Share

Dimabuk Pesona Pria Penuh Kuasa
Dimabuk Pesona Pria Penuh Kuasa
Penulis: Queen Yummy

1. Malam Panas

Di depan matanya sendiri, Alexana Bliss menyaksikan tunangannya tengah berhubungan badan dengan adik tiri yang menyiksa Xana selama 13 tahun belakangan ini.

“Hmmhh, aaahh!” 

Desahan kedua manusia laknat itu saling bersahutan sementara Xana menutup mulutnya dnegan telapak tangan, menahan suara apa pun yang ingin keluar.

Saat ini pukul 1 dini hari. Xana baru saja pulang kantor dan berniat untuk mengejutkan sang kekasih. Sebelumnya ia memang mengatakan kalau ia tidak bisa menemui Lius, tunangannya tersebut, karena harus lembur.

Xana datang dengan mengendap-endap, toh ia tahu sandi kamar apartemen bernomor 32 tersebut.

Namun, sesampainya ia di sana tadi, Xana mendengar suara-suara tidak senonoh dari dalam kamar Lius dan menyaksikan perselingkuhan pria yang paling ia percaya tersebut dari sela-sela pintu kamar yang terbuka.

Rasa sesak di dada muncul hingga mengguncang hatinya. Dunia tempat ia berpijak terasa hancur hingga membuatnya jatuh ke lubang tak berujung.

Akan tetapi, pada akhirnya, Xana keluar dari sana tanpa menimbulkan suara apa pun, sama seperti saat ia masuk.

“Aaaargh!” Baru ketika ia ada di jalanan yang sepi, Xana mulai berteriak. Ia merasa seperti sedang dipermainkan, hingga kemudian Xana tertawa.

Sekalipun air mata mengucur deras dari sepasang matanya.

“Hahaha, dasar berengsek!”

Kakinya yang sudah berusaha melangkah itu mulai runtuh. Wanita itu jatuh, terduduk di lantai trotoar di malam yang sepi, dingin, dan sunyi. Tawanya masih ada, disertai air mata. Ada rasa sakit yang tidak bisa digambarkan, juga rasa pilu yang membuatnya frustrasi.

Karena perasaan-perasaan itu pula, Xana kemudian memaksakan dirinya untuk bangkit dan melakukan sesuatu untuk menghibur dirinya.

Di malam yang sama itu pula, Xana mengganti pakaian formal kantornya menjadi sebuah gaun hitam yang indah, glamor dan sangat terbuka. Wajahnya masih pucat, tapi sepasang matanya tidak sayu sekalipun agak sembab.

Wanita itu berjalan menuju kelab yang tak jauh dari sana.

Di dalam sana, pesta sedang berlangsung. Suara musik dan tawa terdengar dengan begitu jelas, seakan mengatakan kalau dunia tidak akan peduli pada perasaan Xana yang sedang hancur karena melihat tunangannya berselingkuh tadi.

Xana tak akan bisa menikmati pesta, sehingga ia hanya duduk di depan meja tempat bartender berada sambil terus meminum alkohol dalam kadar yang tinggi.

“Berikan aku minuman lagi,” gumam Xana yang sudah mabuk sepenuhnya.

“Nona, Anda sudah mabuk,” kata bartender tersebut.

“Tidak, tidak. Bagaimana mungkin aku mabuk?” balas Xana sebelum kembali tertawa. Matanya sudah tidak fokus dan tubuhnya tidak dapat duduk tegap lagi. Wajah wanita itu pun sudah memerah. “Aku masih bisa merasakan rasa sesak ini. Aku juga masih ingat kejadian menjijikkan tadi. Jadi, bagaimana mungkin aku sudah mabuk?”

“Apa ada keluarga Anda yang bisa dihubungi?”

Xana diam. Fokus pada pandangannya yang mula berputar, membuat tubuhnya makin condong ke sisi dan akhirnya tumbang ke samping. 

Di saat yang bersamaan, seorang pria yang sejak tadi ada di sebelahnya menangkap tubuh Xana yang terjatuh.

“Uh, lepaskan aku,” protes Xana saat merasakan sepasang tangan kokoh itu setengah memeluknya. Ia masih berusaha untuk sadar.

Pelukan itu terlepas, tetapi kedua telapak tangan Xana masih berada di dada bidang pria yang tadi menangkapnya. Menopang tubuhnya yang tak sanggup duduk dengan benar. 

Xana berusaha membuka matanya dan melihat wajah pria yang tengah berdiri di hadapannya.

“Hei, kau tampan sekali,” gumam Xana sambil tersenyum.

Wajah di hadapan Xana itu memiliki garis rahang yang tegas, rambut hitam pekat, dan tubuh tinggi yang kekar. Kulit pria itu tak terlalu putih, tetapi berkilau dan bersih, bagaikan pahatan patung yang dibuat dengan hati-hati hingga menjadi karya yang sempurna. 

“Apa kau keluar dari imajinasiku?” gumam Xana lagi. “Wajahmu sesuai sekali dengan seleraku. Sayangnya aku harus realistis dan jadi memilih pria berengsek itu.”

