Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong

Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong

last updateLast Updated : 2023-07-24
By:  Reg Eryn  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
13 ratings. 13 reviews
71Chapters
37.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Rani, seorang gadis yang sudah bertunangan dengan kekasihnya bernama Jali, meskipun keduanya baru mengenal satu sama lain, selama dua bulan. Awalnya, semua berjalan dengan lancar, hingga acara lamaran untuk menentukan tanggal pernikahan tiba. Sungguh di luar dugaan, gadis manis pekerja keras tersebut meminta Mahar yang sangat fantastis, yaitu 5 milyar. Bukan tanpa alasan Rani meminta Mahar yang yang terkesan tak masuk akal. Semua itu dikarenakan Jali yang membuat ulah.

View More

Latest chapter

Free Preview

Bab 1 Mahar fantastis

"Nggak terasa ya, Bang. Dua minggulagi kita nikah." ucapku pada calon suami saat kami sedang duduk makan bakso di warung Bu Sri. "Iya, dek. Rasanya udah dag dig dug ser, bayangin saat mengucapkan ijab qobul." "Rencananya, kalau udah nikah, aku masih harus kerja, atau berhenti Bang?" tanyaku pada Bang Jali, untuk masa kedepannya. "Ya, harus kerja dong. Kan biar kita bisa cepat bangun rumah sendiri. Sementara sebelum punya rumah, ya kita numpang dulu di rumah orang tuaku." "Terus, setelah menikah apa aku masih boleh kasih uang belanja tiap bulannya untuk ibu kan? " tanyaku lagi. Ibuku adalah seorang janda. Ayah sudah lama dipanggil sang Maha pencipta. Meskipun usia ibu tak lagi muda. Ia tetap bekerja demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selama ini, aku juga selalu memberinya sebagian gajiku, untuk meringankan sedikit bebannya. Tapi ya begitu, beliau sering menolak. Kadang diterima, tapi ia belikan untuk pakaianku. "Dek, setelah menikah, seorang istri seutuhnya milik suaminya.

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
YaniWuri62819
apa nggak di lanjutkan cerita ini ya masa sampai 71 bab trus lama gak updated ?
2024-03-25 10:34:30
1
user avatar
Asih AsriAni
cerita ny seru dan lucu bs bikin kita ketawa² gk jelas
2024-02-17 08:15:17
0
user avatar
Isabella
thoer cerita bagusnya gini smpai sekarang kq belum ada sambungannya. padahal ceritanya seruh Lo. dan yg vote juga lumayan . semangat thoer ku tunggu lanjutannya
2023-12-15 18:11:51
3
user avatar
Talita Fadeli
Masih lanjut kan ini.... kok blm update ya
2023-09-21 08:54:17
0
user avatar
Salsa Azlaz
ngakak trs baca ini.. ayoo semangat up thor
2023-09-21 00:53:54
0
user avatar
Indri Septiani
lucu sih...lumayan menghibur
2023-07-31 21:34:14
0
default avatar
widariwida0
Asli ngakak.
2023-05-03 13:10:59
0
user avatar
Umi Lestari
lanjut kaka....
2023-03-11 14:25:04
0
user avatar
Renni Sartika
ceritanya seru dan kocak......
2023-02-13 12:19:21
0
default avatar
indah_puspitasari91
kelanjutannya mana kak
2022-11-18 11:45:58
0
user avatar
Ahmad Khafi
part berikut nya ka
2022-11-13 20:02:56
0
user avatar
Binti Choirunimah Choirunimah
keren ceritanya...suka
2022-11-01 22:11:07
0
default avatar
widariwida0
Lanjutkan terus...
2022-09-26 13:29:17
1
71 Chapters

