Setelah koma selama tiga bulan akibat kecelakaan tragis, Giana Putri Aurora akhirnya terbangun dari tidur panjangnya. Namun, kebangkitannya justru membawa berita besar yang menggemparkan. Pasalnya, Giana terbangun dari komanya dalam keadaan mengandung dua bulan. Bagaimana mungkin seorang gadis yang tidak membuka mata dan tak sadarkan diri selama tiga bulan lamanya bisa mengandung? Lantas, siapakah orang keji yang telah tega memanfaatkan keadaan Giana selama koma? Akankah Giana dan Ibunya mendapatkan keadilan atas semua yang telah terjadi?
View More"Maaf untuk semuanya, Giana. Saya berjanji jika semua ini akan berakhir secepatnya." Tangan Bu Fatma meremas kertas yang berada di tangannya hingga kusut. Wajahnya memerah, dadanya seketika bergemuruh, dan matanya menatap dengan sorot penuh amarah. "Apa maksud semua ini, Gi? Apa kamu mengetahui sesuatu? Katakan pada Mama!" Bu Fatma yang emosi, menekan Giana untuk mengatakan sesuatu tentang surat tersebut. Ia yakin sekali, jika putrinya menyembunyikan sesuatu. "Katakan pada Mama, apakah ada orang yang mengancam dan menekan kamu?" tanya Bu Fatma. Suaranya terdengar tertahan dan penuh penekanan. Ditanya oleh Mamanya, Giana menggelengkan kepalanya dengan pelan. Menunjukkan jika ia tidak mengetahui apapun tentang kertas itu dan siapa pengirimannya."Giana, katakan sesuatu, jangan diam saja!" pekik Bu Fatma. "Gia tidak tahu, Gia tidak tahu apapun," jawab Giana dengan pelan. Jemarinya meremas ujung sperai tempatnya berada. "Jangan takut, Gia. Katakan pada Mama," ucap Bu Fatma. "Biarka
"Argh ... si4l!" Makian tersebut dilontarkan oleh Dokter Antares. Di dalam ruangan kerjanya, ia tampak gelisah. Wajahnya menunjukkan ketidaktenangan. Perkataan penuh ancaman yang keluar dari mulut Inspektur Raka sebelumnya, benar-benar membuat perasaan Dokter Antares risau. Pasalnya, Inspektur Raka mengatakan, jika akan memperdalam penyidikan tentang kasus pelecehan Giana dan menargetkan dirinya sebagai salah satu pelaku.Dokter Antares menghela napas berat, ia menghempaskan bokongnya pada kursi kerjanya. Kedua telapak tangannya bergerak menyapu wajahnya dengan kasar, perkataan Inspektur Raka, tak dapat ia singkirkan dari otaknya. "Memeriksa kondisi pasien, atau Anda dan Perawat Destia bertengkar? Terlibat cekcok serius?!" tekan Inspektur Raka pada Dokter Antares, membuat wajahnya seketika berubah pucat. "Apa maksud Anda, Pak Inspektur?" tanya balik Dokter Antares. Sebisa mungkin, ia menetralkan perasaan gugupnya.Pria itu menatap tajam pada Inspektur Raka yang juga menatapnya. "
Di dalam ruangan rawatnya yang sunyi, Giana tampak termenung dengan tatapan matanya yang kosong. Setelah mendengar kabar penangkapan Handoko pagi tadi, wajah gadis itu terlihat semakin murung. Bu Fatma yang melihat keadaan putrinya dari ambang pintu ruangan rawat itu merasa semakin sedih. Pasalnya, saat ini mental Giana benar-benar terguncang dan kewarasannya kini mulai dipertanyakan. Semenjak mengetahui jika dirinya menjadi korban pelecehan dan mengandung, ia benar-benar berubah. Bahkan, kerap tidak merespon jika diajak bicara. "Gia ...." Bu Fatma yang baru saja memasuki ruangan rawat putrinya, memanggilnya dengan suaranya yang lembut. Namun, Giana yang duduk dengan kedua tangan memeluk lututnya itu tidak merespon sama sekali, membuat Bu Fatma mengusap dadanya yang berdenyut nyeri. "Giana!" panggil Bu Fatma lagi. Kali ini, suaranya terdengar sedikit keras dari sebelumnya. Giana yang mendengar panggilan Bu Fatma, akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap pada wajah sang Ibu hin
"Sebenarnya, malam itu saya melihat—" Beberapa bulan yang lalu. Malam itu, tepatnya pada pukul 21:49, Handoko sedang bertugas shift malam di rumah sakit. Ia sudah terbiasa dengan suasana sepi dan temaram dari koridor rumah sakit yang panjang. Sesekali terdengar suara detak monitor dari ruang-ruang rawat yang dilewatinya. Langkah kakinya teratur, santai, meskipun lelah mulai menyusup ke tubuhnya setelah berjam-jam berjaga. Tugasnya malam ini sederhana: memeriksa kondisi pasien, memastikan peralatan medis bekerja dengan baik, dan memastikan segala sesuatu berjalan sebagaimana mestinya.Dengan langkahnya yang santai, Handoko melangkah menuju kamar nomer 13, yaitu ruangan yang ditempati oleh Giana, pasien kecelakaan yang mengalami koma. Saat tiba di ruangan rawat tersebut, Handoko spontan menghentikan langkahnya lantaran mendengar suara keributan dari dalam sana, suara orang yang tidak asing ditelinganya."Saya tahu yang terbaik untuk pasien! Jadi tidak perlu mengkritik saya!" suara it
