Lusi tengah bermanja ria bersama suaminya di dalam kamar. Mereka berdua baru saja melewati adegan ranjang yang begitu panas nan menggairahkan. Lusi sengaja tidak mengajak Mark membersihkan diri, mungkin dia ingin melakukannya lagi. Biasanya seperti itu. “Tuan Mark sekarang badannya makin bagus,” puji Lusi. Mark memfokuskan diri kepada sang istri. “Kamu ‘kan tahu kalau aku suka berolahraga. Setiap hari kamu juga nemenin aku pergi gym. Sudah pasti badanku seperti ini, hm... Sayangku,” jelasnya tersenyum lembut. “Aku jadi minder,” ungkap Lusi membenamkan wajahnya pada dada bidang Mark. “Kenapa harus minder? Sayangku.”“Iya! Tuan Mark ganteng, tinggi, terus perutnya kotak-kotak. Kulit kamu juga putih seperti susu. Pastilah aku minder. Aku ‘kan tidak secantik itu,” rengek Lusi mencubit kecil perut Mark. “Kata siapa kamu tidak secantik itu? Bagiku, kamu sungguh cantik, melebihi seribu bidadari.” Pujian Mark sukses membuat wajah Lusi memanas. Kedua pipinya telah merah padam akibat terl
Pertama kali bertemu dan berbincang beberapa menit. Adelia sudah berani mengajak Mark makan siang bersama. Masalahnya, wanita itu mengajaknya secara personal. Mark tidak suka hal seperti itu. Hidupnya sangat teratur dan berstruktur. “Kenapa diam saja?” tanya Adelia. Mark sangat heran dengan tingkah tidak tahu diri Adelia. Pasti Adelia bisa seberani ini karena ada Nyonya Maria di belakang wanita itu, begitulah pikir Mark. “Kamu mau makan siang bersama? Ayo,” ajak Mark meladeni Adelia. “Beneran mau? Aku tidak tahu restoran mana yang bagus. Aku ikut kamu saja,” jawab Adelia. Mark terkekeh mendengar jawaban Adelia. Mark melepas jasnya lalu mengambil kunci mobil. “Sekarang?” tanya Adelia bingung. “Ya." Keduanya keluar dari dalam ruangan. Mark memberi tahu Mina jika dirinya akan pergi untuk makan siang bersama Adelia. Mina sempat merespons dengan keterkejutan, seolah tidak memperbolehkan Mark pergi bersama Adelia. Akan tetapi, Mark tidak terlalu menggubris tanda dari Mina. Sampai a
Tubuh mereka seketika menegang saat melihat kehadiran Mark. Tanpa basa-basi Mark menawari mereka untuk hengkang dari perusahaan. “Coba kalian pikir dengan otak jernih. Sebuah apel memiliki bagian yang membusuk, apakah kalian akan tetap membiarkan bagian yang membusuk itu? Atau kalian buang untuk mencegah pembusukan di bagian apel yang lain?” Semua orang di dalam ruang kerja itu hanya diam menundukkan kepala. Mereka takut salah bicara, dan mengakibatkan mereka dipecat. Mark menghembuskan napas kecil melihat para CEO tak berkutik. Bahkan Mina yang dari tadi ngomel sambil berteriak kencang, kini hanya diam seribu bahasa. “Baiklah, berhubung ini pertama kalinya kalian membuat kesalahan selama aku memimpin. Aku memberi kalian keringanan dengan memaafkan kesalahan kalian. Tapi, di lain kesempatan, jangan harap belas kasih dariku. Aku tidak akan membuang energiku untuk menegur kalian. Kalian bisa bertanya kepadaku jika ada sesuatu yang membuat kalian kesulitan. Pasti, aku akan dengan sena
Menurut hasil pemeriksaan, Lusi mengalami keguguran. Kondisi kandungan Lusi terlalu lemah, sehingga tak mampu untuk bertahan. Ditambah tidak ada yang mengetahui kehamilan Lusi. Termasuk Lusi sendiri. Kejadian tersebut sempat membuat Mark down dan menyalahkan dirinya sendiri. Untungnya Lusi sudah menerima dengan iklas. Bahkan Lusi lah yang terus menyemangati Mark. Alex tak luput dari rasa bersalah. Pasalnya, dia lah orang yang mengawasi Lusi selama Mark tidak berada di samping Lusi. Bisa-bisanya dirinya tak menyadari jika Lusi tengah hamil. “Mister Alex juga gak perlu minta maaf terus. Ini bukan salahmu, Mas. Semua ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Belum rezeki kami memiliki seorang anak,” tutur Lusi menenangkan Alex. Suaranya terdengar sangat lirih. *** Pasca keguguran, kondisi fisik Lusi menjadi sangat lemah. Untuk berjalan saja dia tidak mampu. Mark tak tinggal diam, dia berusaha melakukan yang terbaik agar Lusi bisa kembali sembuh. Mulai dari memulihkan kondisi fisik Lusi, hi
