"Benar katamu. Anak-anak memang nggak punya aura seperti pacarmu ini. Mirip CEO muda di novel-novel," balas gadis itu. Bukannya kesal dengan ucapan Paula, dia justru mengangguk setuju dan melirik Darwin beberapa kali.Ting! Pintu lift akhirnya terbuka.Gadis itu berjalan sambil melompat kecil ke hadapan Darwin untuk mengajaknya mengobrol. Namun, Darwin hanya mengabaikannya dan berjalan ke depan pintu rumah Paula. Dengan sorot mata yang tidak sabaran, dia menyuruh Paula untuk segera membuka pintu."Pulanglah, sudah nggak apa-apa sekarang." Paula berpamitan dengan gadis itu sambil tetap tersenyum.Gadis itu mengangguk dengan senang hati. Sebelum masuk rumahnya, gadis itu melompat kecil dan berbisik di telinga Paula, "Kak, aku ngerti kok. Mahasiswa muda pasti lebih menggiurkan daripada pria tua. Kalau butuh sesuatu, langsung hubungi aku ya. Akan kuantarkan langsung ke depan pintu."Paula melihat gadis itu masuk ke rumahnya dengan keheranan.Darwin menyentil dahi Paula, lalu berkata sambil
"Aku bukan orang yang nggak berguna sama sekali, mana mungkin bisa dilukai orang sembarangan?" Paula tidak suka terus-menerus dilindungi oleh orang lain. Dulu oleh Rhea, sekarang oleh Darwin, seolah-olah dia memang orang yang tidak berguna."Mana mungkin kamu nggak berguna? Kalau bukan karena kamu, aku sudah lama mundur dari Grup Sasongko karena serangan netizen." Darwin menatap Paula dengan sangat serius. Paula merasa Darwin hanya sedang menghiburnya.Darwin memegang wajah Paula dan menatapnya, "Paula, kamu orang yang hebat. Pengkhianatan dari Keluarga Ignasius nggak bisa mengalahkanmu, kamu adalah gadis terkuat. Anak kita aman dalam kandunganmu karena kamu melindunginya. Kamu adalah ibu yang luar biasa. Karya komikmu sangat populer di internet, kamu adalah pelukis kartun terbaik. Kamu seperti permata yang berkilauan."Paula merasa agak tersipu dipuji Darwin, "Nggak sehebat yang kamu bilang kok.""Pesona unik seseorang nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi Paula, kamu harus per
Menghadapi undangan tulus dari Paula, Darwin tentu tidak mungkin menolak. Kejadian gadis yang meminta tolong pada mereka tadi hanya sebuah kebetulan. Namun, telepon dari Wilson ini memang diatur oleh Darwin di waktu yang tepat dan sengaja diperdengarkan pada Paula."Baik," jawab Darwin. Dia mengangguk sambil menatap Paula dengan penuh kasih sayang dan semangat.Paula sibuk membereskan barang-barang yang dikirimkan oleh Rhea. Namun karena pikirannya terlalu fokus pada Darwin, Paula jadi tidak bisa membereskan apa pun pada akhirnya. Melihatnya yang kewalahan, Darwin menahan tangan Paula sambil tertawa, "Kamu mandi dulu saja, ya?"Paula hanya berkata, "Aku cuma mau ambil selimut dan sprei, yang lainnya bisa aku urus besok." Setelah itu, dia buru-buru masuk ke kamar mandi.Setelah selesai mandi, Paula keluar dan melihat bahwa Darwin sudah merapikan tempat tidur. Bukan hanya tempat tidur Paula yang sudah dipersiapkan, tetapi juga kasur untuk dirinya sendiri di lantai. Tempat tinggal Paula a
Jika orang biasa yang berada di posisi seperti itu, mungkin mereka akan menghibur gadis itu dan bahkan menyalahkan Darwin karena bersikap kasar pada wanita. Namun bagi Paula yang sudah terbiasa melihat kemunafikan Aurel selama ini, trik seperti ini tidak akan berguna di hadapannya.Dengan wajah dingin, dia berkata, "Aku sudah lapor polisi."Paula akhirnya mengerti tujuan gadis ini. Ternyata dia sedang mengincar Darwin. Dia sebelumnya mengira gadis itu hanya sekedar pelacur profesional.Gadis itu meringkuk sembari memeluk bahunya dan sengaja memperlihatkan belahan dadanya. "Kak, aku boleh duduk di rumahmu sebentar? Tadi aku terlalu buru-buru keluar ....""Nggak boleh, istriku sedang hamil dan butuh istirahat. Tolong jangan ganggu lagi," kata Darwin tanpa belas kasihan sambil menutup pintu.Paula menghela napas pelan, "Nggak usah pedulikan dia lagi?""Aku sudah panggil satpam untuk mengurusnya," jawab Darwin. Kemudian, dia membawa Paula kembali ke kamar. Setelah mematikan lampu kecil di
Bibi itu menghela napas dan mengangguk, menunjukkan bahwa dia mengerti. Ini pertama kalinya dia melihat Darwin begitu peduli pada seorang gadis. Sebelumnya, orang tua dan kakek Darwin selalu mengkhawatirkan cucunya kurang berperasaan. Sekarang mereka akhirnya bisa merasa lega.Ketika Paula bangun lagi, waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi. Dia bangkit dari tempat tidur. Begitu mencium aroma yang menggugah selera, perutnya terasa keroncongan."Sudah bangun? Cepat cuci muka dan makan," pesan bibi itu kepada Paula.Paula mengangguk, "Terima kasih banyak."Melihat ada banyak barang baru yang bertambah di rumahnya dan barang-barang yang belum dibereskannya semalam juga sudah rapi, Paula mengetahui bahwa bibi itu pasti datang pagi-pagi sekali. Bibi itu bekerja dengan tanpa bersuara sama sekali, ini benar-benar menakjubkan."Memang tugasku," kata bibi itu dengan ceria sambil melambaikan tangannya."Namaku Paula. Bagaimana aku harus memanggil Bibi?" tanya Paula."Panggil saja ak
Oleh karena itu, Paula tidak menggubris pesan dari Aurel. Namun, Aurel sangat gigih. Dia terus-menerus mengirimkan pesan untuk meminta maaf.[ Aurel, aku nggak akan percaya padamu. ]Paula berencana untuk menghapus semua pesannya setelah membalas pesan ini. Namun sebelum dia sempat membalas, Aurel kembali mengirimkan pesan lainnya.[ Kalau begitu, kamu percaya orang tua kandungmu nggak? ]Paula mengernyit. Dia merasa mereka sepertinya mengetahui bahwa orang tua kandung Paula adalah kelemahannya, sehingga mereka selalu suka menggunakan hal ini untuk mengancamnya.[ Kalau yang kamu maksud itu keluarga Yuni, aku nggak percaya. ][ Yuni sudah meninggal. ]Aurel membalas dengan cepat, seolah-olah takut Paula akan memblokirnya. Beberapa saat kemudian, Paula menerima foto dari altar pemakaman Yuni. Di dalam foto, Kamil dan Avan terlihat menangis histeris, tetapi mata mereka sama sekali tidak terlihat basah.Mengingat mereka sebelumnya menggunakan kematian Yuni untuk menipunya, Paula masih mer
Setelah mempertimbangkan dengan matang, Paula akhirnya memutuskan untuk menemui Aurel dan keluarga Kamil. Pertama, dia harus memastikan apakah yang dikatakan Aurel itu benar, termasuk kematian Yuni. Kedua, dia ingin memaksa Kamil mengungkapkan asal-usulnya.Paula mengganti pakaian santai, lalu memasukkan semprotan lada dan tongkat listrik ke dalam tasnya. Kemudian, dia menelepon Rhea. Rhea terdengar seperti baru saja bangun. Suaranya masih agak serak. "Halo Paula sayang, sebentar lagi aku datang untuk temani kamu belanja, ya.""Kamu masih tidur? Tadi malam kamu main semalaman ya?" tanya Paula seraya mengerutkan kening. Sebelum tidur semalam, Paula mengirimkan sebuah pesan pada Rhea. Setelah mendapat balasan pesan suara dari Rhea yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja, Paula baru bisa merasa tenang.Selain itu, Paula samar-samar mendengar suara Charlie di belakang pesan suara yang dikirimkan Rhea. Dinilai dari sifat Charlie, mana mungkin dia akan membiarkan Rhea bermain sepanjang mala
Charlie yang sudah sampai di depan pintu, tiba-tiba berbalik dengan marah dan menekan Rhea ke tempat tidur. Tanpa memedulikan perlawanan Rhea, Charlie menahan kedua tangan Rhea di atas kepala dan mencengkeram dagunya dengan keras, lalu menciumnya dengan penuh amarah.Semakin lama, ciuman itu semakin ganas hingga hampir melukai bibir Rhea."Apakah itu pertama kali bagiku atau nggak, memangnya kamu nggak tahu? Bukannya kamu sudah ingat semuanya?" Charlie memandang Rhea dengan penuh amarah, bagaikan seekor binatang buas yang siap menerkamnya.Dalam benak Rhea muncul beberapa gambaran, lalu dia berkata dengan buru-buru, "Maksudmu, karena kamu cuma bertahan satu menit? Gimana aku bisa tahu itu karena kamu baru pertama kali atau karena ...."Rhea menghentikan ucapannya saat melihat tatapan Charlie yang marah."Baiklah, aku nggak seharusnya bersikap lunak padamu." Charlie melepaskan tali jubahnya, kemudian menunduk ke tubuh Rhea.Sejam kemudian, Rhea terkulai lemas di tempat tidur. Dia menamp