Cecilia membeku. Otot-otot di wajahnya menegang karena dia menggigit geraham kuat-kuat.
Marcus tersenyum. Jantung Marcus pun, seperti Cecilia, berdebar lebih cepat.
Marcus merasa menggoda akal Cecilia jauh lebih menyenangkan daripada pemanasan sebelum bercinta.
“Saya bisa membedakan gelap dan terang …” ucap Cecilia. “Dan terkadang saya bisa menangkap beberapa warna walaupun sangat samar ….”
“Oh ya?”
Cecilia tidak tahu apakah jawabannya meyakinkan Marcus atau tidak. Senyum Marcus yang ringan dan misterius tidak berubah. Sorot matanya yang tajam pun tidak beralih dari mata Cecilia.
Cecilia menahan napas, hampir terserang panik. Cecilia ingin meronta, tapi dia terus mengingatkan diri. Jangan lepas kendali, itu hanya akan memperburuk keadaan.
Marcus meninggalkan kecurigaannya, dan kembali mencumbu Cecilia.
“Karena kau buta, indra perabamu pasti lebih sensitif.”
Marcus menggerakkan tangan Cecilia untuk menyentuh tubuh pria itu.
“Kau boleh menyentuhku di manapun kau suka, Cecilia.”
***
Hampir dua jam Marcus memuaskan diri. Kini sekujur badan Cecilia terasa remuk.
‘Ugh, dasar bajingan egois,’ umpat Cecilia dalam hati.
Cecilia melirik Marcus yang sudah lelap di sisinya. Dengan sangat hati-hati Cecilia turun dari pembaringan dan memunguti pakaiannya yang terserak di lantai.
Cecilia berniat melarikan diri sekarang. Dia sudah merencanakannya sejak pagi.
Gadis itu mengendap-endap ke pintu, dan menarik turun gagang pintu. Cecilia meninggalkan kamar.
Koridor di luar kamar sunyi tanpa penjaga. Cecilia berlari menyusuri koridor tanpa menimbulkan suara, lantas menuruni tangga.
Terdengar suara percakapan dua orang penjaga di ruang tamu. Cecilia bersembunyi di balik tirai. Pintu keluar dari rumah ini sudah tampak di hadapan.
Setelah dua penjaga itu berlalu ke area belakang, Cecilia berlari ke arah pintu depan.
Cecilia keluar melalui pintu itu. Akhirnya …! Kebebasan …!
Sandal tidur Cecilia memijak kerikil di pekarangan. Tubuhnya yang pegal sulit digerakkan. Namun Cecilia tetap mengayuh langkahnya sekuat tenaga menembus kelam.
Di samping gerbang terdapat pos jaga. Cecilia berhenti, lantas bersembunyi di balik sebuah pohon, memikirkan bagaimana dia dapat melalui pos itu tanpa tertangkap.
“Lagipula bagaimana caranya membuka gerbang?”
Cecilia terlalu fokus melamun sehingga tidak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya. Orang itu menyergap Cecilia, dan dengan cepat membekap mulut Cecilia sebelum Cecilia menjerit. Cecilia menoleh, matanya berserobok dengan mata Marcus.
Cecilia tercengang.
Marcus bergeming memandang Cecilia.
Lantas Marcus berkata, “Itu gerbang otomatis. Aku bisa membukanya dengan remote.”
Keterkejutan bercampur ketakutan membuat Cecilia membeku, lalu pingsan.
Marcus menangkap tubuh lunglai Cecilia, kemudian menggendong gadis itu kembali ke kamar.
Marcus membaringkan Cecilia di ranjang. Wajah cantik itu sepucat mayat. Dan, setelah Marcus cermati, tubuh kurus gadis itu dipenuhi bekas luka.
Ada banyak pertanyaan menjejali benak Marcus. Kenapa Cecilia pura-pura buta? Kenapa dia selalu diam?
Perasaan Marcus jadi sangat terganggu.
