Share

3. Akhir Dari Perjanjian

“Pembalasan akan segera dimulai.”

Tanpa Xana dan Aland sadari, Julie Bliss, adik tiri Xana, sedang melihat mereka dari jendela kamarnya di lantai dua. Julie mengerutkan keningnya, dengan perasaan heran wanita itu bergegas menuju ruang makan. Di sana ayah dan ibunya juga baru saja tiba untuk sarapan.

Tak lama kemudian, Xana dan Aland tiba di ruang makan. 

“Selamat pagi Ayah, Bibi Hilda, dan Julie, maaf datang tanpa mengabari lebih dulu,” sapa Xana dengan senyum lebar yang dingin.

“Xana, kau datang,” sapa balik Bernan yang kaget dengan kedatangan putri pertamanya. Semua mata tertuju pada pria yang tengah berdiri di sebelah Xana dengan tatapan bingung sekaligus penasaran. Wajah yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.

“Ayo duduk, kita makan bersama,” lanjut Bernan.

Xana menggandeng lengan Aland dan berjalan bersama menuju kursi. Mereka duduk bersebelahan di sisi kanan Bernan. Semua mata terus menatap wajah asing itu dengan tatapan yang penuh dengan pertanyaan.

“Ayah, kenalkan dia Aland,” ucap Xana sambil tersenyum lebar, mata besarnya juga ikut tersenyum. “Kekasihku.”

“Salam kepada ayah mertua, saya Aland.” Aland memperkenalkan diri dengan tenang, tetapi aura mendominasinya tetap terasa.

Suasana menjadi berbeda, seluruh orang yang ada di ruangan itu menunjukan ekspresi kaget mereka. Tercengang hingga tak dapat menyembunyikan perasaan dan pikiran mereka. Sudah tertebak jika mereka bingung dengan perkataan Xana.

Terlebih lagi ekspresi Julie yang kaget dan tak percaya dengan yang ia dengar. Wajahnya terlihat lucu hingga Xana rasanya ingin tertawa.

“Bagaimana bisa wanita yang sudah bertunangan memiliki kekasih?” kata Hilda menahan emosi.

“Aku memutuskan untuk membatalkan pertunanganku. Ayah juga tak pernah setuju dengan hubungan itu. Jadi aku mencari pria yang lebih baik,” jelas Xana dengan santai.

“Aku memang tak pernah setuju dengan pria itu. Dia hanya seorang manajer dan dari keluarga miskin yang tak berpengaruh. Aku bisa mengenalkanmu dengan putra dari keluarga ternama,” balas Bernan. “Kau berasal dari keluarga mana?” lanjut Bernan dengan nada ketus sambil melihat kearah Aland. Kerutan di keningnya semakin terlihat dengan jelas.

“Ayah, kami baru saja saling mengenal. Aku juga tak peduli dengan latar belakang keluarga. Aku membawanya karena ingin membuktikan jika aku sudah tak ada perasaan terhadap mantan tunanganku,” sela Xana.

“Kau tidak boleh membuat kesalahan dua kali. Sebagai ayahmu aku berhak menentukan pria yang cocok bersama dengan putriku,” ucap Bernan.

Hilda dan Julie hanya menyimak percakapan anatara ayah dan putrinya dengan wajah heran. Mungkin mereka bingung karena wanita yang bersikeras memperjuangkan hubungannya hingga bertunangan malah dengan santainya memutuskan pertunangannya sendiri bahkan membawa kekasih baru.

“Sebenarnya aku datang untuk membawa dua kabar bahagia,” ujar Xana, kemudian berhenti karena ia meminum wine yang ada didepannya. Sementara yang lainnya sedang menyantap sarapan yang sudah dihidangkan diatas meja, kecuali Aland.

“Aku yakin ayah akan kaget. Tetapi ini bukan kabar bahagiaku tetapi kabar bahagia dari adikku,” lanjut Xana dengan wajah datar.

“Kabar bahagiaku?” balas Julie, heran. Dia terlihat penasaran dan panik. Saudara palsu yang selalu menjadi musuhnya memberikan kabar bahagia, tentu saja itu adalah maksud lain. Maksud dari kabar bahagia untuk Xana tentu berarti sebaliknya untuk Julie begitupun sebaliknya.

“Selamat ayah, kau akan menjadi seorang kakek. Adikku Julie sedang hamil anak dari mantan tunanganku, Lius Santoz,” jelas Xana dengan senyuman lebar. Memperlihatkan bahwa ia mengucapkan selamat yang tulus dengan terpaksa.

Tak hanya ucapan selamat, Xana juga memberikan hadih Istimewa berupa bukti kehamilan dan perselingkuhan antara Julie dan Lius. Surat rumah sakit dan foto-foto menjadi bukti yang tak terbantah.

