“Aku tidak tahu kalau Lusi memiliki seorang bibi,” sahut Nyonya Maria menatap remeh Bu Ustaz.
Bu Ustaz hanya tersenyum menanggapi sikap Nyonya Maria.Mark masih terbengong sembari terus menatap Adelia yang menurutnya sangat cantik malam ini.“Aduh, aku gak tahan berada di tempat ini terlalu lama. Nyonya Maria ayo kita pulang,” ajak Adelia.“Baiklah, aku juga tidak kuat menahan bau busuk yang keluar dari badan Lusi,” ledek Nyonya Maria menatap jijik ke arah Lusi. “Menantuku yang paling manis, aku pergi dlu ya. Lekas sembuh,” pamit Nyonya Maria enggan menyentuh Lusi.Lusi tak menghiraukan komentar buruk dari ibu metuanya. Yang dia ingat hanya perkataan baik Nyonya Maria. Lusi pun tersenyum lalu menjawab, “Terima kasih, Nyonya Maria sudah menjengukku.”“Dasar wanita gila,” batin Nyonya Maria berlalu keluar kamar bersama Adelia.Bu Ustaz segera mencegah Mark yang berjalan mengikuti Adelia. Bu Ustaz juga menariAwalnya Pak Ustaz melarang Gus Nam yang akan mengirim balasan untuk Mbah Dukun. Akan tetapi, Gus Nam kekeh melakukannya, sehingga Pak Ustaz membiarkan. Sekarang, Pak Ustaz fokus kepada Lusi dan Mark yang masih pingsan. Gus Nam tengah melakukan ritual pengembalian santet kepada Mbah Dukun. Sekarang giliran Mbah Dukun yang harus membayar semua perbuatannya. Sebenarnya Gus Nam tidak perlu melakukan hal tersebut. Tetapi, dia sama sekali tidak menyukai pekerjaan dukun yang suka mengirim santet. Setelah berhasil mengirim balasan. Tubuh Gus Nam ambruk di rerumputan. Mulutnya mengeluarkan darah segar. Penjaga yang sedari tadi mengawasi Gus Nam, langsung membopong tubuh Gus Nam ke halaman belakang rumah. “Sangat keras kepala,” kata Pak Ustaz melihat kondisi Gus Nam. Tak lama kemudian Lusi terbangun dari pingsannya. Bu Ustaz segera memberi Lusi segelas air putih. Kondisi Lusi yang masih lemas itu tak mampu berkata-kata. Lusi merasa pusing mencium bau anyir dari sisa muntahan yang menodai m
“Aku akan menemuinya lalu mencekik lehernya,” tukas Lusi yakin. Alex sedikit tersentak mendengar pernyataan Lusi. Pasalnya, selama ini Lusi tidak pernah mengatakan hal sekejam itu. “Kamu bisa mencekik leher orang lain?” tanya Alex bermaksud bercanda. “Mungkin saja aku bisa melakukannya. Sekarang, aku sudah tidak takut pada apa pun. Aku akan menjadi wanita pintar dan kuat,” jawab Lusi. “Wow, aku tersentuh.” Lusi tertawa kecil. *** Mina tak pernah melunturkan senyuman manis di wajahnya. Sampai membuat Mark bergidik ngeri. Dia pikir Mina sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mark juga sempat menawarkan diri untuk mengantar Mina ke rumah sakit. “Aku lega bisa melihatmu lagi. Aku juga merasa sangat bersyukur mengetahui jika kondisi Lusi sudah membaik,” tutur Mina. “Jadi itu yang membuatmu tersenyum dari tadi?” tanya Mark. “Emangnya aku senyum?” balas Mina. “Oh ya! Kamu tidak ingin membalas perbuatan Adelia?” tanya Mina. “Tentu, aku akan membalas perbuatannya. Tapi, aku tidak
Sudah jam lima sore, Alex heran melihat Lusi yang masih asyik membaca buku. Biasanya jam segini Lusi akan disibukkan dengan kegiatan memasak untuk makan malam. “Gak masak makan malam?” tanya Alex. “Ada banyak pelayan di rumah ini. Tuan Mark juga punya koki. Kenapa aku harus mengotori tanganku? Lagi pula, Tuan Mark bakal makan malam di luar. Jadi, aku gak mau masak.” Jawaban Lusi di luar perkiraan Alex. Semenjak di ruqyah, sikap Lusi menjadi jauh lebih tegas. Bahkan Lusi sudah tidak pernah menangis karena melihat hal-hal kecil yang mengharukan. Berbeda sekali dengan Lusi dulu. “Tapi aku sudah kelaparan. Dan aku hanya ingin makan masakanmu,” rengek Alex bertingkah seperti anak kecil. “Gimana kalau kita pesan pizza! Aku pengin makan pizza!” cetus Lusi. Alex menghembuskan napas lalu menjawab, “Baiklah, aku akan memesan pizza.” Alex membuka ponselnya dan mulai memesan pizza kesukannya. Tak lupa, dia juga memesan pizza sesuai dengan yang diinginkan Lusi. Alex menatap Lusi yang meleta
Mark benar-benar menyuruh anak buah Alex untuk mengawasi Adelia dua puluh empat jam. Hal tersebut Mark lakukan bukan tanpa alasan. Dia ingin memastikan jika Adelia tidak menemui dukun lagi. Mark juga sengaja memperpadat jadwal syuting Adelia agar wanita yang doyan bersekutu dengan setan itu, tidak bisa melakukan kegiatan lain, selain pergi syuting film.Hari ini adalah hari terakhir Adelia menjalankan proses syuting. Itu artinya, sudah enam bula berlalu. Sebagai hadiah untuk Adelia, Mark mengirim tiket liburan kepada Adelia. Namun, karena Mark tidak ikut, Adelia tidak ingin pergi berlibur. Mark pun tidak bisa memaksa.“Satu minggu lagi Adelia akan melakukan promosi film,” tutur Mark menatap sang istri yang sedang memakai skincare di depan kaca rias.“Benaran? Wah, bisa gak? Aku bertemu sama Mbak Adelia? Dia pasti kaget banget waktu lihat aku,” pungkas Lusi tersenyum senang.Lusi berdiri dari tempat duduknya lalu duduk di pangkuan sang suami. Mark sangat menyukai tingkah Lusi yang beran