Dia pikir keinginannya memiliki Cecilia hanya didasari hasrat saja.
Tetapi kini timbul dorongan kuat untuk melindungi, seolah gadis itu barang berharga bagi Marcus. Marcus ingin mengunci Cecilia di dalam brankas. Agar tidak ada orang selain Marcus yang bisa melihatnya.
Ketika Cecilia siuman, hari sudah pagi.
Cecilia menoleh, mendapati Marcus yang sedang menatapnya intens. Marcus diam bagai mematung. Dia menunggu Cecilia bicara lebih dulu.
“Apa saya akan mati di sini?”
“Mati?”
“Karena saya telah membohongi Tuan.”
“Nona, aku pebisnis, bukan pembunuh.”
Kemudian hening merebak di antara mereka. Kedua orang itu terdiam, hanya bertukar pandang. Wajah Cecilia masih pucat, sedatar permukaan kaca.
“Ibu tirimu menyuruhmu pura-pura buta?” tanya Marcus.
“Tidak,” jawab Cecilia.
“Lalu?”
“Saya pura-pura buta agar ibu tiri saya berhenti menyiksa saya.”
Karena Marcus kembali terdiam, Cecilia melanjutkan.
“Ibu tiri saya menyiksa saya bukan untuk membunuh saya, tapi untuk membuat saya gila. Setiap kali saya hampir mati, ibu tiri saya menyembuhkan saya. Hanya untuk menyiksa saya lagi.”
Kata-kata Cecilia mengentak jantung Marcus.
“Tapi bukan itu yang membuat saya benar-benar dendam ….”
Kali ini, raut wajah Cecilia berubah. Bibirnya bergetar menahan ledakan emosi.
“Ibu tiri saya mengkhianati ayah saya dan membunuhnya! Hanya saya yang bisa membuktikan bahwa ibu tiri saya bersalah! Izinkan saya pergi! Saya harus membalas kejahatan ibu saya dan kekasih gelapnya!”
Kepala Cecilia tertunduk. Air mata berjatuhan ke pangkuan.
Sebenarnya, inilah yang Marcus inginkan, membuat Cecilia memperlihatkan wajah aslinya.
Tapi sekarang kenapa Marcus merasa geram melihat gadis itu menangis seperti ini?
“Aku sudah bilang padamu, aku yang akan menolongmu, Cecilia.”
Marcus terlihat sangat marah sekarang.
“Dasar bodoh,” umpat Marcus. “Seharusnya kau manfaatkan situasi ini.”
“Apa maksud Anda?” Cecilia mengerutkan dahi.
“Pikirkan kenapa aku berusaha menebusmu dari Travis.”
“Bukankah karena Anda ingin tidur dengan saya?”
Marcus tidak menjawab. Dia beranjak seraya berdecak kesal. Marcus masuk ke kamar mandi untuk membasuh otaknya yang mendidih dengan air dingin.
“Tuan!” Cecilia menggedor pintu kamar mandi. “Kita masih belum selesai bicara!”
Marcus mengabaikannya. Cecilia ternyata keras kepala. Dia tetap membuka pintu kamar mandi walaupun Marcus tidak berbusana.
“Tolong jangan bocorkan rahasia saya pada adik Tuan! Adik Tuan akan membunuh saya!”
Marcus sibuk mengeramas rambut. Cecilia pun membuka pintu shower box.
“Baiklah! Saya akan terus melayani Tuan! Tapi tolong jaga rahasia saya!”
Marcus menyeringai melihat betapa putus asanya Cecilia sampai berani menawarkan kehormatannya. Marcus tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia menarik Cecilia masuk ke shower box dan menyuruh gadis itu membuktikan ucapannya.
Setengah jam kemudian, Marcus membopong Cecilia keluar dari kamar mandi. Marcus dudukkan Cecilia di kursi, lalu Marcus keringkan rambut gadis itu dengan handuk baru.
Cecilia melirik Marcus, dan ketika mata mereka bertemu, pria itu sejenak tertegun. Lantas Marcus berjongkok di hadapan Cecilia.
“Katakan isi kepalamu, Cecilia.”
Marcus memegang pipi Cecilia dan mengusap bibir tipis gadis itu dengan ibu jari.
“Tuan mencintai saya?”
Mendengar pertanyaan Cecilia, Marcus tersenyum simpul.
“Entahlah,” jawabnya. “Tapi aku suka tidur denganmu.”
***
“Bukankah kakakku tampak berbeda setelah menghabiskan dua malam bersama Cecilia?”
Dari balkon lantai dua, Travis dan Bibi Susan mengamati Marcus dan Cecilia yang sedang menyantap makan siang di pekarangan belakang.
“Sepertinya kakakku sedang jatuh cinta.”
Senyum Travis mengembang. Dia telah menemukan kelemahan Marcus. Rencananya menghancurkan reputasi kakaknya bisa dipastikan berhasil.
“Kurasa suasana damai ini akan segera berubah hiruk-pikuk.”
Travis memperingatkan Bibi Susan.
“Tapi, seandainya keluarga ini mengalami kehancuran, Bibi akan kuselamatkan. Karena kita rekan. Jangan khianati aku.”
“Baik, Tuan.”
“Terus awasi Cecilia.”
“Ya, Tuan.”
Setelah Bibi Susan pergi, Travis merogoh ponsel di saku celananya untuk menghubungi seseorang.
“Halo, Kakak Ipar, apa kabar?”
Travis menelepon Krystal, tunangan Marcus.
“Apa Kakak Ipar sangat sibuk, sampai tak sempat menemui kakakku?”
[Akhir Bab 4]
“Tumben kau menelepon,” ujar Krystal yang masih sibuk di kantor.“Apa kau tahu bahwa Marcus menyewa pelacur?” tanya Travis dengan nada menyindir.“Oh ya?” Krystal terdengar oke. “Lalu kenapa?”“Marcus menyewa pelacur itu untuk melayaninya secara eksklusif selama sebulan.”“Kurasa itu lebih baik daripada Marcus tidur dengan perempuan berbeda setiap malam.”“Bagaimana kalau kakakku jatuh cinta pada pelacur itu?”Krystal tidak menjawab. Travis mendengus tertawa. Rupanya Krystal pun merasakan cemburu.“Kau calon Nyonya Wong, sebaiknya kau lakukan sesuatu untuk mempertahankan statusmu di rumah ini sebelum seorang pelacur mencurinya,” hasut Travis. “Sejujurnya, Cecilia Song sangat cantik. Sepertinya dia juga hebat di ranjang. Kakakku sudah bolos dua hari menemani pelacur itu.”Tanpa menanggapi Travis, Krystal memutuskan sambungan.***Ketika Marcus kembali ke kantor, sekretarisnya menyambutnya dengan setumpuk tugas. Dalam tiga hari, setidaknya ada sepuluh janji temu yang harus dijadwalkan u
Setelah Krystal menciumnya, wajah Marcus berubah suram seketika. Sambil memalingkan pandangan, Marcus melepaskan jasnya untuk menutupi tubuh Krystal. “Untuk apa kau di sini?” tanya Marcus sambil memunggungi Krystal. “Kenapa kau tidur dengan pelacur?” balas Krystal murka. “Kenapa kau tidak pernah menyentuhku?” Marcus tidak menjawab. Amarah Krystal pun semakin menjadi. “Marcus, aku tunanganmu! Aku juga sahabatmu sejak SMA! Lebih dari sepuluh tahun aku mendampingimu … kau tahu aku mencintaimu … tapi kau ….” Krystal menjerit dan tangisnya pecah. Marcus memejamkan mata, memijat pangkal hidung. Dia ingin pergi, tapi perbuatan itu hanya akan membuat Krystal semakin histeris. Krystal mulai melempar barang-barang di sekitarnya ke arah Marcus. Begitulah Krystal apabila mengamuk, tidak terkendali. Jika Marcus meninggalkannya, Krystal pasti akan melampiaskan emosinya pada pelayan. Setelah membuat ranjang porak-poranda dan membanting semua barang dari atas nakas, Krystal menampar Marcus.
“Jadi seperti ini rupanya pelacur yang berani menggoda tunanganku! Astaga! Kau terlihat murahan!”Wanita yang menyebut Cecilia pelacur itu berkacak pinggang. Dia kurus dan jangkung seperti model, dan hak stilettonya membuat wanita itu sangat menjulang. Wanita itu memiliki wajah yang tidak asing, kemungkinan besar hasil bedah kecantikan di Gangnam.Wanita itu mulai bersumpah-serapah dan menyerang Cecilia dengan membabi-buta.Perlahan, rupa wanita yang mengaku sebagai tunangan Marcus itu berubah menjadi wajah Angel. Dan Cecilia kembali berada di rumah ayahnya, menerima siksa dari ibu tirinya. Cecilia tidak bisa bergerak ataupun bersuara, namun dia dapat mendengar hatinya berteriak.‘Bangunlah, Cecilia! Ini bukan waktumu mati! Kau masih harus membalaskan dendam ayahmu!’Telinga Cecilia berdengung nyaring ketika dia terbangun. Semua yang dilihatnya seolah berputar.Marcus di sisi ranjangnya. Marcus tampak kacau, dengan rambut berantakan dan kantong mata hitam yang kentara.Cecilia hampir
“Marcus! Kenapa pukul segini kau masih belum ada di kantor?! Jangan lupa kau harus menjamu Tuan Richard Ng dari Macao sebelum makan siang!”Itu bukan suara gagak, ataupun omelan ibu mertua. Itu suara Kevin Lau, wakil CEO Wong Enterprise. Kevin menelepon Marcus saat mobil Marcus masih di tengah jalan.“Bibi Susan bilang semalam kau tidak pulang dan Hana bilang kau sempat ditahan polisi! Apa yang sebenarnya terjadi?! Kenapa aku selalu jadi orang terakhir yang tahu?!”Karena audio ponsel Marcus disambungkan ke perangkat audio mobil, Cecilia dapat menyimak omelan Kevin.“Sebentar lagi aku sampai di kantor,” sahut Marcus. “Suruh Hana menyiapkan pakaianku.”“Heeei, kau belum menjawab pertanyaan—”Tap. Marcus menekan sebuah tombol di setir dan memutus sambungan. Pria itu menghela napas berat.Saat itu gedung pencakar langit yang dia tuju sudah tampak seratus meter di hadapan. Cecilia melirik Marcus. Cecilia merasa tidak nyaman karena Marcus membawanya ke kantor, tapi tak ada yang dapat dia k
Matahari sudah terbenam ketika Cecilia terbangun. Lehernya pegal akibat beberapa jam bersandar miring ke bahu Marcus. Cecilia menegakkan duduknya, lalu menoleh, memperhatikan Marcus yang masih pulas di sisinya. Setelah kesadarannya terkumpul penuh, Cecilia beranjak ke arah sebidang jendela besar di balik meja kerja Marcus. Panorama kota yang Cecilia saksikan dari lantai 63 begitu mempesona. Gedung-gedung pencakar langit bahu-membahu, seumpama barisan tombak-tombak raksasa yang menghunjam awan kelabu. Jendela-jendela yang menyala tampak bagaikan gemintang. Baru kali ini Cecilia melihat pemandangan seindah itu seumur hidup. ‘Apa seperti ini rasanya naik pesawat?’ Cecilia belum pernah sekali pun naik pesawat. Sejak lahir, karena ayahnya sangat sibuk dan Cecilia tinggal dengan bibi pengasuh yang sudah renta, Cecilia selalu mendekam di rumah. Setelah ayah Cecilia menikah dengan Angel pun, Cecilia tidak pernah diajak kalau sang ayah pergi bersama Angel, sebab Angel tidak mau diganggu.
