Bab 5
Mencoba Menjelaskan
"Mas, maafkan aku, aku bisa menjelaskan semuanya!" ucap Arsilla. Perempuan yang masih setengah telanjang itu, ingin mencoba menjelaskan kepada suaminya.
Tamam mendorong tubuh istrinya itu, disaat Arsilla berniat ingin mendekat. Dadanya naik turun dan napasnya semakin memburu.
"Jangan dekat-dekat! Aku jijik sama kamu!" sungut Tamam dengan nada suara yang sangat terdengar kasar di telinga Arsilla. Karena selama ini, dia memang tak pernah di perlakukan seperti itu dengan Tamam. Selama ini Tamam berusaha berkata lembut, berusaha untuk selalu menjaga perasaan istrinya.
Tapi kali ini Tamam benar-benar murka. Dia benar-benar kecewa yang sangat mendalam.
"Aoowww ...." lirih Arsilla. Dia kesakitan karena badannya baru saja membentur tembok rumahnya. Tapi Tamam tak perduli. Rasa sakit di hatinya sangatlah kuat.
"Pakai bajumu! Menjijikkan!" sungut Tamam dengan mata menyalang. Arsilla menggigit bibir bawahnya. Kemudian dia mengamati badannya sendiri.
"Bodoh sekali kamu Arsilla! Ini semua gara-gara Mas Anton! Coba dia tak memaksa untuk ktemya! Arggghh ... sialan!" ucap Arsilla dalam hati. Memaki dirinya sendiri.
Badannya yang ia rasakan sakit, tetap berusaha beranjak. Ia kemudian melangkah mendekati lemari. Untuk mengambil baju.
Tamam melangkah kasar, dia keluar dari kamarnya. Ya, Tamam memang menyeret Arsilla sampai masuk ke dalam kamar mereka.
Amarah Tamam yang benar-benar memuncak, akhirnya area mata ia rasakan memanas. Hingga air mata bergulir tanpa dia sadari. Untuk pertama kalinya ia merasakan sakit hati.
Ya, Arsilla adalah perempuan yang sudah mencuri hatinya, bisa dibilang cinta pertamanya dan langsung dia nikahi. Tapi kali ini, dia benar-benar terluka karena cinta. Cinta yang dia anggap sebagai cinta suci, cinta pertama dan yang terakhir, ternyata tidak. Terlalu menyakitkan.
Rasa cinta yang sangat luar biasa ia berikan untuk istrinya, ternyata dibalas sebegitu menyakitkan. Tangannya masih terus mengepal. Itu cara dia untuk mengontrol diri.
Nabilla yang sudah masuk ke dalam rumahnya, hatinya deg-degan akut. Ada rasa takut yang menjalar di hatinya. Takut kena bentak dan juga takut jika dia melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat.
Tamam memilih duduk di sofa ruang tamu. Ia tekan dadanya kuat-kuat. Ia terus mengontrol emosinya. Nabilla yang melihat papanya seperti itu, rasa takut semakin ia rasakan.
Tapi, Nabilla tetap memberanikan diri untuk mendekati papanya. Walau hatinya sebenarnya takut. Tapi dia yakin papanya tak akan kasar dengannya. Karena selama ini, dia tak pernah mendapatkan perlakuan kasar dari papanya itu.
"Pa," sapa Nabilla. Karena mendengar suara anak semata wayangnya, Tamam kemudian membuka matanya, karena sempat memejam untuk mengatur diri sendiri. Untuk menenangkan diri dari amarah yang sebenarnya masih berkemelut.
"Billa ... kamu ke rumah Nenek dulu, ya!" pinta Tamam kepada anaknya. Karena Tamam tak mau, anaknya nanti akan melihat dan mendengar dirinya dan Arsilla adu mulut. Karena keadaan hati sama-sama belum stabil, sama-sama belum tenang. Nabilla memainkan bibirnya.
"Emm ... tapi, Billa belum sholat," jawab Nabilla dengan mata tak berani memandang papanya. Ia menunduk. Bayangan papanya saat menjambak rambut mamanya, masih menari-nari di benaknya.
"Astagfirullah ... Papa juga belum sholat, terimakasih ya sudah diingatkan! Yaudah kita sholat bareng dulu, ya! Papa hampir saja lupa," ucap Tamam. Karena pikiran dan hatinya yang berkemelut hebat, hingga dia hampir saja meninggalkan kewajibannya.
Nabilla kemudian manggut-manggut pelan. Tamam Kemudian beranjak. Mengusap kepala anaknya pelan.
"Yaudah, kita ambil wudlu dulu, ya!" pinta Tamam.
"Iya, Pa," balas Nabilla. Tamam menghela napas panjang. Kemudian dia melangkah untuk menuju ke kamar mandi.
Pun Nabilla dia mengikuti langkah kaki papanya. Juga ikut menuju ke kamar mandi, untuk mengambil wudlu.