Film The Blue menjadi film terlaris dengan satu juta penonton di hari pertama liris di seluruh bioskop Indonesia. Kesuksesan film The Blue menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Mereka menyoroti siapa saja pihak yang terlibat dalam pembuatan film. Mulai dari para pemain, hingga perusahaan yang berada dibalik layar. Nama Adelia menjadi makin melejit berkat perannya di film The blue. Para penggemar pun menjuluki Adelia sebagai aktris paling sadis dalam sekali comeback. Setelah nonton bersama di dalam bioskop. Para pemain inti film The Blue menghadiri even promosi sekaligus jumpa fans di Mall yang telah ditetapkan. Semua penonton menyambut dengan riang gembira mereka yang naik di atas panggung. Adelia adalah orang pertama yang menyapa penggemar, diikuti pemain lainnya. Mereka diminta untuk duduk di kursi yang telah disiapkan. “Film The Blue adalah film fantasi terkeren yang pernah aku lihat. Aku merasa sangat puas setelah menonton. Sungguh epic. Grafik yang luar biasa indah.” MC
Mata Adelia bergetar melihat rumah Mbah Dukun telah binasa. Adelia berjalan sempoyongan menuju ke mobilnya. Sampainya di dalam mobil, Adelia berusaha mengatur napasnya yang sesak. “Siapa yang sudah berani membunuh Mbah Dukun!” ujar Adelia pelan. Kedua tangannya terkepal menahan amarah. “Lusi? Atau Mark? Aku tidak peduli! Akan kubunuh kalian semua!” pekiknya penuh kekesalan. “Ini mungkin teguran supaya kamu tidak lagi mendatangi seorang dukun. Kamu harus berhenti percaya dengan ilmu hitam. Dosanya sangat besar, kamu harus segera bertaubat.” Manajer tak pernah berhenti memberi nasihat kepada Adelia. Meskipun ucapannya tak didengar oleh Adelia. Yang penting sang manajer sudah memperingati. “Tutup mulutmu, tugasmu hanya mencari pekerjaan untukku dan menerima gaji dariku. Jangan membuatku ingin memecatmu,” ketus Adelia. Sang manajer itu pun terdiam sembari menghembuskan napas berat. Sebenarnya dia ingin sekali meninggalkan Adelia. Namun, mendiang ibu Adelia telah berpesan padanya agar
Sesuai dengan janji, Mark mengajak Lusi berjalan-jalan sembari menikmati wisata kuliner. Sayangnya mereka tidak bisa mencoba semua jenis makanan karena kebanyakan makanan yang tersedia non halal.“Aku suka sosisnya enak,” ujar Lusi mencicipi sosis.“Coba sini, bibir kamu belepotan,” kata Mark sembari mengusap bibir Lusi yang dihiasi oleh mayones. “Maaf, Sayang. Habisnya sosisnya besar. Jadi, susah makannya.” Lusi melanjutkan menggigit sosis tersebut.“Gak masalah, Sayangku. Aku suka melihatmu menikmati makananmu,” balas Mark mengelus lembut sudut bibir Lusi.“Habis ini pulang yuk! Perutku sudah penuh,” tutur Lusi. “Katanya besok mau pindahan ke rumah Tuan Felix?” tambahnya.Mark mengangguk. Kebetulan Felix masih berada di Cina untuk mengurus pekerjaan. Dan Felix meminta Mark dan Lusi untuk tinggal di Mansion miliknya. Daripada tidur di hotel. ***Felix menyambut kedatangan Mark dan Lusi dengan
Bagaikan tersambar petir. Tubuh Mark kaku setelah mendengar ucapan Lusi. “Sayangku? Apa maksudmu?” tanya Mark gugup. Lusi tersenyum tipis lalu berlari memeluk erat tubuh suaminya. “Barusan aku niruin dialog dari drama yang tadi kulihat,” jawab Lusi menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang suami. Lusi bisa mencium aroma parfum asing di tubuh Mark. Pasti ini aroma parfum dari wanita yang tadi memeluk dan mencium suaminya. “Drama apa, Sayangku? Boleh aku tahu?” tanya Mark. “Drama Cina kok. Jadi, ceritanya itu si suami selingkuh. Mangkanya istrinya minta cerai.” Jawaban Lusi seolah menyindir kelakuan Mark yang mencium Melinda. Kini, rasa bersalah di hati Mark makin besar. Mark sangat ingin mengakui kesalahannya. Akan tetapi, dia terlalu takut jika Lusi tak memaafkannya, dan malah meminta berpisah. Mark tidak sanggup menerima kenyataan terburuk yang akan menimpanya. Jadi, lebih baik dirinya menutup mulut. Dan membiarkan masalah ini berlalu begitu saja. “Aku tidak suka kamu men