Beranda / Romansa / Dosenku Calon Suamiku / Ada Apa Di Kerumunan?

Share

Ada Apa Di Kerumunan?

Penulis: Atma Anatya
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-21 22:07:42

Tinggi, kekar, tampan, pintar, kaya, mapan di usia muda. Rasanya bukankah rentetan kalimat tadi cukup menjabarkan kesan kesempurnaan, lelaki dengan setelan jeans yang di dalamnya dirangkap kaos putih polos? Bahkan dimanapun berada lelaki ini mendapatkan perlakuan sama kala di tempat ini. Tak sebatas sepasang dia pasang netra saja yang memandang, puluhan mahasiswi menatap kagum dan lapar. Berbeda dengan tatapan diberikan mahasiswi, para mahasiswa justru menatap iri pesona lelaki bersetelan jeans.

Tak memberi tahu kabar kebahagiaan ini pada sang kekasih yang telah menunggu. Xavier berhasil menyelesaikan acara studinya di London, lebih cepat dari target yang diberikan. Tenang saja walau dikerjakan secara cepat-cepatan, bukan berarti hasil pekerjaan mahasiswa cerdas ini dikatakan tak memuaskan. Walau dengan sedikit dorongan dana orang tua, juga bukan berarti membuat Xavier manja. Kini tugas di kampus ini hanya beberapa langka lagi hingga kelulusan.

Menatap rindu bangunan bertingkat telah bertahun-tahun dia pijak, bangunan ini pula yang sempat dirinya tinggal. Padahal bangunan ini terdapat gadisnya. Gadis telah dirinya pacari sedari lama hasil berteman dengan kakak sang gadis. Walaupun dengan suara berbisik-bisik tak membuat Xavier mendengar secara semu-semu.

"Siapa dia?"

"Apakah kampus kita memiliki aktor, penyanyi, atau model diam-diam?"

"Hei-hei, apakah tahu siapa dia?"

"Apakah dia mahasiswa London ya?"

"Mana mungkin jadwal kembalinya saja masih beberapa bulan."

"Hei! Bisa saja dia menyelesaikan lebih cepat dengan sogokan nafsu atau uang?"

"Mulut kau! Bagaimana bila ada yang mendengar lalu dilaporkan?*

"Tampan sekali apa yang dimakan ibu mahasiswa itu ya?"

"Aish, anda aku tampan pasti juga mendapatkan bisikan demikian pula."

"Enaknya menjadi orang tampan."

Rangkaian kalimat dari tiap lisan, membuat dada Sean membusung rasanya. Senyum tipis terukir menampilkan lesung pipi secara semu-semu. Netra elang itu bak balita kala menatap sang ibu kembali ke rumah. Xavier memeluk erat walau dari belakang sang gadis. Aroma parfum masih sama membuat benak tersadar, rumahnya masih tetap sama walau berbulan-bulan dia tak menampakkan batang hidung.

"Hei! Stop it! (Hai! Hentikan!)"

"Kubilang berhenti!"

"Aku akan berteriak kalau kau tak berhenti!" ancam sang gadis yang tak sekadar gurauan belaka.

Seperti saat sebelum kepergiannya ke London, Xavier membekap mulut Zelin. Mengingat gadisnya jarang menuturkan bualan. Zelin mengernyit, bergeming, menatap kosong tangan lebar lelaki yang tampaknya tak asing di hati. Rasa penasaran membuat Zelin membodohi diri sendiri, padahal beberapa saat lalu tahu bila tengah di keramaian. Dekapan tiba-tiba Zelin tak membuat Xavier merasa kaku, dia tak kalah gesit dengan langsung membalas dekapan lebih hangat nan erat.

"Ka--Kak Xa--Xavi?"

"Kak, ini benar kau?!"

Xavier terkekeh gemas, mengusap hidung mancungnya ke hidung Zelin, lalu menganggukkan kepala membenarkan. Zelin menarik kerah baju jeans Xavier, menatap lekat-lekat dari kedekatan.

"Kak, kenapa tak menghubungiku bila kembali? Jangan-jangan Kak Xavier janjian ya sama Kak Valko!" Masih belum mengendurkan jarak, Zelin menatap sengit Xavier sembari bibirnya maju.

Euforia dari menanti orang yang dinanti berbulan-bulan lamanya, membuat Zelin mengabaikan sekitar. Kini keadaan kompak menjadikan Zelin dan Xavier sebagai pusat fokus. Teman-teman sekelas Zelin bahkan terabaikan sedari kedatangan kakak tingkatnya. Xavier mengedarkan pandangan sebelum membalas penuturan Zelin, sang gadis mengikuti arah pandang kekasihnya lalu menunduk merasa malu.

"Tampaknya kalian perlu banyak waktu."

"Bagaimana bila kita menepi dari sini?"

"Ide bagus biarkan Zelin dan Xavier memiliki ruang."

Kelima mahasiswa-mahasiswi teman Zelin kembali ke kelas. Kepergian teman-teman sekelas Zelin membuat, mahasiswa-mahasiswi lain ikut menjauh dari Zelin dan Xavier. Kedua lelaki berbeda status bagi Zelin mengawasi dari kejauhan. Berbeda status maka berbeda reaksi pula melihat objek semula dikerumuni.

Bak pemangsa kecewa menatap target buruannya, Arion menatap Zelin dan Xavier dengan perasaan campur aduk. Dia kecewa walau tak memiliki status. Apakah karena cantik jelita sehingga Zelin mendekap dua pria? Kira-kira apakah ada lelaki lain lagi? Mana yang lebih Zelin sayangi?

Tak seperti Arion kala menatap kemesraan mahasiswinya bersama kekasih hati, Jaladri menatap bahagia momen di hadapannya. Waktu yang dinanti-nanti dirinya tiba lebih awal. Dia harap kembalinya Xavier membuat isu Zelin dengan dosen sirna.

Semilir angin tak membuat Xavier lelah-lelah, menepikan poni yang menghadang wajah ayu gadis idamannya. Zelin sangat bahagia akhirnya sang kekasih kembali. Dia tak lagi dituding menjadi selingkuhan Jaladri, ataupun berhubungan spesial dengan dosen.

"Kapan kau pulang, Kak?"

"Babe, kita hanya berdua saja loh. Yakin ingin memanggil Kak terus? Ayo dong panggil aku seperti dulu kala usiamu 17 tahun."

Semburat merah muncul tanpa mantra terucap, membuat Zelin mengalihkan pandangan. Kenangan kembali ke permukaan, mengingat waktu diutarakan Xavier. "Sa--sayang?"

Momen dirindukan Xavier selama di London benar-benar membuahkan hasil manis. Xavier menarik tengkuk Zelin, menekuk surai, lalu menekan kepala Zelin. Beruntunglah mereka memilih taman sebagai tempat pelepas rindu. Melihat wajah merah padam Zelin pertanda kehabisan nafas membuat Xavier tersadar.

"Sayang, aku curiga selama kau di London tiga tahun ternyata adalah pemain handal," kata Zelin setengah menuduh dan bercampur gurauan.

Xavier menegang dibuatnya, mengetatkan rahang, meneguk ludah, lalu tersenyum kikuk berharap tak diketahui sang kekasih. Tertawa sumbang membalas gadis di hadapannya, " Mana mungkin aku berselingkuh dari si cantik jelita ini." Mengusap ujung kepala hingga pinggang Zelin, berakhir dengan mendekap pinggul Zelin.

"Kau ini... Oh ya Sayang, kapan kau tiba di tanah air? Mengapa tak menghubungiku bila kembali?"

Xavier menggaruk alis tebalnya tiba-tiba terasa sangat gatal. Menatap burung-burung tengah berdialog di pohon, memutar otak mencari jawaban kiranya tepat dan dipercayai. "Handphone-ku dicuri seseorang saat di bandara."

Lagi-lagi Zelin menatap lekat-lekat sang kekasih dari jarak yang tipis, mencari kebohongan kala nada bicara semu-semu tersirat. "Bandara tanah air?"

"Tidak. Melainkan bandara internasional London, Babe."

Zelin menganggukkan kepala pertanda percaya, sekaligus tak ingin memperpanjang mengantisipasi pertengkaran. Cerahnya angkasa mendukung kisah asmara Zelin kembali. Mengerti betapa lelahnya penerbangan London ke tanah air, membuat Zelin mempersilahkan pahanya menjadi bantalan.

