Share

Bab 4

Author: SenjaPa
last update Last Updated: 2022-06-04 22:44:58

"Wanita itu kalau sudah menikah harusnya patuh dengan suami. Apalagi kamu masih numpang di rumah mertua." Ku lihat ibu nampak begitu sangat emosi.

Netra yang biasa ku lihat teduh kini berubah menyeramkan. Tutur kata yang biasanya menyejukkan kini berubah seperti auman singa. Takut, aku sungguh sangat takut dengan kemarahan ibuku.

Selama ini aku memang tidak pernah memberitahukan kepada ke dua orang tuaku mengenai perlakuan mas Adit dan ibu mertuaku. Selama ini aku hanya menceritakan kalau kehidupanku bersama dengan mas Adit sangat bahagia. Karena aku tak ingin beliau berdua sedih jika mengetahui kalau anaknya ini tersiksa.

Aku malu pada diriku sendiri karena aku dulu pernah memohon kepada ayahku agar merestuiku menikah dengan mas Adit. Seorang laki-laki yang berhasil merebut hatiku namun ditolak oleh ayahku.

Mungkin inilah balasannya karena tidak menurut kepada beliau. Ternyata apa yang dikatakan beliau adalah benar adanya. Mas Adit ternyata lelaki yang kurang tanggung jawab. Apalagi keluarga mas Adit adalah keluarga yang sedikit berpunya kalau dibandingkan dengan keluargaku.

"T-tapi, Bu. Rina punya alasan kenapa membawa Romi pergi dari rumah saat tengah malam."

"Jangan, banyak alasan! Adit sudah menceritakan semuanya kepada ibu. Kamu sudah berani membantah perintah suami dan mertua kamu, kan?! Hanya karena kamu marah tidak diperbolehkan keluar jalan-jalan. Hingga kamu nekad kabur dari rumah. Ingat anak kamu itu masih kecil. Mereka ada benarnya baru melahirkan lima hari saja sudah ngebet ingin pergi ke luar."

"Astagfirullah." Ku usap dadaku yang terasa amat sesak.

"Lihat suami kamu itu. Lihat! Dia keletihan sampai-sampai dia tidak masuk kerja karena bingung mencari kalian." Ibu menunjuk mas Adit yang sedang meringkuk di depan televisi.

"Sandiwaramu sungguh luar biasa, Mas. Setega itu, kamu kepadaku. Kamu sudah berbohong ke pada ibu, hingga membuat ibu semarah ini kepadaku," batinku seperti disayat-sayat belati.

Lelaki yang seharusnya bijak dalam memutuskan masalah. Malah tambah memperkeruh masalah. Bukan ini yang aku mau dari imamku. Bukan!

Ku tarik nafas dalam-dalam. Sungguh malang nasibku. Semalam aku sudah berjuang untuk menyelamatkan bayiku. Bahkan pipiku pun tak lewat dengan tampar*an ibu mertua. Sekarang malah ibu kandungku sendiri yang tega menamp*rku, sebelum mendengarkan penjelasan dariku.

Tak mungkin aku menjawab terus perkataan ibu. Aku tak ingin bertengkar dengan ibuku sendiri. Karena aku sangat tahu kalau ibu hanya dipengaruhi oleh mas Adit.

"Bu! Kenapa Ibu lakukan itu kepada Rina? Kasihan dia barusan datang sudah kamu omelin begitu."

Ayah keluar sendirian dari kamar. Mungkin Romi sekarang sudah tertidur. Beliau berusaha melerai ibu yang terus saja memojokkanku.

"Sudah, Pak. Bapak itu jangan bela dia terus. Dia itu sudah kelewatan. Memang sudah nggak punya akal apa gimana anak kita ini. Memangnya kalau ada apa-apa dengan anaknya dia bisa sendiri, apa?"

Ibu masih saja menerocos. Terlihat sangat begitu khawatir dengan kondisi bayiku.

"Duduk dulu, Bu," ajak bapak lembut agar amarah ibu bisa mereda.

"Enggak, Pak. Aku masih belum puas mengomeli anak kita ini. Sudah ditaruh di mana hatinya itu? Kalau terjadi apa-apa dengan anaknya bagaimana?"

