Sherina kembali ke kelas untuk mengikuti ujian selanjutnya. Di kampus ini dia masih bersyukur karena dosen-dosen berpikir secara netral. Sehingga mereka memberikan berbagai macam toleransi untuk Sherina. Terima tidak duduk di kursi yang tadi karena semua kursi di bagian depan sudah penuh dan ada satu kursi yang sengaja disisihkan dari yang lainnya dan posisi kursi itu berada tepat di paling belakang. Karena itu Sherina pun duduk di sana. "Sherina Apa kabar?" Seorang dosen wanita bertanya dengan sangat ramah. "Ya jelas baiklah Bu, malah sebentar lagi dia bakalan jadi pewaris tunggal dari harta yang didapat orang tuanya secara paksa." Sintia menyaut perkataan dari dosen tersebut. "Apa anda tidak memiliki sopan santun?" Dosen wanita itu bertanya dengan wajah marah. Cynthia terdiam mendengar pertanyaan dosennya. "Anda seorang mahasiswa, namun kenapa kelakuan Anda begitu sangat minus. Apakah pantas, saya tidak bertanya dengan anda dan anda yang menjawabnya? Jika anda tidak bisa berp
Arion berjalan sempoyongan dari kamar mandi. Kepalanya terasa amat pusing dan perut mual. Entah sudah berapa kali ia bolak balik ke kamar mandi hanya untuk memuntahkan isi perutnya saja, namun tetap saja rasa mual tidak Redah. "Mengapa kepalaku pusing sekali?" Arion merasakan kamar yang berputar. Dengan cepat pria itu memegang tepi tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana. Hal seperti ini baru pertama kali dirasakannya. Bahkan ketika orang memukul kepalanya, ia tidak merasakan pusing yang begitu hebatnya. Arion memandang ke sebelahnya dan melihat Zahira yang tidur dengan sangat nyenyak. Sejak tadi ia sudah bolak-balik ke kamar mandi dan istrinya itu sama sekali tidak terganggu. Ada rasa kesal ketika istrinya tidak mengetahui kondisinya saat ini. Namun juga Arion tidak sampai hati membangunkannya mengingat Zahira yang terbangun tengah malam karena lapar. Baru saja merebahkan tubuh, Arion kembali merasakan perutnya yang seperti di aduk-aduk. Pada akhirnya pria itu kembali bangki
Zahira hanya tersenyum memandang ke arah suaminya dan keluar dari kamar. Ia langsung kamar Sebastian untuk melanjutkan memeriksa Zia.Tanda petir bibi ini tampung dulu ya air seninya. "Eliza memberikan wadah kecil untuk Zia. "Apa mau buang air kecil?" Sebastian mengusap kepala istrinya. "Ya mas," jawab Zia yang mencoba untuk duduk. "Mas gendong saja sayang." Sebastian tidak tega melihat istrinya yang tampak begitu lemah. Pada akhirnya pria bertubuh tinggi itu menggendong tubuh istrinya ke kamar mandi. "Mas jangan gini, malu sama Zahira." Zia menyembunyikan wajah cantik didada bidang suaminya. "Santai aja mereka juga biasa kok kayak gitu." Sebastian tidak menghiraukan colotehan istrinya. Dia terus saja menggendong Zia dan membawanya ke kamar mandi. "Mas keluar dulu." Zia mengusir Sebastian.Sebas mengulum senyumnya sambil memegang Zia. Apa istrinya itu lupa bahwa setiap malam ia akan melihat semuanya hingga ke lubang terkecil sekalipun. "Sayang, tidak usah malu dengan mas. Kamu
"Hira akan menjadi kakak, kakak yang manis." Lagi-lagi Zahira melihatkan deretan giginya yang putih dan bersih. "Zahira, kamu tidak bercanda?" Sebastian memandang Zahira dengan jantung berdebar kencang."Tidak, sekali lagi Hira ucapin selamat. Untuk selanjutnya, Paman bisa membawa Bibi periksa ke dokter spesialis kandungan."Sebastian memandang istrinya dengan wajah tersenyum namun mata berkaca-kaca. "Sayang apa kamu dengar tadi apa yang dikatakan Zahira?"Zia tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Apa beneran Zia a hamil mas?""Hasil alat tes kehamilan ini 99% akurat Bibi. Namun kita nggak juga sih berani mengatakan 99% jadi kita bisa mengatakannya 95% akurat jadi kemungkinan hasil ini salah sulit." Zahira menjawab dengan yakin."Jadi Bibi hamil?" Zia memandang Zahira dengan mata berkaca-kaca. Kabar ini sungguh membuat ia bahagia. Sebastian tidak menuntut untuk memiliki anak dalam waktu cepat. Namun pria itu selalu mengatakan tentang anak. Tampak jelas bahwa Sebastian merinduka
"Apa kita langsung pulang ke mansion tuan Arion?" "Iya," jawab pria tampan 32 tahun itu, singkat. Beberapa minggu ini, dia sangat sibuk mengurus proyek mega triliun di kantor dan membutuhkan waktu untuk beristirahat. Dia bahkan sampai meminta asistennya untuk menggantikan rapat hari ini.Tak lama setelahnya, sang sopir pun segera mengemudikan mobil mewah keluaran Amerika milik Arion. Pria itu sedikit memandang ke belakang dari kaca spion yang tepat di atas kepalanya.Meskipun tampak tenang. Namun, jantungnya berdegup dengan cepat dengan rencana yang akan dieksekusi hari ini.Namun selama 6 bulan menjadi sopir pribadi seorang Arion Jackson, utungnya pria itu sudah sangat hafal seperti apa kebiasaan sang bos. Jadi, dia tidak banyak bertanya dan fokus dengan kemudinya.Di sisi lain, Arion mengambil botol air mineral yang terletak di dashboard penyimpanan minuman. Dibukanya botol minuman itu dan kemudian meminum air hingga lebih dari setengah bagian. Lidahnya seperti sedang mengec
"Tolong saya," rintih seorang pria berlumur darah, sambil memegang kaki Zahira.Bugh!Gadis itu jelas terkejut dan menjerit. Terlebih dia tidak bisa melihat wajah pria yang saat ini sudah mencium lantai. "Anda siapa?" tanya Zahira yang sudah tidak dijawab pria tersebut."Mengapa orang ini bisa masuk ke dalam rumahku, padahal aku hanya keluar sebentar saja." Zahira masih memegang kantong plastik yang berisi kopi dan cemilan, yang baru saja di belinya di warung dekat rumah. Dalam posisi seperti ini, ia tidak bisa melihat wajah dari pria tersebut.Zahira baru menyadari keteledorannya yang lupa mengunci pintu. Jika wanita lain melihat hal mengerikan seperti ini, sudah pasti akan ketakutan setengah mati. Namun tidak dengan Zahira, gadis cantik itu bahkan terlihat santai dalam menghadapi kasus yang begitu sangat menakutkan seperti saat ini. Saat akan masuk ke rumahnya, ia sempat melihat beberapa orang laki-laki bertubuh tinggi dan besar. Para lelaki itu, lalu lalang di depannya. Meskipun
Berulang kali Zahirah menolak panggilan telepon, hingga benda persegi panjang nan pipih itu berhenti berdering. Dengan cepat Zahira menonaktifkan ponsel yang terkena darah tersebut. Belum hilang rasa terkejut dengan nada dering, kini ia dikejutkan dengan tangan pria yang memegang pergelangan tangannya. "Siapa kamu? Ini dimana?" tanya pria itu seraya memegang luka di perutnya. Matanya terbuka lebar dan melihat ke langit-langit plafon gypsum berwarna putih tersebut."Saya yang harusnya bertanya. Bukannya kamu yang tiba-tiba berada di rumah saya." Zahira memandang pria itu dengan mengerutkan keningnya. Jika laki-laki itu berniat jahat maka Zahira akan lari. Sedang pria yang bernama Arion itu tidak akan bisa mengejarnya. Karena si lelaki tidak memakai sehelai benangpun."Auw." Rasa sakit di bagian luka saat di gerakkan, membuat pria berwajah tampan itu sedikit meringis. "Jangan bergerak, luka anda cukup parah." Zahira menahan tubuh si lelaki."Tidak. Aku harus pergi sekarang, masih ba
Wajah Zahira sontak memerah menahan rasa marah dan malu. Tidak diduganya bahwa ternyata si lelaki yang baru saja diselamatkannya ini tidak punya rasa malu! Dalam kondisi sekarat saja, dia masih bisa menggodanya.Dan .... sesuatu di antara selangkangan pria itu saja bahkan masih bisa berdiri dengan sempurna! "Dasar mesum, dalam kondisi sekarat seperti ini bisa-bisanya pisang tandukmu berdiri." Zahira mengambil selimut dan melilitkan di tubuh Arion tanpa melihat area pribadi pria itu.Di sisi lain, Arion tersenyum saat melihat wajah polos Zahira yang memerah seperti kepiting rebus."Aduh tolong pelan sedikit, Kamu menekan lukaku." Pria itu pura-pura meringis.Namun, Zahira hanya diam tanpa menghiraukan pria tersebut. Arion tersenyum tipis ketika Zahira melilitkan tubuhnya dengan selimut."Ina, bantu aku berjalan?" Wajah Arion tampak menahan sakit ketika mencoba untuk berjalan. Meskipun kesal Zahira tetap membantu pria bertubuh tinggi itu berjalan. Dengan sengaja Arion memanfaatkan