Dipaksa MPASI Dini

Dipaksa MPASI Dini

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-10-25
Oleh:  SenjaPaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
58Bab
3.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Romi diam-diam diberi MPASI dini oleh neneknya, hingga membuat perutnya kembung dan dilarikan ke Bidan oleh Ibunya. Hingga Ibunya geram terhadap sikap neneknya, yang masih mempercayai mitos daripada bukti ilmiah. Bahkan, neneknya tidak putus asa untuk melakukan hal-hal yang membahayakan cucunya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

"Rina! Kenapa sih kamu itu tidak nurut sama ibu?! Ibu sangat yakin kalau Romi itu sedang lapar. Cepat kasih makan kerokan pisang sana! Di mana-mana namanya manusia dilahirkan ke dunia itu butuh makan, bukan Asi saja! Asi saja yang tidak akan kenyang!" Ibu mertua berteriak dari depan kamarnya.

Aku yakin beliau pasti terganggu karena tangisan Romi. Apalagi ini sudah tengah malam.

Aku baru melahirkan lima hari yang lalu. Biasanya bayiku kalau malam bangun cuman minta ASI saja. Setelah kenyang juga langsung tidur kembali.

Entah kenapa, baru malam ini Romi begitu sangat rewel. Sudah ku pastikan sebelumnya kalau dia tidak sedang mengompol dan buang air besar. Dikasih Asi juga tidak mau. Hingga membuatku bingung sampai membawanya ke luar kamar untuk aku tenangkan.

"Nih, kasih ke Romi!" Ibu memberikanku satu buah pisang kepok dan satu buah sendok berukuran kecil.

"Maaf, Bu. Romi masih belum waktunya makan," tolakku.

"Payud*ra kamu itu kecil, ASI kamu itu dikit nggak bakal bisa buat dia kenyang. Kamu kalau dikasih tahu orang tua mbok nurut. Itu anak kamu loh, Rin. Bukan anak orang lain! Tega banget dengan anaknya sendiri," ucap ibu mertua dengan penuh penekanan.

Aku mengelus dadaku dengan mengucapkan istighfar berulang kali agar aku tidak terpancing emosi.

"Kalau kamu tidak mau kasih kerokan pisang ke Romi biar ibu saja yang memberikannya!" Dengan mata yang melotot ibu mertua menatapku.

"Maaf, Bu. Saya akan tetap dengan pendirian saya sendiri. Saya tidak akan memberikan kerokan pisang itu kepada Romi. Apalagi Bu bidan dan Pak dokter sudah berpesan untuk tidak memberikan makanan apapun kalau umurnya belum genap enam bulan. Air putih pun tidak boleh, apalagi pisang," jawabku berusaha menjelaskan.

"Dokter terus yang kamu omongin! Kata dokter lagi, kata dokter lagi! Kamu dari kemarin bilang itu saja terus! Kalau dengerin kata dokter, yang ada semua juga dilarang, Rin. Nuruto sama orang yang lebih tua di sini! Lihat itu Mbok Darsih anaknya enam sehat semua sudah pada besar-besar. Wong cucunya aja lahir ceprot juga sudah di kasih makan. Lihat itu juga suami kamu, dia dulu juga sama aku kasih kerokan pisang setelah lahir ceprot. Buktinya sekarang sehat, kan? Malah bisa cari uang banyak sampai kamu gak perlu repot-repot bekerja. Romi itu cucu ibu, Rin. Ibu juga berhak atas dia, gak cuma kamu saja!"

Sudah kuduga tidak akan mempan menjelaskan kepada beliau. Yang aku sesali kenapa suamiku juga tidak bangun padahal anaknya sedang menangis dengan kencang, ditambah suara ibu mertua yang sangat keras seperti petir.

Mau bagaimanapun kalau sudah bicara dengan ibu mertua yang ada bukan menemukan solusi. Justru masalah menjadi semakin runyam.

"Iya, Bu. Saya juga tahu kalau Ibu adalah neneknya. Tapi sebelumnya saya mohon maaf, saya ini adalah ibunya. Saya malah lebih berhak atas diri Romi, Bu. Saya juga berhak memberikan pengasuhan yang terbaik buat Romi. Jaman sekarang berbeda dengan jaman dulu, Bu."

