Share

CHAPTER 2

Suasana ruang rawat masih diselimuti ketegangan setelah kabar mengejutkan tentang kehamilan Giana terungkap. Bu Fatma duduk di kursinya dengan wajah penuh duka dan kebingungan, masih belum bisa menerima kenyataan yang baru saja disampaikan oleh Dokter kepadanya. Air matanya terus mengalir, menetes membasahi pipinya.

Dokter Antares, yang berdiri di sampingnya, tampak berusaha menenangkan wanita itu dengan sikap hangatnya.

"Sabar, Bu. Kita tunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut keluar," ucap Dokter Antares. Tangannya bergerak pelan, mengusap punggung Bu Fatma yang bergetar dengan lembut.

Sejak tadi, pria itu tidak banyak bicara, tetapi selalu mengawasi situasi dengan penuh perhatian. Bahkan, tatapan matanya tak lepas dari Giana yang terbaring lemah di atas ranjang.

"Semua ini benar-benar tidak masuk akal, Dokter. Bagaimana bisa? Bagaimana mungkin putri saya mengandung?"

Bu Fatma berseru pada Dokter wanita bernama Lucia yang memeriksa putrinya. Suaranya terdengar bergetar dan frustasi, tangannya mencengkram erat pegangan kursi seolah tak ingin menjauh dari dekat putrinya sedikitpun.

Dokter Lucia yang memeriksa Giana, melangkah maju dan mendekat pada Bu Fatma.

Ia mencoba menjelaskan situasi yang membingungkan itu. "Bu Fatma, saya mengerti ini sangat sulit untuk diterima," katanya dengan lembut tetapi tegas. "Tapi, pemeriksaan medis menunjukkan dengan jelas bahwa ada janin di rahim Giana, dan usia kandungannya sudah sekitar dua bulan."

Kata-kata itu menggantung di udara, memicu keheningan yang mencekam di seluruh ruangan.

Bu Fatma menundukkan kepalanya, seolah tak mampu lagi menyangkal kenyataan. Dua bulan, itu artinya, Giana mengandung setelah mengalami koma, bukan sebelumnya.

Ia mencoba mencari jawaban, mencari penjelasan yang masuk akal, tetapi yang ada hanya kekosongan dan kebingungan.

"Jika usia kandungannya dua bulan, itu artinya putri saya mengandung setelah koma. Bagaimana mungkin orang yang koma bisa mengandung?" tanyanya dengan pelan. Suaranya benar-benar tercekat, semua yang dialami putrinya begitu sulit dimengerti.

Dokter Lucia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Bukan hanya Bu Fatma yang kebingungan, tetapi juga dirinya yang kesulitan mencerna semua yang terjadi saat ini.

"Itulah yang tidak saya mengerti, Bu. Apakah ada oknum yang telah memanfaatkan kondisi Giana? Atau ada hal lainnya yang telah terjadi," kata Dokter Lucia. "Saya dan tim akan melakukan serangkaian pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui kondisi Giana dan juga keadaan janin yang dikandungnya." imbuhnya.

Mendengar pembicaraan Dokter Lucia dan Bu Fatma, Dokter Antares yang selalu bersikap tenang, menunjukkan mimik wajah seriusnya.

"Saya heran, Dokter Lucia. Selama saya menangani dan merawat pasien, keadaannya baik-baik saja dan tidak ada kejanggalan sama sekali. Semua ini benar-benar membuat saya bingung," tutur Dokter Antares.

"Hal ini patut dipertanyakan nanti!" ujar Dokter Lucia dengan tegas, membuat Dokter Antares kembali diam.

Selaku Dokter senior di rumah sakit tersebut, Dokter Lucia tidak dapat diam saja. Ia harus bertindak dan membongkar misteri yang terjadi.

"Ya Tuhan ... bagaimana dengan nasib putriku setelah ini?" desah frustasi Bu Fatma. Kedua telapak tangannya bergerak menyapu wajahnya dengan kasar.

"Ibu tenang saja, kami juga akan melaporkan situasi ini kepada pihak rumah sakit. Secepatnya juga, melibatkan pihak berwenang agar investigasi dan penyelidikan bisa dimulai!"

Mendengar perkataan Dokter Lucia, Bu Fatma terhenyak, matanya melebar. "Penyelidikan?" tanyanya.

Dokter Lucia mengangguk pelan. "Situasi ini tidak biasa, Bu. Tidak ada yang dapat kami lakukan selain melaporkan semuanya pada pihak rumah sakit dan juga pihak berwajib!"

