Share

Bab 6 Salah Sangka

Penulis: Reg Eryn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-18 20:56:27

Salah sangka

"Memang, cocok kali Bang PNS itu dengan Si Putri. Mereka pasti seperti pasangan Romeo dan Juliet. Hanya ajal yang bisa memisahkannya."

Mendengar ucapanku, semuanya terkaget-kaget. Bu Samini, tersedak kacang panjangnya. Bi Atun langsung berdiri seperti melihat hantu. Dan Bi Badriah terjungkal karena bangku yang ia duduki ditinggal pemiliknya berdiri. Kebetulan, bangku memanjang itu, seperti jungkit-jungkit. Jika salah satunya berdiri, maka yang satu lagi akan langsung nyungsep.

Aku hanya bisa nyengir melihat mereka yang terkejut seperti melihat hantu.

"Ka-kamu! Sejak kapan di situ?" tanya Bu Samini tergagap

"Sudah dari tadi, Bu. Ayo, lanjutkan gosipnya. Aku kan juga pengen nggosip. Biar pun masih muda, jiwa tuaku meronta, saat ada yang bergosip. Pengen ikut nimbrung gitu," jawabku, terus memperhatikan mereka dengan serius.

Sengaja ingin membuat mereka jantungan. Biar mereka kapok, dan tak lagi menceritakan orang lain di belakangnya. Ya, meskipun itu mustahil. Sudah pasti, kalau ada orang di hadapannya, mereka akan membicarakan yang baik.

"Gosip apa?" tanya Bi Badriah lupa ingatan. Ia sudah berdiri, meskipun pinggangnya encok akibat terjatuh. 

"Ya, gosip yang kalian bicarakan tadi."

"Mbak Juni, total belanjaanku berapa?" tanya Bi Atun pada pemilik warung Ia mencoba melarikan diri. 

Seperti pencuri yang ketahuan warga, para ibu-ibunya julid tersebut menjadi salah tingkah dan mencoba lari dari kenyataan.

"Mau kemana, Bi Atun? Belum siap ini loh gosipnya. Ini loh, wong seng ora ayu tapi kemayu, sudah ada di depan mata. Yuk, kita ngerumpi bersama."

"Heheh, Bibi lagi sibuk, Ran! Mau masak untuk bekal Lek Tuhi ke ladang. Pamit dulu ya!"

Bi Badriah dan Bu Samini, juga mengikuti langkah seribu Bi Atun. Tanpa permisi, mereka lari terbirit-birit. Emang kalian pikir, aku Jin Iprit!

"Kasihan kamu, Ran! Jadi bahan gosipan satu kampung, gara-gara mahar."

"Ya, biarkan saja Bude. Mereka kan nggak tahu alasan sebenarnya kenapa aku minta mahar segede itu."

"Lah, opo toh alasannya?" tanya Bude Juni kepo.

"Panjang kalau diceritakan, Bude. Biarlah hanya waktu yang dapat menjawabnya."

"Hmmm. Senengane kok nggawe penasaran toh, Ran! (Senangnya kok bikin penasaran toh, Ran!). Jadi, kalian resmi batal nikah?"

"Iya, Bude. Mungkin memang belum jodoh. Aku ra popo."

"Mudah-mudahan lah, Ran. Jodohmu nggak akan susah. Karena biasanya, kalau sekali gagal tunangan, pasti susah dapat jodoh. Tu kayak Mas Paino, dulu waktu mudanya banyak yang antre. Tapi cuma satu wanita yang berhasil mendapatkan hatinya, Yaitu Sulastri. Pas udah tunangan, Mas Paino tertarik lagi dengan wanita lain bernama Asri, terus dia  memutuskan pertunangnnya. Si Sulastri sakit hati, terus pergi dari kampung ini. Akhirnya, Mas Paino dan Asri juga nggak jadi menikah gara-gara Asri ketahuan selingkuh dengan lelaki lain. Akhirnya, sampai saat ini Mas Paino tidak mendapatkan jodoh. Padahal usianya sudah 50tahun."

"Itu berarti, Pak Paino kuwalat sama Bu Sulastri. Makanya nggak dapat jodoh. Kalau aku, kan beda ceritanya Bude."

"Tapi sama aja, Ran. Sama-sama gagal!"

"Percaya sama yang maha Kuasa aja lah, Bude."

"Sak karepmu lah! Yang penting Bude udah ingatkan."

