“Apakah kamu cantik?” tanya Mark meraba pelan pipi istrinya.
“Aku cantik kok. Tapi, bukan wajah yang membuat wanita terlihat cantik. Melainkan hati dan perilakunya,” jawab Lusi, nama istri Mark.Mark tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya.Ini hari pertama bagi Lusi tinggal di rumah mewah setelah menikah dengan Mark. Pria tampan dan kaya raya. Akan tetapi Mark mengalami kebutaan dan kakinya lumpuh.Pada awalnya Lusi menolak keras ketika sang ayah memaksa dirinya untuk menikah dengan Mark. Namun, demi melunasi utang ayahnya, Lusi merelakan diri. Apa pun akan Lusi lakukan untuk kebahagiaan keluarganya, meski mereka tidak pernah memberi Lusi kasih sayang.“Biasanya setelah sarapan dan minum obat, Tuan ngapain?” tanya Lusi duduk di samping suaminya.“Aku hanya berdiam diri. Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh orang buta, dan lumpuh sepertiku? Jangan menanyakan pertanyaan konyol,” sungut Mark. “Kamu mau menikah denganku karena uang ‘kan? Jadi, tidak perlu sok baik, dan pura-pura perhatian. Aku sama sekali tidak membutuhkanmu. Lebih baik kamu menikmati hidupmu saja,” tandasnya.Lusi sedikit terkejut mendengar nada ketus keluar dari bibir tipis sang suami.Sudut bibir Lusi naik, membentuk sebuah senyuman. Lusi berlutut di depan Mark, menggenggam jari besar milik sang suami.“Aku memang menikahimu karena uang, ayahku memiliki banyak utang, dan ibumu berjanji akan melunasi utang ayahku kalau aku mau menikah denganmu. Tetapi satu hal yang harus kamu ingat. Pernikahan kita itu sah secara agama dan negara. Bukan hanya sekedar formalitas. Apalagi untuk dipermainkan. Aku beneran gak mau mengingkari janji kita pada saat akad nikah. Aku bakal tetap melayanimu dan selalu berada di sisimu. Di waktu senang maupun susah.”“Begitukah? Baiklah, aku akan menunggu seberapa konsisten kamu dengan pemikiranmu itu,” cibir Mark.Lusi menghembuskan napas kasar. “Kamu tahu gak kalau aku masih berusia dua puluh satu tahun? Dan aku sudah berhenti kuliah. Mulai sekarang, akulah yang akan mengurusmu. Mulai dari memandikanmu, memberimu pakaian yang layak, dan memasak untukmu. Pokoknya aku bakal menemanimu dua puluh empat jam,” terang Lusi tersenyum senang membayangkan kegiatannya nanti.“Terserah apa katamu. Yang penting aku mau badanku selalu bersih," kata Mark cuek."Iya, aku bakal mandiin kamu kok, aku bisa mandiin kamu sendirian," sahut Lusi tanpa merasa jika pernyataannya aneh."Kamu pikir aku seperti bayi?" celetuk Mark. "Aku pria dewasa berusia empat puluh tahun. Kamu tidak bisa memandikanku sendirian."“Terus? Aku harus minta bantuan pelayanmu? Dan membiarkan mereka melihat tubuhmu? Tidak mau! Tidak boleh!” tegas Lusi.Tanpa disadari, Lusi telah menunjukkan sikap kekanakan. Mark bisa merasakannya. Lusi bertingkah seperti anak kecil yang baru saja memiliki kekasih. Melarang orang lain untuk menyentuh sesuatu yang telah menjadi miliknya.“Tidak bisa, kamu masih membutuhkan orang lain untuk mengangkat badanku. Biar kuperjelas, berat badanku delapan puluh lima kilogram, dan tinggiku seratus delapan puluh tujuh sentimeter. Kamu yakin bisa mengurusku sendirian? Setidaknya pakai otakmu terlebih dahulu sebelum berbicara,” tandas Mark. Nada bicaranya terdengar begitu ketus.“Gak mau! Kamu ‘kan suamiku! Aku bisa mengurusmu sendiri kok,” rengek Lusi menggoyang pundak suaminya. “Dulu waktu aku berusia empat belas tahun, aku pernah bekerja di panti jompo. Aku juga bisa memandikan serta mengurus para nenek di sana. Kamu jangan remehin aku dong,” tambahnya meyakinkan Mark.Mark hanya bisa menghela napas tanpa bisa menjawab perkataan istrinya. Menurutnya, Lusi adalah orang yang keras kepala. Baiklah, Mark akan berusaha menerima Lusi dan mengikuti kemauan gadis itu.“Tuan, aku masih perawan loh,” bisik Lusi tepat di telinga Mark. “Aku akan menjaganya dan memberikannya kepadamu. Tenang saja,” ucap Lusi menatap suaminya.Jemari lentik Lusi mengelus kepala suaminya. Membelai rambut panjang itu dengan lembut.“Tuan, rambutku juga panjang, berwarna cokelat gelap. Aku suka mengikat rambutku tinggi,” terang Lusi.“Untuk apa kamu memberitahuku? Kamu pikir aku peduli?” sahut Mark merasa jengah mendengar suara cempreng Lusi.“Meskipun kamu gak peduli, gak masalah kok. Aku ‘kan cuma cerita doang. Emangnya aku gak boleh cerita? Kalau gak boleh, aku tinggal nih,” canda Lusi. “Kok gak dicegah sih? Tuan nyebelin banget deh,” tambahnya kembali menghampiri Mark.“Kamu sedang mengolokku karena aku tidak bisa melihat?” sungut Mark sedikit geram.“Siapa juga yang mengolokmu. Aku hanya ingin mengajakmu bermain. Itu saja, kenapa menuduhku seperti itu? Aku ini istrimu, mana mungkin aku mengolok suamiku sendiri! Sudah ah, aku beneran ngambek!” kelakar Lusi duduk di atas sofa dengan wajah cemberut.Suasana kamar menjadi sunyi seketika. Mark sama sekali tak ingin menanggapi istrinya. Begitu pun dengan Lusi yang sesekali melirik ke arah Mark.Kesunyian tak bertahan lama saat seorang wanita masuk ke dalam kamar. Lusi langsung berdiri menyambut kedatangan ibu mertuanya. Wanita berusia enam puluh tahun itu masih tampak muda dengan dandanan layaknya sosialita pada umumnya, glamor dan penuh kemewahan.“Mark, aku ingin memberitahumu kabar sedih. Orang yang mendonorkan mata untukmu tiba-tiba membatalkan niatnya. Dia kabur entah ke mana,” ujar Nyonya Maria, nama ibu mertua Lusi.“Aku sudah memerintahkan banyak anak buah untuk mencarinya. Namun hasilnya nihil. Sekarang aku sedang kebingungan. Padahal oprasi mata akan segera dilakukan,” tambah Nyonya Maria mengeluarkan ekspresi sedih.“Cari pendonor lain, tambahkan nominal uang untuk ganti rugi. Aku harus segera mendapatkan mata,” tegas Mark menahan amarahnya.“Kamu tenang saja, aku akan segera mencarikan mata untukmu. Sekarang kamu harus sedikit bersabar.” Nyonya Maria mengelus jemari besar Mark.Wanita tua itu menoleh ke arah Lusi. “Apakah kamu sudah menjalankan tugasmu sebagai seorang istri dengan baik?” tanya Nyonya Maria tersenyum lembut menatap Lusi.“Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa membuat Tuan Mark bahagia. Aku juga sudah menyusun semua jadwal yang akan kukerjakan,” jawab Lusi antusias.