Bulir-bulir air menetes di pipi ibu. Sungguh pemandangan yang tak ingin aku lihat seumur hidupku. Aku tak tega jika harus melihat ibu seperti ini.

"Kita kan nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana, Bu. Kita harus tahu alasannya dari mulut anak kita sendiri. Aku yakin Rina punya alasan. Tidak mungkin dia ngawur begitu."

"Tidak, Pak! Aku yakin dia memang yang sudah bersalah. Kalau ada masalah kan bisa dibicarakan baik-baik. Kenapa harus tiba-tiba kabur dari rumah?" Tangisan ibu semakin menjadi.

"Sudah, Bu. Yang sabar. Jangan, langsung percaya dulu kepada Adit. Kita sudah tahu sendiri bagaimana anak kita. Sebelum melakukan hal ini pasti dia sudah pikirkan matang-matang. Percaya sama bapak."

"Ibu itu tidak ingin kehilangan cucu kita lagi, Pak. Sudah cukup kita kehilangan cucu dan anak pertama kita. Yang sekarang ini jangan sampai terjadi lagi. Aku ingin Romi tumbuh menjadi anak yang sehat."

Tak ku sadari butir-butir air mataku pun ikut berlomba-lomba membasahi pipiku.

Tersedak? Iya, keponakanku meninggal dunia karena tersedak. Dia diberi kerokan pisang oleh neneknya setelah lahir ke dunia. Hingga belum sampai tiba di rumah sakit nyawanya sudah tidak tertolong. Hingga membuat kakakku sampai depresi dan mengakhiri hidupnya. Sungguh sangat miris sekali.

Keluargaku tidak berani membawa masalah ini ke jalur hukum karena kami ini adalah orang yang sederhana berbeda terbalik dengan keluarga mertua kakakku yang terkenal lebih tinggi kastanya dibandingkan keluargaku.

"Sudah, Bu. Semuanya itu sudah takdir. Semua kejadian yang dulu pernah dialami Marini dan bayinya sudah kehendak Allah. Sudah jangan ditangisi lagi. Doakan semoga mereka tenang di alamnya."

"Iya, Pak."

Tiba-tiba bayiku menangis dengan kencang aku pun langsung pergi untuk melihatnya.

"Pak, kenapa dengan cucu kita ini?!" teriak ibu yang terlihat sangat khawatir.

Romi muntah-muntah dibarengi dengan suhu badannya yang meninggi.

"Pisang?" Ibu kaget saat mengelap bajunya yang terkena muntahan Romi. "Dia kan masih belum waktunya makan."

Ku buka baju Romi ternyata benar perutnya keras lagi. Apalagi dia terus saja muntah.

"Ya Allah, Romi! Jangan tinggalkan ibu, Nak! Kamu harus bertahan. Kamu harus kuat." Kini rasanya air mataku sudah kering. Hingga sudah tidak bisa keluar lagi.

Dengan segera kami memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit.

Related chapters

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 5

    Panik! Semua sangat panik melihat keadaan bayiku. Sekarang suara tangisannya juga sudah melemah. Dengan cepat ayah mengendari mobil buntut hadiah dari almarhum kakakku, saat masih bekerja menjadi TKW di negeri singa putih."Bangun, Nak. Bangun!" Ku tepuk-tepuk lembut pipinya. Namun nyatanya dia terus saja memejamkan matanya."Jangan tinggalkan ibu, Nak!"Di sepanjang jalan aku terus saja berteriak seperti orang tidak waras. Nafasku sudah mulai tak beraturan.Mas Adit mau menyusul atau tidak aku sudah tak peduli. Yang jelas waktu kami berangkat ke rumah sakit dia masih meringkuk di depan televisi. Bahkan orang tuaku saja sampai tidak ingat kalau ada menantunya di sana. Karena memang saking paniknya.Ku baringkan bayiku di pembaringan pasien setelah sampai di ruang UGD."Kenapa dengan bayinya, Bu?" "Anak saya muntah-muntah dan perutnya keras dokter. Tanpa sepengetahuan saya, kemarin neneknya memberikan dia kerokan pisang," tuturku."Kenapa Nenek bisa setega ini dengan cucunya? MPASI di

