"Oke, hati-hati di jalan." Paula sangat mencemaskan Darwin. Orang itu sampai berani mengincar Rhea. Bukankah berarti Darwin juga berada dalam bahaya?"Tenang saja, aku baik-baik saja. Keluarga Fonda nggak akan berani macam-macam padaku," balas Darwin."Kenapa kamu selalu tahu apa yang kupikirkan?" goda Paula yang masih merasa cemas pada Darwin."Karena kita sehati?" Terdengar tawa rendah Darwin dari ujung telepon."Coba tebak, apa yang sedang kupikirkan sekarang," tantang Paula.Darwin berpikir sejenak, lalu menyahut, "Kamu akan mengirim pesan kepada Wilson, menyuruhnya memaksaku makan?""Hm, sepertinya kamu makin seperti sua ...." Paula sontak menutup mulutnya karena ucapannya ini tidak seharusnya dilontarkan."Maksudmu? Kamu mau bilang apa?" goda Darwin.Paula mendengus dan menyahut, "Kamu seperti kutu rambut. Makanya, kamu tahu semua isi otakku!""Tuan Putri, saatnya makan!" Tiba-tiba, Harry merangkul Tristan sambil melambaikan tangan kepada Paula.Paula pun mengiakan. "Oke, sebenta
Sheila kurang memahami maksud ucapan Darwin. Apa mungkin pria ini tahu dirinya bukan Cindy? Bagaimana mungkin? Mereka baru bertemu hari ini."Aku ...." Ketika Sheila hendak berbicara, pelayan tua bernama Wati tiba-tiba menarik lengannya dan berkata, "Eh, Nona, Nyonya mencarimu dari tadi. Cepat temui Nyonya.""Nenek Wati, aku lagi bicara dengan Pak Darwin," sahut Sheila sambil mengempaskan tangan Wati. Tiba-tiba, Wati mendapati lengannya tidak bisa bergerak."Nenek Wati, ada apa? Tekanan darahmu naik?" Ketika mendapati Darwin mengamatinya dengan waspada, Sheila tanpa sadar merasa panik. Dia mungkin memperlihatkan keanehan sehingga buru-buru ingin menutupinya."Nggak kok," bantah Wati. Dia memang punya darah tinggi. Namun, kenapa tekanan darahnya tiba-tiba naik? Padahal, dia tidak emosi."Kakimu gimana? Kalau tangan yang ini?" Sheila menyentuh titik akupunktur Wati dengan cepat. Ini membuat setengah badan Wati sontak tidak bisa bergerak."Sepertinya nggak bisa ...." Wati melirik Sheila d
"Tenang saja. Asalkan kamu nggak berniat jahat, nggak bakal ada yang menyalahkanmu," sindir Michelle.Tebersit kesedihan pada sorot mata Alvin. Saat berikutnya, dia membentak, "Memangnya aku sejahat itu di matamu?""Memangnya aku salah?" Michelle mengerlingkan matanya dengan kesal. Alvin tega mencampakkan putri sendiri. Pria seperti Alvin jelas-jelas tidak berakhlak."Entah kesalahan apa yang telah kulakukan sampai kamu begitu membenciku!" Napas Alvin sontak memburu saking murkanya.Sheila segera maju untuk menepuk punggung Alvin. Dia membujuk, "Ayah, jangan marah. Ibu cuma nggak ingin berpisah dari Nenek Wati. Dia nggak bermaksud untuk melawanmu."Michelle tersenyum sinis dalam hati. Pintar sekali Sheila memprovokasi Alvin. Sesuai dugaan, Alvin yang bodoh menunjuk Michelle sambil menghardik dengan kecewa, "Apa posisiku begitu nggak penting di hatimu?""Orang Keluarga Fonda memang selalu bertindak semena-mena," ejek Michelle. Melihat ini, Sheila yang panik pun sibuk membujuk kedua bela
Meskipun berkata demikian, sebenarnya yang dipikirkan Darwin adalah Paula. Jika Paula adalah putri Keluarga Fonda, Paula pasti akan kembali setelah semua masalah ini berakhir. Jika keluarganya hancur, bukankah Paula akan sedih? Bagaimanapun, Paula sangat ingin bertemu keluarganya."Kalau kamu bisa ...." Terry menatap teman lamanya yang sudah beruban itu dengan ragu-ragu. Dia merasa kurang yakin.Darwin mengangguk dan menatap Keluarga Fonda yang masih sibuk berdebat. Jonas mengentakkan tongkatnya sambil memekik, "Kalau kalian memang nggak cocok, bercerai saja! Aku sudah lelah melihat kalian terus bertengkar!"Darwin mengangkat alis dan bertatapan dengan Terry. Terry tampak menghela napas dengan berat. Sepertinya, Jonas sudah memutuskan untuk mengusir Michelle dan anak-anaknya.Begitu mendengarnya, Alvin pun tampak panik. Dia tanpa sadar melirik Michelle dan mendapati wanita itu jauh lebih panik darinya. Seketika, Alvin merasa getir."Ayo, bicara! Bukannya kalian bertengkar hebat tadi? M
Sayangnya, hasil kali ini sangat mengecewakan. Alvin tidak terlihat ingin mengalah sedikit pun. Dia bahkan menyingkirkan tangan Michelle saat berkata, "Pria sejati nggak menjilat ludah sendiri.""Oke. Siapa takut? Kamu kira aku ingin terus melihat wajahmu?" Michelle berbalik dengan kesal, lalu menatap Alif dan lainnya."Kami akan bercerai. Kalian mau ikut siapa?" tanya Michelle. Ketiga bersaudara itu kebingungan dan termangu. Mereka sudah dewasa. Memangnya masih harus menentukan hal seperti ini?"Cepat jawab! Kalian mau ikut siapa?" desak Michelle. Dia tidak tenang jika ketiga anaknya ini tinggal di rumah Keluarga Fonda. Dia ingin membawa mereka pergi. Meskipun tidak bisa memberi mereka kehidupan yang sangat mewah, setidaknya keselamatan mereka terjamin."Ibu, aku ikut kamu." Alif menjadi orang pertama yang menjawab. Dia merasa kondisi mental ibunya kurang baik sehingga harus ditemani. Jika tidak, takutnya Michelle bertindak gegabah.Usai berbicara, Alif memberi isyarat mata kepada ked
Alif mengira orang tua mereka bisa mengatasi masalah ini dengan baik, tetapi ternyata tidak. Dia merasa masalah hari ini berkaitan dengan perusahaan, tetapi tidak tahu apa penyebab spesifiknya.Tok, tok, tok. Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Koa membuka pintu, lalu tertegun mendapati Darwin berdiri di depan sana. Dia bertanya, "Kak Darwin, ada urusan apa?"Darwin melangkah masuk dan menutup pintu. Dia mengamati ketiga bersaudara itu dan bertanya, "Apa kalian tahu Keluarga Fonda sedang berada dalam krisis?"Ketiganya sama-sama menggeleng. Darwin meneruskan, "Ada yang berniat merebut aset keluarga kalian, tapi nggak ada seorang pun yang bisa menanganinya. Kakek kalian mengusir kalian juga demi kebaikan kalian."Ketiga bersaudara itu pun terkejut mendengarnya. Alif menatap Darwin dengan ekspresi tegang dan tidak percaya saat bertanya, "Apa masalahnya separah itu?""Kakek kalian ingin melindungi kalian, makanya nggak memberi tahu kalian apa pun. Tapi, dia sudah lupa akan satu hal.
"Siapa wanita itu? Kenapa mirip dengan Sheila?" tanya Alif yang mengabaikan perkataan Darwin.Darwin hanya memasang ekspresi masam tanpa menanggapi. Ketika melihat ekspresi ketiga bersaudara itu, dia tahu bahwa mereka belum menyadari keseriusan masalah ini.Lebih tepatnya, mereka sudah terbiasa hidup santai karena selalu ada yang membantu mereka mengatasi masalah.Koa tak kuasa bergidik saat melihat tatapan tajam Darwin. Dia tanpa sadar bersembunyi di belakang Ian.Sementara itu, Ian juga bergegas menghindar saat melihat tatapan Darwin. Jantungnya berdetak kencang. Perasaan ini seperti dimarahi oleh guru saat masih kecil.Pada akhirnya, Darwin menatap Alif. Ekspresi Alif berangsur menjadi serius. Pada akhirnya, Alif menunduk dengan malu. Untungnya, masih ada yang berguna dari ketiga bersaudara ini. Jika tidak, Darwin akan kesulitan untuk mengajari mereka."Kalau kalian merasa wajah seorang wanita lebih penting dari kelangsungan Keluarga Fonda, anggap saja aku nggak mengatakan apa pun t
Namun, Paula tidak tahu tentang semua ini.Begitu telepon tersambung, hati Darwin menjadi makin tegang setiap kali nada dering terdengar. Akhirnya ketika suara Paula terdengar di ujung telepon, dia merasa lega."Halo." Paula hanya mengatakan satu kata, tanpa menunjukkan emosi apa pun. Namun, Darwin bisa merasakan jarak di antara mereka."Barusan, kenapa kamu meneleponku?" tanya Darwin.Pria itu tidak khawatir tentang keamanan Paula karena telah mengutus cukup banyak orang untuk melindungi Paula dan Rhea. Saat ini, setiap gerakan Paula sepenuhnya diketahui oleh Darwin."Tadi ponsel Rhea kehabisan baterai, jadi dia meminjam ponselku untuk meneleponmu," jawab Paula dengan tenang.Meskipun telepon itu dilakukan oleh Rhea, yang muncul di layar ponsel Darwin adalah namanya. Hanya saja, Rhea memberi tahu bahwa Darwin langsung mematikan telepon setelah dering kedua.Sebenarnya bagus juga teleponnya tidak diangkat. Kalau tidak, apabila Darwin yang sembrono itu mengatakan sesuatu yang tidak seha