Begitu melihat keadaan Lusi, Pak Ustaz langsung tahu jika Lusi sedang terkena santet. Pak Ustaz menyarankan untuk melakukan ruqyah. Mark yang tidak mengerti maksud Pak Ustaz, hanya bisa mengikuti seperti air mengalir. Mark mengelus kening Lusi dengan sapuan lembut. Hati Mark sangat sakit melihat Lusi tidak bisa melakukan apa pun. Hanya berbaring lemas di atas ranjang, seperti orang lumpuh. “Aku nyusahin kamu ‘kan? Maafkan aku,” kata Lusi bersuara serak. Mark menggelengkan kepala lalu menjawab, “Kata siapa kamu nyusahin aku? Aku sama sekali tidak keberatan dengan keadaanmu. Aku sangat mencintaimu.” Lusi merasa lega setelah mendengar penuturan Mark. Sebelah tangannya terulur untuk mengelus rahang tegas sang suami. Senyuman merekah dari wajah Lusi yang pucat pasi. “Lusi, kamu yang sabar. Kita akan melakukan ruqyah kepadamu. Kamu sedang dikerjai oleh orang jahat,” tutur Bu Ustaz mengelus perut Lusi yang membesar seperti orang hamil. Lusi mengangguk. “Aku merasa aneh. Hampir setiap s
“Aku tidak tahu kalau Lusi memiliki seorang bibi,” sahut Nyonya Maria menatap remeh Bu Ustaz.Bu Ustaz hanya tersenyum menanggapi sikap Nyonya Maria.Mark masih terbengong sembari terus menatap Adelia yang menurutnya sangat cantik malam ini. “Aduh, aku gak tahan berada di tempat ini terlalu lama. Nyonya Maria ayo kita pulang,” ajak Adelia.“Baiklah, aku juga tidak kuat menahan bau busuk yang keluar dari badan Lusi,” ledek Nyonya Maria menatap jijik ke arah Lusi. “Menantuku yang paling manis, aku pergi dlu ya. Lekas sembuh,” pamit Nyonya Maria enggan menyentuh Lusi.Lusi tak menghiraukan komentar buruk dari ibu metuanya. Yang dia ingat hanya perkataan baik Nyonya Maria. Lusi pun tersenyum lalu menjawab, “Terima kasih, Nyonya Maria sudah menjengukku.”“Dasar wanita gila,” batin Nyonya Maria berlalu keluar kamar bersama Adelia.Bu Ustaz segera mencegah Mark yang berjalan mengikuti Adelia. Bu Ustaz juga menari
Awalnya Pak Ustaz melarang Gus Nam yang akan mengirim balasan untuk Mbah Dukun. Akan tetapi, Gus Nam kekeh melakukannya, sehingga Pak Ustaz membiarkan. Sekarang, Pak Ustaz fokus kepada Lusi dan Mark yang masih pingsan. Gus Nam tengah melakukan ritual pengembalian santet kepada Mbah Dukun. Sekarang giliran Mbah Dukun yang harus membayar semua perbuatannya. Sebenarnya Gus Nam tidak perlu melakukan hal tersebut. Tetapi, dia sama sekali tidak menyukai pekerjaan dukun yang suka mengirim santet. Setelah berhasil mengirim balasan. Tubuh Gus Nam ambruk di rerumputan. Mulutnya mengeluarkan darah segar. Penjaga yang sedari tadi mengawasi Gus Nam, langsung membopong tubuh Gus Nam ke halaman belakang rumah. “Sangat keras kepala,” kata Pak Ustaz melihat kondisi Gus Nam. Tak lama kemudian Lusi terbangun dari pingsannya. Bu Ustaz segera memberi Lusi segelas air putih. Kondisi Lusi yang masih lemas itu tak mampu berkata-kata. Lusi merasa pusing mencium bau anyir dari sisa muntahan yang menodai m
“Aku akan menemuinya lalu mencekik lehernya,” tukas Lusi yakin. Alex sedikit tersentak mendengar pernyataan Lusi. Pasalnya, selama ini Lusi tidak pernah mengatakan hal sekejam itu. “Kamu bisa mencekik leher orang lain?” tanya Alex bermaksud bercanda. “Mungkin saja aku bisa melakukannya. Sekarang, aku sudah tidak takut pada apa pun. Aku akan menjadi wanita pintar dan kuat,” jawab Lusi. “Wow, aku tersentuh.” Lusi tertawa kecil. *** Mina tak pernah melunturkan senyuman manis di wajahnya. Sampai membuat Mark bergidik ngeri. Dia pikir Mina sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mark juga sempat menawarkan diri untuk mengantar Mina ke rumah sakit. “Aku lega bisa melihatmu lagi. Aku juga merasa sangat bersyukur mengetahui jika kondisi Lusi sudah membaik,” tutur Mina. “Jadi itu yang membuatmu tersenyum dari tadi?” tanya Mark. “Emangnya aku senyum?” balas Mina. “Oh ya! Kamu tidak ingin membalas perbuatan Adelia?” tanya Mina. “Tentu, aku akan membalas perbuatannya. Tapi, aku tidak