    Last Updated : 2022-06-04
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 6

    Pov Ibu Mertua Aku terpaksa memberikan kerokan pisang kepada cucuku secara diam-diam. Karena aku malas berdebat dengan Rina, menantuku.Dikit-dikit kata bidan. Dikit-dikit kata dokter. Sampai panas telingaku mendengarkan perkataannya.Dan sekarang apa yang terjadi? Cucuku nangis jejeritan, kan? Sudah terbukti apa yang aku bilang itu benar. Bayi lahir ke dunia itu butuh makan. Asi saja mana cukup? Yang ada bayi tidak bisa tidur dengan tenang bahkan sering rewel karena lapar.Aku sampai heran, kenapa menantuku itu tidak mau menurut dengan orang yang lebih tua dengannya ini. Mau bagaimanapun ilmu mengasuh bayiku lebih baik daripada dia.Masih terekam jelas di ingatanku. Setelah pulang dari tempat bidan, sehari setelah melahirkan. Dia semakin berani menentangku. "Nanti bayi kamu nggak akan kenyang loh Rin kalau cuma dikasih Asi saja. Di dapur ada pisang, nanti berikan dia kerokan pisang biar tidak lapar," kataku saat mengetahui Rina hanya memberikan Asi kepada cucuku itu."Insya Allah ke

    Last Updated : 2022-06-04
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 7

    Pagi ini aku sedang sibuk mencabuti rumput liar yang ada di halaman rumah. Ya mau gimana lagi aku tidak punya rewang jadi aku sendiri yang harus turun tangan."Semalam saya denger Romi menangis, Bu. Kok sekarang tidak terdengar suaranya. Apa dia sedang tidur?" tanya Bu Sayuti yang datang bersamaan dengan Bu Mariyah.Sudah seperti kebiasaan di sini kalau sudah selesai masak dan bersih-bersih rumah ibu-ibu suka berkumpul untuk saling menyapa. Tak jarang juga mereka bergosip, ya selayaknya ibu-ibu seperti pada umumnya kalau sedang berkumpul begitu."Iya suara Romi juga kedengaran dari rumahku, Bu. Tapi setelah itu kayak ada suara mobil berhenti di depan rumah Njenengan. Aku pikir semalam ada apa gitu kok tak lihat dari jendela Mbak Rina pergi bersama mobil putih. Setelah itu tak berselang lama Mas Adit juga menyusul.""Oh itu kemarin ibunya Rina sedang masuk rumah sakit. Jadi mau tidak mau dia harus pulang ke rumahnya. Sudah aku bilangin nggak perlu karena punya anak bayi tapi tetep saja

    Last Updated : 2022-06-05
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 8

    Harusnya hari-hariku sebagai seorang nenek disuguhkan dengan kesenangan menimang cucu. Apalagi Romi adalah cucu pertamaku. Saking sayangnya aku padanya sejak Romi di dalam kandungan, aku selalu memperhatikan asupan makanan untuknya. Apa saja yang harus dimakan dan apa saja yang harus dipantang oleh ibunya.Semua aturan yang diberikan oleh orang yang lebih tua selalu aku dengar. Dari yang nggak boleh makan ikan, menjahit baju, atau apa pun itu yang tidak boleh dilakukan oleh ibu hamil selalu aku terapkan kepada Rina. Namun sayang seribu sayang semua perhatianku tidak diterima dengan baik oleh menantuku.Yang kata dokter inilah kata bidan yang itulah. Bikin pusing kalau mendengarkannya. Bahkan dia diam-diam juga berani mengambil ikan dan lauk pauk yang harus dia pantang. Hidung Rina itu kayak hidung kucing, mau aku simpan di manapun dia selalu tahu.Apalagi setelah melahirkan, Rina begitu angkuh. Sayur yang aku masakin jarang sekali disentuh. Entah dari mana datangnya, dia bisa membeli m

    Last Updated : 2022-06-29
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 9

