“Cecilia, mulai sekarang kau ikut Tuan Wong.”
Mendengar ucapan Angel, ibu tirinya, Cecilia hanya diam. Raut wajahnya datar seperti kolam beku.
Gadis itu berusaha menguasai emosinya. Dari balik kacamata hitamnya, Cecilia menatap Travis Wong di seberang meja.
Laki-laki yang duduk dengan kedua kaki terbuka lebar itu jelas-jelas orang yang berbahaya.
Pria berambut pirang kusam itu bersikap urakan. Seluruh tubuhnya bertato. Secara keseluruhan dia memiliki aura yang terasa intimidatif. Para penjaga berbadan besar di tempat ini mematuhi Travis dan menyebutnya “Bos”.
Beberapa menit lalu, ketika Cecilia tiba di sini, Travis Wong baru selesai menghajar dua orang pria dengan tangan kosong.
Kedua pria itu terkapar telanjang, wajah mereka babak belur dihantam bogem mentah.
Travis bangkit dari sofa, menghampiri Cecilia. Dilepasnya kacamata Cecilia, lantas dia amati kedua mata Cecilia baik-baik.
“Eh, gadis manis, benarkah kau buta?”
“Ya, dia buta, Tuan.” Pertanyaan Travis untuk Cecilia dijawab Angel. “Dia mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu.”
“Hm.” Travis mendengus sambil mencengkeram pipi Cecilia. “Sayang. Padahal matamu indah. Wajahmu juga cantik.”
“Jadi, bagaimana dengan utang saya?” tanya Angel, enggan basa-basi.
“Baiklah, utang Nyonya kuanggap lunas seperempat. Tapi, bayar cicilan Nyonya tepat waktu.”
Travis mengitari Angel seperti hyena mengitari mangsa, lantas berhenti di hadapan Angel.
“Jika tidak, aku pastikan, Nyonya akan kehilangan jari-jari Nyonya dengan cara yang menyakitkan.”
Sekujur tubuh Angel bergidik. “T-tentu saja, Tuan!”
Travis menyeringai. “Pergilah.”
Angel bergegas meninggalkan private club mewah itu. Setelah Angel pergi, Travis kembali mengamati Cecilia.
Kecantikan gadis itu termasuk langka di negeri ini. Dia memiliki kulit seputih gading dan wajah blasteran. Terutama iris matanya yang berwarna giok, benar-benar mencolok.
Travis merasa beruntung mendapatkan gadis itu. Cecilia bisa jadi aset yang menguntungkan.
“Kau anak tiri Angel?” ulik Travis.
Cecilia mengangguk pelan.
“Pantas saja. Kau tidak mirip Angel.” Travis menyilangkan kaki. “Dari tadi kau tidak bersuara. Kau juga bisu?”
“Tidak, Tuan,” jawab Cecilia.
“Kau masih perawan?”
Pertanyaan Travis membuat alis Cecilia berkedut. Gadis itu merapatkan bibirnya yang indah.
“Tak perlu kau jawab.” Travis bangkit dan meraih tangan Cecilia. “Biar langsung diperiksa saja.”
“T-tunggu, Tuan!” Cecilia berusaha melepaskan pergelangan tangannya dari genggaman Travis. “Tunggu sebentar!”
“Apa kau mau kuperiksa di sini, sementara kamera pengawas sedang menyorot kita?”
“T-tidak ….”
Travis menarik tangan Cecilia sampai ke parkiran, lalu dengan kasar mendorong gadis itu masuk ke mobilnya. Tidak lama kemudian, mereka pun tiba di rumah Travis. Rumah yang megah, dijaga ketat oleh banyak pengawal.
Para pengawal bersetelan serba hitam menyambut Travis dan Cecilia ketika mereka turun dari mobil. “Selamat datang, Tuan Kedua!”
Cecilia pun semakin menyadari, dia sudah terjebak di sarang gangster. Namun, Cecilia segera menyusun rencana di kepalanya untuk kabur dari sini.
Cecilia yakin, dirinya akan baik-baik saja, selama para gangster itu tidak tahu bahwa sebenarnya Cecilia dapat melihat.
Ya, Cecilia hanya pura-pura buta, demi mengelabui ibu tirinya.
***
Setelah Travis memberikan Cecilia makan siang, Travis memerintahkan pelayan memandikan Cecilia dan sedikit mendadaninya. Cecilia juga dipakaikan gaun tidur berbahan satin tipis. Setelah itu Cecilia dipersilakan beristirahat di sebuah kamar tidur di lantai dua.
Cecilia memandang ke sekeliling. Kamar itu sangat luas. Interiornya jelas didesain secara profesional dan dipenuhi perabot mewah.
Dari dekorasinya yang didominasi warna hitam, juga wangi pengharum ruangan yang maskulin, Cecilia yakin pemilik kamar ini adalah seorang laki-laki.
‘Mungkin ini kamar Travis,’ pikir Cecilia. ‘Sepertinya aku ditempatkan di sini karena aku harus melayaninya malam ini.’
Cecilia termenung di atas pembaringan, memikirkan bagaimana caranya untuk menghindari hal itu. Kamar ini memiliki jendela besar, namun jendelanya tidak bisa dibuka. Satu-satunya jalan keluar dari kamar ini hanyalah pintu.
‘Rumah ini sangat besar dengan banyak ruangan. Aku pasti bisa meloloskan diri jika aku berhati-hati. Lebih baik aku bergerak sekarang.’
Cecilia baru saja hendak bangkit, tapi gelombang vertigo menghantam kepalanya.
‘A-apa yang terjadi ….’
Cecilia meringis nyeri. Penglihatannya menjadi buram. Tubuhnya sempoyongan, tidak bertenaga.
Grativasi Bumi pun seolah menariknya, membuat gadis itu tetap duduk di ranjang. Cecilia juga tidak sanggup menahan kantuk yang membuat kelopak matanya perlahan terpejam.
Tak lama kemudian, tubuh Cecilia tergolek, tak sadarkan diri.
Begitu Cecilia pulas, Travis datang bersama seorang wanita paruh baya. Wanita itu disebut Bibi Susan, kepala pelayan di kediaman Wong.
Mereka memeriksa gadis itu seperti memeriksa barang dagangan.
“Bibi membiusnya?” tanya Travis.
“Ya, Tuan, cukup untuk membuat Nona Cecilia tidur sampai esok pagi,” jawab Bibi Susan.
“Bagaimana menurutmu?” Travis bersedekap. “Apa kakakku akan menyukainya?”
“Saya tidak tahu, Tuan.” Terdengar keraguan dalam suara Bibi Susan. “Tuan Pertama tidak pernah membawa perempuan yang dikencaninya ke rumah.”
Travis mengeluarkan sebotol kapsul misterius dari saku jaket.
“Tidak masalah. Masukkan sebutir isi kapsul ke dalam minuman kakakku. Itu akan membuat kakakku tak dapat menolak Cecilia nanti malam.”
Travis kembali merogoh jaket, menyobek selembar cek kosong yang telah ditandatangani, lantas menyodorkan cek itu pada sang kepala pelayan.
“Bibi, rahasiakan kapsul itu,” kata Travis. “Jangan bilang siapapun.”
“Baik, Tuan,” sahut Bibi Susan.
Sambil bersenandung riang, Travis meninggalkan kamar.
***
“Ugh!”
Dalam kondisi setengah sadar, Cecilia merasakan tubuh seseorang di atas tubuhnya.
Kamar itu gelap gulita karena seluruh penerangan dipadamkan. Cecilia tidak dapat melihat bagaimana wujud orang itu.
Tapi, satu hal yang pasti, orang itu sedang mencumbu lehernya dan menjamah kulitnya. Cecilia tidak dapat bergerak, dia bahkan tidak bisa bersuara, seolah sarafnya benar-benar lumpuh.
Sebelum mengerti sepenuhnya apa yang terjadi, kesadaran Cecilia menurun lagi.