Bab 1 Mahar fantastis

"Nggak terasa ya, Bang. Dua minggulagi kita nikah." ucapku pada calon suami saat kami sedang duduk makan bakso di warung Bu Sri. "Iya, dek. Rasanya udah dag dig dug ser, bayangin saat mengucapkan ijab qobul." "Rencananya, kalau udah nikah, aku masih harus kerja, atau berhenti Bang?" tanyaku pada Bang Jali, untuk masa kedepannya. "Ya, harus kerja dong. Kan biar kita bisa cepat bangun rumah sendiri. Sementara sebelum punya rumah, ya kita numpang dulu di rumah orang tuaku." "Terus, setelah menikah apa aku masih boleh kasih uang belanja tiap bulannya untuk ibu kan? " tanyaku lagi. Ibuku adalah seorang janda. Ayah sudah lama dipanggil sang Maha pencipta. Meskipun usia ibu tak lagi muda. Ia tetap bekerja demi bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selama ini, aku juga selalu memberinya sebagian gajiku, untuk meringankan sedikit bebannya. Tapi ya begitu, beliau sering menolak. Kadang diterima, tapi ia belikan untuk pakaianku. "Dek, setelah menikah, seorang istri seutuhnya milik suaminya.
Read more

Bab 2 Sesak napas

"Saya meminta mahar pada Bang Jali sebesar Lima Milyar!" ucapku lantang. "APAAA?" Semua orang teriak bersamaan. Sepertinya mereka terkejut dengan mahar yang kusebutkan. Mata kedua calon mertuaku serta calon suamiku melotot tak berkedip. Sepertinya mereka sangat syok dengan jawabanku. Calon ibu mertua memegangi kepalanya. Aku tahu pasti dia pusing memikirkannya. Biarkan saja, toh setelah menikah, aku tidak akan lagi bisa membantu ibu. Jika mereka menyanggupinya maka uang itu sepenuhnya akan kuberikan pada ibu. Agar di hari tuanya ia tak lagi harus kesusahan mencari nafkah. "Kamu ini apa-apaan toh, nduk!" bisik ibu di telingaku. "Stttt ... Ibu diam aja. Pokoknya, terima jadi ajalah," balasku juga berbisik. "Rani, apakah itu tidak terlalu berlebihan mahar yang kamu ajukan?" tanya Bang Jali berkeringat. "Ya, tidak toh Bang. Malah kurasa, semua itu belum cukup untuk membayar jasa orang tuaku. Seperti kata Abang, setelah menikah aku harus berbakti pada suami. Karena saat ijab qobul
Read more

Bab 3 Mantu Ayu Ting-ting

"Jangan keterlaluan kamu, Rani! Jika maharnya sebesar itu, mana ada lelaki yang mau jadi suamimu!" ucap Bang Jali, meninggikan suaranya. "Hush! Jangan ngomong begitu! Kalau persyaratan menjadi istrimu juga seperti itu, nggak akan ada yang mau jadi istrimu!" jawabku masih santai. Meladeni orang seperti dia, tak perlu dengan emosi juga. Dengan begini saja, pasti dia semakin kebakaran jenggot. "Kamu tidak tahu saja, banyak yang mengantri untuk menjadi istriku. Apalagi pekerjaanku sudah mapan. Seharusnya kamu bersyukur, karena beruntung akan menjadi istri seorang PNS!" Beruntung apanya? Yang ada malah buntung. Mending dapat suami buruh tani, tapi mau bekerja sama dan saling membantu untuk orang tua. Daripada dapat PNS, maunya menang sendiri. "Ya, karena mereka yang antre, belum tahu kehidupan seperti apa yang nantinya akan dijalani setelah menikah. Makanya mereka sampai rela antre. Coba kalau sudah tahu akan dijadikan romusha, pasti mereka semua kabur satu persatu." "Romusha bagaiman
Read more

Bab 4 Tidak Terima

Bukan hanya anaknya beruntung tidak jadi menikah denganku. Tapi aku lebih sangat beruntung karena tak jadi memiliki suami seperti anaknya. Tidak bisa kubayangkan hidup tanpa Ibu, yang sudah melahirkan dan membesarkanku. Sampai kapan pun, tidak ada anak yang bisa membalas jasa ibu dan bapaknya. Meski dunia dan seisinya ia berikan. Aku tidak akan pernah dibutakan oleh yang namanya cinta. Saat lelaki tak bisa menerima keluargaku terutama ibuku. Maka aku tidak akan melanjutkan hubungan itu. Untuk apa aku berbahagia di atas penderitaan ibu. Mencari suami, bukan hanya melihat tampang, jabatan, dan uang. Tapi, harus yang ikhlas menyayangi dan menghormati ibu kita seperti ibunya sendiri. Jika seorang lelaki berpikir, bahwa surganya ada pada ibunya sampai kapan pun, karena sang ibu lah, yang melahirkan dan membesarkannya. Lalu apa bedanya dengan wanita? Mereka juga dilahirkan dan dibesarkan oleh ibunya. Mereka juga dididik dan disekolahkan dengan hasil jerih payahnya. Jadi, jangan pernah b
Read more