    "Coba, Ibu lihat ini!" Ku buka amplop coklat yang ada di dalam tas ransel."Uang? Kok banyak sekali uang kamu, Nak? Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana?" Ibu terlihat kaget."Sudah, Ibu nggak perlu banyak bertanya. Yang penting Ibu sudah tahu kalau uang untuk berobat Romi sudah ada," kataku lagi."Alhamdulillah kalau kamu sudah ada uang. Kalau begini kan ibu juga sedikit tenang."Uang? Hanya demi uang ibu sudah berani mengambil keputusan yang salah. Bahkan tidak peduli dengan harga diri keluarga diinjak-injak oleh ibu mertua. "Pokoknya Rina sekarang nggak mau dengar lagi ibu menyuruh Rina untuk mengambil uang dari mas Adit lagi. Aku harap, jangan, lakukan itu lagi, Bu! Rina tidak suka."Mendengarkan perkataanku ibu langsung diam seribu bahasa.Aku sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Prita. Jasanya tidak akan pernah aku lupakan. Setelah aku melahirkan dialah yang setiap hari selalu mengirimkan aku makanan. Padahal aku tidak pernah cerita apapun yang sedang aku alami selama di

    Last Updated : 2022-06-30
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 10

    "Lihat, itu! Masih ingin membela menantu dan ibunya itu? Anak kita itu Rina, Bu, bukan Adit. Kenapa kamu malah membela menantu yang tidak tahu diri itu? Jika tadi kamu tidak mencegahku mungkin dia sudah aku jadikan perkedel," ucap bapak."Sudahlah, Pak. Jika sebelumnya aku tahu cerita yang sebenarnya, mana mungkin aku sampai tega menamp*r Rina," ucap ibu tak ingin bapak meneruskan omelannya."Maafkan ibu ya, Nak. Ibu sangat bersalah kepada kamu, ibu menyesal. Ibu tadi benar-benar terpancing emosi karena Adit sudah berkata yang tidak-tidak mengenai kamu," ucap ibu seraya mengelus pundakku."Makanya, Bu, kalau ada orang mengadu itu dicari kebenarannya dulu jangan asal percaya saja. Apalagi Rina selama ini adalah anak yang jujur tidak mungkin Rina berbohong kepada kita."Kini bapak menyahut lagi terlihat jelas bapak masih belum bisa melupakan kejadian yang telah aku alami."Sudahlah, Pak. Jangan dibahas lagi masalah itu. Itu kan sudah berlalu. Sekarang kita fokus saja dengan kesembuhan Ro

    Last Updated : 2022-07-01
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 11

    "Ibu tidak ingin kehilangan cucu lagi, Pak. Ibu tidak ingin kehilangan Romi," kata beliau dengan berderai air mata."Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu. Ibu sudah banyak bersalah kepada kamu dan Romi, Nak. Ibu sebenarnya hanya ingin yang terbaik untuk kamu dan Romi.""Tolong, maafin ibu, Nak! Ibu menyesal," ucap beliau lagi.Ibu terus saja meminta maaf ke padaku. Namun entah rasanya aku masih enggan untuk memaafkan beliau.***"Ya Allah selamatkan anakku ya, Allah." Tak ada hentinya ku panjatkan doa untuk keselamatan bayiku tersayang.Hari demi hari aku tetap di sini menjaga anakku yang sedang melawan maut.Silih berganti tetangga dan beberapa saudara datang ke rumah sakit untuk menjenguk Romi. Tak jarang ada juga tetangga yang julid kepada kami."Anak zaman sekarang ini nggak kayak dulu, ya, Bu. Dulu zamannya kita, sejak lahir juga sudah diberikan makan. Lha mau gimana? Bayinya rewel terus. Sedangkan sekarang, baru dikasih makan sedikit saja sudah sakit, dan langsung dilarikan ke rumah sak

    Last Updated : 2022-07-02
  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 12

