Arion terbangun di tengah malam. Dilihatnya Zahira yang sudah berada di atas tubuhnya."Sweet heart, aku tidak bernapas." Arion merasa sesak karena sang istri justru tidur di atas tubuhnya. "Hira sudah bangunkan hubby sejak tadi, tapi hubby gak bangun-bangun." Zahira menjawab tanpa dosa. Setelah melihat Arion bangun barulah Zahira turun dari tubuh suaminya dan duduk di tepi tempat tidur.Ulah Zahira sungguh membuat dadanya sesak. Bahkan pria itu tampak sibuk mengatur napasnya. "Sudah bangunkan sejak tadi?" Arion berusaha membuka matanya dan memandang Zahira. Rasanya ia baru saja tertidur, dan sudah harus bangun karena ulah Istri manjanya. "Iya by, masak gak terasa sih?" Zahira memandang Arion dengan kesal. Padahal sejak tadi ia sudah bersusah payah membangunkan Arion dengan berbagai cara. Mulai dari menepuk pipi, menggoncang tubuh, menarik telinga hingga mencium-cium bibir Arion dengan kesal. Namun tetap saja usahanya tidak berjalan sukses. Pada akhirnya Zahira naik ke atas tubuh s
Menggoreng ayam bukanlah hal yang sulit. Para art yang bertugas didapur, pasti sudah membuat stok daging ayam yang sudah dimarinasi dan diungkap. Jadi tinggal goreng saja. Lalu bagaimana dengan sambal terasi dan sayur asem?"Sweet heart, ayam goreng saja ya. Sambil terasi dan sayur asam pagi saja. Si bibi pasti sangat pandai memasaknya," bujuk Arion."Hira gak mau, Hira mau hubby yang masak," rengek Zahira"Aku tidak yakin dengan rasanya." "Hubby cukup ikuti panduan kreator, pasti sukses." Zahira tersenyum memberikan semangat untuk suaminya."Baiklah," jawab Arion yang akhirnya menurut dengan keinginan sang istri."By, Hira malas bangun, Hira tunggu di sini aja ya." Zahira yang sudah duduk kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.Arion diam memandang Zahira beberapa saat. Kalau bisa ia ingin Zahira menemani. Dengan seperti itu sang istri bisa menjadi pemandu nya ketika masak. "By, Hira tunggu di sini." Zahira kembali bersuara karena Arion hanya diam."Iya jawab Arion yang k
Meskipun yang diinginkan Zahira bukanlah menu yang sulit, namun menyiapkan ini semua bukan hal yang mudah. Bersyukur Sebastian mau membantu Arion.Kedua pria itu tersenyum manis ketika menghidangkan masakan hasil air mata dan keringat mereka."Ayo sweet heart, di makan." Arion tersenyum. Ada rasa cemas ketika ia melihat Zahira yang begitu bersemangat mencicipi sayur asamnya.Zahira mencicip masakan suaminya dengan tersenyum. Namun senyum itu memutar dalam waktu hitungan detik."Kenapa?" Tanya Arion. Jika Zahira tidak mau memakan masakannya, Arion tidak akan mempermasalahkannya. Justru dia lebih takut jika istrinya tetap memakan apa yang telah dimasaknya."Mas ksih garam berapa banyak?" Zahira baru bisa berbicara setelah meneguk satu gelas air."Setengah botol garam," jawab Arion dengan wajah sedih. "Setengah botol?" Zahira memandang ke arah bumbu dapur yang sudah berantakan."Iya, kata kreatornya masukan garam secukupnya." "Sayur asamnya asin sekali hubby." Zahira memandang Arion.
