Share

Bab 40

Author: Clarissa
Suara Chaplin terdengar agak lesu, "Nggak, terlalu cepat."

"Memang harus cepat. Kalau nggak, orang lain akan melihat gerakanmu. Gimana kamu bisa mengejutkan mereka?" jawab Sean dengan tenang.

"Aku akan berusaha lebih keras," balas Chaplin.

Tiffany yang berdiri di luar pintu dengan nampan berisi susu, merasa bingung mendengar percakapan mereka. Dia tidak menyangka bahwa Chaplin juga ada di sana, sehingga hanya menyiapkan susu untuk dirinya dan Sean.

Saat dia sedang mempertimbangkan apakah harus kembali ke dapur untuk menghangatkan segelas susu lagi atau tidak, suara Genta terdengar dari belakangnya, "Nyonya."

Suara yang mendadak itu membuat Tiffany terkejut dan hampir saja menjatuhkan susu yang dibawanya. Untungnya, berkat pengalamannya bekerja di kafe, Tiffany berhasil menyeimbangkan nampan dan tidak menumpahkan apa pun.

Ketika dia tersadar, pintu ruang kerja sudah terbuka dan Chaplin menatapnya dengan waspada. "Kenapa kamu datang ke sini?"

Tiffany merasa canggung dan tidak tahu harus
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Isabella
ah kapan MP nya ....
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
Sean...️...️...️...️
goodnovel comment avatar
Sarah Siraj
wah romantik sean
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 41

    Sean menatap Tiffany dengan serius dan suaranya juga penuh dengan ketulusan. Menyadari bahwa percakapan mereka semakin intim, Genta buru-buru memberi isyarat kepada Chaplin untuk meninggalkan ruangan.Pintu ruang kerja pun tertutup. Wajah Tiffany memerah saat dia menatap Sean. "Iya.""Tiffany." Suara Sean terdengar lebih dalam dan serius, "Dalam hubungan suami istri, nggak ada yang namanya utang budi."Tiffany mengangguk pelan. "Oh ... oke, aku nggak akan mengatakannya lagi."Sean mengusap keningnya, "Bukan hanya nggak boleh mengatakannya, tapi juga nggak boleh mikir seperti itu.""Tapi aku merasa sudah berutang budi besar padamu. Kalau nggak mikir seperti itu, aku harus mikir gimana?" tanyanya dengan polos.Melihat betapa polos dan bodohnya Tiffany, Sean tersenyum tipis. "Kamu bisa menggantinya dengan sesuatu yang sepadan.""Apa itu?" tanya Tiffany dengan penasaran."Kau berutang padaku seorang anak."Tiffany langsung terdiam.....Meskipun Tiffany berhasil menghindari Thalia yang men

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 42

    Tiffany menundukkan kepala sambil mengeluarkan buku dan catatan dari tasnya. "Punya uang memang hebat." Sejak neneknya jatuh sakit, Tiffany sangat berharap bisa menjadi orang kaya. Sekarang dia memang sudah menjadi istri orang kaya, tetapi dia masih merasa bahwa hidupnya terasa tidak nyata."Nggak bisa dibilang begitu," kata Julie, cemberut. "Kalau perlu, suruh saja Sean datang dan mempermalukan Leslie. Biar dia berlutut dan minta maaf padamu!"Tiffany menggelengkan kepala. "Lupakan saja.""Kenapa?" tanya Julie dengan bingung."Kalau memang berniat mengejekku, mereka akan selalu menemukan caranya. Kalaupun aku membuktikan bahwa Sean bukan pria tua, jelek, gemuk, dan botak, mereka tetap akan mengejeknya cacat." Tiffany menarik napas panjang dan memasang earphone-nya. "Omongan orang lain nggak usah didengar."Tiffany menikahi Sean untuk merawatnya dan dia tidak ingin menambah masalah bagi Sean.Julie menghela napas dengan kesal. "Jadi Leslie bisa mengejekmu seenaknya?" Jika tidak bisa me

