan cahayanya. Kegelapan kian berselimut tebal. Angin terasa bak senjata tajam membelai indera perasa, lalu menusuk hingga ke tulang. Tak hingga mengeluarkan cairan merah ataupun tanda memang, tetapi ngilu dan nyeri membuat mulut mengadu.Sayang seribu sayang bukan aduan dibalas penenang bak candu dari yang terkasih. Melainkan angin merasa kesallah membalas aduan. Terasa bak pusaran puting beliung tak terlihat, angin kian kencang terasa hendak menerpa tubuh. Perubahan cuaca dadakan tanpa melihat perkiraan cuaca, membuat Arion bergidik setiba di unit apartemennya.Sayang seribu sayang kembali dilambungkan. Bukan dekapan dari sepa

  • Dosenku Calon Suamiku    Berangkat Terlebih Dahulu

    Gelapnya malam mulai berubah menjadi orange berpadu langit biru. Bukan karena egois atau diculik, melainkan birunya langit belum secerah pukul delapan pagi. Terik mentari belum menyengat. Bahkan layaknya menggoreng dengan minyak panas, sang mentari masih malu-malu di sebelah timur. Dia masih mengintip kecil dan merangkak perlahan ke angkasa. Jam masih menunjukkan pukul lima dini hari. Mentari masih malu-malu menampakkan kilauan menyengatnya. Aspal jalanan masih hening tanpa bercak debu terjatuh. Heningnya kemacetan padat merayap kendaraan juga masih sangat hening.Gelungan selimut masih membungkus hangat. Alam mimpi masih terasa jauh untuk diselami ke garis finish. Liur membentuk pulau pribadi pun masih sibuk dibentuk. Tetapi berbeda dengan Azelina telah tiba di depan pagar universitas."Ini Pak, kembaliannya ambil aja buat sarapan.""Tapi Neng, ini lebih 50 ribu.""Udah Pak, buat makan, minum, rokok, dan jajan. Terima kasih, Pak."

  • Dosenku Calon Suamiku    Pembicaraan Panjang Di Malam Hari

    Masih dengan handuk melilit rambut basahnya, sang gadis bergeming menatap kosong dinding pembatas unit di hadapannya. Bak pemanah salah membidik angka. Bak penghubung panggilan dengan jemari terpleset memilih nomer kontak. Bagai peracik masak salah menuang antara garam dan gula.Begitupula degup dengan janggal bersarang di hati Azelina sedari putus dengan sang mantan. Keliru atau tepatnya saja bahkan gadis pemilik hati ini pun bingung. Dia memang pemilik hati seharusnya tahu menahu. Dia jugalah tokoh utama dari kisahnya sendiri, lantas mengapa juga dirinya menjelma bagai kompas tanpa jarum panah? Pemilik netra teduh mengalahkan keteduhan langit hujan tanpa rintik. Paras ayu dengan potongan dagu kecil dan bulu mata lentik, sangat larut dalam lamunan melalang topik hingga tak sadar suatu hal. Senyuman hangat sebenarnya hendak terlengkung secara spontan di wajah tegasnya. Tetapi kala mengingat potongan kecil, kala dia tak sengaja menguping pembicaraan sang mahasiswi

  • Dosenku Calon Suamiku    Berangkat Bersama

    Waktu menampar membawa perubahan tak lagi menit, jam, dan detik lampau, belaian suhu alam telah berubah juga ikut berusaha menyadarkan. Kedinginan malam tak lagi menggerayangi membelai tiap inci kulit. Gelapnya malam terusir setelah mentari terbit. Nyamuk-nyamuk mulai menepi juga. Burung-burung bertengger terlelap telah kembali memulai hari dengan berkicau. Hening jalanan mulai diisi dengan aneka kendaraan. Polusi udara mulai mengepul di angkasa. Polusi suara juga tak kalah memekikkan telinga sekaligus melatih emosi. Mentari telah terbit walau belum menyengat, sinarnya masih aman menyapa tak hingga menembus tulang. Dangkalnya alam mimpi terasa telah seluruhnya diselami oleh nyenyaknya tidur semalam. Mata telah terpejam selama beberapa jam mulai merasa cukup. Salah satu dari penghuni balkon terlebih dahulu menyesuaikan cahaya. Kedua telapak tangannya spontan membekap mulut sendiri. Kala hampir saja hendak menggantikan tugas ayam berkokok dengan memekik t

  • Dosenku Calon Suamiku    Rasa Dejavu

    "Eh dengar nggak katanya maba akan dididik dosen baru loh?""Iya nih, by the way pada tahu wajah dosennya nggak?""Yah kagak. Tapi kalau dari namanya cakep sih.""Emang siapa dah?""Umur berapa? Paling kayak dosen peyot yang lain.""Heh! Kabarnya awet muda bahkan dijuluki vampire tahu. Namanya Pak Ari kalau nggak salah.""Ya elah Ari mah pasaran. Tukang sayur, daging,bengkel juga banyak namanya Ari.""Yang gue inget itu doang tapi lupa nama lengkapnya gila sih akan keren, ganteng, kece penampilannya gue jamin."Pak Ari-- Begitulah para mahasiswa dan mahasiswi akan memanggilnya. Arion Prakasa atau akrab disapa Ari, pria berusia 43 tahun telah berstatus duda sejak 22 tahun yang lalu dikarenakan kematian sang istri. Yaps, seperti yang para mahasiswi tadi bahas, walau telah menginjak usia 40 ke atas tak membuat keriput menghampirinya. Bahkan penampilan Arion tak sekuno bayangan orang-orang. Dia berpenampilan sesuai jaman. Hal tersebut terbukti dengan dirinya yang baru turun dari mobil be

Bab terbaru

  • Dosenku Calon Suamiku    Berangkat Bersama

    Waktu menampar membawa perubahan tak lagi menit, jam, dan detik lampau, belaian suhu alam telah berubah juga ikut berusaha menyadarkan. Kedinginan malam tak lagi menggerayangi membelai tiap inci kulit. Gelapnya malam terusir setelah mentari terbit. Nyamuk-nyamuk mulai menepi juga. Burung-burung bertengger terlelap telah kembali memulai hari dengan berkicau. Hening jalanan mulai diisi dengan aneka kendaraan. Polusi udara mulai mengepul di angkasa. Polusi suara juga tak kalah memekikkan telinga sekaligus melatih emosi. Mentari telah terbit walau belum menyengat, sinarnya masih aman menyapa tak hingga menembus tulang. Dangkalnya alam mimpi terasa telah seluruhnya diselami oleh nyenyaknya tidur semalam. Mata telah terpejam selama beberapa jam mulai merasa cukup. Salah satu dari penghuni balkon terlebih dahulu menyesuaikan cahaya. Kedua telapak tangannya spontan membekap mulut sendiri. Kala hampir saja hendak menggantikan tugas ayam berkokok dengan memekik t

  • Dosenku Calon Suamiku    Pembicaraan Panjang Di Malam Hari

    Masih dengan handuk melilit rambut basahnya, sang gadis bergeming menatap kosong dinding pembatas unit di hadapannya. Bak pemanah salah membidik angka. Bak penghubung panggilan dengan jemari terpleset memilih nomer kontak. Bagai peracik masak salah menuang antara garam dan gula.Begitupula degup dengan janggal bersarang di hati Azelina sedari putus dengan sang mantan. Keliru atau tepatnya saja bahkan gadis pemilik hati ini pun bingung. Dia memang pemilik hati seharusnya tahu menahu. Dia jugalah tokoh utama dari kisahnya sendiri, lantas mengapa juga dirinya menjelma bagai kompas tanpa jarum panah? Pemilik netra teduh mengalahkan keteduhan langit hujan tanpa rintik. Paras ayu dengan potongan dagu kecil dan bulu mata lentik, sangat larut dalam lamunan melalang topik hingga tak sadar suatu hal. Senyuman hangat sebenarnya hendak terlengkung secara spontan di wajah tegasnya. Tetapi kala mengingat potongan kecil, kala dia tak sengaja menguping pembicaraan sang mahasiswi