"Dasar menantu ngeyelan. Salah tetep saja ngeyel, minta bener terus!"

Romi semakin kencang menangis mungkin karena terganggu mendengar perdebatan antara aku dan beliau.

"Tuh kan, Romi semakin rewel. Sini biar aku gendong." Beliau berusaha merebut Romi dari gendonganku.

Tak berpikir panjang aku pun langsung berlari masuk ke dalam kamar mengamankan Romi dari rebutan ibu. Langsung ku kunci pintu kamar dari dalam. Ku lihat suamiku tak sedikit pun bergerak. Yang ada malah dengkurannya semakin kencang.

"Buka!" Beliau terus saja menggedor-gedor pintu kamarku.

"Dasar menantu tak tahu diuntung menyesal aku menikahkan Adit dengan kamu. Sudah numpang disini tapi gak mau nurut dengan peraturan rumah sini," teriak beliau tapi tetap tak aku pedulikan.

"Mas, Mas bangun! Tolong gantian gendong Romi sebentar." Mas Adit hanya menggeliat dan meneruskan tidurnya.

"Dasar laki-laki, maunya cuma enaknya saja. Giliran anaknya menangis nggak mau bantuin." Aku menggerutu karena kesal.

Aku berusaha tenang kalau aku tidak tenang nanti Romi pun juga semakin menangis. Kemudian aku kembali mencoba memberikannya Asi namun Romi menolaknya bahkan tangisannya semakin kencang hingga membuatku semakin bingung.

"Ya Allah baru kali ini Romi seperti ini ada apa dengannya ya Allah?"

Kini aku mencoba membuka baju Romi siapa tahu ada semut atau serangga kecil yang menggigit badannya. Setelah aku periksa, betapa kagetnya aku melihat ada bekas makanan yang menempel lengket di lehernya. Setelah aku cium itu adalah pisang.

Aku langsung panik tak karuan takut jika terjadi apa-apa mengingat ibu mertuaku sudah sesumbar ingin memberikan kerokan pisang kepada bayiku ini.

"Mas, Mas bangun! Ayo, kita bawa Romi ke bidan terdekat! Aku takut Romi kenapa-kenapa, Mas. Rasanya ibu sudah memberikan kerokan pisang kepada Romi."

Entahlah suamiku ini sudah aku teriakin tetep saja tidak bangun.

"Apa-apaan kamu, Dek! Ganggu orang tidur saja! Kamu sudah aku kasih tahu, kan. Kalau besok aku ada rapat di kantor!" Mas Adit membentakku.

"Setega itu kamu dengan kami, Mas!" Rasanya duniaku langsung hancur. Lelaki yang dulu aku puja bahkan aku perjuangkan kini sudah berani membentakku.

Kini tak hanya Romi yang menangis. Air mataku juga sudah berlomba-lomba menetes ke pipiku.

"Sudah nggak usah cengeng! Ada apa kamu menganggu tidurku, ha?'

"Romi sejak tadi rewel, Mas. Ayo, kita bawa dia ke bidan."

"Anak rewel itu bukan urusanku. Itu tanggung jawabmu sebagai Ibunya, bukan aku. Tanggung jawabku itu bekerja. Bekerja dan bekerja. Titik!" Mas Adit pun kembali tidur.