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 43

    Tiffany mengerutkan kening melihat pesan itu. Baru saja dia ingin membalas pesan Genta untuk menyuruhnya tidak usah repot-repot, tiba-tiba terdengar keributan di sekitarnya. Secara refleks, Tiffany mendongak dan melihat Taufik yang sudah mendekati usia 50-an itu, berjalan dengan penuh hormat ke arahnya."Nyonya, saya menggantikan Genta untuk menjemput Anda pulang."Suasana langsung menjadi gempar. Mata Leslie terbelalak lebar. "Ayah!" serunya.Taufik menoleh dan menatapnya tajam. "Aku sedang kerja!" Setelah itu, dia kembali menatap Tiffany dengan senyuman penuh hormat. "Nyonya, silakan lewat sini."Tiffany merasakan kepalanya berdenyut. Orang yang disebutkan Genta untuk menjemputnya ternyata ayah Leslie?Suara bisikan di sekitar semakin keras, sedangkan wajah Leslie berubah pucat. Akhirnya, Leslie berlari ke arah Taufik dan mengadangnya. "Ayah pasti lagi bercanda, 'kan? Memangnya Ayah ini siapa? Kenapa Ayah malah jemput jalang rendahan seperti Tiffany ini pulang?""Seberapa hebat gadun

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 44

    Tiffany mengerutkan kening. "Bisa nggak, lain kali nggak usah suruh orang untuk jemput aku lagi? Aku sudah pelajari rute busnya. Dari kampus ke rumah cuma perlu dua kali ganti bus. Mudah saja," lanjutnya.Sean tersenyum tipis. "Apakah dengan naik bus, teman-temanmu akan berhenti menggosipkanmu?"Tiffany terkejut. "Kamu ... tahu semuanya?" Namun setelah dipikir-pikir, jika Sean bisa mengirim ayah Leslie untuk menjemputnya, tentu dia juga sudah mengetahui apa yang terjadi di sekolah.Menyadari hal itu, Tiffany diam-diam mencuri pandang ke arah Sean. Awalnya, Tiffany mengira harus merawat Sean seumur hidup karena telah menikahinya. Namun sekarang, dia semakin merasa bahwa Sean adalah orang yang sulit ditebak.Bahkan sebagai orang yang sehat, Tiffany merasa justru dia yang lebih banyak mendapatkan perhatian dari Sean ....Sean tersenyum tipis lagi. "Kamu benar-benar mengira aku ini pria buta yang nggak peduli dengan apa yang terjadi di luar sana?" Nada bicara Sean terdengar agak mencemooh

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 45

    Tiffany sibuk di dapur selama satu setengah jam. Setelah menaruh hidangan terakhir di meja makan, dia menatap masakan yang tersaji dengan penuh kepuasan, lalu berlari kecil ke arah Sean. "Aku sudah selesai. Kamu mau makan sekarang atau nanti?"Suara Tiffany yang manis menyapa telinga Sean dan dia menjawab dengan tersenyum, "Sekarang.""Kudorong ke meja makan ya," kata Tiffany dengan suara yang penuh semangat. "Aku masak masakan andalanku malam ini. Coba cicipi dan beri tahu aku mana yang paling kamu sukai. Aku bisa memasaknya setiap hari untukmu!"Sambil berbicara, dia mendorong kursi roda Sean ke meja makan. Setelah sampai di sana, Tiffany menyerahkan sebuah sendok dengan senyum lebar. Namun kemudian, dia merasa ada yang kurang tepat. "Oh, aku lupa kamu nggak bisa lihat .... Gimana kalau kusuapi saja?"Sean meliriknya dengan tenang dan tidak bersuara, tetapi dia menyerahkan sendoknya kepada Tiffany dengan patuh. Tiffany mengambil sendok itu dengan hati-hati, lalu mengambil sedikit ika

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 46

    "Kalau kamu kangen sama Nenek, datang saja sendiri. Jangan bawa Sean dulu," ucap Kendra.Hati Tiffany perlahan-lahan semakin cemas. Dia berkata dengan suara rendah, "Aku mengerti."Baru saja Tiffany menutup telepon dari pamannya, bibinya telah meneleponnya. Ini sudah ke-60 kalinya Thalia meneleponnya dalam beberapa hari terakhir. Berhubung kampus Tiffany terlalu besar dan Thalia tidak tahu di mana tempat tinggalnya, satu-satunya cara adalah terus-menerus membombardirnya dengan panggilan telepon.Tiffany meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap layar yang menampilkan nama "Bibi Thalia" dengan perasaan kacau. Setelah beberapa saat, panggilan itu akhirnya berhenti. Namun, Thalia mengirimkan sebuah pesan teks.[ Nak, aku tahu apa yang paling kamu takuti sekarang. Kalau kamu nggak mau nenekmu tahu kamu menikahi seorang pria buta, bawa uang ke sini! ]Tiffany mengernyit dan merasa tubuhnya mulai dingin saat membaca pesan tersebut. Pamannya baru saja memperingatkannya untuk tidak membiar

