"Paula, kutemani kamu belanja sekarang." Rhea tiba-tiba teringat bahwa semalam dia dan Charlie telah bersusah payah untuk membuat Martin mabuk dan mengorek informasi darinya. Sekarang, Rhea sudah tidak sabar ingin membagikan informasi ini kepada Paula.Selain itu, dia bisa menggunakan kesempatan ini untuk menghindari berduaan dengan Charlie."Nggak usah, aku sudah terima baju yang kamu kirimkan semalam. Aku cuma mau kamu hubungi perusahaan keamanan." Paula mengetahui bahwa Darwin membuka sebuah perusahaan keamanan demi melindungi Paula. Rhea bisa menggunakan pengawal dari perusahaan itu kapan saja.Lantaran takut pengawal yang dicarinya sendiri tidak dapat diandalkan atau mungkin sudah disogok oleh Richie, Paula meminta bantuan pada Rhea."Untuk apa kamu butuh pengawal? Ada yang menindasmu? Si Richie berengsek itu ya?""Bukan, aku sedang ada masalah. Nanti kuceritakan padamu. Kamu suruh pengawalnya datang saja dulu," balas Paula. Dia melihat sekilas waktu saat ini, lalu berencana untuk
"Kenapa masih diam saja? Cepat siapkan datanya," ujar Wilson mengingatkan rekannya. Semua orang langsung menunduk untuk bekerja keras. Namun, ada juga rekan yang tidak kuasa mengirimkan pesan di grup pada Wilson untuk bertanya.[ Kenapa Pak Darwin tiba-tiba kesal? ]Wilson membalas.[ Nggak usah cari tahu yang nggak seharusnya kamu ketahui. ]Pegawai lainnya saling membalas.[ Katanya lagi pacaran. ][ Dulu aku nggak percaya, sekarang aku nggak meragukannya lagi. ][ Pak Wilson, kalau Pak Darwin mengamuk nanti, ingat suruh calon Nyonya untuk bela kita. Mungkin cuma dia yang sanggup meredakan emosi Pak Darwin. ]Wilson membalas.[ Oke. ]Karyawan lainnya terkesiap sejenak. Mereka hanya sekadar bercanda, tapi ternyata Wilson menganggapnya serius? Akan tetapi, saat ini mereka tidak punya banyak waktu untuk bergosip. Tangan Darwin yang mengetik laptop terlihat seolah-olah akan terbakar saking kencangnya.Paula sama sekali tidak tahu Darwin sedang berusaha menyelesaikan pekerjaannya dalam w
"Jangan ribut lagi! Dia sudah datang!" Richie melirik ke bawah. Matanya sontak berbinar-binar melihat Paula.Sejak berpisah dengannya, Richie merasa Paula menjadi sangat berbeda. Paula bukan lagi wanita penakut seperti dulu dan memiliki pesona yang khas.Aurel tersenyum dingin melihat perubahan ekspresi Richie. Akal sehat membuatnya menahan diri untuk tidak mengatakan apa pun. Meskipun demikian, hatinya dipenuhi kebencian dan keirihatian."Kalian cepat pergi. Sinyalnya adalah gelas pecah. Ingat?" instruksi Richie kepada Kamil dan Avan. Sebelum mereka keluar, Richie berpesan lagi, "Kalian cukup menggugurkan kandungannya. Jangan melukainya, terutama wajahnya.""Oke, tenang saja," sahut Avan sambil terkekeh-kekeh.Setelah pergi, ekspresi keduanya menjadi sangat suram. Avan bertanya, "Ayah, menurutmu Richie bakal membunuh kita untuk melenyapkan bukti nggak?"Membunuh anak pewaris Keluarga Sasongko, ini adalah dosa besar. Belum tentu mereka bisa bersembunyi di luar negeri setelah melakukann
Dengan ekspresi dingin, Winelli menekan bel. Yang membuka pintu adalah Kamil. Paula tidak terkejut. Sejak awal, dia sudah menduga Aurel akan bermain tipu muslihat."Masuklah," ujar Kamil sambil menggosokkan tangannya. Dia terlihat seperti seorang ayah yang tampak gelisah.Paula mengangkat alisnya dan membawa Winelli masuk. Setelah mengamati sekeliling, Paula tidak melihat barang keperluan sehari-hari di tempat ini. Kemungkinan besar, tempat ini baru disewa. Winelli juga menyadarinya sehingga bertatapan dengan Paula dan berdiri di sampingnya."Duduklah," ujar Kamil dengan rendah hati.Paula bergeming. Dia bertanya dengan dingin, "Jadi, kamu yang menghubungiku atas nama Aurel?"Kamil meliriknya dengan perasaan bersalah, lalu mengangguk dan menyahut, "Aku nggak punya cara lain lagi. Ibumu meninggalkan sesuatu untukmu sebelum pergi. Kami nggak bisa menghubungimu, makanya mencuri ponsel Aurel untuk mengirimmu pesan.""Dia terus memanggil namamu dan mengatakan merasa bersalah padamu ...," uj