"Nggeh, Bude."

Hari gini, mitos kok dipercaya. Biar sajalah, mereka dengan kepercayaannya dan aku dengan kepercayaanku.

"Berapa semuanya, Bude?" tanyaku pada semua belanjaan yang sudah kukumpulkan.

"30 ribu." Aku menyerahkan uang pas, lalu berjalan kembali pulang. 

Saat berpapasan dengan para tetangga, pandangan mereka jadi agak aneh padaku. Apa karena gosip mahar 5 Milyar sudah menyebar luas di kampung ini? 

Padahal baru tadi malam kejadiannya, tapi sudah secepat kilat menyambar, telinga para warga.

Ah, masa bodoh. Ternyata benar yang dikatakan ibu. Jika, orang zaman sekarang, hanya percaya dengan yang mereka dengar tanpa mencari tahu kebenarannya.

Tapi aku tak peduli. Toh dari zaman penjajahan Belanda hingga saat ini, para bujangan di kampungku tak ada yang tertarik padaku. Karena menurut mereka, aku adalah gadis miskin. Mereka tak tahu aja, biar miskin begini, keluargaku tak punya uang. Eh, maksudnya Hutang!

Lirikan-lirikan mata manusia julid terus saja mengikutiku hingga sampai di depan rumah. Bahkan ada yang terang-terangan berbisik saat aku melewatinya.

"Assalamu'alaikum, Bu! Ini, sayurnya." teriakku begitu sampai ruang tamu. Tapi ibu tak kutemukan  di seluruh penjuru ruangan. Hingga ... 

'Bugh!'

"Rasakan ini! punya mulut itu, harus dijaga. Jangan sampai kujadikan bibir geprek!" teriak ibu dari luar dapur. 

Apa yang sedang terjadi? Aku harus segera berlari. Pasti Ibu sedang bertengkar dengan tetangga, jambak-jambakan, tendang-tendangan, karena tak terima putrinya yang paling cantik ini diolok-olok mereka.

"Ibu! Sudah, jangan bertengkar lagi. Aku tidak apa dan sudah terbiasa diolok-olok mereka!" teriakku, ngos-ngosan karena berusaha secepat kilat berlari menemuinya. Dan ternyata, apa yang ibu lakukan sungguh di luar dugaan.

Wanita renta yang kukira lemah, ternyata sedang memegangi kepala Kambing. Ia berusaha melakban mulut kambing tersebut dengan kesusahan. Suara hentakan kaki kambing meronta, membuat gaduh, seperti orang yang sedang bertengkar.

"Kamu kenapa, Nduk?" tanya ibu polos. Tangannya masih memegangi kambing tersebut. Sementara wajahnya seperti orang kebingungan.

"Nduk! Kenapa kamu teriak-teriak?" tanyanya lagi karena tak mendapatkan jawaban dariku.

Duh, Ibu. Ada aja tingkah lakunya. Pake kambing dilakban segala mulutnya. 

Sudah berprasangka buruk terhadap tetangga. Ternyata ibu, melakukan hal yang tak terduga.

"Hish, ini sayurannya udah Rani, beli. Kok malah main peluk-pelukan sama kambing sih!" ucapku kesal meninggalkan ibu yang masih memegangi kambingnya. 

"Embeekkkk ... "

Tak lama ibu masuk dan duduk di hadapanku.

"Kenapa kambingnya ibu lakban mulutnya?" tanyaku masih kesal dengan ulahnya.

Ada-ada saja. Masa kambing sampai dilakban. Kalau nggak bisa makan gimana? Kan kasihan. Bukannya moto kambing adalah Hidup untuk makan? Makanya jarang sekali aku melihat mulut kambing tidak mengunyah. Kecuali tidur. 

"Iya, habis ibu emosi. Entah kambing siapa pagi-pagi di lepas liarkan. Kut-ang ibu yang baru aja selesai dibilas, dan ditinggal sebentar, langsung digondol dan dikunyah. Karena nggak bisa ditelen, eh langsung ditinggalkan begitu aja. Mana udah bolong-bolong kena giginya lagi! Makanya dia harus tanggung jawab!"

Aku hanya bisa menepuk jidat. Jangan ditiru kelakukan ibuku, saudara-saudara!