“JULIE,” teriak Bernan dengan mata yang melototi Julie. Wanita yang terkenal lugu dan polos itu hanya bisa tertunduk malu dan membisu.

“Sayang, ini pasti salah paham. Julie tak mungkin melakukan itu,” bela Hilda dengan nada panik.

“Ayah sebaiknya kabar bahagia ini diselesaikan dengan baik. Kekasihku alergi terhadap udang, jadi tidak bisa memakan hidangan ini, kami permisi dulu,” pamit Xana dengan senyuman ramah.

Xana dan Aland meninggalkan ruangan sambil tangan Aland yang memeluk pinggang Xana dari belakang. Mereka pergi dengan perasaan Bahagia. Ini mungkin hanya pembalasan kecil, tetapi Xana percaya dengan Langkah awal ini ia akan bisa melakukan hal lebih besar. Karena pembalasan kecil ini membuat putri tersayang Hilda terjebak dikeluarga miskin yang tak memiliki pengaruh. Itu akan membuat ambisinya mengusai keluarga Bliss semakin besar. Kemauan besar bisa menimbulkan kehancuran besar pula.

***

Kini Xana telah tiba di apartemen pribadinya setelah pertunjukan luar biasa tadi. Xana membersihkan diri dengan berendam selama setengah jam di bathup, kemudian memakai produk perawatan wajah dan kulit, lalu setelah itu duduk di sofa sambil menonton tv.

Memakai kaos polos dengan celana pendek memang sangat nyaman, rumah memang tempat melakukan kebebasan. Xana selalu merasa bisa bebas memakai apa saja dan melakukan apa saja yang ia suka. Ditengah kenikmatan santai itu, ponsel Xana berbunyi.

Panggilan dari seseorang yang ia tunggu-tunggu. Ini pasti akan terjadi, tetapi Xana tak mengira jika Lius akan mendapatkan kabar itu secepat ini.

“Xana, apa benar kau membatalkan pertunangan kita?” tanya Lius langsung setelah panggilan diterima. Nada bicara yang terdengar marah membuat Xana tersenyum sinis.

“Ya, itu benar,” jawab Xana, santai.

“Kenapa kau membatalkannya secara sepihak? Kau bahkan membawa seorang pria yang kau bilang adalah kekasihmu, ini adalah pengkhiatan,” oceh Lius.

“Selamat atas kehamilan kekasihmu,” sindir Xana.

“Jawab aku!” bentak Lius.

“Kau yang pertama mengkhianatiku. Kita tak ada hubungan lagi. Kau tidak berhak bertanya mengenai urusan pribadi,” ucap Xana, dingin.

“Jika kau marah karena masalah itu aku bisa menjelaskannya. Kita harus bertemu, aku tak ingin kita berpisah,” kata Lius dengan nada yang semakin meninggi.

“Kasihan sekali adikku yang malang. Siapkan saja acara pernikahanmu, jangan hubungi aku lagi.” Perkataan terakhir di panggilan itu. Xana segera memblokir nomor Lius agar pria itu tak dapat menghubunginya lagi.Malam itu Xana tidur dengan tentram. Rasanya malam itu menjadi panjang karena tidurnya begitu nyenyak.

Pagi-pagi sekali Xana sudah berangkar ke kantor. Mobil Porsche Taycan berwarna pink melaju dengan cepat. Hingga masuk ke Kawasan Firma Hukum Sierra, tempat ia bekerja.

Setelah memarkirkan mobil, Xana masuk ke dalam kawasan dalam gedung, menaiki lift menuju ruangan kantornya yang berada di lantai 7.

“Pengacara Bliss,” sapa para karyawan yang berpapasan dengan Xana.

Xana tiba diruangannya, ruangan dengan pintu bertuliskan Pengacara Senior. Beberapa detik Ketika Xana duduk dikursinya, Olive memasuki ruangan.

“Selamat pagi pengacara Bliss, Nyonya Elanz menghubungi dan meminta anda untuk menemuinya hari ini pukul sepuluh pagi,” jelas Olive.

“Apa dia wali dari nona Lili Efelin?” tanya Xana.

“Benar, nyonya Elanz adalah bibirnya, beliau ingin berdiskusi mengenai masalah nona Lili Efelin.”

“Baiklah,” jawab Xana.

Xana melanjutkan pekerjaannya dengan serius. Melihat dokumen klien yang tengah ia tangani. Tetapi ditengah ketenangan yang hanya berlangsung selama satu jam itu, keributan terjadi. Olive datang dengan nafas yang memburu, wajah panik, dan keringat yang bercucuran.

“Ada apa Olive?” tanya Xana, heran.

“Maaf mengganggu waktu anda, tetapi ada masalah. Tuan Santoz datang dan bersikeras untuk menemui anda. Dia terus berteriak dan mengamuk dilobby. Dia bilang tidak akan pergi sebelum bertemu dengan anda,” jelas Olive.

