“Dengan kamu yang mengatakan terima kasih, apakah tugasku sudah selesai?” canda Miky.“Sayang sekali, tugasmu belum selesai. Aku masih membutuhkan bantuanmu,” jawab Mark.“Aku senang mendengarnya,” balas Miky.Mark tersenyum tipis kemudian melihat jam berwarna perak di tangan sebelah kanan. Rupanya jam telah menunjukkan pukul sebelas malam, sudah terlalu larut untuk Mark yang biasanya tidur di jam delapan atau sembilan malam.“Miky, pergilah tidur. Jangan terlalu sering bergadang. Sayangi juga tubuh mudamu, sebelum kamu menyesal sepertiku.” Mark memberi sedikit wejangan kepada Miky.“Apa yang kamu sesali di waktu muda? Boleh aku mengetahuinya?” Karena kalimat Mark, Miky jadi penasaran.“Aku menyesal karena terlalu sering bekerja, tanpa memedulikan kesehatanku. Sekarang aku sudah tua, jadi sedikit merasakan akibat dari kurangnya aku mengatur pola tidur,” jelas Mark menepuk pelan pundak Miky. “Aku pergi tidur dulu. Besok akan ada pertunjukkan yang menakjubkan. Memikirkannya saja, membuat
Nyonya Maria menjalani kehidupannya di dalam penjara dengan penuh kehampaan. Dia sangat sedih melihat tangannya tidak dihiasi perhiasan. Nyonya Maria juga mengeluh dengan kondisi kulitnya yang kusam, dan tidak bersih. Keadaan sel yang begitu jorok juga membuat Nyonya Maria sering mengalami demam. “Ada yang ingin bertemu denganmu, keluarlah,” pinta Petugas Polisi meminta Nyonya Maria keluar dari dalam sel. “Bertemu denganku? Siapa?” tanya Nyonya Maria heran. “Nanti kamu juga tahu.” Begitu sampai di ruang temu. Nyonya Maria ingin kembali ke dalam sel. Namun petugas polisi malah menyuruhnya untuk duduk di kursi. “Tatap aku, Madam,” kata Mark tidak senang melihat Nyonya Maria menundukkan wajah. “Kamu mau mengejekku? Aku gak ada waktu buat dengerin ocehanmu,” cetus Nyonya Maria memberanikan diri menatap mata tajam Mark. “Aku tidak suka mengejek orang yang tidak berdaya,” balas Mark menyeringai. “Aku hanya ingin menanyakan perihal keadaanmu saja. Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya
Mark tersenyum puas karena telah berhasil membalas perbuatan Nyonya Maria dan Aldo terhadapnya. Sebenarnya, hal seperti ini tidak disenangi oleh Mark. Apalagi sampai harus mengorbankan banyak waktu dan uang. Benar-benar bukan tipe Mark. “Kasihan Nyonya Maria dan Tuan Aldo, mereka harus tidur di penjara. Tetapi, aku gak menyangka, Nyonya Maria yang menghilangkan nyawa Ningsih. Mengapa harus begitu sih jadi orang?” Lusi menggelengkan kepala mengingat perbuatan Nyonya Maria. “Pada akhirnya, semua akan mendapatkan balasan, sesuai dengan yang mereka perbuat,” balas Alex. “Tumben, Mister Alex pintar?” kata Lusi polos. “Aku memang pintar, hanya berpura-pura bodoh saja,” sahut Alex tidak mau ambil pusing. “Sayangku, kamu sudah siap tinggal di Inggris?” tanya Mark menarik perhatian Lusi. “Kita bakal pergi ke Inggris?” Bukannya menjawab, Lusi malah balik bertanya. “Aku ‘kan lagi hamil, emangnya boleh naik pesawat?” tanya Lusi. Lusi menyentuh perutnya yang telah membuncit. Sudah sembilan b
Mark berjalan memasuki ruang keluarga. Dia membawa beberapa berkas di tangannya. Kedatangan Mark membuat Ibu Tutik dan Dini sedikit tegang. “Maaf menunggu,” ucap Mark duduk di sofa tunggal. “Aku tidak suka basa-basi, jadi langsung saja. Maksudku mengundang kalian berdua adalah, aku ingin memberi tahu kalian bahwa, semua aset tidak bergerak milik Lusi, telah berganti nama menjadi milik kalian berdua. Aku membaginya seadil mungkin.” “Maksudnya? Aset apa?” tanya Dini tidak mengerti. “Aku membeli banyak tanah, dan bangunan atas nama Lusi. Sekarang, seluruh tanah dan bangunan tersebut telah berganti nama menjadi milik kalian berdua,” jelas Mark. Dini dan Ibu Tutik sangat terkejut. Mereka berdua sampai tidak bisa berkata-kata lagi. “Kenapa? Itu ‘kan milik Lusi, Kenapa diberikan kepada kami?” tanya Ibu Tutik menundukkan kepala. “Anda berhak memilikinya, Ibu. Berkat kebaikan hati, Ibu yang mengizinkan Lusi ikut bersamaku di Inggris,” jawab Mark bersuara lembut. “Maksudku, kami tidak per