Bab terkait

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 7 Penggemar Rahasia

    "Heh, Rani! Kamu beneran batal nikah sama Bang Jali?" tanya Sinta, tetangga Bang Jali sekaligus teman satu kerjaan denganku. Dari main ke rumahnya, juga lah yang membuatku mengenal lelaki itu. Kami sedang makan siang di kantin. Kebetulan sudah jam istirahat. Tadi pagi, sebelum masuk kerja, kami tidak bertemu. Jadi mungkin Sinta memendam pertanyaannya ini. Dan begitu ada kesempatan, dia langsung bertanya. "He'eh ... " jawabku mengangguk sambil melahap lontong sayur. Perut udah keroncongan, kalau nggak cepat diisi, bisa demo cacingnya. "Denger-denger, kamu minta mahar 10M ya?" tanyanya lagi semakin serius. Sampai lupa untuk makan. Padahal makanan yang dipesannya sudah ada di depan mata.u "He'eh ... " jawabku lagi, singkat. Menurutku, ini adalah bahasan yang tak penting. Jadi malas untuk bicara panjang lebar. Apalagi dalam kondisi perut minta diisi. "Hmmm, emang dasar nggak tau diri banget kamu! Pantas aja batal. Permintaanmu nggak masuk akal!" gerutunya, memukul lenganku. Belum t

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 8 Gara-gara Tidak Fokus

    Sudah jam lima sore, para pekerja pabrik Mabel, mulai membubarkan diri. Termasuk aku. "Memang kamu tega, Ran! Masa aku lagi makan, main tinggal aja!" gerutu Sinta saat kami bertemu di jalan menuju parkiran. "Habis, kalau deket kamu, kewarasanku ikut menghilang! Pengennya itu, ngania-ya orang aja!" sahutku terus melangkahkan kaki cepat. "Ck! Kayak baru kenal aku aja kamu ini!" "Karena udah kenal lama, makanya aku was-was kalau udah dekat kamu. Takut ketularan!" "Hissh! Emang kamu pikir, aku virus apa? Eh, ngomong-ngomong, aku nebeng ya! sepeda motorku tadi pagi mogok. Jadi, nggak bisa dibawa. Perginya aja tadi aku diantar sama bapak, naik sepeda ontel," rayunya sambil mengedipkan mata. "Iya, ya udah ayo!" Aku menaiki sepeda motor dan diikuti olehnya yang duduk di jog belakang. "Tapi, antar sampe rumah ya. Jangan diturunin di jalan." "Iya! Gampang. Jangan lupa uang bensinnya!" selorohku, sambil melajukan sepeda motor. Hanya dia harta satu-satunya yang kupunya. Motor butut hasi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 9 Bertemu dengan mantan calon Ibu mertua

    Saat sudah berada di persimpangan jalan. Entah dari mana datangnya. Mantan calon ibu mertua sudah berdiri seperti tugu selamat datang di situ. Mau tak mau, aku harus tetap melewatinya karena tak ada jalan lain. Mau terbang, nggak mungkin. Sayap pesawat mahal. Mana dandannya sangat cetar lagi. Sama persis seperti yang dibilang Sinta. Kayak toko emas berjalan. Kepalanya memang ditutupi hijab. Tapi hijab tersebut ia ikat ke leher sampai mencekik. Mungkin tujuannya agar semua orang tau kalau dia memakai emas sebesar rantai kapal. Bukannya iri. Tapi itu kelihatan norak. Banyak, kok orang yang lebih kaya, tapi pakai perhiasan tidak terlalu mencolok seperti itu. "Gimana, udah dapat lelaki yang mau kasih mahar lima Milyar belum?" tanyanya sewot. Ternyata Ibu Bang Jali, pendendam juga. Untung di sini hanya ada tiga orang. Jadi, tidak terlalu malu saat jadi pusat perhatian. Dengan sangat terpaksa kuda besiku ini kuhentikan. Kalau nggak dijawab, nanti katanya nggak sopan. Diajak ngomong oran