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 47

    Vernon baru dirawat selama tiga hari, mana mungkin biayanya bisa mencapai 200 juta?Di ujung telepon, Thalia terdengar meremehkan. "Kenapa nggak mungkin? Vernon mengalami cedera serius pada ... bagian pentingnya ...." Thalia tiba-tiba tersadar bahwa topik ini sangat memalukan. Dia kemudian berdeham sejenak dan mengalihkan pembicaraan, "Pokoknya, Vernon terluka parah."Namun, suara Thalia tiba-tiba berhenti sejenak. "Tunggu, kenapa kamu bisa tahu Vernon sudah tiga hari dirawat?"Thalia bahkan tidak memberi tahu Kendra soal Vernon yang terluka parah setelah berkelahi dan hampir kehilangan alat vitalnya. Selama beberapa hari ini, Tiffany juga tidak pernah mengangkat teleponnya. Ini adalah pertama kalinya Thalia menyebutkan tentang Vernon yang dirawat di rumah sakit.Jadi, bagaimana Tiffany bisa tahu bahwa Vernon sudah dirawat selama tiga hari?"Kamu tahu sesuatu tentang Vernon yang dipukuli, bukan?" Suara Thalia tiba-tiba meninggi. "Jangan-jangan kamu terlibat dalam masalah ini?"Tiffany

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 48

    "Besok akan kuantarkan langsung ke kamar pasien untukmu." Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan, "Kamu kirimkan saja alamatnya padaku nanti."Setelah menutup telepon, Tiffany duduk bersandar di bawah pohon besar di taman kecil dan mencoba untuk menenangkan diri. Hanya Tuhan yang tahu seberapa banyak mental yang terkuras saat dia berbicara dengan Thalia tadi!Tiffany memiliki kelemahan, yaitu pikirannya sering kali lambat dalam menanggapi situasi. Misalnya, saat bertengkar dengan seseorang, dia sering kali baru menemukan cara untuk membalas argumen itu setelah orang tersebut pergi.Setelah beberapa kali mengalami hal ini, Tiffany menyadari bahwa dia bukan tipe orang yang pandai berdebat atau bersiasat. Oleh karena itu, dia selalu berusaha untuk menghindari masalah dan tidak memulai konflik jika memang bisa dihindari.Ucapan yang dikatakannya kepada Thalia di telepon tadi adalah hasil dari renungannya selama beberapa hari menolak menjawab telepon dari Thalia. Namun, memikir

Latest chapter

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 765

    Melihat Vivi yang begitu ahli melempar semua tanggung jawab pada Lena, Tiffany tertawa. Dia menatap Vivi dengan ekspresi cuek dan berkata, "Bagaimanapun juga, Lena sudah menjadi adikmu selama puluhan tahun ini, tapi kamu malah memanfaatkannya seperti ini. Apa kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Vivi mendengus. "Kenapa aku harus merasa bersalah? Sejak kecil, dia selalu merebut barangku di rumah. Orang tuaku juga bilang nilainya lebih bagus, jadi mereka nggak mengizinkanku untuk terus bersekolah lagi. Malah dia yang boleh bersekolah. Kalau bukan karena orang tua kami meninggal dalam kecelakaan saat dia SMP, aku pasti harus bekerja untuk membiayai sekolahnya ke SMA.""Apa haknya? Aku ini anak kandung orang tuaku, semua ini seharusnya milikku."Seolah-olah teringat dengan berbagai kejadian masa lalu, tatapan Vivi menjadi ganas dan nada bicaranya terdengar liar. "Lena itu bukan adikku dan aku juga nggak pernah menganggapnya sebagai adikku. Kalau bukan karena dia masih berguna, aku suda

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 764

    Saat ini, Vivi sedang bersandar di tempat tidur sambil menonton drama dan matanya sudah berkaca-kaca karena terbawa suasana. Dia mengira itu adalah perawat yang mengantar sarapannya saat mendengar ada yang mengetuk pintu, sehingga dia merespons dengan santai. "Masuk saja."Setelah mengatakan itu, Vivi bahkan sempat mengomel, "Bukankah aku sudah bilang jangan begitu pagi antar sarapannya? Kalau terlalu pagi sarapan, nanti aku sudah lapar lagi sebelum waktunya makan siang."Tiffany yang mendengar perkataan Vivi begitu masuk ke dalam kamar pun tersenyum dan berkata dengan tenang, "Sepertinya aku memang nggak sopan ya. Apa aku seharusnya datang menjenguk sambil membawa sarapan?"Vivi terkejut sejenak saat mendengar suara wanita dengan nada dingin dan menyindir, lalu mengangkat kepalanya dan melihat Tiffany yang sudah berpakaian rapi sedang berdiri di depan pintu. Dia mengernyitkan alis, lalu mengambil remot dan mematikan dramanya. "Nona Tiffany, kenapa kamu bisa datang ke sini?"Tiffany me