“Apakah kamu cantik?” tanya Mark meraba pelan pipi istrinya. “Aku cantik kok. Tapi, bukan wajah yang membuat wanita terlihat cantik. Melainkan hati dan perilakunya,” jawab Lusi, nama istri Mark.Mark tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya. Ini hari pertama bagi Lusi tinggal di rumah mewah setelah menikah dengan Mark. Pria tampan dan kaya raya. Akan tetapi Mark mengalami kebutaan dan kakinya lumpuh. Pada awalnya Lusi menolak keras ketika sang ayah memaksa dirinya untuk menikah dengan Mark. Namun, demi melunasi utang ayahnya, Lusi merelakan diri. Apa pun akan Lusi lakukan untuk kebahagiaan keluarganya, meski mereka tidak pernah memberi Lusi kasih sayang.“Biasanya setelah sarapan dan minum obat, Tuan ngapain?” tanya Lusi duduk di samping suaminya.“Aku hanya berdiam diri. Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh orang buta, dan lumpuh sepertiku? Jangan menanyakan pertanyaan konyol,” sungut Mark. “Kamu mau menikah denganku karena uang ‘kan? Jadi, tidak perlu sok baik, dan pura-pura p
Perlahan kedua kelopak mata Lusi terbuka, menampilkan manik indah di dalamnya. Gadis manis itu turun dari ranjang besar menuju ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Bangun pagi adalah kebiasaan Lusi sejak dini. Dia sudah terbiasa. Kegiatan awal yang Lusi lakukan setelah sholat subuh adalah menyapa kucing kesayangan suaminya. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui kucing tersebut tidak merespon sentuhannya sama sekali. Karena panik, Lusi buru-buru memanggil pelayan yang ditugaskan untuk merawat kucing kesayangan suaminya itu.Tak lama kemudian beberapa pelayan mengecek kondisi kucing. Mereka langsung takut ketika mengetahui jika kucing kesayangan Mark telah tewas. Yang mereka takutkan adalah kehilangan pekerjaan.“Geogi meninggal?” tanya Lusi memperjelas.Para pelayan mengangguk. “Aduh, gimana dong? Geogi ‘kan kucing kesayangan suamiku. Mana sekarang masih pagi lagi. Dibawa ke dokter dulu aja, kalau sudah diperiksa nanti aku baru lapor ke suamiku,” usul Lusi. Para pelay
Lusi sengaja menyimpan map tersebut di dalam lemari. Tentu saja sang suami tidak akan bisa menemukannya. Langkahnya beralih mendekat ke arah pria yang memakai mentutup mata berwarna hitam itu.“Tuan Mark, Geogi meninggal karena sudah tua. Bukan karena keteledoran pelayan yang merawatnya,” terang Lusi. Bibirnya bergetar karena berbohong.“Jadi itu alasannya? Baiklah, aku tidak akan memecat mereka,” tandas Mark.“Terima kasih ya, Tuan sudah mau berbesar hati. Jadi makin ganteng deh,” puji Lusi mengelus pipi tirus suaminya. Lusi menatap suasana di luar dari balik jendela. “Eh, ternyata sudah sore. Waktunya, Tuan Mark mandi! Ayo kita mandi,” ajak Lusi bersemangat.“Panggil dulu pelayan pria untuk mengangkat tubuhku ke dalam kamar mandi, hari ini aku ingin mandi cepat. Tidak usah berendam,” pinta Mark.Lusi mengangguk mengerti. Gadis manis itu memanggil pelayan pria untuk membantu memindahkan tubuh suaminya ke dalam kamar mandi. Setelah itu si pelayan berpamitan pergi. Sisanya biar Lusi ya
“Berani kamu membentakku! Jangan kira kamu bisa sesukamu karena menikah dengan orang kaya!” bentak Ibu Tutik mendorong kepala Lusi.Meski sudah terbiasa mendapat kekerasan dari sang ibu. Tetap saja hati Lusi merasa pedih. Air matanya pun meluncur begitu saja tanpa aba-aba.“Ibu jahat banget sama aku. Padahal aku menikah sama Tuan Mark karena kakak engga mau menikah dengan Tuan Mark.”“Tutup mulutmu! Jangan pernah menyinggung soal itu lagi!” pekik Ibu Tutik memukul pelan pundak Lusi. “Kalau kamu sudah tidak ada kepentingan lagi, cepat pergi dari sini!” usirnya mendorong punggung Lusi cukup keras.Merasa kehadirannya tidak diinginkan, Lusi pun berpamitan untuk pulang. Wajahnya mengeluarkan ekspresi sedih saat melihat makanan yang dia bawa telah dibuang oleh ibunya. Dengan menahan tangisannya, Lusi masuk ke dalam mobil. Tak lupa, dia juga membawa kucing kesayangannya ikut.***Sampainya di rumah, Lusi langsung memandikan kucingnya. Salah satu pelayan memberi Lusi sebuah obat untuk dioles