Xana kembali tertawa.

“Apa Anda mengenalnya, Tuan?” tanya bartender pada si pria asing.

Pria itu menatap Xana yang kini menyentuh wajahnya. Bahaya meninggalkan wanita yang sudah tidak sadar tersebut di sini sendirian.

“Ya.” Pada akhirnya, pria asing tersebut menjawab. “Aku mengenalnya, aku akan membawanya pulang.”

Aland Elanz, sosok pria berwajah sempurna yang menolong Xana.

Tubuh Xana lalu diangkat oleh Aland, menggendongnya hingga masuk ke dalam mobil Bugatti Chorin yang terparkir di base kelab.

“Hei. Katakan padaku di mana rumahmu.” Aland kemudian bertanya, tapi tidak mendapatkan jawaban 

Xana terus menjawab jika ia ingin minum dan tak ingin pulang sampai rasa sakitnya hilang.

Tak mendapatkan jawaban dari Xana membuat Aland melakukan langkah sendiri. Pria itu membawa Xana ke sebuah hotel mewah terdekat dari sana. 

Aland memesan satu kamar untuk Xana tempati malam ini dan menggendong wanita itu hingga ke dalam kamar.

Tubuh Xana dibaringkan di atas ranjang, Aland juga melepaskan sepatu heels berwarna hitam itu. 

Setelah itu, Aland merasa ia sudah cukup membantu sampai disini dan hendak pergi.

Namun, saat Aland hendak berbalik, lengan kirinya tiba-tiba ditarik oleh Xana. 

“Hei, jangan tinggalkan aku.” Wanita itu berucap sambil tertawa kecil. Pandangan matanya yang tidak fokus terarah ke wajah tampan Aland. “Mumpung kamu datang ke mimpiku, bagaimana kalau kita bersenang-senang?”

Xana menarik lengan Aland sampai tubuh Aland terjatuh di atas ranjang. Dengan cepat, wanita itu kemudian bangkit dan menempatkan dirinya di atas tubuh Aland. Jari-jari Xana mulai membelai wajah tampan itu. 

“Jadilah milikku,” bisik Xana pelan. Senyuman di wajahnya seperti sedang menggoda. Tangan Xana meraba dada kekar pria itu dengan perlahan.

Sentuhan Xana berhenti ketika pergelangan tangannya dicengkram kuat oleh Aland. 

“Kau tidak akan menyesal?” tanya Aland, datar.

“Penyesalan tidak ada dalam kamusku,” seringai Xana.

Tak menunggu lama, Aland langsung membalikan posisi mereka. 

Kini tubuh ramping Xana lah yang berada dibawahnya. Dengan perlahan pria itu mencium bibir Xana hingga menjadi lebih kasar dan tak terkendali. 

Malam itu menjadi malam panas pertama antara Xana dan Aland.

***

“Ini adalah sebuah kesalahan,” ucap Xana keesokan harinya. Ia masih duduk di ranjang, belum berbusana. Sementara pria yang menolongnya kemarin malam berbaring di sebelahnya. “Maaf.”

Aland tersenyum miring. “Katamu, kau tidak akan menyesal.”

Teringat akan ucapannya semalam, Xana berdeham. Samar-samar ia mengingat sensasi mendebarkan saat ia menghabiskan malam penuh gairah dengan pria ini. Sesuatu yang tidak pernah ia duga sebelumnya.

Maksud Xana–yang benar saja! Dia ini pria asing, meskipun memang wajah itu adalah tipenya. 

Dan dia melakukannya setelah melihat perselingkuhan tunangannya!

Tunggu … benar juga. Tunangannya berselingkuh.

Sementara itu, perlahan Aland bangkit duduk. “Lalu maumu sekarang bagaimana?” tanyanya.

Pertanyaan dari pria itu seperti memunculkan sebuah ide dalam kepala Xena.

“Karena aku yang menyebabkan kesalahan ini, aku akan bertanggung jawab,” ucap  Xana kemudian, dengan wajah dingin sambil menatap Aland. 

Pria dengan wajah tak berekspresi yang juga sedang menatap dirinya.

“Aku akan memberikan kompensasi yang besar. Tetapi kau harus melakukan sesuatu untukku,” lanjut Xana.

Aland menyeringai. “Setelah mengambil keuntungan dariku sekarang kau menginginkan lebih dari ini,” balasnya.

“Dua miliar,” ucap Xena kemudian. “Jadilah kekasihku selama seminggu. Setelah aku membatalkan pertunanganku dengan kau sebagai alatnya, kau akan mendapatkan uangnya.”

Aland terdiam. Sorot matanya yang tajam tampak tenang.

“Baiklah,” ucap pria itu pada akhirnya. “Tapi aku juga punya syarat.” 

“Katakan,” jawab Xana. 

Pria itu bergeser mendekat, membisikan kalimat yang membuat Xana terpaku. 

“Berikan malam-malammu untukku.”

Bersambung….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status