Selanjutnya, ketika Cecilia terbangun, sekelilingnya terang benderang. Matahari bersinar terik. Hari sudah berganti.
“Kau sudah bangun?”
Suara berat dari sisi kanan membuat Cecilia tersentak. Itu bukan suara Travis. Cecilia tidak berani menoleh.
Pemilik suara itu turun dari ranjang, dan duduk di sebuah kursi di samping ranjang.
Pria itu memang bukan Travis. Dia bersurai hitam. Tubuhnya lebih tinggi dan lebih besar daripada Travis.
“Siapa Anda?” tanya Cecilia waspada. “Dari suara Anda … saya tahu Anda bukan Travis Wong.”
“Aku Marcus Wong, kakak Travis,” sahut pria itu.
Meski Cecilia tidak melihat ke arah pria itu, Cecilia dapat menangkap dari sudut matanya, pria itu sedang menatapnya dengan intens.
“Apakah semalam Anda … menyentuh saya?” Cecilia menahan geram.
Pria itu menghela napas berat, lalu menjawab lugas, “Benar.”
Cecilia terdiam. Panasnya amarah menyebar cepat di dalam dada, membuat seluruh wajahnya merah padam. Maniknya yang berwarna giok meneteskan air mata.
Tangan gadis itu mengepal erat, meremas selimut yang menutupi tubuhnya. Dalam hati, Cecilia mengutuk ibu tirinya. Cecilia bersumpah, dia akan segera pergi dari istana gangster ini, dan membalas kejahatan Angel yang telah membuatnya terjebak di sini.
Sementara itu, dari tempatnya duduk, Marcus terus menatap gadis itu.
[Akhir Bab 1]
Hai kamu yang lagi baca ceritaku~ Terima kasiiih banyak, kamu sudah mampir di sini! Aku pengen tau dong, oke gak nih ceritanya? Tolong komen ya, soalnya ini cerita pertamaku di GN! Eh, btw, yuk kita temenan di IG: @chubbymisso Sekali lagi terima kasih banyak~
Selama beberapa saat Marcus biarkan gadis itu merenung di ranjangnya. Lagipula, Marcus tidak dapat mengelak, gadis itu memang sangat sedap dilihat. Marcus ingin terus memandangnya. Duduk bersilang kaki, mata Marcus menelusuri wajah Cecilia yang merona. Butir-butir air mata yang berjatuhan dari manik zaitun Cecilia membasahi bibir yang kemerahan. Marcus harus mengakui, Cecilia adalah gadis tercantik yang pernah dia temui langsung. Marcus dapat melihat bekas-bekas cumbu di leher, bahu dan tulang selangka Cecilia. Tubuh ramping itu bertulang besar, berdada busung. Pinggulnya menyerupai gelas jam pasir. Tubuh yang pasti akan digemari kaum pria itu begitu kontras dengan wajah polos Cecilia yang kekanakan. Tubuh Marcus pun bereaksi. Marcus tidak bisa membedakan, apakah dia tergoda oleh kecantikan Cecilia, atau ini sisa efek minuman semalam. Tadi malam, Travis membuat Marcus mabuk, dan Travis telah pula meracuni minuman Marcus dengan obat perangsang. Akibatnya, Marcus tidak dapat berpi
Setelah berbulan-bulan menghadapi berbagai perlakuan kejam Angel, Cecilia terlatih untuk tidak bereaksi terhadap apapun yang dilontarkan Angel kepadanya. Bagi Cecilia, diam seperti batang kayu adalah cara bertahan hidup. Cecilia tahu, semakin dilawan, Angel akan semakin sadis.Cecilia pun menggunakan cara yang sama untuk menghadapi Marcus. Cecilia akan terus diam sampai Marcus bosan dan membuangnya.Tapi Angel dan Marcus dua individu berbeda. Diamnya Cecilia pada Marcus pun memberikan efek yang berbeda.Yang Angel inginkan adalah seluruh harta Cecilia, sementara yang Marcus inginkan adalah Cecilia sendiri.Diamnya Cecilia membuat Marcus merasa tertantang. Marcus ingin membuat Cecilia bicara kepadanya. Tentu bukan bicara dengan marah seperti sekarang, melainkan dengan mesra.***“Jual Cecilia Song padaku.”Waktu makan malam, kedua tuan muda Wong kembali bertatap muka di ruang makan.“Haaah?!” Mendengar permintaan kakaknya, Travis terkejut sampai berdiri dari kursinya.“Aku serius,” sah