Begitu mendengarnya, Paula tersadar dari lamunannya. Dia tidak mencoba merebut celemek bayi itu lagi, melainkan berbalik dan pergi."Kak, kamu mau ke mana?" tanya Avan sambil mengejar. Dia memecahkan gelas di meja, lalu hendak menyerang Paula dengan pecahan gelas itu.Paula terkesiap hingga sekujur tubuhnya bercucuran keringat dingin. Namun, tangan dan kakinya malah tidak bisa bergerak, seolah-olah menolak menuruti perintahnya.Jika terjatuh, perut Paula pasti akan terbentur. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada anaknya. Akhirnya, Paula mencubit kakinya sekuat tenaga supaya indranya kembali.Kemudian, Paula bergeser sedikit ke samping untuk menghindar. Sementara itu, Winelli menendang Avan dan memeluk Paula. Keduanya sama-sama menjatuhkan diri ke sofa.Adapun Avan, dia kehilangan keseimbangan sehingga kepalanya membentur sudut meja dan bercucuran darah. Avan berteriak dengan panik, "Ayah, aku ... aku sudah mau mati ya ...."Kamil tidak langsung memedulikan Avan. Paula mengalihkan panda
"Aku sendiri nggak tahu." Avan mengambil semua perhiasan itu, lalu tersenyum jahat pada Paula. Paula tentu gusar melihatnya, tetapi dia tidak bisa apa-apa.Sementara itu, Winelli memanfaatkan kesempatan ini dengan menjulurkan kakinya dan membuat Kamil tersandung. Melihat ini, Richie langsung memukul wajah Kamil hingga babak belur."Beraninya kamu memukul ayahku!" Avan sontak mengangkat kursi dan menghantamkannya ke punggung Richie.Richie yang kesakitan pun melepaskan Kamil, lalu bangkit dan menghajar Avan. Karena Kamil berada di dekatnya, Paula segera menghampiri dan bertanya sambil menangis, "Tolong beri tahu aku siapa orang tuaku. Biarkan aku mati dengan tenang.""Asalkan kamu memberitahuku semuanya, aku bisa memberimu vila luar negeri yang dihadiahkan Rhea kepadaku."Seolah-olah takut Kamil tidak percaya, Paula segera mengeluarkan akta rumah dari tasnya. Sesudah itu, dia meraih tangan Kamil dan memohon sambil terbatuk, "Lihat, vila ini sangat indah. Kalau kamu memberitahuku kebenar
"Ayah!" Ketika melihat Kamil ditendang, Avan langsung mengambil pisau buah dari samping dan hendak menyerang Paula. Dia berteriak, "Aku akan membunuhmu!"Kamil memberi tahu Avan bahwa tidak ada yang boleh selamat hari ini. Semua ini salah si penjual setanggi yang menipu uang mereka. Jika setanggi itu berguna, mana mungkin hasilnya akan sekacau ini?Sebelum Winelli sempat memberi Avan pelajaran, pintu sontak didobrak dari luar. Dua puluh orang pengawal menyerbu masuk dan mengawal Paula keluar.Sebelum pergi, Paula mengambil celemek bayi bordir itu. Setelah keluar, dia bisa mendengar makian Avan dan suara Richie yang sibuk menjelaskan.Paula berkata dengan senang, "Lihat, semua baik-baik saja, 'kan? Aku sudah merencanakan semua."Ekspresi Winelli tampak gugup. Paula tidak peduli. Dia meneruskan, "Cukup kita berdua yang tahu. Jangan sampai Darwin tahu soal ini. Oke?""Kamu menyusun semuanya dengan begitu sempurna. Masa aku nggak boleh tahu?" Tiba-tiba, terdengar suara familier dari belaka
Ketika perjalanan kemari, suasana benar-benar menegangkan karena wajah Darwin yang begitu suram. Wilson saja tidak berhasil mencairkan suasana. Bisa dilihat, betapa pentingnya Paula di hati Darwin."Bu, kamu bisa geser sedikit nggak?" tanya seorang pengawal yang ingin menangis karena Paula berjalan di sampingnya hanya untuk menjaga jarak dengan Darwin. Mereka baru bertemu, kenapa wanita ini ingin mencelakainya?Di bawah tatapan para pengawal itu, Paula terpaksa berjalan di samping Darwin. Dia hanya merasa malu, jadi ingin menjaga jarak dengan Darwin. Alhasil, wajah Darwin malah menjadi makin suram.Paula pun memarahi diri sendiri dalam hati, 'Kamu cuma mencium Darwin kok, ngapain malu begitu! Lihat, Darwin lagi-lagi marah, 'kan?'Darwin pasti makin susah dibujuk sekarang. Paula diam-diam melirik ekspresi Darwin. Pria itu hanya memandang ke depan dengan ekspresi dingin. Jadi, Paula menyenggol lengan Darwin dan mencoba mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Darwin.Darwin s