  • Dosenku Calon Suamiku    Berangkat Terlebih Dahulu

    Gelapnya malam mulai berubah menjadi orange berpadu langit biru. Bukan karena egois atau diculik, melainkan birunya langit belum secerah pukul delapan pagi. Terik mentari belum menyengat. Bahkan layaknya menggoreng dengan minyak panas, sang mentari masih malu-malu di sebelah timur. Dia masih mengintip kecil dan merangkak perlahan ke angkasa. Jam masih menunjukkan pukul lima dini hari. Mentari masih malu-malu menampakkan kilauan menyengatnya. Aspal jalanan masih hening tanpa bercak debu terjatuh. Heningnya kemacetan padat merayap kendaraan juga masih sangat hening.Gelungan selimut masih membungkus hangat. Alam mimpi masih terasa jauh untuk diselami ke garis finish. Liur membentuk pulau pribadi pun masih sibuk dibentuk. Tetapi berbeda dengan Azelina telah tiba di depan pagar universitas."Ini Pak, kembaliannya ambil aja buat sarapan.""Tapi Neng, ini lebih 50 ribu.""Udah Pak, buat makan, minum, rokok, dan jajan. Terima kasih, Pak."

  • Dosenku Calon Suamiku    Tak Sengaja Menguping

    Tegang keseharian mengalahkan tegangan listrik. Kepadatan pada suatu tempat memang mampu dengan mudah berganti tempat lalu melupakan. Tetapi ini mengenai ruang pada suatu wadah, melainkan padatnya kehidupan. Padatnya interaksi dengan dosen dan mahasiswa-mahasiswi di kampus, seakan-akan tak ingin mengalahkan jadwal padat kantor. Matahari telah kian menyembunyikan cahayanya. Kegelapan kian berselimut tebal. Angin terasa bak senjata tajam membelai indera perasa, lalu menusuk hingga ke tulang. Tak hingga mengeluarkan cairan merah ataupun tanda memang, tetapi ngilu dan nyeri membuat mulut mengadu.Sayang seribu sayang bukan aduan dibalas penenang bak candu dari yang terkasih. Melainkan angin merasa kesallah membalas aduan. Terasa bak pusaran puting beliung tak terlihat, angin kian kencang terasa hendak menerpa tubuh. Perubahan cuaca dadakan tanpa melihat perkiraan cuaca, membuat Arion bergidik setiba di unit apartemennya.Sayang seribu sayang kembali dilambungkan. Bukan dekapan dari sepa

  • Dosenku Calon Suamiku    Melihat Ketiduran Di Balkon

    Umur telah menginjak 43 tahun lebih beberapa bulan, membuat angka menuju usia puluhan terasa mendekat. Lucu dan terkesan konyol memang. Kau merasakan umur puluhan hanya dalam setahun, sedangkan menanti untuk hingga puluhan harus melewati 9 tahun agar bertemu si genap. Tujuh tahun mungkin terkesan cukup lama di dengar, tapi tidak untuk dirasa.Waktu tidaklah sebersahabat itu dengan makhluk hidup. Tidak ini tidaklah sebatas datang dan pergi, melainkan arti waktu secara keseluruhan. Netra setajam elang itu tampak masih mempesona belum dimakan umur. Tak seterang cahaya netra burung hantu di tengah gelapnya malam. Tak begitu tajam juga indera penciuman pemangsa bertemu umpan, tetapi aroma segarnya malam dengan air hujan dan parfum gadis tetangga telah tak asing menjalankan seluruh indera."Hei kau di sana!""Siapa kau?!""Menyingkirlah dari sana!""Pergilah dari rumah tetanggaku!"Layaknya orang dalam gangguan jiwa yang berdialog pada

  • Dosenku Calon Suamiku    Penawaran Menarik

    Tak ada lagi si hobi menyengat menusuk kulit yang mengintip di cakrawala. Tak ada si bulat tanpa sisi, identik warna orange serta kuning di fantasi anak-anak. Si biru telah berganti menjadi si gelap tanpa sedikit kecerahan. Jam telah bercumbu bertemu jarum sama di tengah, membuat sunyi kian bersandang.Tak ada musik semu-semu mengisi sunyi. Tak ada jua percakapan agar tak segersang ini. Bak sungai tengah dilanda kekeringan. Sunyinya area balkon dihiasi dengan lembar-lembar tugas mandiri maupun kerja kelompok, sampah-sampah berceceran berbaur secara abstrak tanpa arah. Bubuk micin berbaik hati tak melirik mulusnya tugas, sehingga tak panik. Semut belum berteriak mengundang atensi pasukan kawannya. Bubuk dijaga salah satu pelaku tersisa tampaknya belum menggoda semut. Ntah belum tergoda atau telah tergoda namun takut tepatnya. Sang penjaga tengah celana setengah paha, dan lengan tebal dari sweater dikenakan tampak masih asyik terlelap.Ntah telah memasuki l