Cecilia membeku. Otot-otot di wajahnya menegang karena dia menggigit geraham kuat-kuat.Marcus tersenyum. Jantung Marcus pun, seperti Cecilia, berdebar lebih cepat.Marcus merasa menggoda akal Cecilia jauh lebih menyenangkan daripada pemanasan sebelum bercinta.“Saya bisa membedakan gelap dan terang …” ucap Cecilia. “Dan terkadang saya bisa menangkap beberapa warna walaupun sangat samar ….”“Oh ya?”Cecilia tidak tahu apakah jawabannya meyakinkan Marcus atau tidak. Senyum Marcus yang ringan dan misterius tidak berubah. Sorot matanya yang tajam pun tidak beralih dari mata Cecilia.Cecilia menahan napas, hampir terserang panik. Cecilia ingin meronta, tapi dia terus mengingatkan diri. Jangan lepas kendali, itu hanya akan memperburuk keadaan.Marcus meninggalkan kecurigaannya, dan kembali mencumbu Cecilia.“Karena kau buta, indra perabamu pasti lebih sensitif.”Marcus menggerakkan tangan Cecilia untuk menyentuh tubuh pria itu.“Kau boleh menyentuhku di manapun kau suka, Cecilia.”***Hamp
“Tumben kau menelepon,” ujar Krystal yang masih sibuk di kantor.“Apa kau tahu bahwa Marcus menyewa pelacur?” tanya Travis dengan nada menyindir.“Oh ya?” Krystal terdengar oke. “Lalu kenapa?”“Marcus menyewa pelacur itu untuk melayaninya secara eksklusif selama sebulan.”“Kurasa itu lebih baik daripada Marcus tidur dengan perempuan berbeda setiap malam.”“Bagaimana kalau kakakku jatuh cinta pada pelacur itu?”Krystal tidak menjawab. Travis mendengus tertawa. Rupanya Krystal pun merasakan cemburu.“Kau calon Nyonya Wong, sebaiknya kau lakukan sesuatu untuk mempertahankan statusmu di rumah ini sebelum seorang pelacur mencurinya,” hasut Travis. “Sejujurnya, Cecilia Song sangat cantik. Sepertinya dia juga hebat di ranjang. Kakakku sudah bolos dua hari menemani pelacur itu.”Tanpa menanggapi Travis, Krystal memutuskan sambungan.***Ketika Marcus kembali ke kantor, sekretarisnya menyambutnya dengan setumpuk tugas. Dalam tiga hari, setidaknya ada sepuluh janji temu yang harus dijadwalkan u
Setelah Krystal menciumnya, wajah Marcus berubah suram seketika. Sambil memalingkan pandangan, Marcus melepaskan jasnya untuk menutupi tubuh Krystal. “Untuk apa kau di sini?” tanya Marcus sambil memunggungi Krystal. “Kenapa kau tidur dengan pelacur?” balas Krystal murka. “Kenapa kau tidak pernah menyentuhku?” Marcus tidak menjawab. Amarah Krystal pun semakin menjadi. “Marcus, aku tunanganmu! Aku juga sahabatmu sejak SMA! Lebih dari sepuluh tahun aku mendampingimu … kau tahu aku mencintaimu … tapi kau ….” Krystal menjerit dan tangisnya pecah. Marcus memejamkan mata, memijat pangkal hidung. Dia ingin pergi, tapi perbuatan itu hanya akan membuat Krystal semakin histeris. Krystal mulai melempar barang-barang di sekitarnya ke arah Marcus. Begitulah Krystal apabila mengamuk, tidak terkendali. Jika Marcus meninggalkannya, Krystal pasti akan melampiaskan emosinya pada pelayan. Setelah membuat ranjang porak-poranda dan membanting semua barang dari atas nakas, Krystal menampar Marcus.