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 763

    Saat Tiffany tersadar kembali, itu sudah keesokan paginya dan Julie menjaganya di samping dengan mata yang masih merah.Melihat Tiffany yang sudah bangun, Julie segera membantu Tiffany untuk duduk. "Bagaimana? Apa ada yang sakit?"Tiffany memijat pelipisnya yang sakit. "Kenapa aku di sini?"Julie menuangkan segelas air dan menyerahkannya pada Tiffany, lalu menghela napas. "Kamu sudah sibuk menyelesaikan tugas akhir selama beberapa hari ini, jadi nggak istirahat dengan baik. Kejadian di pintu lembaga riset kemarin membuatmu terlalu kaget dan kamu juga terlalu sedih saat dengar kondisi Xavier, jadi kamu pingsan. Tapi, sekarang kamu sudah baik-baik saja.""Hanya saja, tunangan dari Xavier sudah semalaman nggak tidur. Dia terus duduk di samping tempat tidur dan memegang tangan Xavier. Dia bilang dia yakin satu jam lagi Xavier pasti akan bangun. Tapi, waktu terus berlalu, Xavier masih tetap begitu. Dia masih terus yakin Xavier pasti akan sadar, jadi dia mau tunggu sampai Xavier bangun."Set

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 762

    Lena merangkak mendekat dan menggenggam ujung celana Tiffany, lalu berkata, "Aku bersedia mengakui kesalahanku dan dihukum sesuai hukum, tapi tolong jangan sakiti kakakku. Jangan melibatkan dia dalam masalah ini. Aku mohon padamu."Tiffany mendengus, lalu langsung mengangkat kakinya dan menyingkirkan tangan Lena. "Karena kamu memohonku, jadi aku harus menurut padamu? Kalau tahu hari ini akan begini, kenapa kamu harus melakukannya? Kamu pikir kamu bisa lolos dari hukum setelah melakukan semua ini?"Wajah Lena langsung menjadi pucat. Sebenarnya, dia sudah memperkirakan semua yang terjadi sekarang, tetapi kakaknya terus murung selama beberapa hari ini. Kakaknya bilang Tiffany sudah kembali, berarti dia harus meninggalkan Sean dan Kota Aven.Selama tiga tahun ini, Lena melihat dengan jelas betapa baiknya kehidupan kakaknya di sisi Sean. Jika meninggalkan Sean, kakaknya akan kehilangan pengobatan yang terbaik dan standar hidup kakaknya juga akan memburuk. Dia mengakui dirinya bukan orang ya

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 761

    Kepala Lena langsung terpelintir ke samping karena tamparan itu. Dia menjilat darahnya yang amis dan manis di sudut bibirnya, lalu menatap Miska yang menamparnya dengan tatapan yang dingin. "Kamu pikir kamu ini siapa?"Miska menatap Lena dengan dingin dan berkata, "Aku ini tunangan pria yang di dalam. Karena kamu, tunanganku baru jadi seperti sekarang. Kalau terjadi apa-apa padanya, aku nggak akan memaafkanmu."Setelah menatap Miska dengan tatapan menyindir selama beberapa saat, Lena tertawa. "Kamu adalah tunangannya pria itu? Kalau begitu, kamu benar-benar kasihan. Kalau kamu nggak bilang, aku akan mengira kamu ini adiknya Tiffany. Kemungkinan besar, pria itu bersamamu karena menganggapmu sebagai pengganti Tiffany, 'kan?"Setelah mengatakan itu, Lena melanjutkan sambil menggelengkan kepala dan ekspresinya terlihat kasihan. "Sayang sekali. Meskipun sudah ada kamu yang sebagai pengganti, hatinya tetap nggak bisa melupakan Tiffany. Kalau nggak, dia juga nggak akan menabrak truk itu demi