“Syukurlah, aku merasa lega setelah mendengarnya. Semoga kamu betah ya tinggal di sini,” ucap Nyonya Maria.“Aku pasti betah kok, rumah ini besar dan indah. Aku ingin tinggal di sini selamanya,” tandas Lusi tertawa kecil.“Kalau begitu, jadilah istri yang baik. Jangan melawanku dan terus berbakti kepada suamimu,” ujar Nyonya Maria.“Pasti! Aku janji!” sahut Lusi bersemangat.Perhatian Nyonya Maria kembali tertuju kepada Mark, anak tirinya.“Mark, aku juga ingin memberitahumu soal pergantian Presdir di perusahaan Geo Grup Asia. Orang yang menggantikan posisimu adalah saudara tirimu. Ini bukan keputusanku, melainkan keputusan yang diambil oleh para pemegang saham.”Rahang Mark mengeras mendengar ucapan Nyonya Maria.“Kurang ajar! Beraninya mereka menghianatiku! Aku adalah pendiri sekaligus pemilik Geo Grup Asia! Kenapa mereka melangkahiku! Apakah mereka pikir aku tidak mampu mengurus perusahaan karena aku cacat! Sialan!” ujar Mark mengepalkan kedua tangannya.“Mark tenanglah, aku dan adik tirimu juga sudah menolak keputusan mereka. Tapi kami tidak berdaya. Mereka ingin seorang pemimpin yang bisa mengecek secara langsung keadaan perusahaan. Melihat kondisimu- aduh maafkan aku, aku tidak bisa mencegah mereka. Kamu tidak perlu khawatir, kamu masih menjadi pemilik Geo Grup Asia.”“Dasar sial!” geram Mark.Lusi merasa sedih melihat Mark marah. Dia tidak mengerti tentang apa yang dibicarakan oleh ibu mertuanya. Yang dia tahu hanyalah jabatan Mark yang diambil orang lain.***Sepertinya Mark salah telah meremehkan kekuatan Lusi. Nyatanya gadis itu mampu merawatnya dengan baik. Meskipun masih membutuhkan satu pelayan laki-laki untuk membantu mengangkat tubuh besar Mark. Selebihnya Lusi sendiri yang menangani.“Waktunya minum obat, Tuan.” Lusi menyiapkan semua obat yang akan dikonsumsi oleh suaminya.“Oh ya, Tuan tadi masakanku enak gak? Enak dong pasti. Buktinya, Tuan sampai nambah,” lanjutnya.Mark tersenyum tipis. “Kamu masak makanan favoritku. Aku sudah lama tidak memakannya, jadi nambah. Bukan berarti masakanmu enak,” sangkal Mark.Awalnya Lusi sedih mendengarnya tetapi dia buru-buru menghilangkan perasaannya itu. Senyuman kembali terpantri di wajah manisnya.“Yaudah besok aku pasti bisa masak makanan yang jauh lebih enak dari hari ini,” ujar Lusi optimis.“Ayo minum obat! Ups, ini obat terakhir ya? Besok harus minta ke Nyonya Maria nih,” tutur Lusi menyadari jika obat Mark sudah habis.Setelah mencampurkan semua obat di satu gelas kecil. Lusi berjalan mendekati suaminya. Namun karena kurang berhati-hati, kaki Lusi terselip boneka mainannya yang berserakan di atas karpet. Alhasil gelas digenggamannya jatuh dan menumpahkan isinya.“Ada apa?” tanya Mark terkejut mendengar suara tubuh Lusi yang menghantam sofa.“Aduh... Sakit banget!” keluh Lusi menyentuh dagunya. “Astaga! Aku terjatuh gara-gara boneka katakku, dasar boneka nakal!” tuduhnya memukuli bonekanya.“Kamu terjatuh karena ulahmu sendiri.” Mark terkekeh kecil membayangkan posisi Lusi ketika terjatuh.“Bukan salahku! Tapi salah boneka katak! Aku benci boneka katak! Aku gak mau tidur bersama boneka katak lagi!” pekik Lusi membuang boneka itu.Lusi panik begitu menyadari jika gelas obat malah dijilati oleh kucing kesayangan suaminya.