Ketampanan Xavier berpadu birunya langit, menjadi pemandangan terindah nan candu bagi Zelin. Cukup lama mengusap surai Xavier sembari menceritakan kehidupan selama mereka tak bersama, akhirnya membuat Xavier terlelap dengan menyembunyikan wajah di perut Zelin. Cukup mabuk dengan Xavier, membuat Zelin menyadari dia dipantau sedari tadi. Zelin menoleh ke sana kemari, mencari netra yang membuatnya merasa diamati.

Netra itu terkunci kala mendongak menatap jauhnya jarak taman dengan ruang guru. Walau berjarak jauh tetapi tak membuat, keduanya bergeming saling menatap lekat. Dengan suara hati yang ntah terangkai kalimat berapa banyak jumlah kata dan barisnya.

"Pa--Pak Arion."

"Xavier mengernyit disela-sela pejaman matanya. Siapa pemilik nama itu? Apa hubungannya dengan sang kekasih? Mengapa nama itu disebut dengan nada demikian oleh sang kekasih?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dosenku Calon Suamiku    Menjadi Pusat Perhatian

    Mobil mewah audi A8 L berwarna hitam telah terparkir di rumah hampir 30 menit. Gugup karena sekian lama tak melakukan interaksi, dengan penghuni-penghuni rumah tempatnya parkir membuat ragu melangkah. Bangunan mewah bernuansa ala Italia karena ketertarikan pemilik rumah, kembali Xavier pijak dalam waktu yang ntah kapan terakhir kali karena dirinya pun lupa. Hanya saja rumah ini masih tak menumpulkan kenangan di benaknya. Bayangan sang gadis dia kenal sedari kecil, kakak sang gadis, dan sahabat lelaki sang gadis selalu mengelilingi benak setiba di rumah Zelin.Posisi yang tak beranjak walau secentipun membuat objek pandang Xavier terbatas. Gerbang menjulang tinggi dengan sisi kanan, secara semu-semu dedaunan tanaman pucuk merah sedikit menyumbul efek lama tak dipotong. Senyumnya terpatri kala mengingat kepingan masa kecil. Ketiganya pernah menemani wanita pemilik rumah, berkebun karena ketertarikan pada tanaman tak sirna. Tawa riang Zelin rela renyah walau terselip isakan, d

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-09
  • Dosenku Calon Suamiku    Lama Tak Mengunjungi Sang Wanita

    Kala hidup netra tak henti-henti mengamati kesenjangan sosial. Tetapi kala bukan selimut tebal membalut kulit kala dingin, tidak juga selimut dengan lubang-lubang membungkus. Maka netra tertutup sempurna dengan kemustahilan kembali ke dunia, justru memukul telak pemikiran orang-orang. Kala hidup kau berbeda dan direndahkan.Tetapi bagaimana kabar kala seluruh tubuh tanpa terlewat terbalut tanah? Bukankah status kala nisan menghias suatu lahan tanah kosong, itu cukup menjadi definisi antonim kesenjangan sosial? Harta kau perjuangan di kehidupan tetapi kala menjadi penghuni liang tanah, tak mungkin rasanya tumpukan harta ikut masuk menemani. Tubuh terbujur kaku hanya menanti waktu mengikis menyisakan tulang.Tempat penghuni bergelar almarhum dan almarhum telah dapat Arion lihat. Tanjakan menuju pemakaman telah aman terlewati, walau sekian lama tak bermain kemari. Kumpulan bunga segar kesukaan penghuni hati menemani samping kursi kemudi. Tak lagi sesak kala tanah mula

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-10
  • Dosenku Calon Suamiku    Mulut-Mulut Orang

    Layaknya perkataan orang-orang mencibirnya aneh, yang sejak melihat pertengkaran dengan sang kekasih beberapa hari lalu. Ntah mengapa kian hari dia sendiri juga merasa bahwa memang kian aneh. Perasaan aneh dan tak asing ntah mengapa seakan terkurung demi menetap. Tak ada dorongan bisikan apalagi keinginan alami, langkahnya kala menahan pergerakan sang dosen juga bahkan tak dia sadari.Dia tak lupa statusnya apabila masih kekasih Xavier, hanya saja sang dosen ntah mengapa tampaknya memiliki tempat rahasia. Tempat yang tak Azelin atur, harap, apalagi menginginkan. Lucunya lagi adalah... Kunci hatinya digenggam oleh Xavier selaku kekasih, tetapi mengapa hatinya terasa janggal tiap menatap bahkan melirik Arion. Rasa asing tetapi tak asing selalu mendesak menjungkir balikkan isi otak.Melupakan status telah sekian lama berpacaran dengan Xavier. Menulikan rentetan kalimat curiga sang kakak, dan teguran Jala selaku sang sahabat. Azelina menatap ragu bangunan bertingkat ti

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-11
  • Dosenku Calon Suamiku    Kegeraman Xavier

    Berbeda orang maka berbeda prinsip mengenai konsep kesabaran. Katanya kesabaran itu ananta. Ia adalah sang infinity. Bagai kartu yang unlimited. Bak angka delapan juga, atau seperti sebuah roda yang melingkar tanpa batas. Sabar itu tak terbatas dan tak berujung.Tidak-tidak pengenggam prinsip itu tak sepenuhnya salah dan bodoh. Orang yang bersumbu pendek, juga bukanlah kesalahan karena sukar mengontrol emosi. Emosi itu lebih unik dari air. Mengapa? Karena air mampu kau pandang di wadah, tetapi tak mampu dirasa kecuali diteguk. Sedangkan emosi hanya dirasa tetapi mampu dilihat orang. Menatap nyalang pemandangan dari dalam sana. Selaku lelaki dia tidaklah sebuta itu mengartikan tatapan Arion, memang tak sejelas kala semasa dia hendak memacari Azelina. Tetapi dia juga penasaran kala tatapan kerinduan diberikan pada sang kekasih. Kecurigaan ditambah desas-desus dipercikkan mahasiswa-mahasiswi, membuat emosi terpenjara perlahan mulai tak tahan di tempat.Mengu

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-12
  • Dosenku Calon Suamiku    Hai Tetangga

    Waktu itu layaknya lautan air di tengah pantai. Tampak tenang tapi memiliki peluang tak tenang. Ombak bisa menerjang sewaktu-waktu. Air yang pasang tak abadi, ia bisa dimakan pergantian waktu menjadi surut lalu kembali.Ibaratnya bagai waktu dan kesibukan. Waktu tak sejatinya tenang, dia terdapat kerikil, batu koral besar, lumut bak lendir, rumput laut menggelitik, ataupun badai. Semua imbang sesuai waktu, porsi, dan rencana dititahkan kuasa. Layaknya kesibukan terjadi.Kesibukan tak selamanya terjadi, tetapi kesibukan selalu terjadi. Dia netral bisa menjadi kerikil, koral, lumut, rumput laut, atau badai. Tergantung bagaimana cara mengikis, menanggapi dan membaginya. Keputusan dadakan kala memasuki awal semester tengah, membuat banyak mahasiswa-mahasiswi mulai menjauh dari rumah asli mereka kala semester awal.Yang berkantong memilih membeli apartemen atau rumah. Sedangkan yang sederhana memilih kontrak atau ngekos, dan sederhana ke bawah beberapa memilih bertempur dengan kesibukan da

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-15
  • Dosenku Calon Suamiku    Penawaran Menarik

    Tak ada lagi si hobi menyengat menusuk kulit yang mengintip di cakrawala. Tak ada si bulat tanpa sisi, identik warna orange serta kuning di fantasi anak-anak. Si biru telah berganti menjadi si gelap tanpa sedikit kecerahan. Jam telah bercumbu bertemu jarum sama di tengah, membuat sunyi kian bersandang.Tak ada musik semu-semu mengisi sunyi. Tak ada jua percakapan agar tak segersang ini. Bak sungai tengah dilanda kekeringan. Sunyinya area balkon dihiasi dengan lembar-lembar tugas mandiri maupun kerja kelompok, sampah-sampah berceceran berbaur secara abstrak tanpa arah. Bubuk micin berbaik hati tak melirik mulusnya tugas, sehingga tak panik. Semut belum berteriak mengundang atensi pasukan kawannya. Bubuk dijaga salah satu pelaku tersisa tampaknya belum menggoda semut. Ntah belum tergoda atau telah tergoda namun takut tepatnya. Sang penjaga tengah celana setengah paha, dan lengan tebal dari sweater dikenakan tampak masih asyik terlelap.Ntah telah memasuki l

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-24
  • Dosenku Calon Suamiku    Melihat Ketiduran Di Balkon