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 760

    "Aku Miska, panggil aku Miska saja." Gadis itu meremas tali ranselnya dan bertanya dengan cemas, "Katanya dia mau datang duluan untuk kasih kamu kejutan. Kenapa tiba-tiba kecelakaan?"Tiffany memejamkan matanya, tidak tahu harus menjelaskan dari mana untuk sesaat. Namun, dia tetap menatap gadis itu dan berkata, "Miska, kamu ... harus menyiapkan mentalmu. Cedera Xavier kelihatannya cukup parah."Miska tertegun, baru menyadari betapa serius situasinya. Mata bulatnya yang hitam sontak menjadi suram. "Dia ... dia nggak apa-apa, 'kan? Kami baru saja ... tunangan."Kalau saja Miska tidak menyebut itu, mungkin Tiffany bisa menahan diri. Namun, begitu kalimat itu dilontarkan, rasa sakit langsung menyayat hatinya.Semua ini salahnya. Karena kebaikannya sendiri, dia memberi celah bagi kakak beradik itu untuk menyakitinya.Seandainya hari itu dia berbicara terus terang kepada Sean soal kejadian tiga tahun lalu, seandainya dia membongkar kebohongan Vivi, mungkin Xavier yang jauh-jauh datang untuk

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 759

    Di belakang mereka mulai terdengar teriakan, ada yang mulai menelepon polisi. Suara sirene mobil patroli dan ambulans pun terdengar bersahut-sahutan.Tiffany terdiam dalam pelukan Sean, matanya masih tertutup oleh telapak tangan pria itu. Dia seperti boneka yang kehilangan jiwanya, bersandar lemas di dadanya."Xavier ... dia baik-baik saja, 'kan?""Dia akan baik-baik saja." Sean memeluknya erat. "Dia sudah dibawa ambulans untuk mendapatkan pertolongan. Kita ke sana ya.""Ya ...." Tiffany masih bersandar di pelukannya, suaranya lirih. "Sean, kamu yakin nggak salah lihat? Dia bilang besok baru sampai dan bawa tunangannya ke sini .... Gimana mungkin .... Nggak mungkin. Dia seharusnya masih di luar negeri sekarang ...."Nada suaranya pilu.Sean memeluknya lebih erat. "Mungkin dia mau kasih kejutan untukmu." Suara berat Sean terdengar serak. "Tadi dia telepon aku, tanya kamu di mana.""Aku bilang kamu di lembaga penelitian. Setelah itu, dia langsung matiin telepon. Sepertinya dia datang leb

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 758

    "Tiff ... kamu benaran cuma butuh dua hari untuk menyelesaikan makalah serumit ini?"Di dalam kantor Risyad, Tiffany tersenyum sambil menatapnya. "Ini semua berkat bimbingan Pak Risyad yang luar biasa. Aku tahu kamu sangat menghargaiku, jadi aku nggak berani menyepelekan tugasku. Makanya, aku buru-buru menyelesaikannya."Risyad yang memakai kacamata tebal itu pun memancarkan kebanggaan dan kekaguman. "Anak muda memang luar biasa! Penuh semangat, penuh energi, dan punya kemampuan!"Saking semangatnya, Risyad menahan Tiffany untuk mengobrol. Sampai akhirnya ada yang mengetuk pintu dari luar, barulah Tiffany bisa terbebas dari pembicaraan panjang Risyad yang sangat antusias.Saat Tiffany keluar dari lembaga penelitian, waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Matahari masih bersinar, tetapi cahayanya terasa lembut.Saat berdiri di depan gerbang lembaga penelitian, Tiffany meregangkan badan sambil menarik napas lega. Beban besar di hatinya akhirnya terangkat.Beberapa hari ke depan, tugasnya

  • Dimanja Suami Pembawa Sial   Bab 757

    Xavier dan tunangannya dijadwalkan tiba di Kota Aven tiga hari lagi. Agar punya waktu untuk menemani tunangan Xavier jalan-jalan di Kota Aven, Tiffany sampai mengambil cuti beberapa hari dari lembaga penelitian.Untungnya, pihak lembaga cukup pengertian. Meskipun Tiffany baru bekerja di sana, setiap kali dia meminta cuti, atasan selalu menyetujui tanpa banyak tanya."Tapi, Tiff ...." Suara Risyad terdengar dari seberang telepon, diiringi batuk kecil. "Aku ingat kamu janji, selama beberapa hari ini di rumah, kamu bakal menyelesaikan jurnal penelitianmu, 'kan?"Tiffany buru-buru mengangguk. "Tenang saja, Pak! Sebelum masa cuti habis, aku pasti akan kirim jurnal penelitianku ke lembaga! Aku nggak pernah ingkar janji kok!"Suaranya yang tegas dan meyakinkan membuat Risyad tertawa. "Oke, jangan sampai kamu ingkar janji ya!"Setelah mengobrol sebentar, Tiffany langsung merengek manja pada Sean untuk mengantarnya pulang agar bisa segera menulis jurnal.Meskipun mengatakan akan menyelesaikanny

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status