“Geogi nakal! Ini obatnya suamiku loh! Bukan makananmu!” pekik Lusi mendorong pelan kepala kucing itu.“Tuan, Geogi menjilati obat yang tersisa di dalam gelas. Bagaimana ini? Itu adalah obat terakhir,” lapor Lusi menyalahkan kucing milik suaminya.“Tidak masalah, obat itu hanya vitamin. Tidak meminumnya sekali, tidak akan membuatku mati,” tandas Mark.“Tuan Mark berhati malaikat.” Lusi berlari dan langsung memeluk erat suaminya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Mark mencoba mendorong pinggang Lusi.“Kok masih tanya. Aku ‘kan lagi meluk suamiku,” jawab Lusi senang.“Aku mengantuk,” sahut Mark malas.“Okay! Ayo kita tidur.” Lusi melepas pelukannya.Setelah merapikan ranjang dan membaringkan tubuh Mark. Lusi langsung tidur di samping suaminya. Tidak lupa memeluk erat boneka katak yang telah dia pungut kembali. Keduanya pun terlelap.Berbeda dengan Geogi, kucing yang tadi menjilati sisa obat milik Mark. Kucing tersebut tak mampu untuk berdiri. Suara kucing itu juga tercekat, tidak mampu mengeong, seperti ada sesuatu yang mencekiknya. Perlahan, mata kucing itu tetutup dan tubuhnya sudah tidak bergerak.BERSAMBUNGPerlahan kedua kelopak mata Lusi terbuka, menampilkan manik indah di dalamnya. Gadis manis itu turun dari ranjang besar menuju ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Bangun pagi adalah kebiasaan Lusi sejak dini. Dia sudah terbiasa. Kegiatan awal yang Lusi lakukan setelah sholat subuh adalah menyapa kucing kesayangan suaminya. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui kucing tersebut tidak merespon sentuhannya sama sekali. Karena panik, Lusi buru-buru memanggil pelayan yang ditugaskan untuk merawat kucing kesayangan suaminya itu.Tak lama kemudian beberapa pelayan mengecek kondisi kucing. Mereka langsung takut ketika mengetahui jika kucing kesayangan Mark telah tewas. Yang mereka takutkan adalah kehilangan pekerjaan.“Geogi meninggal?” tanya Lusi memperjelas.Para pelayan mengangguk. “Aduh, gimana dong? Geogi ‘kan kucing kesayangan suamiku. Mana sekarang masih pagi lagi. Dibawa ke dokter dulu aja, kalau sudah diperiksa nanti aku baru lapor ke suamiku,” usul Lusi. Para pelay
Lusi sengaja menyimpan map tersebut di dalam lemari. Tentu saja sang suami tidak akan bisa menemukannya. Langkahnya beralih mendekat ke arah pria yang memakai mentutup mata berwarna hitam itu.“Tuan Mark, Geogi meninggal karena sudah tua. Bukan karena keteledoran pelayan yang merawatnya,” terang Lusi. Bibirnya bergetar karena berbohong.“Jadi itu alasannya? Baiklah, aku tidak akan memecat mereka,” tandas Mark.“Terima kasih ya, Tuan sudah mau berbesar hati. Jadi makin ganteng deh,” puji Lusi mengelus pipi tirus suaminya. Lusi menatap suasana di luar dari balik jendela. “Eh, ternyata sudah sore. Waktunya, Tuan Mark mandi! Ayo kita mandi,” ajak Lusi bersemangat.“Panggil dulu pelayan pria untuk mengangkat tubuhku ke dalam kamar mandi, hari ini aku ingin mandi cepat. Tidak usah berendam,” pinta Mark.Lusi mengangguk mengerti. Gadis manis itu memanggil pelayan pria untuk membantu memindahkan tubuh suaminya ke dalam kamar mandi. Setelah itu si pelayan berpamitan pergi. Sisanya biar Lusi ya