Setelah bersembunyi selama 2 bulan akhirnya Sherina memberanikan diri untuk keluar. Agar tidak menjadi perhatian orang-orang Gadis itu memakai rambut palsu dengan motel Bob Asimetris berponi. Kemudian kacamata hitam dan masker. Dengan penampilan yang seperti ini sudah pasti para wartawan dan masyarakat tidak begitu mengenalinya. Sherina keluar dari apartemen dan langsung menuju ke mobilnya. Meskipun ada rasa ragu dan takut, ia tetap mengendarai mobil menuju ke kampus. Sekian lama bersembunyi, tentu rasanya membosankan. Ada rasa senang ketika ia melihat kepadatan lalu lintas. Namun ada rasa takut ketika membayangkan seperti apa respon dari teman-teman di kampusnya nanti. Setelah menempuh perjalanan sekitar 60 menit Sherina menghentikan mobilnya di diparkiran kampusnya. Gadis itu tidak langsung keluar, namun duduk di dalam mobil sambil memandang situasi."Apa sebaiknya aku tidak melanjutkan kuliah?" Sherina bertanya sendiri. Jika keadaan seperti ini dia tidak yakin mampu dan konse
Sherina kembali ke kelas untuk mengikuti ujian selanjutnya. Di kampus ini dia masih bersyukur karena dosen-dosen berpikir secara netral. Sehingga mereka memberikan berbagai macam toleransi untuk Sherina. Terima tidak duduk di kursi yang tadi karena semua kursi di bagian depan sudah penuh dan ada satu kursi yang sengaja disisihkan dari yang lainnya dan posisi kursi itu berada tepat di paling belakang. Karena itu Sherina pun duduk di sana. "Sherina Apa kabar?" Seorang dosen wanita bertanya dengan sangat ramah. "Ya jelas baiklah Bu, malah sebentar lagi dia bakalan jadi pewaris tunggal dari harta yang didapat orang tuanya secara paksa." Sintia menyaut perkataan dari dosen tersebut. "Apa anda tidak memiliki sopan santun?" Dosen wanita itu bertanya dengan wajah marah. Cynthia terdiam mendengar pertanyaan dosennya. "Anda seorang mahasiswa, namun kenapa kelakuan Anda begitu sangat minus. Apakah pantas, saya tidak bertanya dengan anda dan anda yang menjawabnya? Jika anda tidak bisa berp
Arion berjalan sempoyongan dari kamar mandi. Kepalanya terasa amat pusing dan perut mual. Entah sudah berapa kali ia bolak balik ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan isi perutnya saja, namun tetap saja rasa mual tidak Redah. "Mengapa kepalaku pusing sekali?" Arion merasakan kamar yang berputar. Dengan cepat pria itu memegang tepi tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana. Hal seperti ini baru pertama kali dirasakannya. Bahkan ketika orang memukul kepalanya, ia tidak merasakan pusing yang begitu hebatnya. Arion memandang ke sebelahnya dan melihat Zahira yang tidur dengan sangat nyenyak. Sejak tadi ia sudah bolak-balik ke kamar mandi dan istrinya itu sama sekali tidak terganggu. Ada rasa kesal ketika istrinya tidak mengetahui kondisinya saat ini. Namun juga Arion tidak sampai hati membangunkannya mengingat Zahira yang terbangun tengah malam karena lapar. Baru saja merebahkan tubuh, Arion kembali merasakan perutnya yang seperti di aduk-aduk. Pada akhirnya pria itu kembali bangki
Zahira hanya tersenyum memandang ke arah suaminya dan keluar dari kamar. Ia langsung kamar Sebastian untuk melanjutkan memeriksa Zia.Tanda petir bibi ini tampung dulu ya air seninya. "Eliza memberikan wadah kecil untuk Zia. "Apa mau buang air kecil?" Sebastian mengusap kepala istrinya. "Ya mas," jawab Zia yang mencoba untuk duduk. "Mas gendong saja sayang." Sebastian tidak tega melihat istrinya yang tampak begitu lemah. Pada akhirnya pria bertubuh tinggi itu menggendong tubuh istrinya ke kamar mandi. "Mas jangan gini, malu sama Zahira." Zia menyembunyikan wajah cantik didada bidang suaminya. "Santai aja mereka juga biasa kok kayak gitu." Sebastian tidak menghiraukan colotehan istrinya. Dia terus saja menggendong Zia dan membawanya ke kamar mandi. "Mas keluar dulu." Zia mengusir Sebastian.Sebas mengulum senyumnya sambil memegang Zia. Apa istrinya itu lupa bahwa setiap malam ia akan melihat semuanya hingga ke lubang terkecil sekalipun. "Sayang, tidak usah malu dengan mas. Kamu
"Hira akan menjadi kakak, kakak yang manis." Lagi-lagi Zahira melihatkan deretan giginya yang putih dan bersih. "Zahira, kamu tidak bercanda?" Sebastian memandang Zahira dengan jantung berdebar kencang."Tidak, sekali lagi Hira ucapin selamat. Untuk selanjutnya, Paman bisa membawa Bibi periksa ke dokter spesialis kandungan."Sebastian memandang istrinya dengan wajah tersenyum namun mata berkaca-kaca. "Sayang apa kamu dengar tadi apa yang dikatakan Zahira?"Zia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Apa beneran Zia a hamil mas?""Hasil alat tes kehamilan ini 99% akurat Bibi. Namun kita nggak juga sih berani mengatakan 99% jadi kita bisa mengatakannya 95% akurat jadi kemungkinan hasil ini salah sulit." Zahira menjawab dengan yakin."Jadi Bibi hamil?" Zia memandang Zahira dengan mata berkaca-kaca. Kabar ini sungguh membuat ia bahagia. Sebastian tidak menuntut untuk memiliki anak dalam waktu cepat. Namun pria itu selalu mengatakan tentang anak. Tampak jelas bahwa Sebastian merinduka