Ketika mendapatkan kabar buruk itu, Xana menjadi pusing seketika. Dirinya bahkan tak menyangka jika mantan tunangannya akan membuat keributan seperti ini. Lalu disaat yang bersamaan pula, sebuah chat masuk ke ponsel Xana. Dilayar terlihat pesan dari Aland, “Aku di lobby kantormu.”

Xana tak tau maksud kedatangan Aland ke kantornya. Yang pasti kedatangan mereka berdua tak seharusnya terjadi diwaktu yang sama.

 Dengan cepat Xana turun ke lobby untuk menemui Lius dan Aland. Entah siapa yang akan ia temui lebih dulu, Xana tak bisa memutuskan sama sekali. Ia tak ingin Lius membuat keributan lebih lama dan ia juga tak ingin membuat Aland menunggu.

Ketika lift terbuka, pemandangan yang mengherankan tengah terjadi. Xana berjalan mendekati kerumunan, sekaligus kearah seseorang yang punggungnya tak asing lagi dimatanya. Mendekati kerumunan, Xana melihat Aland dan Lius yang seling memandang dengan lekat.

“Aland,” panggil Xana. Aland menoleh sambil tersenyum. Lalu lengan Aland menggapai pinggang Xana yang membuat tubuh Xana berada didekapannya. Pemandangan yang tengah disaksikan oleh banyak orang hingga membuat banyak karyawan bergosip.

Didepan Xana dan Aland yang terlihat mesra, ada Lius dengan tatapan kesal. Pria itu menahan amarah yang hendak meledak, itu tergambar diwajahnya.

“Tuan Santoz, sebaiknya anda pulang. Ini bukanlah tempat umum, jangan membuat keributan disini,” ucap Xana, sinis.

“Apa hubungan kalian?” tanya Lius dengan nada rendah. Walaupun terlihat sedang kesal, nada bicaranya rendah, Xana tak mengerti sama sekali.

“Dia kekasihku,” jawab Xana penuh percaya diri.

Lius tertawa kecil, wajah yang frustasi itu tertawa dengan pilu. “Aku hanya berpikir pendek hingga melakukan kesalahan itu. Aku akan memperbaikinya. Tolong jangan tinggalkan aku,” mohon Lius dengan wajah melas.

“Alexana adalah milikku. Jangan tunjukan wajahmu lagi dihadapannya,” tegas Aland. Mereka berdua lalu meninggalkan Lius begitu saja. Berjalan sambil memeluk satu sama lain, menunjukan dengan jelas bahwa mereka adalah pasangan kekasih asli.

Pintu ruangan Xana tertutup rapat ketika Xana dan Aland sudah berada didalam. “Mmmhhh…,” suara nafas Xana yang tertahan akibat bungkaman bibir Aland.

Lengan yang kekar memeluk pinggang ramping itu dengan erat, telapak tangan yang besar menahan kepala Xana agar tak bisa melepaskan penyatuan bibir mereka. Aland memakan bibir mungil itu tanpa henti, sembari bersandar pada dinding dan beralih ke atas meja. Meja kerja yang tersusun rapi dengan dipenuhi oleh dokumen menjadi berantakan.

“Haahh…, tahan dirimu, ini dikantor,” ucap Xana dengan bibir bengkak setelah berusaha mendorong Aland sedari tadi. Xana yang duduk diatas meja dan Aland yang berdiri dihadapannya dengan meletakan tangannya diatas meja membuat tinggi mereka hampir sama.

“Jika dia datang lagi, jangan temui dia,” balas Aland. Berbicara dengan begitu dekat dengan wajah Xana. Berbicara sambil menatap kearah bibir Xana yang sudah bengkak dibuatnya.

Xana mengambil tisu yang ada didekatnya. Mengusap bibir Aland yang terkena lipstick merah pekat miliknya. “Jika dia tidak mengacau aku tidak akan mau menemuinya,” jelas Xana sambil mengusap bibir Aland hingga bersih dari noda lipstick.

Aland kemudian berdiri dengan tegap sambil membenarkan jas dan dasinya. “Aku akan pergi dinas. Jangan lakukan hal yang membahayakan sampai aku kembali.”

“Berapa lama kau akan pergi?” tanya Xana.

“Mungkin cukup lama,” jawab Aland.

“Baiklah, jangan rindukan aku,” balas Xana sambil tersenyum dengan tatapan menggoda. Aland hanya menatap dengan wajah datar kemudian keluar dari ruangan.

“Apa dia lupa kalau hari ini perjanjian kita berakhir,” batin Xana.

Xana mengambil ponsel miliknya yang berada diatas meja. Mengirimkan uang 2 Miliar kepada Aland sesuai janjinya diawal perjanjian mereka. Tak hanya itu Xana juga memblokir nomor pria yang menjadi kekasihnya hanya dalam waktu seminggu saja.

Bersambung…

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status