“Berani kamu membentakku! Jangan kira kamu bisa sesukamu karena menikah dengan orang kaya!” bentak Ibu Tutik mendorong kepala Lusi.Meski sudah terbiasa mendapat kekerasan dari sang ibu. Tetap saja hati Lusi merasa pedih. Air matanya pun meluncur begitu saja tanpa aba-aba.“Ibu jahat banget sama aku. Padahal aku menikah sama Tuan Mark karena kakak engga mau menikah dengan Tuan Mark.”“Tutup mulutmu! Jangan pernah menyinggung soal itu lagi!” pekik Ibu Tutik memukul pelan pundak Lusi. “Kalau kamu sudah tidak ada kepentingan lagi, cepat pergi dari sini!” usirnya mendorong punggung Lusi cukup keras.Merasa kehadirannya tidak diinginkan, Lusi pun berpamitan untuk pulang. Wajahnya mengeluarkan ekspresi sedih saat melihat makanan yang dia bawa telah dibuang oleh ibunya. Dengan menahan tangisannya, Lusi masuk ke dalam mobil. Tak lupa, dia juga membawa kucing kesayangannya ikut.***Sampainya di rumah, Lusi langsung memandikan kucingnya. Salah satu pelayan memberi Lusi sebuah obat untuk dioles
Terdengar suara tembakan tak beraturan dari arah belakang. Sumber suara tembakan berasal dari Pria tampan yang tengah asyik menghabisi semua orang yang berada di dalam ruangan.Lelaki itu telah mengacaukan pertemuan penting yang dilakukan oleh para petinggi di negaranya. Setelah puas melakukannya, pria rupawan yang diketahui bernama Felix itu membuang senjatanya begitu saja, lalu pergi meninggalkan TKP.Suara tawanya menggema di dalam mobil saat menyadari jika dirinya dikejar oleh beberapa mobil polisi di belakang. “Sial! Ini benaran menyenangkan,” ujar Felix makin tertawa keras.Mobilnya melesak melewati sunyinya malam. Mobil lain telah menunggunya di ujung gang. Dengan keberaniannya, Felix meloncat dari mobilnya lalu masuk ke dalam mobil anak buahnya. Bodohnya para polisi tak menyadarinya, dan lebih memilih mengejar mobil kosong.“Semua polisi di negara ini sangat konyol, sama seperti Presiden mereka.” Felix mengejek habis-habisan sistem pemerintahan di negaranya. “Antar aku pul
Makin dilihat makin menarik. Begitulah kesan yang dirasakan oleh Felix saat dirinya memperhatikan Lusi secara terus-menerus. Ada perasaan sedikit iri tak kala menyaksikan Lusi memperlakukan Mark dengan begitu baik.Felix meraih pergelangan tangan Lusi, menggeret wanita manis itu ke salah satu ruangan yang ada di dalam mansion.“Ada apa?” tanya Lusi bingung.Kelopak mata Lusi berkedip cepat saat Felix mengukung tubuhnya. Jantungnya juga sempat berdebar saat hidungnya mencium parfum maskulin yang dikenakan oleh Felix.“Apaan sih! Lepasin aku! Aku gak suka kayak begini,” kata Lusi berusaha mendorong dada bidang Felix agar menjauhinya.Bukannya melepaskan Lusi, Felix justru menggenggam erat kedua pergelangan tangan Lusi. Hal itu sukses membuat Lusi panik. Ditambah Felix yang mencondongkan kepalanya ke bawah untuk melihat wajah lesu Lusi.“Gimana kalau kamu tinggalin suamimu dan menjadi milikku?” goda Felix tersenyum tipis.Lusi yang awalnya tidak berani menatap Felix, kini menatap pria tam