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 10 Diundang Lamaran Mantan

    Sudah dua minggu, semenjak kejadian aku gagal menikah karena mahar. Para tetangga sudah sedikit meredup mulutnya menceritakan tentangku. Suasana desa hampir sembuh dari virus mahar Lima Milyar.Terkadang, memang ada yang masih membahasnya. Tapi hanya beberapa orang saja. Itu pun, mereka yang tak menyukaiku. Seperti Bu Samini, Bi Atun, dan Bi Badriah.Kalau Bu Samini tidak menyukaiku, karena dulu pernah ada lelaki yang dikejar oleh anaknya. Tapi lelaki itu malah, balik mengejarku. Meskipun Si Putri anak Bu Samini adalah calon bidan. Lelaki itu tetap tak menyukainya. Alasannya karena ia pernah melihat si Putri, kayak perangko. Nempel sana, nempel sini.Sedangkan Bi Atun, dia tidak menyukaiku karena cemburu pada ibu saat masih muda dulu. Ibu yang pada masanya menjadi kembang desa, membuat Bi Atun merasa marah karena tak pernah dilirik oleh pria. Setiap ada lelaki yang mendekati Bi Atun, ternyata tujuannya hanya demi bisa mengenal. ibu. Karena rumah mereka berdekatan, jadi Bi Atun selalu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 11 Dijodohkan

    Pov Bang Jali.Gara-gara mahar lima milyar, yang diajukan oleh Rani, aku jadi gagal menikah. Bukan hanya gagal saja. Tapi malunya luar biasa.Setiap ada yang bertanya, kapan pernikahannya digelar, maka aku akan mengatakannya gagal. Mereka semua yang mendengar hanya tertawa. Tak ada yang simpati satu orang pun padaku. Aku sangat dendam pada Rani. Pokoknya, harus bisa mencari pengganti yang lebih dari dia. Emang dia pikir, dia siapa. Menolak secara halus Jali Si guru PNS, yang sudah terjamin masa depannya. Hanya buruh pabrik aja sombongnya luar biasa.Apa susahnya, sih menuruti apa kata suami jika sudah menikah nanti? Kan dia juga yang bakal untung karena nantinya akan masuk surga.Sekarang ini, banyak sekali wanita durhaka pada suaminya. Selalu aja membangkang dengan yang diperintahkan oleh suami."Memangnya, apa alasan Rani minta mahar sebesar itu?" tanya Pak Tanto, guru olahraga. Hari ini, jam istirahat sekolah. Dan kami sedang duduk santai di dalam kantor.Guru satu ini, juga sudah

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 12 Rebutan Daging

    Acara lamaran Putri pun tiba. Aku sudah dandan secetar mungkin. Biar nggak dikatain pucat karena menghadiri lamaran mantan. Maklum, di sana isinya banyak orang-orang julid. Jadi harus bisa terlihat wah. Biar mereka nggak bisa menghina. "Ayo kita berangkat, Ti," ajakku, pada Murti yang juga sudah siap. Semua gadis di desa ini diundang oleh Putri dan Bu Samini. Alasannya agar ada yang mendampingi Putri. Padahal kami tau, jika tujuan mereka hanya untuk pamer mantu."Walah, cantik banget toh, Ran! Nanti Bang PNS, malah gagal move on, dan pokusnya sama kamu lagi! Nggak fokus sama calonnya," goda Murti yang juga udah berdandan kayak bintang pantura."Ck! Biar mereka semua tau. Kalau aku itu, udah move on. Nanti kalau pucet, apa kata dunia? Udah yukk, jalan. Keburu ketinggalan."***Aku dan Murti duduk berdampingan dengan calon pengantin wanita. Ini semua adalah ide Bi Atun. Katanya, biar semakin tegar menghadapi kenyataan. Begini kalau ada manusia julid. Maunya menyiksa. Padahal aku biasa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 13 Salah Baca Doa

    "Makanya, udah tua jangan ngeyel. Itu lah suka mengambil hak orang. Jadi kena batunya kan! Pilih-pilih, akhirnya kepilih!" celetuk Murti masih tertawa.Semua orang yang melihat kami juga tertawa. Apalagi saat melihat, gigi ompong ibu Bang Jali."Kamu itu, ada orang tua kena musibah malah diketawain. Kuwalat, baru tahu rasa!" omel Ibu Bang Jali sambil memakai gigi palsunya kembali.Padahal, Putri juga ikut menertawakannya. Tapi hanya Murti yang kena tegur, karena psti dia tak menyukai kami."Makanya, Bu. Udah tua itu tobat! Jangan maunya menang sendiri. Ini loh, bukti kalau sampean langsung ditegur Tuhan karena udah semena-mena sama yang lebih muda. Nggak anak muda aja yang bisa kuwalat, wong tuo juga bisa," ucap Murti mengingatkan. Namanya juga orang tua, pasti nggak pernah mau mengalah dan merasa salah. Ya, orang tua selalu benar dan anak muda selalu salah. itu lah yang selalu terjadi."Nggak usah ceramah, anak kecil! Ini semua gara-gara kamu yang mau ngerjain aku, kan!" tuduhnya.U