Ku usap air mataku dengan kasar. Ku putuskan akan membawa Romi ke bidan sendirian walau tengah malam.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
58 Bab
Bab 1
"Rina! Kenapa sih kamu itu tidak nurut sama ibu?! Ibu sangat yakin kalau Romi itu sedang lapar. Cepat kasih makan kerokan pisang sana! Di mana-mana namanya manusia dilahirkan ke dunia itu butuh makan, bukan Asi saja! Asi saja yang tidak akan kenyang!" Ibu mertua berteriak dari depan kamarnya.Aku yakin beliau pasti terganggu karena tangisan Romi. Apalagi ini sudah tengah malam.Aku baru melahirkan lima hari yang lalu. Biasanya bayiku kalau malam bangun cuman minta ASI saja. Setelah kenyang juga langsung tidur kembali. Entah kenapa, baru malam ini Romi begitu sangat rewel. Sudah ku pastikan sebelumnya kalau dia tidak sedang mengompol dan buang air besar. Dikasih Asi juga tidak mau. Hingga membuatku bingung sampai membawanya ke luar kamar untuk aku tenangkan."Nih, kasih ke Romi!" Ibu memberikanku satu buah pisang kepok dan satu buah sendok berukuran kecil."Maaf, Bu. Romi masih belum waktunya makan," tolakku."Payud*ra kamu itu kecil, ASI kamu itu dikit nggak bakal bisa buat dia kenyan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-04
Baca selengkapnya
Bab 2
Terpaksa aku taruh Romi di atas kasur yang jaraknya tak jauh dari jangkauanku.Sedangkan Mas Adit menutup telinganya rapat-rapat. Dia tidak ingin suara tangisan dari darah dagingnya ini sampai lolos menembus telinganya."Kejam, sungguh sangat kejam kamu, Mas. Dengan anak sendiri kamu sekejam ini. Lihat saja nanti," gumamku.Dengan cepat aku masukkan beberapa baju Romi ke dalam tas. Diam-diam aku mengambil uang di dompet Mas Adit. Biarkanlah aku mencuri uang suamiku sendiri. Bukannya uang suami adalah uang istri juga? Toh uang ini tidak aku gunakan untuk foya-foya.Apalagi selama ini aku juga tidak diberi uang sepeserpun dari hasil kerjanya. Semua uang hasil keringat suamiku selalu diberikan ke pada ibunya. Katanya agar aku tidak boros-boros dalam berbelanja. Ibu mertua lebih berpengalaman dariku untuk mengatur urusan rumah tangga dan masih banyak lagi.Entah berapa lembar uang yang sudah berhasil aku masukkan ke dalam kantong celanaku. Yang jelas kini dompet mas Adit sudah aku kuras h
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-04
Baca selengkapnya
Bab 3
Tak butuh waktu lama kami sudah sampai di rumah bidan. "Bu! Tolong, anak saya, Bu!" Ku gedor-gedor pintu rumah Bu Yayuk, bidan desa yang paling terkenal sabar dan telaten di wilayah kampung sini."Ada apa ini Bu Rina?" tanya beliau yang kaget melihatku bercucuran air mata sambil menggendong bayiku yang terus saja menangis."Anak saya, Bu ....""Ayo sini, Bu. Baringkan putranya, akan saya periksa!" Bu Yayuk mengarahkan aku ke ruang pemeriksaan."Bu, anak saya dikasih makan kerokan pisang oleh ibu mertua. Saya takut terjadi apa-apa dengan anak saya, Bu."Bu Yayuk mengangguk-angguk sambil memeriksa perut Romi. Perut Romi terlihat sangat jelas lebih besar dari ukuran biasanya. Bahkan sekarang terlihat sangat keras.Bu Yayuk membalurkan minyak telon ke perut Romi. Setelah itu melakukan pijat ILU, dan gowes (melakukan gerakan seperti mengayuh sepeda). Tak lama kemudian, Romi pun kentut, dan tercium bau menyengat khas kent*ut bayi. Setelah itu, Romi pun langsung tenang."Sepertinya yang masu
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-04
Baca selengkapnya
Bab 4