Rapat yang dilangsungkan oleh petinggi, staf, dokter dan karyawan rumah sakit pun diakhiri. Semua pihak setuju untuk melakukan tes DNA pada janin yang dikandung oleh Giana— tentunya atas seizin dari pihak keluarga pasien korban pelecehan. Tes DNA dianggap sebagai langkah paling masuk akal untuk mengungkap siapa pelaku pelecehan tersebut. Bahkan, Handoko yang kini ditahan oleh pihak kepolisian, akan ikut melakukan tes DNA. Terlibat atau tidaknya, semua akan jelas setelah hasil tes DNA keluar."Rapat ditutup!" Direktur rumah sakit tersebut mengakhiri rapat. Ia membereskan berkas yang ada di mejanya dan beranjak dari duduknya. Sosoknya yang kharismatik perlahan meninggalkan ruangan, diikuti dengan suasana hening yang mulai pecah ketika para peserta rapat mulai berbincang-bincang dengan suara yang pelan. Sepeninggalan Direktur rumah sakit tersebut, keadaan ruangan rapat yang semula hening, kini dipenuhi dengan suara bisikan peserta rapat yang ada di dalamnya. Mereka semua membicaraka
"Saudara Handoko, kami membawa surat penangkapan untuk anda, atas kasus pelecehan yang terjadi pada pasien Giana Putri Aurora!" Pagi itu, seluruh staf rumah sakit dibuat terkejut dengan penangkapan Handoko. Pasalnya, petugas kepolisian menangkap perawat pria itu saat baru saja tiba di rumah sakit. "Apa-apaan ini? Demi Tuhan, Pak Polisi, saya tidak terlibat. Saya tidak melakukan apapun pada pasien Giana!" teriak Perawat Handoko dengan suaranya yang bergetar lantaran panik.Diringkus dan diborgol oleh petugas kepolisian, Perawat Handoko berusaha membela diri dan menolak saat akan dibawa ke kantor. "Tolong percaya pada saya, Pak. Saya bukan pelakunya!" teriak histeris Perawat Handoko. Lorong rumah sakit terasa begitu mencengkam, seluruh staf terlihat gugup dan takut. Bahkan sebagian dari mereka tampak berbisik, membicarakan kasus yang menyeret salah satu rekan kerja mereka. "Astaga, aku benar-benar tidak menyangka jika Handoko adalah pelakunya," gumam salah satu Perawat. Suaranya te
"Bagaimana keadaan kamu, Giana? Apa ada keluhan?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Dokter Lucia. Ia melangkah masuk ke dalam ruang rawat Giana. Dengan senyuman kecil yang terbit di bibirnya, ia menghampiri Giana yang duduk bersandar pada kepala ranjang. Tubuhnya terlihat begitu lemas dengan wajahnya yang pucat. Mendengar suara Dokter Lucia, Giana mengangkat kepalanya dan menatap ke arah sumber suara. Kelegaan terlihat jelas di wajahnya saat melihat sosok Dokter wanita yang dikenalnya.Setelah itu, ia pun menjawab, "Sudah cukup membaik, Dokter." Suaranya terdengar lirih dan lemah. "Hanya saja, rasa mualnya masih kerap datang, khususnya di pagi hari." imbuhnya.Dokter Lucia mengulas senyum dan angguk-angguk kepala. Lalu katanya, "Mual seperti itu biasa terjadi pada wanita yang sedang hamil muda, Gi. Morning sickness namanya, jadi tidak usah cemas dan khawatir." Tuturnya dengan suaranya yang terdengar lembut.Wanita itu berusaha mengurangi kecemasan yang sedang dirasakan oleh Giana. T
"Jangan sentuh saya, Dokter!" Penolakan yang ditunjukkan oleh Giana, membuat Dokter Antares langsung mengangkat kedua tangannya dan mundur perlahan dari posisinya. Wajah Dokter muda itu memerah, ia merasa kaget melihat reaksi dan respon Giana terhadapnya. Ia tak menyangka, jika Giana menolak sentuhannya. Setelah ini, bagaimana caranya ia akan memeriksa keadaan gadis itu. Melihat air muka Dokter Antares, Bu Fatma segera mendekati putrinya dan menyentuh lengannya dengan lembut. "Gia, ini Dokter Antares. Dokter baik yang selama ini membantu dan merawat kamu," ucapnya. Suaranya pelan, berusaha memberikan pengertian pada putrinya yang sepertinya mengalami trauma. "Gia tidak ingin di sentuh oleh lelaki manapun lagi, Ma. Carikan Dokter wanita saja," pinta Giana. Napasnya semakin memburu, menunjukkan jika dirinya benar-benar ketakutan sekarang. Dokter Antares yang berdiri di posisinya, tampak termangu. Ia menatap dengan tatapan matanya yang begitu dalam pada wajah pucat Giana yang kemba
"Awasi gerak-gerik Perawat yang bernama Handoko. Saya merasa jika dia menyembunyikan sesuatu! Periksa setiap CCTV yang ada di sudut rumah sakit, jangan sampai ada yang terlewat sedikitpun!"Inspektur Raka berbicara pada asistennya sembari meninggalkan ruangan rapat rumah sakit. Melihat gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Handoko, ia merasa jika pria itu terlibat dalam kasus kehamilan Giana. Asisten Inspektur Raka mengangguk, "Baik, Inspektur. Saya dan Tim akan melakukan penyidikan dengan baik, tidak akan melewatkan semua orang dari pemeriksaan." Ia menimpali perkataan atasannya dengan nada yang tegas. Ketegangan di rumah sakit terasa semakin memuncak setelah penyelidikan awal yang dipimpin oleh Inspektur Raka. Setiap staf yang hadir di ruang rapat tampak cemas, terutama setelah fokus penyidik tertuju pada perawat Handoko, yang sejak awal terlihat gelisah.Setelah Inspektur Raka dan timnya meninggalkan ruangan, desas-desus mulai terdengar di antara para staf. Beberapa perawat mulai sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments