Arsilla berselingkuh dengan tetangga sendiri. Namanya Anton. Perselingkuhan mereka diketahui anak dari Arsilla. Nabilla. Nabilla melaporkan kepada ayahnya. Tamam. Hingga Tamam saat itu juga memeriksa, apakah yang dikatakan anaknya itu benar atau tidak. Ternyata, dugaan benar! Lalu bagaimana kelanjutannya?
View MoreBab 1
Hama
[Bisa ketemuan?]
Seperti itu pesan singkat dari Anton. Arsilla tersenyum membaca pesan singkat itu. Dengan cepat perempuan berkulit putih itu membalas pesan singkat dari kekasihnya itu.
[Kapan?] terkirim. Seperti itu balasan dari Arsilla.
[Sekarang lah!] balas Anton. Seketika jempol perempuan berambut panjang itu menari-nari.
[Ini mendekati Magrib lo, nanti kalau ketahuan gimana?] terkirim.
Seperti itu balasan dari Arsilla, biasa dipanggil Silla. Anton menghela napas panjang saat membacanya. Dengan cepat jempolnya mengetik lagi.
[Emm ... sebentar saja! Ayok lah!] terkirim.
Anton masih berusaha merayu kekasihnya itu. Sang Kekasih menggigit bibir bawahnya, seraya mata fokus ke layar pipih yang ia pegang.
Arsilla menyandarkan bahunya di sandaran sofa ruang tamunya. Menatap langit-langit sejenak seraya berpikir, jawaban apa yang akan ia kirimkan.
"Emm ... aku juga udah kangen banget sih sama dia, nggak apa-apa lah ketemuan, sebentar ini," ucap Arsilla lirih.
Setelah mendapatkan jawaban yang ia kira pas, akhirnya dia memainkan lagi layar pipihnya itu.
[Ok lah! Tapi janji ya sebentar saja, aku takut ketahuan soalnya!] balas Arsilla.
Seketika bibir Anton melebar saat membaca pesan singkat dari Sang Kekasih. Napasnya seketika memburu. Itu artinya keinginan dia untuk ketemu Sang Kekasih akan segera terpenuhi sebentar lagi.
[Iya! Janji bentar doang!] balas Anton masih dengan bibir tersenyum. Senyum khas lelaki buaya.
Arsilla sendiri yang membaca balasan dari Anton juga ikut tersenyum. Kemudian dia mengedarkan pandang. Ia rasa aman untuk ketemuan dengan kekasihnya itu.
[Emm ... ketemuan di mana? Atau di tempat biasanya?] tanya Arsilla untuk lebih memastikan.
[Di tempat biasanya saja. Aman di situ! Berkali-kali nggak ketahuan juga kita main di situ!] jawab Anton. Arsilla menggigit bibir bawahnya.
[Ok!] balas Arsilla singkat. Kemudian mereka tak saling membalas lagi.
Pun Anton. Dia sendiri juga mengedarkan pandang terlebih dahulu, Untuk hendak keluar dari rumah. Kemudian dia beranjak dari duduknya. Melangkah dengan sesantai mungkin. Agar tak ada yang menaruh rasa curiga.
"Mau ke mana?" tanya Razmi istrinya. Karena ditanya seperti itu, Anton seketika terkejut.
"Eh, kamu ... ngagetin orang aja!" jawab Anton dengan nada sedikit gelagapan. Razmi melipat kening seraya memperhatikan ekspresi suaminya itu.
Razmi bertanya seperti itu dari belakang. Jadi yang Anton pikir sepi, tiba-tiba ditanya seperti itu, dia seketika terkejut.
"Kenapa kaget? Aku kan tanyanya pelan," balas dan tanya balik Razmi. Anton menggaruk kepalanya pelan.
"Emm ... itu ... mau beli rokok," jawab Anton asal. Razmi mengerucutkan bibirnya, kemudian manggut-manggut tanpa ada rasa curiga. Anton menggaruk kepalanya pelan. Tapi juga sambil memperhatikan ekspresi istrinya.
"Nampaknya dia tak menaruh rasa curiga," ucap Anton dalam hati.
Razmi menoleh ke arah jam dinding. Karena Razmi menoleh ke arah jam dinding, akhirnya Anton pun mengikuti.
"Bentar lagi magrib lo ... nggak habis magrib sekalian aja beli rokok?" tegur Razmi dengan mata masih mengarah ke jam dinding. Karena dia merasa kurang srek, jika suaminya harus memaksakan untuk beli rokok sekarang.
Anton menghela napas sejenak. Hatinya kesal karena ia sudah tak sabar ingin ketemu dengan kekasihnya. Ya ... bisa dibilang selingkuhannya. Ada cinta terlarang yang ia lakukan.
"Udah kecut ini mulut, rokokku habis dari tadi, kamu juga nggak ada pengertiannya, kalau tahu rokokku habis, harusnya cepetan belikan rokok, jadi aku nggak keluar untuk beli rokok mau magrib-magrib gini!" sungut Anton. Seketika istrinya melipat kening.
"Kok malah nyalahin aku?" tanya balik Razmi dengan polosnya. Anton sedikit mengacak rambutnya.
"Kalau nggak nyalahin kamu terus aku nyalahin siapa? Memang faktanya kamu salahkan? Kita ini udah nikah sepuluh tahun. Anak juga udah dua, harusnya ngerti bagaimana aku! Aku nggak bisa lama-lama berhenti rokok. Heran! Rokok habis dari tadi nggak cepat-cepat dibelikan!" balas Anton masih dengan nada tinggi. Razmi hanya bisa menelan ludah saja.
"Yaudah maaf! Kalau gitu biar aku saja yang belikan rokoknya!" ucap Razmi. Walau dia sebenarnya tak merasa salah, tapi dia memang lagi malas tengkar hanya gara-gara rokok. Apalagi ini mau mendekati Magrib. Nggak pantas juga di dengar oleh tetangga. Seperti itu pemikiran Razmi.
"Nggak usah! Kelamaan! Udah kecut ini bibir. Nunggu kamu sampai rumah kelamaan! Makanya jadi istri itu yang pengertia! Mintanya dingertiin tapi nggak mau balik ngertiin! Egois!" jawab Anton masih dengan nada emosi. Sengaja untuk menutupi semuanya. Tanpa menunggu tanggapan dari istrinya dia segera berlalu. Melanjutkan langkahnya untuk keluar dari rumah.
Razmi mengontrol emosinya. Hatinya berkemelut hebat sebenarnya. Hinga ia usap dadanya untuk menenangkan diri. Menenangkan hati yang berkemelut hebat itu.
"Sabar! Sabar! Mas Anton memang seperti itu! Aku tunggu Mas Anton di kamar saja, cuma beli rokok ini, pasti sebentar juga," ucap Razmi lirih. Kemudian dia masuk ke dalam kamar.
Walau hatinya berkemelut, tapi dia tetap percaya dengan semua ucapan suaminya.
*******************************
"Mas Tamam masih mandi ini, cukup lah kalau cuma ketemuan lima belas menit aja," ucap Arsilla dalam hati.
Ya, Arsilla memang memeriksa dulu suaminya sedang ngapain. Tamam memang baru saja pulang kerja. Sekarang dia sedang membersihkan badannya.
Keperluan suaminya memang sudah Arsilla penuhi. Baju, dalaman dan celana, sudah dia letakan di atas ranjang. Karena memang sudah seperti itu kebiasan mereka.
Kopi hitam juga sudah dia siapkan, jadi kebiasaan yang di lakukan sudah dia persiapkan. Merasa aman dan ia tahu suaminya itu sangat amat percaya dengan dirinya. Kasarnya ngomong, apa pun yang suaminya tanyakan dan dia jawab asal pun, suaminya itu sudah percaya, karena saking percayanya. Tak kepikiran yang macam-macam sama sekali.
Karena sudah merasa baik-baik saja akhirnya Arsilla memutuskan untuk segera keluar dari rumah. Untuk memenuhi keinginan kekasihnya itu. Kekasih alias selingkuhannya.
Dengan langkah santai, Arsilla keluar dari rumahnya itu. Tapi di sisi lain ada Nabilla, anak kecil berusia sembilan tahun melihat mamanya keluar dari rumah.
Arsilla memang sudah punya suami dan satu anak, tapi dia memang seperti itu. Hatinya kini terbagi. Ada nama lelaki lain yang cukup mencuri perhatian dan cintanya.
"Mama mau ke mana, ya? Kayaknya Mama mau ke warung deh ... aku ikuti ah ...." ucap Nabilla, kemudian dia berlari kecil untuk mengikuti mamanya.
"Aku diam-diam aja. Nanti kalau aku larinya kenceng ketahuan Mama pasti nggak boleh ikut ke warung, hi hi hi," ucap Nabilla. Dia berniat jahil kepada mamanya itu.
Jadi Nabilla mengendap-endap untuk mengikuti mamanya. Karena dia pikir mamanya akan pergi ke warung dan dia ingin minta jajan.
"Loh ... Mama kok nggak ke warung? Kok malah menuju ke rumah kosong itu, ya?" ucap Nabilla lirih. Ia sampai mengerutkan kening. Mencoba mencerna. Sebisa dia.
Kemudian Nabilla memandang ke arah mamanya lagi. Tak berselang lama dia melihat lelaki yang mendekati mamanya.
"Loh ... Mama kok ketemuan sama papanya Nathan?" ucap Nabilla ngomong sendiri.
Nabilla seketika menutup mulutnya saat melihat mamanya dan papa teman sekelasnya itu berpelukan. Kemudian mereka sama-sama saling melangkah masuk ke rumah kosong itu.
"Mama sama papanya Nathan kok masuk ke rumah kosong itu? Mereka ngapain ya di dalam rumah kosong itu? Aku lapor sama Papa aja kalau gitu!" ucap Nabilla dengan polosnya. Tanpa mikir panjang, kemudian dia memutar badannya dan berlari ke rumahnya, berniat untuk memberitahu papa kandungnya. Tamam.
******************************
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments