"Wilda, atas dasar apa kamu mengajukan syarat kepadaku?" ejek Sheila sambil menatap Wilda dengan tatapan menghina. Menurutnya, wanita murahan seperti Wilda bukan tandingannya. Berani sekali Wilda meminta rumah semahal itu darinya!Wilda mendengus dan menyahut, "Kamu ingin menikah dengan Darwin, 'kan? Kalau dia tahu kamu yang menaruh obat di minuman Rhea, apa dia bisa menerimamu? Darwin nggak sebodoh anggota Keluarga Fonda. Dia tahu tipu muslihat yang kamu mainkan.""Ya sudah kalau kamu nggak mau. Lagian, aku sudah terbiasa difitnah olehmu. Bukan masalah besar kok." Sebelum Sheila merespons, Wilda berbalik dan hendak pergi.Sheila memicingkan matanya mengamati Wilda. Dia tidak mengerti mengapa Wilda tiba-tiba menjadi begitu percaya diri. Demi hasil yang lebih baik, dia terpaksa mengiakan. "Oke, aku setuju."Wilda seketika menyunggingkan bibirnya. Kemudian, dia mendapat informasi kontak orang yang menaruh obat dari Sheila. Kali ini, dia harus meninggalkan kesan baik kepada Nicho."Kamu t
"Tentu saja, kamu dan Sheila adik kami. Hanya saja, Sheila pasti sangat menderita di luar selama ini. Makanya, fokus kami semua tertuju padanya," jelas Koa.Wilda hanya bisa menggigit bibirnya. Dia tahu orang-orang hanya akan membencinya jika dirinya berbicara buruk tentang Sheila. Kalaupun dia memberi tahu mereka bahwa Sheila hanya berpura-pura sakit, tidak mungkin ada yang percaya untuk sekarang.Jadi, Wilda memilih untuk memperlihatkan sisi lemahnya. Dia berkata, "Kak, maaf. Aku juga sudah salah. Aku terus membuat kalian marah.""Nggak apa-apa, aku nggak marah kok." Koa membelai kepala Wilda. Ketika mendengar suara pintu terbuka dari lantai atas, dia langsung kabur dan menyuruh Wilda tidak membocorkan pertemuan mereka.Wilda mendongak dan bertatapan dengan Sheila. Kemudian, dia menyunggingkan senyuman penuh provokasi dan pergi ke ruang kerja untuk mencari Darwin.Di balik partisi, seorang pelayan berusia 60-an tahun berdiri di samping Michelle dan bertanya dengan lirih, "Nyonya, oba
Setelah pelayan tua itu pergi, seorang pemuda menghampiri. Michelle membawanya masuk ke ruang kerjanya."Nyonya, obat di ibu kota sudah diganti. Ini obatnya," lapor pengawal itu sambil menyerahkan sebungkus kecil bubuk putih.Michelle melirik sekilas bungkusan itu. Untungnya, setelah menemukan Sheila bukan putrinya, dia langsung mengutus orang untuk memantau 24 jam. Jika tidak, mungkin Paula sudah celaka."Wajahmu kenapa?" tanya Michelle sambil mengernyit. Pengawal yang dibinanya tidak seharusnya selemah ini.Pengawal itu menunduk dan menyahut, "Kami bertemu bawahan Tuan Darwin. Mereka mencoba menyelidiki identitas kami, jadi terjadi perkelahian."Michelle tersenyum puas. Calon menantu yang dipilihnya memang hebat. Dia bertanya, "Apa kalian meninggalkan jejak?""Nggak. Bawahan Tuan Darwin nggak mungkin tahu identitas kami. Tapi, mereka bisa tahu tentang Nona Sheila atau nggak, itu tergantung kemampuan Tuan Darwin," sahut pengawal itu sambil melirik Michelle sekilas.Ekspresi Michelle m
Pengawal melirik Michelle dengan waspada, tetapi tidak mengatakan apa pun lagi. Menurut penyelidikannya, Darwin telah menyiapkan 1 triliun untuk proyek ini.Jadi, Paula dan lainnya tidak mungkin kekurangan uang. Darwin mungkin khawatir Paula terkejut mendengar nominal itu sehingga Paula belum tahu apa pun untuk sekarang.Pengawal itu tidak mungkin melarang Michelle. Dia hanya berharap Paula bisa bersikap baik kepada Michelle setelah pulang nanti.Setelah pengawal pergi, Michelle berbaring di sofa sambil mengenang setiap senyuman Paula yang terlihat di video. Dia berharap putrinya bisa bahagia setiap hari.Di sisi lain, Paula sedang asyik membahas karakter pada proyek baru dengan Tristan. Dia mendapati mereka sangat kompak."Tuan Putri, ponselmu terus berdering sejak tadi. Kamu nggak mau menjawabnya?" Harry tidak bisa bergabung dalam pembicaraan ini. Namun, dia memberi peringatan saat melihat ponsel Paula terus berdering.Paula sedang asyik berbicara. Dia melambaikan tangannya dan menya
