Share

CHAPTER 5

"Jangan sentuh saya, Dokter!"

Penolakan yang ditunjukkan oleh Giana, membuat Dokter Antares langsung mengangkat kedua tangannya dan mundur perlahan dari posisinya.

Wajah Dokter muda itu memerah, ia merasa kaget melihat reaksi dan respon Giana terhadapnya. Ia tak menyangka, jika Giana menolak sentuhannya. Setelah ini, bagaimana caranya ia akan memeriksa keadaan gadis itu.

Melihat air muka Dokter Antares, Bu Fatma segera mendekati putrinya dan menyentuh lengannya dengan lembut.

"Gia, ini Dokter Antares. Dokter baik yang selama ini membantu dan merawat kamu," ucapnya. Suaranya pelan, berusaha memberikan pengertian pada putrinya yang sepertinya mengalami trauma.

"Gia tidak ingin di sentuh oleh lelaki manapun lagi, Ma. Carikan Dokter wanita saja," pinta Giana. Napasnya semakin memburu, menunjukkan jika dirinya benar-benar ketakutan sekarang.

Dokter Antares yang berdiri di posisinya, tampak termangu. Ia menatap dengan tatapan matanya yang begitu dalam pada wajah pucat Giana yang kembali di banjiri oleh air mata.

"Jangan takut, Gia. Saya akan mengalihkan tugas dan tanggungjawab saya pada Dokter Lucia," ucap Dokter Antares. "Setelah ini, dia yang akan merawat kamu. Bahkan, saya juga akan meminta pusat untuk menugaskan perawat wanita yang hanya boleh masuk ke ruangan ini." imbuhnya.

Sebagai seorang Dokter, ia berusaha untuk tetap profesional dalam menjalankan tugasnya. Tugasnya adalah membuat pasien merasa aman dan nyaman, jadi mana mungkin ia akan membiarkan Giana semakin tertekan.

"Bu, saya permisi. Nanti Dokter Lucia yang akan datang kemari untuk menggantikan tugas saya memeriksa keadaan Giana," kata Dokter Antares pada Bu Fatma.

Bu Fatma menganggukkan kepalanya. Ada rasa tidak enak hati terhadap Dokter Antares yang mendapatkan perlakuan tidak mengenakan dari putrinya.

"Atas nama Giana, saya minta maaf atas sikap tidak mengenakan yang telah Dokter terima," ucap Bu Fatma.

"Tidak apa, Bu. Saya mengerti sekali dengan kondisi Giana saat ini. Lagi pula, Ibu tidak perlu khawatir, karena mulai hari ini akan ada petugas kepolisian yang menjaga dan memantau Giana selama 24 jam!" tutur Dokter Antares seraya mengulas senyum.

Setelah berbicara dengan Bu Fatma, Dokter Antares berbalik dan melangkah pergi dari ruangan rawat tersebut.

Pria itu berjalan dengan santai, di tangannya membawa alat medis yang sebelumnya akan ia gunakan untuk memeriksa kondisi Giana.

"Apakah Giana mengetahui dan merasakan sesuatu?" gumam Dokter Antares.

Pikirannya kini tertuju pada respon Giana yang diduganya mengetahui sesuatu. Jelas semua itu terlihat dari reaksinya saat di sentuh, ia merasa begitu tertekan dan ketakutan.

"Aku tidak boleh diam saja, semua ini harus segera diatasi!"

Tak ingin larut dalam pemikirannya, Dokter Antares pun mempercepat langkahnya. Ia menuju ruangan Dokter Lucia dan meminta senior sekaligus rekannya itu untuk memeriksa keadaan Giana.

***

Penyidikan terus dilakukan, bahkan tidak ada seorangpun yang dilewatkan dari pemeriksaan. Tak hanya itu saja, keamanan rumah sakit tersebut pun ikut dipertanyaan.

Dokter Antares selaku Dokter yang bertanggungjawab menangani Giana selama koma, tidak lepas dari pengawasan tim penyidik.

Meskipun ia selalu bersikap normal dan tidak menunjukkan keanehan sama sekali, tetapi selaku orang yang memiliki akses paling dekat dengan pasien, Dokter Antares adalah orang yang patut di curigai.

"Anda yang merawat pasien Giana selama ini, jadi bagaimana mungkin kehamilannya tidak terdeteksi sejak awal?!"

Pertanyaan bernada tegas dan merujuk pada sebuah penekanan tersebut dilontarkan oleh Inspektur Raka pada Dokter Antares yang terlihat begitu tenang dan santai di posisinya.

"Pertama, saya bukan Dokter spesialis kandungan dan anak, Pak Inspektur. Kedua, saya selalu bekerja dengan baik sesuai dengan prosedur rumah sakit," jawab Dokter Antares. "Jika Pak Inspektur ingin bukti, silahkan lihat hasil catatan medis pasien selama ini." Imbuhnya dengan mata yang menatap serius pada Inspektur Raka.

Tangan Dokter muda itu menyodorkan hasil catatan medis Giana selama ini, bukti jika Giana selalu menjalani pemeriksaan rutin.

"Anda yakin tidak ada manipulasi dalam catatan medis ini?" tanya Inspektur Raka.

"Tuduhan macam apa ini, Pak Inspektur? Saya merasa jika anda menganggap saya sebagai seorang terdakwa atas kasus ini!" timpal Dokter Antares.

Keadaan ruangan kerja Dokter Antares terasa begitu tegang. Inspektur Raka selalu saja menanyakan hal-hal yang menunjukkan jika Dokter Antares adalah pelaku pelecehan Giana. Entah apa tujuan pria itu, memancing pelaku sesungguhnya atau memang menganggap jika Dokter Antares adalah orang yang memang harus bertanggungjawab atas semua yang terjadi pada Giana?

Setelah merasa cukup, Inspektur Raka pun menyudahi penyidikannya hari itu.

"Sudah cukup untuk hari ini! Terima kasih atas waktu anda, Dokter Antares. Selamat siang dan selamat bertugas kembali!"

Pria itu beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan Dokter Antares, diikuti oleh asistennya dibelakangnya.

Melihat Inspektur Raka dan asistennya pergi, Dokter Antares mengulas senyum dan geleng-geleng kepala.

"Lakukan pemeriksaan ulang, lihat hasil rekaman CCTV secara mendetil, jangan sampai ada yang terlewatkan. Satu lagi, awasi terus gerak-gerik Dokter Antares!" perintah Inspektur Raka pada asistennya dengan tegas.

"Kenapa Pak Inspektur terlihat yakin sekali jika Dokter Antares adalah pelakunya? Bukankah dari bukti-bukti yang ditemukan, pelaku pelecehan pasien Giana a-"

"Lakukan saja apa yang saya perintahkan!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status