"Kenapa semuanya jadi seperti ini?" ucap Nabilla dalam hati. Ada rasa menyesal karena telah mengadu ke papanya.
"Awas kamu Nathan! Lihat saja kamu di sekolah! Gara-gara papamu, papaku sampai marah besar pada mamaku!" ucap Nabilla lirih, tapi nada geram yang ia tekankan.
****************************
"Menjijikkan!" sungut Razmi, seraya menarik tangannya, karena Anton ingin meraihnya. Razmi saat itu juga sudah tak respek lagi dengan lelaki yang masih bergelar suaminya itu.
"Dek, aku bisa jelaskan semuanya! Tolong dengarkan dulu penjelasanku!" balas Anton. Razmi menyeringai kecut. Pipinya sudah basah dengan air mata, karena rasa sakit di dalam hatinya.
Dengan kasar Razmi mengusap pipinya itu. Pipinya sembah memerah. Memperlihatkan betapa sakit hatinya.
"Apa yang mau kamu jelaskan? Semuanya sudah jelas. Kamu cukup membuatku malu di depan semua orang! Aku malu! Kamu juga mempermalukan keluargaku!" sungut Razmi dengan mata menyalang murka.
Anton tetap masih berusaha meraih tangan istrinya. Tapi Razmi kekeuh menolak. Tak sudi tangannya di sentuh lelaki yang masih sah suaminya itu.
"Jangan sentuh aku! Kamu itu menjijikkan! Aku jijik sama kamu!" sungut Razmi. Tapi Anton masih tetap ingin meraih. Razmi terus menolak, agar tak tersentuh tangan Anton. Lelaki yang dulu sangat dia hormati, detik ini Razmi hilang rasa hormat ke suaminya itu.
"Semua tak sesuai dengan apa yang kamu lihat, dengarkan dulu penjelasanku!" ucap Anton. Razmi semakin menyeringai kecut.
"Hah? Bisa-bisanya kamu ngomong seperti itu? Kamu tak malu? Hah? Lalu tadi apa yang semua orang lihat? Hah?" balas Razmi dengan mata menyalang murka.
"Tapi ...."
"Alasan beli rokok ternyata ... masih ingat kamu sebelum keluar dari rumah ini, kamu sempat menyalahkan aku, karena aku tak perhatian dengan rokokmu yang habis. Luar biasa ... aku tak mengira kalau lelaki yang selama ini selalu aku banggakan, ternyata seperti itu kelakuannya. Benar-benar menjijikkan!" Potong Razmi. Anton mengusap kasar wajahnya.
"Aku di sini menunggumu untuk sholat Magrib, eh, kamu malah asyik berzina, terus kalau tak ketahuan, apa kamu akan mandi junub? Jelas tidak kan? Jelas kamu takut aku curiga? Lalu apakah kamu akan mengimami sholatku dalam keadaan kotor menjijikkan? Hah?" sungut Razmi lagi. Belum puas dia meluapkan uneg-uneg di dalam hatinya.
"Tenang dulu! Biar aku ...."
"Stop! Aku pikir kamu lelaki yang tahu agama, tahu dosa, ternyata aku salah menilaimu!" potong Razmi lagi. Sengaja tak membiarkan Anton untuk menjelaskan. Karena hatinya sudah terlanjur sakit.
"Aku bisa menjelaskan semuanya, tolong kasih waktu aku sedikit saja untuk menjelaskan!" pinta Anton masih berusaha menarik hati istrinya. Razmi menarik kuat napasnya. Ia hembuskan dengan kasar. Berharap rasa sesak di dalam dada bisa sedikit berkurang.
"Ok aku kasih waktu kamu 5 detik! Cepat jelaskan!" balas Razmi.
"Hah? Lima detik?" Anton mengulang kata itu.
"Satu."
"Nggak bisa ...."
"Dua."
"Dek ...."
"Tiga."
Anton semakin gelagapan rasanya. Karena Razmi memang benar-benar menghitungnya.
"Empat."
"Bukan seperti ini caranya!"
"Lima. Silahkan keluar dari rumahku. Ingat ini rumahku. Orang tuaku yang membelikan rumah ini. Kamu hanya numpang tinggal di rumahku. Dasar hama nggak tahu malu!" ucap Razmi mengambil keputusan.
Mendengar keputusan Razmi, Anton hanya bisa menganga. Ia usap wajahnya dengan kasar.
"Nggak bisa gitu dong!"
"Pergi! Aku tak mau rumahku ini ditempati orang berzina seperti kamu!" tegas Razmi dengan telunjuk menunjuk ke arah pintu. Itu artinya sudah tak ada kata maaf lagi.
Cukup membuat Anton menganga.
"Sialan! Kok bisa sih sampai ketahuan? Terus aku mau ke mana sekarang?" ucap Anton dalam hati. Bingung.