“Jadi seperti ini rupanya pelacur yang berani menggoda tunanganku! Astaga! Kau terlihat murahan!”Wanita yang menyebut Cecilia pelacur itu berkacak pinggang. Dia kurus dan jangkung seperti model, dan hak stilettonya membuat wanita itu sangat menjulang. Wanita itu memiliki wajah yang tidak asing, kemungkinan besar hasil bedah kecantikan di Gangnam.Wanita itu mulai bersumpah-serapah dan menyerang Cecilia dengan membabi-buta.Perlahan, rupa wanita yang mengaku sebagai tunangan Marcus itu berubah menjadi wajah Angel. Dan Cecilia kembali berada di rumah ayahnya, menerima siksa dari ibu tirinya. Cecilia tidak bisa bergerak ataupun bersuara, namun dia dapat mendengar hatinya berteriak.‘Bangunlah, Cecilia! Ini bukan waktumu mati! Kau masih harus membalaskan dendam ayahmu!’Telinga Cecilia berdengung nyaring ketika dia terbangun. Semua yang dilihatnya seolah berputar.Marcus di sisi ranjangnya. Marcus tampak kacau, dengan rambut berantakan dan kantong mata hitam yang kentara.Cecilia hampir
“Marcus! Kenapa pukul segini kau masih belum ada di kantor?! Jangan lupa kau harus menjamu Tuan Richard Ng dari Macao sebelum makan siang!”Itu bukan suara gagak, ataupun omelan ibu mertua. Itu suara Kevin Lau, wakil CEO Wong Enterprise. Kevin menelepon Marcus saat mobil Marcus masih di tengah jalan.“Bibi Susan bilang semalam kau tidak pulang dan Hana bilang kau sempat ditahan polisi! Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa aku selalu jadi orang terakhir yang tahu?!”Karena audio ponsel Marcus disambungkan ke perangkat audio mobil, Cecilia dapat menyimak omelan Kevin.“Sebentar lagi aku sampai di kantor,” sahut Marcus. “Suruh Hana menyiapkan pakaianku.”“Heeei, kau belum menjawab pertanyaan—”Tap. Marcus menekan sebuah tombol di setir dan memutus sambungan. Pria itu menghela napas berat.Saat itu gedung pencakar langit yang dia tuju sudah tampak seratus meter di hadapan. Cecilia melirik Marcus. Cecilia merasa tidak nyaman karena Marcus membawanya ke kantor, tapi tak ada yang dapat dia k
Matahari sudah terbenam ketika Cecilia terbangun. Lehernya pegal akibat beberapa jam bersandar miring ke bahu Marcus. Cecilia menegakkan duduknya, lalu menoleh, memperhatikan Marcus yang masih pulas di sisinya. Setelah kesadarannya terkumpul penuh, Cecilia beranjak ke arah sebidang jendela besar di balik meja kerja Marcus. Panorama kota yang Cecilia saksikan dari lantai 63 begitu mempesona. Gedung-gedung pencakar langit bahu-membahu, seumpama barisan tombak-tombak raksasa yang menghunjam awan kelabu. Jendela-jendela yang menyala tampak bagaikan gemintang. Baru kali ini Cecilia melihat pemandangan seindah itu seumur hidup. ‘Apa seperti ini rasanya naik pesawat?’ Cecilia belum pernah sekali pun naik pesawat. Sejak lahir, karena ayahnya sangat sibuk dan Cecilia tinggal dengan bibi pengasuh yang sudah renta, Cecilia selalu mendekam di rumah. Setelah ayah Cecilia menikah dengan Angel pun, Cecilia tidak pernah diajak kalau sang ayah pergi bersama Angel, sebab Angel tidak mau diganggu.