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 14

    "Kenapa sepeda motornya didorong, Nak? Itu, rok juga kenapa dicincing? Apa kebanjiran tadi di jalan?" tanya ibu yang sedang menungguku di teras.Murti udah pulang ke rumahnya, karena tadi dia ngompol di celana, saking takutnya."Tadi mati, pas di bambuan, Bu. Banjir dari mana. Nggak ada hujan nggak ada angin kok bisa banjir." jawabku megap-megap mengatur napas.Kalau aja tadi nggak jumpa hantu, mungkin setengah jam kami baru sampai rumah karena motor mogok ini. Karena hantu itu, secepat kilat, tiga menit kami langsung sampai."Siapa tau hujan dan banjir lokal, Nduk.""Masih satu kampung loh, Bu. Gimana ceritanya banjir lokal?""Ya, siapa tau kan, keajaiban Tuhan. Terus, kok bisa mati motormu itu? Apa nggak kamu kasih perawatan selama ini?" tanya ibu, melihat motor tak menyala."Dikasih kok, Bu. Kemarin aja baru kubelikan skincare biar glowing," jawabku langsung luruh ke tanah. Sekalian ngembali'in napas yang hampir hilang."Hm, pantes aja. Aturnya, kamu belikan skincare untuk ibu juga

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26

Bab terbaru

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 71

    Pov Putri. "Huhuhu." Aku turun dari sepeda motor tukang ojek online yang mengantarkanku pulang. Aku harus berakting dan berpura-pura sangat bersedih. Pokoknya Bang Jali dan seluruh keluarganya tidak boleh curiga. Abang tukang ojek itu agak kebingungan melihatku yang tiba-tiba saja menangis. Sejak naik sepeda motornya, aku hanya diam saja. Dan sekarang, dengan tiba-tiba aku menangis. Aku memintanya segera pergi setelah kuberikan ongkos yang sudah ditentukan di aplikasi. Abang ojek itu langsung menancap gas sepeda motornya. "Kamu kenapa?" tanya Ibu mertua yang sedang melihat-lihat tanaman bunganya. Dia hanya menoleh sekilas saja. Oke, Put, perdalam lagi aktingmu! "Duhh, gimana, ya, Bu, bilangnya." Aku kembali menangis dan berusaha mengeluarkan air mata agar lebih meyakinkan aktingku, aku juga meremas kedua tanganku. "Ada apa? Ngomong kamu! Jangan cuma nangis aja! Nggak jelas banget kamu ini!" gerutunya jengkel."Itu Bu. Sepeda motor Bang Jali, hilang, Bu," ucapku seraya menundukk

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 70

    Tidak ada satupun dari mereka yang berniat melerai kami. Mereka hanya menonton pertarungan sengit antara aku dan ulat bulu. Tak habis akal, aku juga menen-dangnya dengan sekuat tenaga.Rasakan! Rani, kok mau dilawan. Belum tahu saja kamu, bagaimana sifat bar-bar Rani, jika sudah tersakiti. Tidak akan ada kata atau pun lagu kumenangis. Berkali-kali aku menghadiahinya dengan tendangan maut, seperti pemain sepak bola. 'BRAK!'"ADUHH, SAKIT DEK!" keluhnya, mengaduh. Eh, suaranya kok berubah jadi laki-laki sih? Apakah Turmi wanita jadi-jadian? Terus, tadi manggil aku, "Dek". Kok aneh. "Dek, sadarlah." Suara lelaki lagi. Padahal yang di hadapanku adalah Turmi yang sedang menepuk-nepuk wajahku pelan. Ah, berani sekali dia menepuk-nepuk wajahku. Ingin membalasku ya? Tak tinggal diam, aku kembali menjambaknya dengan bar-bar. "Astaghfirullah, Bu, Rani kerasukan!" teriak Turmi dengan suara laki-laki, mirip dengan suara Bang Juna. "Astaghfirullahalazim, eling, Nduk!" Suara ibu, entah dar

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 69

    "Dingin banget tangan, kamu," ujar Sinta yang sedang berdiri di sampingku, Ia sengaja menyentuh tanganku. Aku hanya bisa tersenyum, sambil terus fokus karena sedang dirias, dan Sinta, dari sejak awal aku dirias dia terus saja menggodaku dengan semua ucapan gi-lanya. Dari mulai malam pertama, sampai ke anak cucu dia bahas. Dia sengaja datang ke rumah dari kemarin dan menginap di rumahku. Karena tidak mau melewatkan momen pernikahanku, katanya. "Baca do'a biar nggak gugup. Nih, minum!" Sinta kembali berucap serta menyodorkan air mineral padaku.Aku langsung meminumnya sedikit demi sedikit, hingga tandas. Hari ini, janji suci akan segera terlaksana. Beberapa jam lagi, status lajangku akan berubah menjadi istri orang. Istri Bang Juna lebih tepatnya. Gugup? Sudah pasti aku sangat gugup. Siapa pun akan gugup saat hari pernikahannya tiba.Akhirnya, perjuangan menuju hari pernikahan telah kulewati dengan penuh lika-liku. Semoga saja, setelah menikah, tidak ada lagi gangguan dari orang-o

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 68

    Ah, aku tidak akan mau diperbudak lagi. Bagaimanapun caranya, besok aku tidak akan mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Pepatah mengatakan, banyak jalan menuju roma. "Ibu, mau mandi dulu. Bawa sendiri itu cangkir bekas tehmu ke belakang!" perintah Ibu lalu meninggalkanku bersama Bang Jali. Ibu menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil yang sedang merajuk. "Jangan berfikir masalah sudah selesai, Put. Besok aku akan bertanya pada semua teman kerjamu. Jika kamu ketahuan berbohong, maka bersiaplah menanggung akibatnya," ancam Bang Jali tanpa rasa malu. Sebagai lelaki, seharusnya dia bisa melindungiku sebagai istrinya. Bukan malah mengancam seperti aku ini adalah musuhnya. Hanya masalah uang gajiku, dia segitu marahnya. Apa tidak malu suami meminta uang gaji istri untuk keluarganya? Setelah bercerai nanti, jika suatu saat dia meminta kembali dengan dalih penyesalan. Sampai mati pun tak akan aku mau kembali padamu, Jali. Tunggu saja semuanya. Kupastikan kamu akan menyesal te

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 67

    Pov PutriBagaimanapun caranya, setelah berpisah dengan Bang Jali. Aku tak mau rugi. Saat di pengadilan nanti, pasti dia tidak akan membagi sedikitpun hartanya padaku. Sedangkan uangku yang sudah ada padanya lumayan banyak.Aku sudah memiliki rencana yang sangat apik. Tidak masalah semua uangku tidak kembali. Setidaknya separuhnya saja sudah lebih dari cukup. ***Hari yang ditunggu oleh ibu mertuaku pun tiba. Hari di mana aku menerima gaji bulanan. Dia pasti sudah sangat menanti-nanti hari ini.Wajah semringah menyambutku yang baru saja pulang bekerja. Jika biasanya ibu mertuaku ini cemberut, kali ini senyumnya merekah, seperti bunga mawar yang baru mekar."Sudah pulang, Nak?" tanya Ibu mertua, sangat ramah dan lembut. Aku tau itu hanya basa-basinya karena ingin mendapatkan uangku yang sekian lama dinantinya."Iya, Bu. Capek sekali hari ini," jawabku, menghembuskan napas kasar lalu menjatuhkan diri di sofa."Mau Ibu buatkan Teh? Agar hilang sedikit lelahmu," tawarnya masih dengan se

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 66

    Dia mengataiku pemalas? Padahal dia lebih pemalas dibanding aku. Dasar, bisa menghina tapi lupa berkaca! "Apa maksud kamu, Wat?" tanya Ibu lembut, pada anak perempuan kesayangannya."Tadi, aku meminta menantu Ibu untuk mengambikan minum. Tapi dengan angkuhnya dia menolak, dan memintaku untuk mengambilnya sendiri. Padahal aku sedang sibuk menonton infotainment, dan dia sudah berdiri di situ. Apa salahnya sih tinggal melangkah ke dapur, yang tinggal berapa jengkal lagi!" cerocosnya, seperti bebek yang tidak bisa diam. "Apa benar begitu, Put?" tanya Ibu mertua lembut, lalu mengalihkan pandang padaku. Jika bukan karena sebentar lagi gajian, pasti Ibu mertua sudah memarahiku karena tak mau menuruti perintah anak kesayangannya. Ia lembut seperti itu, karena ada maksud dan tujuannya, yaitu uangku."Iya, Bu. Aku ini buru-buru mau berangkat bekerja, yang tujuannya mendapatkan uang. Nah sementara dia, hanya menonton infotainment saja masa tidak bisa ditinggal barang sebentar," Ucapku membela

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 65

    "Bang, antarkan aku kerja, yuk!" Aku mengguncang tubuh Bang Jali yang masih lelap tertidur. Sudah jam setengah tujuh pagi. Tapi dia belum juga bangun. Apakah hari ini dia tidak mengajar seperti biasanya?"Emmm ... " Bang Jali hanya bergumam tanpa mau membuka matanya."Bang, bangun, sudah siang. Tolong antarkan aku pergi bekerja dong!" pintaku lagi, sambil menepuk pipinya pelan. "Apaan sih! Bisa berangkat sendiri kan!" bentaknya lalu terduduk dan mengacak rambutnya kesal."Gimana mau berangkat sendiri? Sepeda motorku, kan sedang ditahan orang. Terus aku harus jalan kaki pergi bekerja gitu? Kapan sampainya? Bisa-bisa aku terlambat masuk," ucapku dengan nada merajuk.Muak sebenarnya terus berakting menjadi wanita lembut di hadapannya. Tapi mau bagaimana lagi, agar dia tidak curiga, aku harus tetap berpura-pura seperti ini sampai tujuanku tercapai."Arrgghhh." Bang Jali semakin kesal, dia mengangkat lalu membanting kakinya di kasur, seperti anak kecil yang sedang merajuk pada Ibunya. "

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 64

    "Akh, benar-benar menyus-" Bang Jali menggantung kalimatnya saat mataku menatapnya serius. Yakin sekali aku, jika dia ingin mengataiku. Tapi urung dilakukan karena tujuan untuk mendapatkan harta warisan dari orang tuaku belum tercapai. Miris sekali pemikiran suamiku satu ini. Bisa-bisanya ingin mendapatkan harta secara instan. Sebelum kamu menggerogoti hartaku, maka aku lah yang akan terlebih dahulu melakukannya. Setelah ini, akan datang masalah lainnya yang sengaja aku buat, untuk keluarga parasit. Tunggu saja tanggal mainnya, suamiku tercinta. "Menyus apa Bang?" tanyaku pura-pura tidak tau. Aku memasang wajah bodoh agar dia berpikir jika aku memang wanita bodoh. "Akh, sudah lah. Tidak usah dibahas," tukasnya, lalu memejamkan mata. "Abang marah ya, sama aku?" tanyaku dengan manja.Aku sengaja bergelayut di lengannya. Meskipun dia tidak menyukaiku, tapi aku pura-pura saja tidak tahu."Enggak!" jawabnya singkat, masih dengan mata terpejam. "Terus, keputusannya gimana? Aku bawa

  • Kuminta Mahar 5 Milyar dari Calon Suamiku yang Sombong   Bab 63

    Mulai membodohi JaliPov Putri. "Kemana sepeda motor kamu. Kenapa pulang diantar orang?" tanya Bang Jali saat aku baru saja turun dari sepeda motor, diantar oleh tetangga samping rumah Ibu. Tidak menggunakan sepeda motorku, melainkan sepeda motor anak tetangga, karena agar Bang Jali dan keluarganya tidak curiga dengan rencana yang sudah kususun matang. Suamiku itu sedang duduk di teras. Seperti sedang menungguku pulang. Di hadapannya, juga terdapat secangkir kopi yang kuyakini sudah diminum. Aku sengaja minta diantar tetangga dan meninggalkan sepeda motorku di rumah, agar Ibu bisa mengantar pesanan kue. Meskipun Ibu tidak bisa mengendarai sepeda motor, tapi aku sudah berpesan pada David, anak tetangga samping rumah untuk mengantarkan Ibu atau pesanan kuenya kemana saja. Anak remaja itu setuju, asalkan diberikan upah tiap minggunya. "Ditahan sama orang Bang," jawabku berbohong. Hanya dengan cara ini, aku bisa membantu Ibu. Jika kukatakan padanya bila sepeda motor kutinggalkan d

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status