"Oke, hati-hati di jalan." Paula sangat mencemaskan Darwin. Orang itu sampai berani mengincar Rhea. Bukankah berarti Darwin juga berada dalam bahaya?"Tenang saja, aku baik-baik saja. Keluarga Fonda nggak akan berani macam-macam padaku," balas Darwin."Kenapa kamu selalu tahu apa yang kupikirkan?" goda Paula yang masih merasa cemas pada Darwin."Karena kita sehati?" Terdengar tawa rendah Darwin dari ujung telepon."Coba tebak, apa yang sedang kupikirkan sekarang," tantang Paula.Darwin berpikir sejenak, lalu menyahut, "Kamu akan mengirim pesan kepada Wilson, menyuruhnya memaksaku makan?""Hm, sepertinya kamu makin seperti sua ...." Paula sontak menutup mulutnya karena ucapannya ini tidak seharusnya dilontarkan."Maksudmu? Kamu mau bilang apa?" goda Darwin.Paula mendengus dan menyahut, "Kamu seperti kutu rambut. Makanya, kamu tahu semua isi otakku!""Tuan Putri, saatnya makan!" Tiba-tiba, Harry merangkul Tristan sambil melambaikan tangan kepada Paula.Paula pun mengiakan. "Oke, sebenta
Sheila kurang memahami maksud ucapan Darwin. Apa mungkin pria ini tahu dirinya bukan Cindy? Bagaimana mungkin? Mereka baru bertemu hari ini."Aku ...." Ketika Sheila hendak berbicara, pelayan tua bernama Wati tiba-tiba menarik lengannya dan berkata, "Eh, Nona, Nyonya mencarimu dari tadi. Cepat temui Nyonya.""Nenek Wati, aku lagi bicara dengan Pak Darwin," sahut Sheila sambil mengempaskan tangan Wati. Tiba-tiba, Wati mendapati lengannya tidak bisa bergerak."Nenek Wati, ada apa? Tekanan darahmu naik?" Ketika mendapati Darwin mengamatinya dengan waspada, Sheila tanpa sadar merasa panik. Dia mungkin memperlihatkan keanehan sehingga buru-buru ingin menutupinya."Nggak kok," bantah Wati. Dia memang punya darah tinggi. Namun, kenapa tekanan darahnya tiba-tiba naik? Padahal, dia tidak emosi."Kakimu gimana? Kalau tangan yang ini?" Sheila menyentuh titik akupunktur Wati dengan cepat. Ini membuat setengah badan Wati sontak tidak bisa bergerak."Sepertinya nggak bisa ...." Wati melirik Sheila d
"Tenang saja. Asalkan kamu nggak berniat jahat, nggak bakal ada yang menyalahkanmu," sindir Michelle.Tebersit kesedihan pada sorot mata Alvin. Saat berikutnya, dia membentak, "Memangnya aku sejahat itu di matamu?""Memangnya aku salah?" Michelle mengerlingkan matanya dengan kesal. Alvin tega mencampakkan putri sendiri. Pria seperti Alvin jelas-jelas tidak berakhlak."Entah kesalahan apa yang telah kulakukan sampai kamu begitu membenciku!" Napas Alvin sontak memburu saking murkanya.Sheila segera maju untuk menepuk punggung Alvin. Dia membujuk, "Ayah, jangan marah. Ibu cuma nggak ingin berpisah dari Nenek Wati. Dia nggak bermaksud untuk melawanmu."Michelle tersenyum sinis dalam hati. Pintar sekali Sheila memprovokasi Alvin. Sesuai dugaan, Alvin yang bodoh menunjuk Michelle sambil menghardik dengan kecewa, "Apa posisiku begitu nggak penting di hatimu?""Orang Keluarga Fonda memang selalu bertindak semena-mena," ejek Michelle. Melihat ini, Sheila yang panik pun sibuk membujuk kedua bela
Meskipun berkata demikian, sebenarnya yang dipikirkan Darwin adalah Paula. Jika Paula adalah putri Keluarga Fonda, Paula pasti akan kembali setelah semua masalah ini berakhir. Jika keluarganya hancur, bukankah Paula akan sedih? Bagaimanapun, Paula sangat ingin bertemu keluarganya."Kalau kamu bisa ...." Terry menatap teman lamanya yang sudah beruban itu dengan ragu-ragu. Dia merasa kurang yakin.Darwin mengangguk dan menatap Keluarga Fonda yang masih sibuk berdebat. Jonas mengentakkan tongkatnya sambil memekik, "Kalau kalian memang nggak cocok, bercerai saja! Aku sudah lelah melihat kalian terus bertengkar!"Darwin mengangkat alis dan bertatapan dengan Terry. Terry tampak menghela napas dengan berat. Sepertinya, Jonas sudah memutuskan untuk mengusir Michelle dan anak-anaknya.Begitu mendengarnya, Alvin pun tampak panik. Dia tanpa sadar melirik Michelle dan mendapati wanita itu jauh lebih panik darinya. Seketika, Alvin merasa getir."Ayo, bicara! Bukannya kalian bertengkar hebat tadi? M