"Wanita itu kalau sudah menikah harusnya patuh dengan suami. Apalagi kamu masih numpang di rumah mertua." Ku lihat ibu nampak begitu sangat emosi.Netra yang biasa ku lihat teduh kini berubah menyeramkan. Tutur kata yang biasanya menyejukkan kini berubah seperti auman singa. Takut, aku sungguh sangat takut dengan kemarahan ibuku.Selama ini aku memang tidak pernah memberitahukan kepada ke dua orang tuaku mengenai perlakuan mas Adit dan ibu mertuaku. Selama ini aku hanya menceritakan kalau kehidupanku bersama dengan mas Adit sangat bahagia. Karena aku tak ingin beliau berdua sedih jika mengetahui kalau anaknya ini tersiksa.Aku malu pada diriku sendiri karena aku dulu pernah memohon kepada ayahku agar merestuiku menikah dengan mas Adit. Seorang laki-laki yang berhasil merebut hatiku namun ditolak oleh ayahku.Mungkin inilah balasannya karena tidak menurut kepada beliau. Ternyata apa yang dikatakan beliau adalah benar adanya. Mas Adit ternyata lelaki yang kurang tanggung jawab. Apalagi k
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-04
Baca selengkapnya
Bab 5
Panik! Semua sangat panik melihat keadaan bayiku. Sekarang suara tangisannya juga sudah melemah. Dengan cepat ayah mengendari mobil buntut hadiah dari almarhum kakakku, saat masih bekerja menjadi TKW di negeri singa putih."Bangun, Nak. Bangun!" Ku tepuk-tepuk lembut pipinya. Namun nyatanya dia terus saja memejamkan matanya."Jangan tinggalkan ibu, Nak!"Di sepanjang jalan aku terus saja berteriak seperti orang tidak waras. Nafasku sudah mulai tak beraturan.Mas Adit mau menyusul atau tidak aku sudah tak peduli. Yang jelas waktu kami berangkat ke rumah sakit dia masih meringkuk di depan televisi. Bahkan orang tuaku saja sampai tidak ingat kalau ada menantunya di sana. Karena memang saking paniknya.Ku baringkan bayiku di pembaringan pasien setelah sampai di ruang UGD."Kenapa dengan bayinya, Bu?" "Anak saya muntah-muntah dan perutnya keras dokter. Tanpa sepengetahuan saya, kemarin neneknya memberikan dia kerokan pisang," tuturku."Kenapa Nenek bisa setega ini dengan cucunya? MPASI di
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-04
Baca selengkapnya
Bab 6
Pov Ibu Mertua Aku terpaksa memberikan kerokan pisang kepada cucuku secara diam-diam. Karena aku malas berdebat dengan Rina, menantuku.Dikit-dikit kata bidan. Dikit-dikit kata dokter. Sampai panas telingaku mendengarkan perkataannya.Dan sekarang apa yang terjadi? Cucuku nangis jejeritan, kan? Sudah terbukti apa yang aku bilang itu benar. Bayi lahir ke dunia itu butuh makan. Asi saja mana cukup? Yang ada bayi tidak bisa tidur dengan tenang bahkan sering rewel karena lapar.Aku sampai heran, kenapa menantuku itu tidak mau menurut dengan orang yang lebih tua dengannya ini. Mau bagaimanapun ilmu mengasuh bayiku lebih baik daripada dia.Masih terekam jelas di ingatanku. Setelah pulang dari tempat bidan, sehari setelah melahirkan. Dia semakin berani menentangku. "Nanti bayi kamu nggak akan kenyang loh Rin kalau cuma dikasih Asi saja. Di dapur ada pisang, nanti berikan dia kerokan pisang biar tidak lapar," kataku saat mengetahui Rina hanya memberikan Asi kepada cucuku itu."Insya Allah ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-04
Baca selengkapnya
Bab 7
Pagi ini aku sedang sibuk mencabuti rumput liar yang ada di halaman rumah. Ya mau gimana lagi aku tidak punya rewang jadi aku sendiri yang harus turun tangan."Semalam saya denger Romi menangis, Bu. Kok sekarang tidak terdengar suaranya. Apa dia sedang tidur?" tanya Bu Sayuti yang datang bersamaan dengan Bu Mariyah.Sudah seperti kebiasaan di sini kalau sudah selesai masak dan bersih-bersih rumah ibu-ibu suka berkumpul untuk saling menyapa. Tak jarang juga mereka bergosip, ya selayaknya ibu-ibu seperti pada umumnya kalau sedang berkumpul begitu."Iya suara Romi juga kedengaran dari rumahku, Bu. Tapi setelah itu kayak ada suara mobil berhenti di depan rumah Njenengan. Aku pikir semalam ada apa gitu kok tak lihat dari jendela Mbak Rina pergi bersama mobil putih. Setelah itu tak berselang lama Mas Adit juga menyusul.""Oh itu kemarin ibunya Rina sedang masuk rumah sakit. Jadi mau tidak mau dia harus pulang ke rumahnya. Sudah aku bilangin nggak perlu karena punya anak bayi tapi tetep saja