    Hari-hariku kini aku habiskan di rumah sakit. Bahkan rasanya mulut ini menolak untuk makan walaupun hanya sesendok. Karena hatiku ini sedang benar-benar hancur hingga tidak perduli dengan badanku sendiri.Ku kuatkan jiwa ini apapun nanti jalan yang dipilihkan Tuhan pasti itu yang terbaik untukku. Akan aku terima dengan ikhlas."Rin, aku suapin, ya," kata Prita mengagetkanku. "Tidak usah Prita. Biar aku makan sendiri nanti," jawabku."Tapi nasi ini sudah sejak tadi kamu anggurin. Nanti keburu nggak enak dimakan," katanya lagi.Sampai tak sadar nasi yang sudah aku buka sejak tadi tidak kunjung aku makan. Entah aku sekarang jadi sering melamun."Eh, iya. Aku makan kalau gitu." Dengan malasnya aku pun mulai menyendok nasi yang dibawakan Prita."Kamu yang sabar ya, Rin. Aku yakin kamu dan Romi adalah manusia yang kuat. Kalian bakal bisa melewati semua ini," tuturnya pelan."Makasih ya, Prit," jawabku singkat. "Ngomong-ngomong besok mau dibawakan makanan apa lagi?" tanyanya lagi."Tidak u

    Last Updated : 2022-07-03

Latest chapter

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 58

    Pov Adit"Memang Zaskia perempuan manja gitu saja sudah lapor ke bapaknya, si*l!" kataku sambil ku pukul-pukul pahaku.Dengan cepat aku mengendarai sepeda motorku ke arah rumah. Jika aku tidak cepat sampai di rumah, ibu pasti semakin marah denganku."Cepetan masuk, Mas! Ibu sudah marah besar," kata Lia sambil terlihat ketakutan saat menyusulku ke depan.Dengan cepat aku memarkirkan sepeda motorku. Dari kejauhan ku lihat ibu sudah menyambutku di pintu masuk.Ingin rasanya pergi jauh dari sini, kalau ujung-ujungnya aku yang jadi seperti ini. Dulu yang aku pikir hanya kerja dan kerja. Kalau sekarang harus ngertiin perempuan segala. Dulu Rina nggak begini banget. Kenapa juga sih Zaskia itu nggak kayak si Rina saja sih? Rina itu selalu nurut dengan ibu untuk ngertiin aku.Saat aku hendak mencium punggung tangan ibuku, ibuku malah menaruh sambal pedas yang bekasnya jari lima nempel di pipiku."Panas sekali rasanya," batinku sambil ku pejamkan mataku. Zaskia-zaskia lihat nanti akan aku balas

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 57

    Pov AditDengan cepat aku menutup pintu kamarku dan tak lupa menguncinya dari dalam agar Zaskia nggak masuk lagi. Tak butuh waktu sepuluh menit aku sudah selesai mengganti baju, dengan langkah malas aku pun keluar menemui ibu dan Zaskia. Terlihat Zaskia masih cemberut ke padaku. Tapi biarkan saja toh dia juga akan baikan sendiri."Tuh, Mas Adit sudah selesai, Cantik," kata ibu dengan nada yang dibaik-baikkan agar Zaskia selesai cemberutnya."Adit berangkat dulu ya, Bu," kataku sambil mencium punggung tangan wanita yang telah melahirkanku.Setelah aku selesai mencium punggung tangan ibu, Zaskia pun ikut melakukan hal yang sama.Aku sangat yakin ibu tadi sudah membelaku di depan Zaskia. Enak saja wanita kok ingin nyetir laki-laki. Kalau sampai aku nurut dengan wanita mau ditaruh mana letak harga diriku? Semua ini ada alasannya. Karena akulah yang nantinya jadi calon imam bukannya dia. Jadi sudah seharusnya dia harus menurut sama aku."Loh kok naik sepeda motor? Kenapa nggak pakai mobil

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 56

    Pov AditUntung saja di rumah makan tadi aku belum sempat pesan minuman ataupun makanan. Kalau sampai pesan, bisa dipastikan siang ini aku tidak akan bisa membeli seporsi bakso. Nasib-nasib."Beneran kamu sudah kenyang, Dit? Nih aku mau nambah lagi," kata Rudi sambil berdiri untuk pergi menambah bakso lagi. Kalau nggak datang langsung ke tempatnya katanya nggak afdol.Mau jujur kok ya malu. Untung saja tadi aku menolak ibu untuk tidak membawakanku bekal nasi dari rumah. Bisa tambah hilang lagi ini mukaku. Rasa-rasanya aku sudah tidak kuat kalau harus mengirit begini."Sudahlah, namanya juga diet ya harus bisa nahan lapar, betul kan, Dit," kata Budi sambil menepuk pundakku."Diet kok terus, Dit?" kata yang lain ikut menggoda."Ya jelas diet dong. Calon istrinya adit yang baru ini kan orang kaya, ya harus jaga penampilan dong, betul gitu nggak, Dit?" kata Rudi yang datang sambil membawa semangkok penuh bakso.Bukannya membela, sebenarnya dia sedang mempermalukanku."Pintar kamu, Rud. Ka