Aldo sangat terkejut mendengar pernyataan ibundanya. Rupanya ibunya lah yang membuat Mark tetap dalam kondisi lumpuh. Selama ini Aldo mengira jika kelumpuhan yang dialami oleh kakak tirinya murni akibat kecelakaan enam bulan lalu. "Kenapa, Ibu melakukan itu?” tanya Aldo mengerutkan dahinya. “Kamu tanya kenapa? Kamu gak lihat sekarang kamu menjadi Presdir berkat siapa? Kamu pikir, Mark akan memberimu posisi bagus di perusahaan setelah kamu keluar dari penjara karena kasus pelecehan anak di bawah umur?” cerca Nyonya Maria menegaskan.“Jangan disinggung lagi, kasus itu sudah lama ditutup,” tutur Aldo memanyunkan bibirnya.Nyonya Maria tersenyum lembut menatap anaknya. “Maka dari itu, Anakku tercinta. Kamu harus menuruti semua perkataanku. Supaya hidupmu baik-baik saja. Dan semoga kita bisa mengambil seluruh aset yang dimiliki oleh keluarga George yang sekarang berada di tangan Mark,” jelas Nyonya Maria mengelus rambut anaknya lembut.“Malam ini, Ibu bakal ngasih aku cewek buat nemenin a
“Siapa juga yang lagi bercanda? Aku serius. Lawong aku pernah meminumnya. Dan coba tebak apa yang terjadi kepadaku?” goda Lusi seolah mempermainkan mental Felix. “Apa yang terjadi kepadamu?” tantang Felix menundukkan kepalanya agar bisa menangkap ekspresi Lusi dengan jelas. “Kakiku keram, seluruh tubuhku sakit dan lemas. Obat ini adalah obat yang diberikan oleh Nyonya Maria. Awalnya aku tidak ingin berburuk sangka karena itu dilarang di agamaku. Tetapi, kucing kesayangan Tuan Mark meninggal setelah tak sengaja mencicipi obat ini,” terang Lusi. Kini, mata Lusi sudah mulai berkaca-kaca. “Aku tahu kalau kamu sangat menyayangi Tuan Mark. Maka dari itu, Tuan Felix mau ‘kan menguji obat ini di laboratorium? Aku gak punya akses. Aku juga gak punya kekuatan kalau ketahuan sama Nyonya Maria. Jadi aku meminta bantuanmu, aku juga punya hasil autopsi kucing kesayangan Tuan Mark. Tolong aku, Tuan Felix,” Melihat Lusi menangis memohon pertolongannya. Tanpa ragu Felix meraih kotak obat tersebut.
“Beruntungnya kamu memiliki istri sepintar Lusi,” ucap Felix berjalan mendekati sahabatnya. “Berhentilah mengganggu Lusi,” sahut Mark menimpali kalimat Felix. Felix tertawa kecil. Menurutnya tingkah cemburu Mark sangatlah lucu. “Gak nyangka ya, ternyata selama ini yang kamu minum adalah racun,” tandas Felix. “Ibu Tirimu sungguh luar biasa. Dia berani membunuh dokter yang kupilih untuk meracik obatmu. Jadi, harus aku apakan dia? Boleh aku memenggal kepalanya? Mungkin meracuninya terdengar cukup bagus,” ungkap Felix. Bohong jika Mark tak terkejut. Rahangnya mengeras menandakan jika dirinya marah dengan kelakuan Nyonya Maria yang menurutnya sudah kelewat batas. “Aku jadi teringat dengan kecelakaanmu enam bulan lalu,” ujar Felix. “Asisten pribadimu adalah satu-satunya orang yang paling kamu percaya di sini. Sangat masuk akal jika Ibu Tirimu sengaja menyingkirkannya. Kecelakaan itu sangat janggal. Aku sudah mengatakannya berkali-kali tetapi, kamu memintaku untuk berhenti mengulik. Juju