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-05
Baca selengkapnya
Bab 8
Harusnya hari-hariku sebagai seorang nenek disuguhkan dengan kesenangan menimang cucu. Apalagi Romi adalah cucu pertamaku. Saking sayangnya aku padanya sejak Romi di dalam kandungan, aku selalu memperhatikan asupan makanan untuknya. Apa saja yang harus dimakan dan apa saja yang harus dipantang oleh ibunya.Semua aturan yang diberikan oleh orang yang lebih tua selalu aku dengar. Dari yang nggak boleh makan ikan, menjahit baju, atau apa pun itu yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil selalu aku terapkan kepada Rina. Namun sayang seribu sayang semua perhatianku tidak diterima dengan baik oleh menantuku.Yang kata dokter inilah kata bidan yang itulah. Bikin pusing kalau mendengarkannya. Bahkan dia diam-diam juga berani mengambil ikan dan lauk pauk yang harus dia pantang. Hidung Rina itu kayak hidung kucing, mau aku simpan di manapun dia selalu tahu.Apalagi setelah melahirkan, Rina begitu angkuh. Sayur yang aku masakin jarang sekali disentuh. Entah dari mana datangnya, dia bisa membeli m
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-29
Baca selengkapnya
Bab 9
"Coba, Ibu lihat ini!" Ku buka amplop coklat yang ada di dalam tas ransel."Uang? Kok banyak sekali uang kamu, Nak? Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana?" Ibu terlihat kaget."Sudah, Ibu nggak perlu banyak bertanya. Yang penting Ibu sudah tahu kalau uang untuk berobat Romi sudah ada," kataku lagi."Alhamdulillah kalau kamu sudah ada uang. Kalau begini kan ibu juga sedikit tenang."Uang? Hanya demi uang ibu sudah berani mengambil keputusan yang salah. Bahkan tidak peduli dengan harga diri keluarga diinjak-injak oleh ibu mertua. "Pokoknya Rina sekarang nggak mau dengar lagi ibu menyuruh Rina untuk mengambil uang dari mas Adit lagi. Aku harap, jangan, lakukan itu lagi, Bu! Rina tidak suka."Mendengarkan perkataanku ibu langsung diam seribu bahasa.Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Prita. Jasanya tidak akan pernah aku lupakan. Setelah aku melahirkan dialah yang setiap hari selalu mengirimkan aku makanan. Padahal aku tidak pernah cerita apapun yang sedang aku alami selama di
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-30
Baca selengkapnya
Bab 10
"Lihat, itu! Masih ingin membela menantu dan ibunya itu? Anak kita itu Rina, Bu, bukan Adit. Kenapa kamu malah membela menantu yang tidak tahu diri itu? Jika tadi kamu tidak mencegahku mungkin dia sudah aku jadikan perkedel," ucap bapak."Sudahlah, Pak. Jika sebelumnya aku tahu cerita yang sebenarnya, mana mungkin aku sampai tega menamp*r Rina," ucap ibu tak ingin bapak meneruskan omelannya."Maafkan ibu ya, Nak. Ibu sangat bersalah kepada kamu, ibu menyesal. Ibu tadi benar-benar terpancing emosi karena Adit sudah berkata yang tidak-tidak mengenai kamu," ucap ibu seraya mengelus pundakku."Makanya, Bu, kalau ada orang mengadu itu dicari kebenarannya dulu jangan asal percaya saja. Apalagi Rina selama ini adalah anak yang jujur tidak mungkin Rina berbohong kepada kita."Kini bapak menyahut lagi terlihat jelas bapak masih belum bisa melupakan kejadian yang telah aku alami."Sudahlah, Pak. Jangan dibahas lagi masalah itu. Itu kan sudah berlalu. Sekarang kita fokus saja dengan kesembuhan Ro
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-07-01
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status