Akhirnya, Marcus menggeram, mendekap Cecilia erat-erat.Cecilia berguncang mencapai pelepasannya lagi. Marcus tetap memeluk Cecilia sampai guncangan itu berhenti dan tubuh tegang Cecilia lemas dalam pelukan Marcus. Kemudian, setelah mengatur napas, Marcus mengecup kening Cecilia.Cairan kental melimpah, mengalir di paha Cecilia saat Marcus mencabut diri dari celah Cecilia.“Kau mengantuk lagi?” tanya Marcus lembut.“Gaunku jadi kusut dan lembap karena aku berkeringat,” gerutu Cecilia sambil menyandarkan kepalanya di bahu Marcus.Marcus tertawa ringan.“Tuan terlalu gegabah.” Cecilia sedikit mengomel. “Aku tak pernah minum pil kontrasepsi.”Susah-payah Cecilia menggerakkan tubuhnya yang lunglai untuk mengambil tisu dan menyeka pahanya.“Tuan pun tak pernah menggunakan pengaman selama berhubungan denganku. Tuan juga selalu keluar di dalam. Apa Tuan tidak tahu risikonya?”“Terus kenapa kalau kau hamil?” Marcus membersihkan dirinya sendiri. “Aku akan bertanggungjawab.”Cecilia terdiam mem
Krystal memiliki banyak mata-mata yang dia susupkan di kantor dan rumah Marcus untuk mengawasi sang tunangan. Salah satu mata-matanya di kantor adalah sekretaris Kevin. Kabar tentang Marcus membawa si pelacur buta ke kantor pun sampai ke telinga Krystal.“Tuan Marcus juga menyuruh sekretarisnya membeli pakaian dan sepatu untuk Nona Song, serta memesan tempat untuk makan malam di Restoran Le Caprice,” lapor Dona, sekretaris Kevin itu, melalui telepon.“Mereka makan malam berdua di restoran itu?”“Benar, Nona.”“Baiklah. Terima kasih telah memberitahuku, Dona. Aku akan menghubungimu lagi lain waktu.”Usai memutus sambungan, Krystal tertawa lantang, meski hatinya terluka.Tunangan yang selama ini begitu dingin kepadanya, sekarang bersikap begitu romantis pada perempuan lain.Bagi Krystal itu sebuah penghinaan besar yang dilakukan Marcus terhadapnya dan juga terhadap Keluarga Li.Walaupun Krystal dan Marcus hanyalah tunangan di atas kertas, namun Marcus tidak pantas berkencan di hadapan o
“Nama saya Jackson, pengawal pribadi Nona.” Jackson menatap Cecilia yang tidak berpaling ataupun menjawab perkenalan dirinya. Jackson membatin, ‘Jadi begini rupanya Si Buta Nakal yang digunjingkan orang-orang yang bekerja di rumah ini ….’ Jackson cukup terkejut karena aura Cecilia jauh dari kesan nakal. “Jika ada yang Nona perlukan, Nona katakan saja pada saya,” kata Jackson ramah. Namun Cecilia tetap membisu. Jackson menghela napas berat dan terdiam. Entah berapa menit berlalu dalam hening yang membosankan. Jackson mulai tersiksa oleh keheningan ini. Dalam hati Jackson agak menyesal, seharusnya dia tolak saja tawaran pekerjaan sebagai bodyguard dari Bibi Susan, bibinya sendiri. Kalau begini, lebih enak kerja serabutan, karena Jackson masih boleh bebas bergerak dan bicara ketika bekerja. Jackson kembali melirik Cecilia. Jackson bertanya-tanya apa yang ada di benak nona itu, sementara dia buta, dan tidak mau diajak bicara. “Apa Nona tidak merasa bosan?” Jackson kelepasan berta