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 55

    Pov Rina"Selamat siang, Pak Syamsuri," kata pak Candra saat masuk ke ruangan diikuti aku yang mengekor di belakang lelaki berlesung pipit ini."Siang juga, Pak Candra." Pak Syamsuri langsung bangun dari duduknya diikuti oleh lelaki yang ada di sebelahnya."Maaf saya datang terlambat, Pak," kata pak Candra sambil menjabat tangan pak Syamsuri."Nggak apa-apa, Pak. Santai saja," jawab pak Syamsuri."Pak Candra perkenalkan ini Pak Wiyoko.""Pak Wiyoko, ini Pak Candra, dan ini sekretarisnya Bu Rina."Lelaki itu tersenyum melihatku, dengan tatapan yang masih sama seperti yang aku ingat saat kejadian sembilan tahun yang lalu.Diarahkannya tangan lelaki yang dulu pernah aku panggil dengan sebutan om Wiyoko itu ke arahku. Rupanya lelaki itu ingin menjabat tanganku.Dengan tangan bergetar, aku mulai memberanikan diri mengangkat tanganku membalas jabat tangan lelaki yang kini terlihat mulai menua itu. Ada rasa takut yang sangat mendalam menghampiri memoriku.Namun belum sampai menjabat tangan p

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 54

    Pov RinaIbu hanya diam saja tidak menanggapi perkataan Bapak. Kelihatan sangat jelas wajah bapak merah padam menahan emosi. Beliau pun langsung pergi begitu saja meninggalkan kami."Tuh, lihat ibu dan bapak jadi bertengkar seperti ini gara-gara kamu, Rina."Tanpa banyak bicara, aku pun juga langsung pergi meninggalkan ibu seorang diri. Biarkan saja ibu seperti itu. Kalau terus diladeni yang ada malah semakin besar masalahnya.***Hanya butuh waktu dua menit saja aku sudah sampai di depan pintu ruangan Pak Candra. Tanpa buang waktu, aku langsung mengetok pintunya."Ya, masuk!""Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan sopan."Tolong, kamu bawa dan pelajari laporan ini. Satu jam kemudian kita bertemu di lantai bawah. Hari ini ada meeting dadakan dengan Pak Syamsuri pimpinan dari perusahaan Mega Industri. Saya berencana akan mengadakan meeting tersebut di rumah makan baru kita, di Sedap Gurih," katanya dengan suara tenang."Baik, Pak.""Tolong, kamu kabari anak-anak di sana agar m

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 53

    Pov Rina"Halo, Rin! Denger-denger mantan kamu mau menikah lagi. Kamu nggak cemburu kah, Rin?" goda Prita yang barusan masuk ke ruanganku. "Ah, biarin Prit. Aku sudah tak peduli lagi sama dia.""Yakin, nih?" kata Prita sambil mencolek pinggangku setelah itu duduk di depan meja kerjaku."Ya yakinlah. Buat apa lelaki semacam dia dipelihara. Yang ada malah makan hati saja.""Ciye berarti sudah move on dong?""Move on nggak move on ya harus dimove on-kan, dong.""Kayaknya move on-nya karena terpakasa. Beneran kamu nggak penasaran Adit mau menikah dengan siapa?""Ah, sudahlah, Prit. Jangan, bahas dia lagi! Aku ingin muntah kalau bahas dia. Aku ingin dengan pekerjaanku.""Nah, betul itu. Aku suka gaya kamu. Tapi kalau ada yang mau deketin kamu, kamu mau tidak?""Ah, aku nggak bisa mikir untuk sekarang ini. Yang jelas bagaimana sekarang aku bisa mendapatkan banyak uang untuk masa depan Romi.""Bagus tuh. Tapi saran nih, Rin. Traumanya jangan lama-lama, ya. Kalau ada yang baik mau deketin ka

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 52

    Pov Adit"Kok ya Ampun, sih? Memangnya kamu nggak ingin jika uang kamu terkumpul?""Ya mau, Bu. Tapi ya nggak gitu juga caranya. Adit bisa malu dengan teman-teman, kalau setiap hari harus nebeng.""Ya sudahlah, terserah kamu," jawab beliau ketus.Ibu pun langsung pergi dari kamarku. Aku jadi heran kenapa ibu jadi semakin aneh begini.Ku miringkan badanku ke arah kanan dan kiri, sambil ku pejam-pejamkan mataku, namun tetap saja tak bisa tidur. Ku lihat jam di dinding masih menunjukkan jam dua belas, tengah malam.Masih teringat pembicaraan dengan Bu Sayuti kalau Rina sekarang menjadi kurusan aku pun berseluncur mencarinya di media sosial namun sia*lnya pencariannku tak membuahkan hasil. Kemungkinan besar Rina sudah memblokir semua media sosialku.Namun aku punya ide aku akan pergi ke sebuah rumah makan yang pernah aku kunjungi di mana aku bertemu dengan dia saat tragedi minuman es Siapa tahu aku bertemu lagi dengan Rina.***Pov Rina"Kenapa harus berakhir seperti ini, Tuhan? Kenapa?

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 51

    Pov AditPov AditBeberapa menit kemudian ponselku berdering ada pesan masuk daris seseorang yang sedang bahagia di seberang sana.Ku hela nafas dalam-dalam saat akan membuka pesan darinya..[Mas, aku cantik, kan?] Begitulah bunyinya pesan yang di atasnya ada poto dia yang selesai dirias."Kok masih sempat-sempatnya dia berkirim foto ke padaku,"batinku."Siapa itu, Dit?" tanya ibu yang diam-diam mengintip isi pesanku."Calon menantu Ibu," jawabku singkat."Mana?!" kata ibu sambil meraih ponselku karena penasaran melihat poto calon menantu kesayangannya."Ih, cantik sekali dia, Dit," ibu merasa takjub."Mana, Bu Munah? Aku juga mau lihat," kata Bu Sayuti juga ikut penasaran."Eh, iya. Mangklingi banget Zaskia," ucap Bu Sayuti"Cepetan dibalas, Dit! Jangan, lama-lama balasnya!" kata ibu kemudian setelah berhasil mengambil alih ponselku yang dibawa Bu Sayuti dan memberikannya ke padaku."Mau di balas apa, Bu?" kataku malas."Mas Adit ini gimana, sih? Ya bilang cantik gitu atau dipuji yan

  • Dipaksa MPASI Dini   Bab 50

    Pov Adit"Kamu sudah siap, Mas?" tanya Lia ke padaku."Iya," jawabku sambil tersenyum."Wah, anak ibu kelihatan tampan sekali. Cocok sekali kamu pakai baju ini, Nak. Pantas saja harganya mahal, karena membuat kamu semakin kelihatan gagah. Tak sia-sia ibu kasih uang tambahan ke pada mamanya Zaskia.""Memangnya mamanya Zaskia minta uang lagi, Bu?" tanyaku heran. Mengingat yang aku tahu, mamanya Zaskia hanya minta uang senilai tiga puluh juta saja. Selebihnya belum ada info dari ibu."Eh, enggak. Bukan itu maksud ibu itu ....""Ini yang memilihkan Mbak Zaskia ya, Mas?" ibu belum selesai berbicara, tapi sudah terpotong oleh pertanyaan Lia ke padaku."Iya, Lia, ini yang memilihkan Zaskia.""Pantas bagus banget. Cocok loh, dipakai Mas Adit. Lia saja sampai pangling lihat Mas Adit. Apalagi nanti para tamu dan saudara.""Iya, memang calon istrimu itu sangat berbakat di dunia fashion, Dit. Dia itu sangat paham mana yang paling cocok untuk kamu."Dalam hati kecilku aku sangat berat untuk menjal

DMCA.com Protection Status