  • Dosenku Calon Suamiku    Hai Tetangga

    Waktu itu layaknya lautan air di tengah pantai. Tampak tenang tapi memiliki peluang tak tenang. Ombak bisa menerjang sewaktu-waktu. Air yang pasang tak abadi, ia bisa dimakan pergantian waktu menjadi surut lalu kembali.Ibaratnya bagai waktu dan kesibukan. Waktu tak sejatinya tenang, dia terdapat kerikil, batu koral besar, lumut bak lendir, rumput laut menggelitik, ataupun badai. Semua imbang sesuai waktu, porsi, dan rencana dititahkan kuasa. Layaknya kesibukan terjadi.Kesibukan tak selamanya terjadi, tetapi kesibukan selalu terjadi. Dia netral bisa menjadi kerikil, koral, lumut, rumput laut, atau badai. Tergantung bagaimana cara mengikis, menanggapi dan membaginya. Keputusan dadakan kala memasuki awal semester tengah, membuat banyak mahasiswa-mahasiswi mulai menjauh dari rumah asli mereka kala semester awal.Yang berkantong memilih membeli apartemen atau rumah. Sedangkan yang sederhana memilih kontrak atau ngekos, dan sederhana ke bawah beberapa memilih bertempur dengan kesibukan da

  • Dosenku Calon Suamiku    Kegeraman Xavier

    Berbeda orang maka berbeda prinsip mengenai konsep kesabaran. Katanya kesabaran itu ananta. Ia adalah sang infinity. Bagai kartu yang unlimited. Bak angka delapan juga, atau seperti sebuah roda yang melingkar tanpa batas. Sabar itu tak terbatas dan tak berujung.Tidak-tidak pengenggam prinsip itu tak sepenuhnya salah dan bodoh. Orang yang bersumbu pendek, juga bukanlah kesalahan karena sukar mengontrol emosi. Emosi itu lebih unik dari air. Mengapa? Karena air mampu kau pandang di wadah, tetapi tak mampu dirasa kecuali diteguk. Sedangkan emosi hanya dirasa tetapi mampu dilihat orang. Menatap nyalang pemandangan dari dalam sana. Selaku lelaki dia tidaklah sebuta itu mengartikan tatapan Arion, memang tak sejelas kala semasa dia hendak memacari Azelina. Tetapi dia juga penasaran kala tatapan kerinduan diberikan pada sang kekasih. Kecurigaan ditambah desas-desus dipercikkan mahasiswa-mahasiswi, membuat emosi terpenjara perlahan mulai tak tahan di tempat.Mengu

  • Dosenku Calon Suamiku    Mulut-Mulut Orang

    Layaknya perkataan orang-orang mencibirnya aneh, yang sejak melihat pertengkaran dengan sang kekasih beberapa hari lalu. Ntah mengapa kian hari dia sendiri juga merasa bahwa memang kian aneh. Perasaan aneh dan tak asing ntah mengapa seakan terkurung demi menetap. Tak ada dorongan bisikan apalagi keinginan alami, langkahnya kala menahan pergerakan sang dosen juga bahkan tak dia sadari.Dia tak lupa statusnya apabila masih kekasih Xavier, hanya saja sang dosen ntah mengapa tampaknya memiliki tempat rahasia. Tempat yang tak Azelin atur, harap, apalagi menginginkan. Lucunya lagi adalah... Kunci hatinya digenggam oleh Xavier selaku kekasih, tetapi mengapa hatinya terasa janggal tiap menatap bahkan melirik Arion. Rasa asing tetapi tak asing selalu mendesak menjungkir balikkan isi otak.Melupakan status telah sekian lama berpacaran dengan Xavier. Menulikan rentetan kalimat curiga sang kakak, dan teguran Jala selaku sang sahabat. Azelina menatap ragu bangunan bertingkat ti

DMCA.com Protection Status