    Umur telah menginjak 43 tahun lebih beberapa bulan, membuat angka menuju usia puluhan terasa mendekat. Lucu dan terkesan konyol memang. Kau merasakan umur puluhan hanya dalam setahun, sedangkan menanti untuk hingga puluhan harus melewati 9 tahun agar bertemu si genap. Tujuh tahun mungkin terkesan cukup lama di dengar, tapi tidak untuk dirasa.Waktu tidaklah sebersahabat itu dengan makhluk hidup. Tidak ini tidaklah sebatas datang dan pergi, melainkan arti waktu secara keseluruhan. Netra setajam elang itu tampak masih mempesona belum dimakan umur. Tak seterang cahaya netra burung hantu di tengah gelapnya malam. Tak begitu tajam juga indera penciuman pemangsa bertemu umpan, tetapi aroma segarnya malam dengan air hujan dan parfum gadis tetangga telah tak asing menjalankan seluruh indera."Hei kau di sana!""Siapa kau?!""Menyingkirlah dari sana!""Pergilah dari rumah tetanggaku!"Layaknya orang dalam gangguan jiwa yang berdialog pada

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-01
  • Dosenku Calon Suamiku    Tak Sengaja Menguping

    Tegang keseharian mengalahkan tegangan listrik. Kepadatan pada suatu tempat memang mampu dengan mudah berganti tempat lalu melupakan. Tetapi ini mengenai ruang pada suatu wadah, melainkan padatnya kehidupan. Padatnya interaksi dengan dosen dan mahasiswa-mahasiswi di kampus, seakan-akan tak ingin mengalahkan jadwal padat kantor. Matahari telah kian menyembunyikan cahayanya. Kegelapan kian berselimut tebal. Angin terasa bak senjata tajam membelai indera perasa, lalu menusuk hingga ke tulang. Tak hingga mengeluarkan cairan merah ataupun tanda memang, tetapi ngilu dan nyeri membuat mulut mengadu.Sayang seribu sayang bukan aduan dibalas penenang bak candu dari yang terkasih. Melainkan angin merasa kesallah membalas aduan. Terasa bak pusaran puting beliung tak terlihat, angin kian kencang terasa hendak menerpa tubuh. Perubahan cuaca dadakan tanpa melihat perkiraan cuaca, membuat Arion bergidik setiba di unit apartemennya.Sayang seribu sayang kembali dilambungkan. Bukan dekapan dari sepa

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04

Bab terbaru

  • Dosenku Calon Suamiku    Penyesalan dan Kekhawatiran

    Matahari telah menampakkan diri walau tak begitu menyengat. Tak bisa disebut mendung tetapi juga tak bisa disebut cerah. Langit tampak membingungkan layaknya beberapa hati manusia. Beberapa memilih masih bergeming dalam selimut, namun beberapa lagi mulai melakukan persiapan lari pagi."Dek.""Bang!""Dek, Bang!""Pi, kayaknya Vierra sama Valko kecapean kuliah deh jadi mereka nggak bisa ikut.""Ya udah Mi, kita olahraga berdua saja kayak biasa."Gadis yang dimaksud seketika menyibakkan selimut, lalu terduduk sembari mengusap mata, walau masih dengan setengah nyawa dia memekik seketika merasa tak setuju. "Vierra nggak mau ditinggal sama Abang aja berdua di rumah!"Sepasang orang lanjut usia dengan uban dimana-mana, seketika kompak membelalakkan mata, serta mengusap dada merasa terkejut. Rasa terkejut kembali terulang kala melihat Valk

  • Dosenku Calon Suamiku    Percakapan Panjang

    Layaknya langit malam tengah kebingungan, rasanya Azelina mendapatkan partner menari-nari dalam kebingungan. Tak terdapat bintang, semunya sinar rembulan, kencang angin, gerahnya udara, langitnya malam. Uh, bahkan sifat langit itu abadi dalam kegelapan.Memang tak seindah lukisan abstrak dari pelukis ternama, tetapi otak Azelina terasa abstrak dengan aneka topik harus dipikirkan. Tak sebatas dua atau tiga topik, melainkan aneka topik memenuhi layaknya roti dengan aneka topping. Rasanya otaknya bak buku dengan ribuan halaman. Otaknya kusut layaknya benang wol yang membelit, sekali tarik maka dirinya takut akan hancur."Belum tidur, Nak?"Pintu yang tak dikunci bahkan tak ditutup rapat membuat wanita paruh baya itu dengan mudah masuk. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh kamar putrinya diisi kegelapan. Helaan nafas terjadi kala menatap tirai balkon terbuka. Dia meletakkan segelas susu hangat milik sang putri, lalu menghamp

  • Dosenku Calon Suamiku    Pertengkaran Hebat

    Lelaki yang umurnya tak jauh dari Azelina menatap ke dalam kelas sang adik. Notifikasi tak kunjung dibalas sang pelaku membuatnya berujung kemari. Dia menatap gemas kala seketika bertatapan dengan seseorang dicari sedari tadi ternyata tengah bersantai. Seakan tak sempat bertatapan, sang gadis lebih dahulu memutuskan kontak mata lelaki lebih tua darinya."Woy Dek!" sapa Valko dengan berteriak.Azelina mengangkat bahu merasa terkejut lalu mengalihkan fokusnya. Dia menatap sang kakak telah duduk di kursi di hadapannya, sembari ujung mata menatap bingung salah satu sahabatnya hanya duduk manis sendirian di belakang kelas. Dia sembari tadi menanti Arci hingga menyusuri tiap lorong universitas, tetapi nyatanya sang sahabat memilih meninggalkannya duduk seorang diri di belakang kelas. Tidak, bukan karena dia ingin mengekang Arci dengan memiliki waktu hanya bersamanua, melainkan ekspresi gadis itu sebelum meninggalkannya membuat dia penasaran.

  • Dosenku Calon Suamiku    Menitipkan Banyak Tugas

    "Eh, udah jam segini kok Pak Ari belum masuk kelas sih?""Ketua coba tanyain dong inikan tanggung jawab lo.""Tanggung jawab Lina alias Azelin lah kan dia ceweknya.""Jangan-jangan kecewa dan bosan sama Azel tapi kita semua kena getah beliau nggak mau ngajar lagi."Memang bukan dirinyalah pemilik nama yang dibisikkan para teman sekelas. Tetapi hatinya ikut panas serta muak, dengan pembahasan terus diputar-putar tiap harinya. Ibaratnya es putar saja bila sudah jadi tidak diputar. Tak seperti berita Azelina dan Arion, sudah reda tidak terbit lagi berita di mading tetapi teman sekelas selalu saja membahas bak radio rusak mulut mereka.Gadis itu menggeser secara kasar kursinya lalu menggebrak meja. Tak sebatas sepasang atau dua pasang mata semata, melainkan seluruh mahasiswa-mahasiswi yang hadir seketika memusatkan objek pandang ke Arci. Pemilik nama sedari kemarin hanya diam menahan

  • Dosenku Calon Suamiku    Kumpulkan Di Rumah Saya!

    Gadis itu menghentikan pergerakan meringkas barang karena kelas telah berakhir, kala dia merasa bahwa ada seseorang yang mendekat. Dari aroma parfum dikenakan dia sangat yakin, apabila yang berada di sekitarnya adalah seorang lelaki. Lelaki yang bukan miliknya dan dirinya rindukan. Lelaki itu berdeham kala gadis ditunggu tak kunjung berbalik badan."Ada apa kau kemari?" tanya Azelina langsung pada intinya.Sang ketua kelas tertawa hambar. Pertanyaan membodohi atau bodohkah yang Azelina tanyakan itu? Dia mengangkat tumpukan lembar tugas telah diselesaikan para kawan. Azelina mengernyitkan dahi kebingungan."Kok lo kasih ke gue. Lo kasih ke Pak Arion sendiri lah. Emang deadline hari ini apa pengumpulannya?""Iya, di tengah tugas ada catatan kecil dari Pak Arion. Kata beliau suruh lo yang kumpulin. Emang kenapa sih? Kalian kan juga sepasang kekasih. Bukannya kabar kalian juga sudah seatap? Kalau udah se