Bab 5 Jadi Bahan Gosip

Gosip Semua makanan yang tadi sempat kami persiapkan, sudah dibagikan ke tetangga. Karena tamu, keburu pergi padahal belum sempat menikmati hidangan yang kami sediakan. Mungkin mereka terlanjur kenyang mendengar mahar, yang kukatakan. Hingga tak sempat lagi mengisi perutnya. Tidak apa, semua masih bisa kusedekahkan pada tetangga. Meskipun tak jadi syukuran tujuh hari tujuh malamnya. "Wes, gagal mangan degeng kita! (udah,gagal makan daging kita)" celetuk Bi Parni sambil membungkus jajanan ke dalam plastik untuk ia bawa pulang. "Halah, ora popo. Seng penting, dino iki kita intok panganan gratis. Mangan dageng pun, yo harus eneng salam tempel. (Halah, nggak papa. Yang penting hari ini kita dapat makanan gratis. Makan Daging pun, ya harus ada salam tempel)." sahut Bude Yati, mencomot kue bolu dan melahapnya. "Iyo, juga yo!" ** Para tetangga sudah pada pulang ke rumah masing-masing. Saatnya aku meluruskan pinggang, yang sedikit bengkok karena kebanyakan duduk. Ibu juga sudah masuk
Read more

Bab 6 Salah Sangka

Salah sangka "Memang, cocok kali Bang PNS itu dengan Si Putri. Mereka pasti seperti pasangan Romeo dan Juliet. Hanya ajal yang bisa memisahkannya." Mendengar ucapanku, semuanya terkaget-kaget. Bu Samini, tersedak kacang panjangnya. Bi Atun langsung berdiri seperti melihat hantu. Dan Bi Badriah terjungkal karena bangku yang ia duduki ditinggal pemiliknya berdiri. Kebetulan, bangku memanjang itu, seperti jungkit-jungkit. Jika salah satunya berdiri, maka yang satu lagi akan langsung nyungsep. Aku hanya bisa nyengir melihat mereka yang terkejut seperti melihat hantu. "Ka-kamu! Sejak kapan di situ?" tanya Bu Samini tergagap "Sudah dari tadi, Bu. Ayo, lanjutkan gosipnya. Aku kan juga pengen nggosip. Biar pun masih muda, jiwa tuaku meronta, saat ada yang bergosip. Pengen ikut nimbrung gitu," jawabku, terus memperhatikan mereka dengan serius. Sengaja ingin membuat mereka jantungan. Biar mereka kapok, dan tak lagi menceritakan orang lain di belakangnya. Ya, meskipun itu mustahil. Sudah p
Read more

Bab 7 Penggemar Rahasia

"Heh, Rani! Kamu beneran batal nikah sama Bang Jali?" tanya Sinta, tetangga Bang Jali sekaligus teman satu kerjaan denganku. Dari main ke rumahnya, juga lah yang membuatku mengenal lelaki itu. Kami sedang makan siang di kantin. Kebetulan sudah jam istirahat. Tadi pagi, sebelum masuk kerja, kami tidak bertemu. Jadi mungkin Sinta memendam pertanyaannya ini. Dan begitu ada kesempatan, dia langsung bertanya. "He'eh ... " jawabku mengangguk sambil melahap lontong sayur. Perut udah keroncongan, kalau nggak cepat diisi, bisa demo cacingnya. "Denger-denger, kamu minta mahar 10M ya?" tanyanya lagi semakin serius. Sampai lupa untuk makan. Padahal makanan yang dipesannya sudah ada di depan mata.u "He'eh ... " jawabku lagi, singkat. Menurutku, ini adalah bahasan yang tak penting. Jadi malas untuk bicara panjang lebar. Apalagi dalam kondisi perut minta diisi. "Hmmm, emang dasar nggak tau diri banget kamu! Pantas aja batal. Permintaanmu nggak masuk akal!" gerutunya, memukul lenganku. Belum t
Read more

Bab 8 Gara-gara Tidak Fokus

Sudah jam lima sore, para pekerja pabrik Mabel, mulai membubarkan diri. Termasuk aku. "Memang kamu tega, Ran! Masa aku lagi makan, main tinggal aja!" gerutu Sinta saat kami bertemu di jalan menuju parkiran. "Habis, kalau deket kamu, kewarasanku ikut menghilang! Pengennya itu, ngania-ya orang aja!" sahutku terus melangkahkan kaki cepat. "Ck! Kayak baru kenal aku aja kamu ini!" "Karena udah kenal lama, makanya aku was-was kalau udah dekat kamu. Takut ketularan!" "Hissh! Emang kamu pikir, aku virus apa? Eh, ngomong-ngomong, aku nebeng ya! sepeda motorku tadi pagi mogok. Jadi, nggak bisa dibawa. Perginya aja tadi aku diantar sama bapak, naik sepeda ontel," rayunya sambil mengedipkan mata. "Iya, ya udah ayo!" Aku menaiki sepeda motor dan diikuti olehnya yang duduk di jog belakang. "Tapi, antar sampe rumah ya. Jangan diturunin di jalan." "Iya! Gampang. Jangan lupa uang bensinnya!" selorohku, sambil melajukan sepeda motor. Hanya dia harta satu-satunya yang kupunya. Motor butut hasi
Read more

Bab 9 Bertemu dengan mantan calon Ibu mertua

Saat sudah berada di persimpangan jalan. Entah dari mana datangnya. Mantan calon ibu mertua sudah berdiri seperti tugu selamat datang di situ. Mau tak mau, aku harus tetap melewatinya karena tak ada jalan lain. Mau terbang, nggak mungkin. Sayap pesawat mahal. Mana dandannya sangat cetar lagi. Sama persis seperti yang dibilang Sinta. Kayak toko emas berjalan. Kepalanya memang ditutupi hijab. Tapi hijab tersebut ia ikat ke leher sampai mencekik. Mungkin tujuannya agar semua orang tau kalau dia memakai emas sebesar rantai kapal. Bukannya iri. Tapi itu kelihatan norak. Banyak, kok orang yang lebih kaya, tapi pakai perhiasan tidak terlalu mencolok seperti itu. "Gimana, udah dapat lelaki yang mau kasih mahar lima Milyar belum?" tanyanya sewot. Ternyata Ibu Bang Jali, pendendam juga. Untung di sini hanya ada tiga orang. Jadi, tidak terlalu malu saat jadi pusat perhatian. Dengan sangat terpaksa kuda besiku ini kuhentikan. Kalau nggak dijawab, nanti katanya nggak sopan. Diajak ngomong oran
Read more

Bab 10 Diundang Lamaran Mantan

Sudah dua minggu, semenjak kejadian aku gagal menikah karena mahar. Para tetangga sudah sedikit meredup mulutnya menceritakan tentangku. Suasana desa hampir sembuh dari virus mahar Lima Milyar.Terkadang, memang ada yang masih membahasnya. Tapi hanya beberapa orang saja. Itu pun, mereka yang tak menyukaiku. Seperti Bu Samini, Bi Atun, dan Bi Badriah.Kalau Bu Samini tidak menyukaiku, karena dulu pernah ada lelaki yang dikejar oleh anaknya. Tapi lelaki itu malah, balik mengejarku. Meskipun Si Putri anak Bu Samini adalah calon bidan. Lelaki itu tetap tak menyukainya. Alasannya karena ia pernah melihat si Putri, kayak perangko. Nempel sana, nempel sini.Sedangkan Bi Atun, dia tidak menyukaiku karena cemburu pada ibu saat masih muda dulu. Ibu yang pada masanya menjadi kembang desa, membuat Bi Atun merasa marah karena tak pernah dilirik oleh pria. Setiap ada lelaki yang mendekati Bi Atun, ternyata tujuannya hanya demi bisa mengenal. ibu. Karena rumah mereka berdekatan, jadi Bi Atun selalu
Read more
DMCA.com Protection Status