Bu Fatma menunduk, tangannya kembali gemetar. Dalam hatinya, rasa takut mulai menyelinap, tak bisa ia kendalikan. Pikiran-pikiran buruk mulai berputar di kepalanya. Siapa yang berani melakukan hal ini kepada putrinya? Bagaimana mungkin seseorang bisa berbuat keji pada pasien yang sedang dalam keadaan tak berdaya?

Ditengah-tengah kekalutannya, Dokter Antares kembali angkat suara. "Kita serahkan semuanya pada pihak berwajib, Bu. Kita tunggu hasilnya dan lihat, siapa orang yang telah berani berbuat seperti ini pada Giana."

Bu Fatma menganggukkan kepalanya. Perkataan Dokter Antares, membuat perasaannya sedikit menghangat.

"Dokter Antares benar, Bu. Tetaplah tenang, karena semua misteri ini pasti akan terpecahkan," kata Dokter Lucia. Ia menimpali perkataan Dokter Antares. "Kami akan memastikan bahwa segala sesuatu akan diselidiki dengan teliti. Giana dan Ibu akan mendapatkan keadilan, dan kami semua akan membantu untuk menemukan kebenaran."

Kepala Bu Fatma kembali mengangguk lemah. Meski hatinya terasa hancur, ia mencoba menggantungkan harapannya pada tim medis dan pihak rumah sakit. Giana adalah segalanya baginya. Yang ia inginkan sekarang, menemukan siapa yang telah melakukan hal keji ini kepada Giana secepatnya dan menuntut keadilan untuk putrinya.

***

Beberapa jam kemudian, suasana rumah sakit mulai berubah. Berita tentang kehamilan Giana menyebar dengan cepat di antara para staf, perawat, dan dokter serta pasien-pasien rumah sakit tersebut. Mereka saling berbisik, membicarakan kabar yang begitu tak terduga dan penuh teka-teki. Semua orang tampak waspada, tak ada yang benar-benar mengerti apa yang terjadi.

Bu Fatma hanya bisa menunggu dengan gelisah di ruang tunggu. Perasaannya campur aduk antara marah, sedih, dan putus asa. Dokter Antares tetap berada di sisinya, memberikan sedikit ketenangan dalam diam.

Dokter muda itu adalah orang yang selama ini merawat Giana dengan setia. Bu Fatma merasa setidaknya ada seseorang yang bisa ia percayai di tengah kekacauan ini.

"Apakah penyidik akan segera datang ke sini, Dokter?" tanya Bu Fatma dengan suara lirih, memecah keheningan di antara mereka.

Dokter Antares mengangguk kecil. "Ya, Bu. Mereka akan segera datang untuk memulai penyelidikan. Kita harus siap memberikan semua informasi yang diperlukan agar mereka bisa membantu."

Tak lama kemudian, seperti yang dijanjikan, tim penyidik dari kepolisian tiba di rumah sakit. Beberapa petugas berpakaian rapi masuk dengan sikap serius. Mereka langsung menemui dokter kepala dan perawat senior untuk meminta keterangan awal.

Ruangan-ruangan di rumah sakit menjadi lebih tegang. Setiap sudut dipenuhi ketegangan, terutama di kalangan staf laki-laki yang merasa tak nyaman dengan kehadiran penyidik. Meski demikian, tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, atau siapa yang mungkin bertanggung jawab atas kehamilan Giana.

Penyelidikan dimulai dengan cepat. Para perawat, staf medis, dan semua pria yang bekerja di rumah sakit dipanggil satu per satu untuk dimintai keterangan. Mereka dicecar berbagai pertanyaan terkait keberadaan dan aktivitas mereka selama tiga bulan terakhir—periode yang mencakup saat Giana koma.

Namun, meski proses berlangsung intens, belum ada tanda-tanda kemajuan. Semua orang tampak bekerja dengan hati-hati dan profesional. Tidak ada yang mencurigakan, tidak ada yang terlihat mencolok.

Di tengah penyelidikan yang berlangsung, Dokter Antares tetap mendampingi Bu Fatma. Sikapnya yang tenang dan perhatian sedikit banyak memberi kekuatan pada wanita itu.

Meski kegelisahan terus menghantuinya, Bu Fatma merasa bahwa setidaknya ia tidak sendirian dalam menghadapi semua ini.

"Jangan khawatir, Bu Fatma," ujar salah satu penyidik pada akhirnya. "Kami akan melakukan segala upaya untuk mengungkap kebenaran. Ini akan memakan waktu, tapi kami berjanji, jika putri Ibu akan segera mendapatkan keadilan!"

Bu Fatma hanya bisa mengangguk. Ia tahu, perjalanan untuk menemukan kebenaran ini masih panjang. Tapi satu hal yang pasti—ia tidak akan berhenti sampai pelaku yang telah menyakiti putrinya ditemukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status