  • Dosenku Calon Suamiku    Tak Menganggap Ada

    Memijak di lantai yang sama serta suara tubrukan antara tumpukan buku dan barang lain yang jatuh, membuat sang pria tetap menyembunyikan keterkejutan. Mengabaikan perkataan orang dia acuh atau kejam. Setidaknya dia melakukan hal ini pun karena suatu alasan sangat kuat. Dimana sang gadis yang meminta untuk tidak menampilkan secara jelas hubungan keduanya.Ditambah bukankah gadisnya sendiri yang meminta untuk renggang? Azelina menatap sengit Arion yang tak membantunya kesusahan, padahal jelas-jelas Arion hanya bersandar di dinding belakang sana. Arion menahan kekehan gemas pada kekesalan Azelina. Dia memilih menyimak sembari mencatat wajah-wajah mahasiswi hobi bergosip."Sst lihatlah si Azel kesusahan tuh kasian.""Lah masak kita orang di belakangnya cuma berapa langkah ada lakinya.""Emang mereka masih berhubungan ya?""Eh kata si X sih mereka udah nggak berangkat bareng."

  • Dosenku Calon Suamiku    Kembali Ke Rumah?

    WhatsAppBang Valko| Dek| Adek| Ra| Vierra lo kalau nggak sibuk dan nggak ada kelas sampai malam tolong ke rumah ya.| Mami Papi cariin lo| Mau gue jemput di apart? Diantar Jala? Naik ojek? Dianter Pak Ari atau gimana?| Tolong balas kepastiannya dan jangan cuma dibaca ya adek Abang Valko Aryasatya BastianGadis pemilik handphone sebenarnya tengah merasa malas hendak kemana-mana. Dia hendak menikmati ketenangan yang sunyi sejak berita bersama Arion tak ada lagi. Sejak tak terlalu bersama Arion, Azelina merasa hampa dan kesepian. Penawaran sang kakak membuatnya rindu tertahan pada Arion kembali mencuat.Azelina berjalan menuju kamar lalu ke balkon, netranya mengernyit, menepuk dahi heran dengan dirinya sendiri. Dia berbalik arah memilih jalan pintas dengan lewat, pintu yang dibuat Arion untuk mempersingkat waktu. Azelina mengernyit kala hendak membuka pintu, tetapi

  • Dosenku Calon Suamiku    Terkuak?

    Ntah mengapa Azelina mulai terbiasa melihat sang Kakak yang menempel pada sahabatnya, kala mereka tengah tongkrong padahal beda fakultas dan tingkat. Sebenarnya Azelina heran dimana keberadaan Xavier, karena biasa sang kakak akan nongkrong dengan lelaki itu. Atau menongkrong dengan tongkrongannya. Tetapi ada apakah dengan Valko?Azelina heran hingga menjadi kecurigaan yang menggatalkan mulut. Apakah yang disembunyikan sang kakak? Apa mau sang kakak atau adakah yang dipendam? Seperti biasa kafe depan kampus, atau belakang kampus menjadi langganan mereka.Apabila biasanya kedua lelaki yang terlambat, maka kali ini yang terlambat adalah sang topik utama pembahasan. Mereka cemas takut terjadi hal tak mengenakan pada Azelina. Ditambah berita kian menyimpang dan aneh membuat mereka harus kian menjaga Azelina."Bang jemput adek lo sana!"Valko melirik Arci yang memerintahnya. Dia menggelen

  • Dosenku Calon Suamiku    Semakin Keruh?

    Hari memang sangat cerah. Bahkan walau jam menunjukkan masih pukul sembilan tetapi sengatan tak terasa demikian. Matahari terasa seakan-akan bak tepat di atas kepala, dengan sengatan sangat terik layaknya saat pukul dua belas hingga satu siang. Rasanya orang-orang beraktivitas di luar seakan ikan dijemur.Kegiatan telah menjadi rutinitas yang wajib kini harus terasa hampa. Ntah hanya dirasa oleh Azelina atau prianya juga merasakan demikian. Ah, bolehkah Azelina mengharapkan apabila prianya juga merasakan demikian? Dia rindu ketenangan yang damai sebelum mereka jadian.Ya, walau status keduanya lebih baik sekarang, namun pembatas interaksi ini membuat Azelina sedih berulang kali. Ingin rasanya dia mengakhiri pembatasan interaksi agar hari kembali tenang. Tetapi apakah juga harus dengan cara mengakhiri hubungan? Duh memikirkannya membuat dia jadi tidak mood kembali."Baru tiba?" tanya Arion yang kebetulan berpapasan dengan Azelina di pintu masuk

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status