Share

#6. Tunangan Psikopat

Setelah Krystal menciumnya, wajah Marcus berubah suram seketika.

Sambil memalingkan pandangan, Marcus melepaskan jasnya untuk menutupi tubuh Krystal.

“Untuk apa kau di sini?” tanya Marcus sambil memunggungi Krystal.

“Kenapa kau tidur dengan pelacur?” balas Krystal murka. “Kenapa kau tidak pernah menyentuhku?”

Marcus tidak menjawab.

Amarah Krystal pun semakin menjadi.

“Marcus, aku tunanganmu! Aku juga sahabatmu sejak SMA! Lebih dari sepuluh tahun aku mendampingimu … kau tahu aku mencintaimu … tapi kau ….”

Krystal menjerit dan tangisnya pecah. Marcus memejamkan mata, memijat pangkal hidung. Dia ingin pergi, tapi perbuatan itu hanya akan membuat Krystal semakin histeris.

Krystal mulai melempar barang-barang di sekitarnya ke arah Marcus. Begitulah Krystal apabila mengamuk, tidak terkendali. Jika Marcus meninggalkannya, Krystal pasti akan melampiaskan emosinya pada pelayan.

Setelah membuat ranjang porak-poranda dan membanting semua barang dari atas nakas, Krystal menampar Marcus.

Marcus memegang kedua tangan Krystal sebelum perempuan itu menjambak rambutnya.

“Kenapa bukan aku?!” Krystal berteriak. “Kau jijik padaku?!”

“Berhentilah, Krystal! Kita batalkan saja pertunangan kita! Kau pasti bisa mendapatkan pria yang mencintaimu!” seru Marcus.

“Tidak!” jawab Krystal. “Jika aku tak bisa memilikimu, maka begitu pula perempuan lain!”

Marcus tersenyum getir, menatap Krystal dengan tatapan mengasihani.

“Kau bilang apa tadi? Lebih dari sepuluh tahun kau mendampingiku? Tidak. Lebih dari sepuluh tahun kau menguntitku.”

Krystal terperangah mendengar ucapan Marcus. Air mata Krystal pun berhenti mengalir seketika. Ucapan Marcus seperti terapi kejut yang langsung menyadarkan Krystal.

“Ingat perjanjian kita. Jika kau menemuiku lagi tanpa izin, kulaporkan kau ke polisi.”

“M-maafkan aku, Marcus ….” Krystal berusaha mengambil simpati Marcus. “Jangan laporkan aku ke polisi! A-aku hanya cemburu ….”

Marcus tarik napas panjang.

“Kenakan kembali pakaianmu,” ujar Marcus tegas. “Kuantar kau pulang.”

Sejam kemudian, Marcus dan Krystal tiba di rumah Keluarga Li. Jerry Li, ayah Krystal sekaligus pengacara pribadi Marcus, menyambut Marcus dan Krystal di halaman rumah mereka.

“Tumben kalian datang bersama,” goda Jerry. “Eh, menantuku, seharusnya kau lebih sering mengantar putriku dan mengunjungiku.”

Sambil merangkul lengan Marcus erat, Krystal melirik Marcus.

Krystal sangat khawatir jika Marcus membocorkan rahasia mereka bahwa pertunangan mereka hanyalah kesepakatan bisnis yang akan segera berakhir.

Dan Krystal paling takut jika ayahnya tahu soal hal itu.

“Maafkan saya, Ayah Mertua. Saya terlalu sibuk, tidak sempat berkencan.” Marcus tersenyum dan menyalami Jerry. “Saya harus segera kembali ke kantor. Masih ada pertemuan.”

“Ya, aku bisa mengerti. Kau mengingatkanku pada diriku sewaktu muda. Dulu aku juga sepertimu, bekerja tanpa kenal waktu.”

“Kalau begitu, saya permisi dulu.”

“Hati-hati di jalan, Marcus!”

Marcus memasuki mobil. Krystal menyusulnya dan mengetuk jendela. Marcus pun sedikit menurunkan kaca.

“Maafkan aku. Dan … terima kasih … kau tidak mengadukan kelakuanku pada ayahku ….” bisik Krystal.

Air mata Krystal berjatuhan lagi.

Dia pun memohon, “Tolong jangan membenciku. Selama ini aku sudah melakukan yang terbaik, demi kau dan Wong Enterprise. Tolong ingat jasa-jasaku. Kadang-kadang aku memang lepas kendali, tapi aku bukan perempuan yang tidak berguna.”

Marcus tarik napas panjang dan mengangguk.

“Istirahatlah,” kata Marcus, lalu berangkat.

Marcus dan Krystal memang sudah saling kenal sejak SMA. Maggie Wong, ibu Marcus, adalah klien Jerry Li, ayah Krystal. Marcus dan Krystal juga bersekolah di SMA yang sama.

Ketika mereka SMA, Krystal menguntit Marcus. Krystal juga mendekati Marcus dengan agresif. Saking obsesifnya, Krystal membuat Marcus dijauhi semua orang.

Tapi, ibu Marcus menyukai Krystal. Menurut Maggie, walaupun perilaku Krystal mirip seorang psikopat, perempuan itu akan selalu melindungi Marcus. Karena Marcus tidak pernah mendebat ibunya, dia laksanakan pertunangan itu—namun dengan peraturannya sendiri.

***

Sambil mengemudi, Marcus menelepon Travis.

“Di mana Cecilia?” tanya Marcus.

“Bagaimana dengan Krystal?” Travis balas bertanya.

“Dia sudah pulang.”

“Kalian tidak bertengkar?”

“Tidak.”

“Huh.” Travis mendengus, sedikit kecewa.

Bukan ini yang Travis rencanakan.

Yang sebelumnya Travis bayangkan adalah Krystal dan Marcus bertengkar hebat, sehingga Jerry Li menggusur Marcus dari kursi CEO Wong Enterprise.

Travis tahu Jerry sangat memanjakan putrinya. Jika Krystal terluka oleh Marcus, Jerry bisa dengan mudah mempermalukan Marcus, apalagi Jerry tahu banyak rahasia kotor Marcus. Selain itu, sebagai salah satu pemegang saham Wong Enterprise tertinggi, Jerry dapat mempengaruhi dewan komisaris dalam pemilihan CEO.

“Cecilia tidur di hotel bersamaku,” ujar Travis ketus. “Tunangan gilamu menghajar pelacur kesayanganku.”

“Kembalikan Cecilia padaku.”

“Akan kukembalikan uangmu, tapi aku ingin kita batalkan kontrak Cecilia.”

“Travis, berhenti mengoceh.” Marcus menepi di bahu jalan untuk fokus bicara dengan adiknya. “Jika kau tak mengembalikan Cecilia padaku, akan kubekukan semua bisnismu.”

“Apa?!”

“Kau pikir bagaimana kau bisa menjalani bisnismu dengan tenang meski kau tak pernah bayar pajak?” Marcus nyaris tertawa. “Dan kenapa tak ada gangster lain yang berani mengusikmu walaupun anak buahmu sedikit?”

Mulut Travis menganga, namun dia tak mampu berkata-kata.

“Travis, akulah yang melindungimu selama ini,” lanjut Marcus dingin.

“Ah-ha-ha ….” Travis tertawa canggung. “A-aku tak tahu Kakak sehebat itu ….”

“Berikan alamat hotelmu,” pungkas Marcus.

Setengah jam kemudian, Marcus tiba di kamar hotel Travis. Cecilia tergeletak tidak sadarkan diri di atas ranjang. Pipi dan mata kirinya lebam akibat dihajar Krystal.

“Kau membiusnya?” tanya Marcus pada Travis.

“Tidak … dia hanya … mabuk.”

Marcus melirik botol brandy yang hampir kosong di atas nakas.

“Aku menyuruh Cecilia minum karena dia tampak kesakitan.” Travis cengar-cengir. “Aku tidak macam-macam! Sumpah! Kakak jangan khawatir.”

Tanpa bicara lagi, Marcus menggendong Cecilia dan membawanya ke rumah sakit. Marcus ingin memastikan sendiri Travis tidak mencekoki Cecilia dengan narkotik. Untunglah hasil tes darah menyatakan Cecilia hanya mabuk karena alkohol.

Bagaimanapun, memar di wajah Cecilia, serta bekas-bekas luka di sekujur badan gadis itu, membuat dokter curiga gadis itu mengalami kekerasan dalam rumah tangga.

Dokter tidak langsung mengizinkan Marcus membawa Cecilia pulang, dan memanggil polisi untuk menginterogasi Marcus.

“Apa hubungan Tuan dengan Nona Song?”

“Saya kekasihnya.”

“Kalian tinggal bersama?”

“Benar.”

“Anda tahu dari mana Nona Song mendapatkan luka-luka itu?”

Marcus terdiam dan menggelengkan kepala.

“Bukan saya pelakunya,” jawab Marcus. “Kami baru tinggal bersama selama tiga hari.”

“Maaf, kami tidak bisa mengizinkan Tuan membawa Nona Song pulang sampai Nona Song bisa memberikan konfirmasi.”

“Baiklah, kalau begitu saya akan menemaninya di sini.”

Marcus duduk kelelahan di samping ranjang Cecilia di ruang UGD.

Saat itu sudah lewat pukul 3 dini hari. Marcus tidak bisa tidur karena ruangan itu terang-benderang dan berisik, padahal pukul 7 nanti dia harus ke kantor.

Marcus pun terpaku, memandang wajah Cecilia. Hasrat yang kemarin melanda Marcus sederas ombak pasang kini telah surut, namun tersisa melankolia yang tidak Marcus mengerti.

Entah kenapa, jantung Marcus berdenyut nyeri melihat warna merah kebiruan merekah di kulit pucat gadis itu.

[Akhir Bab 6]

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dwi Rahayu
lebih menariikkkk...menantang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status