************************************
Bab 6"Kamu ngusir aku?" tanya Anton seolah tak percaya, kalau istri yang selama ini selalu bersikap lembut, detik ini bisa mengusirnya. "Apakah kurang jelas? Ok aku perjelas lagi. Itu pintu utama rumah ini dan silahkan keluar dari rumah ini!" jelas Razmi seraya menunjuk pintu rumahnya. Anton menganga sejenak, kemudian dia menelan ludah yang terasa susah. "Aku ini suamimu, dosa besar istri ngusir suami! Kamu tahu itu kan? Nggak takut dosa kamu!?" sungut Anton. Razmi seketika membelalak mendengarnya. "Dosa? Hah? Kamu masih bisa ngomong dosa? Nggak malu kamu ngomong seperti itum Kamu tertangkap basah dengan istri orang, apa itu tak dosa? Hah? Owh ... berduaan sama istri orang, apa itu pahala mamanya? Iya? Ck ck ck ck," balas Razmi. Anton menarik napasnya kuat-kuat, mengembuskan dengan kasar. "Itu tak seperti yang kamu pikirkan! Aku di fitnah, aku di jebak! Percaya sama aku!" ucap Anton, berusaha ingin meyakinkan istrinya. Mendengar itu, Razmi menyeringai kecut. Dia sungguh tak habi
Bab 7Pembelaaan Dijebak"Benar-benar memalukan," ucap Bu Laila, ibunya Razmi. Matanya menyalang murka ke arah menantunya. Kabar itu sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan ke keluarga besar juga. Cukup membuat syok.Ya, Anton belum mau pergi dari rumah Razmi. Dia berusaha bertahan. Karena sebenarnya dia bingung mau ke mana. Karena dia sendiri juga sebenarnya merasa bersalah. Malu juga mau keluar dari rumah istrinya.Razmi masih di kamar. Dia belum mau keluar. Karena dia sudah tak mau memandang wajah suaminya lagi. Jijik dan kecewa jadi satu, itu yang Razmi rasakan."Aku dijebak, Bu!" ucap Anton. Bu Laila menyeringai kecut. Tak percaya begitu saja."Dijebak? Pandai kamu berkelit ya? Sudah banyak saksi mata, sudah kepergok secara langsung, masih bisa-bisanya kamu berkelit. Kalau si Arsilla yang kamu jebak itu mungkin. Tapi kalau kamu dijebak, itu konyol," jawab Bu Laila. Dari dalam Razmi mendengarnya.Razmi memejamkan mata sejenak, untuk menenangkan hati dan pikirannya. Air mata masih berg
Bab 8Bisik-bisik Tetangga"Aku harus cari cara! Ayo dong mikir! Aku nggak mau kalau sampai digugat cerai sama Razmi. Mau tinggal di mana aku?" ucap Anton dalam hati. Hati dan pikirannya sudah benar-benar resah. Mereka sudah menuju ke Balai Desa dengan mengendarai motor. Razmi sudah tak mau di bonceng oleh Anton. Dia benar-benar merasa jijik dengan lelaki yang masih bergelar suaminya itu. Lagian Razmi pun tahu kalau lelakinya itu belum mandi besar. Sekarang langsung menuju ke Balai Desa. Rasa perselingkuhan masih benar-benar ia rasakan. Sakit hatinya semakin dalam ia rasakan. Selama dalam perjalanan, Anton terus mencerna. Berusaha mencari jalan keluar. Masih memikirkan bagaimana caranya untuk bisa membuat semua percaya dengan apa yang akan dia katakan nanti. "Aku harus bisa membuat semua orang percaya padaku. Biar semua orang menyalahkan Arsilla saja. Aku tak mau kalau sampai di gugat cerai sama Razmi. Bisa jadi gembel aku pisah dari Razmi. Mau tinggal di mana aku? Selama ini aku k
Bab 9Siap-siap"Bikin jelek nama kampung saja!""Hooh, usir saja sudah!""Ya nggak segampang itu ngusir orang, Yu!""Kalau aku jadi Ibu Kepala Desa sudah aku usir dua orang itu! Nggak punya warga kayak mereka juga nggak rugi!""Ya masalahnya bukan kamu, Yu, yang jadi Bu Kades!""La iya ... kan aku bilang kalau aku jadi Bu Kepala Desa. Sayangnya nggak jadi Bu Kades! Bikin sepet mata aja!"Celutukan orang-orang yang hadir di balai desa, dari serius sampai bercandaan, cukup membuat keluarga yang hendak sidang, merasa semakin malu.Hanya diam dan mendengar apa-apa yang mereka katakan. Mau marah juga percuma, karena segitu banyaknya mulut orang, tak mungkin bisa dicegah untuk diam."Kenapa ramai sekali warga yang datang? Nggak punya kerjaan apa ya mereka ini?" gerutu Anton dalam hati. Melihat banyaknya warga yang datang, cukup membuatnya muak. Apalagi pembahasan mereka tentang dirinya dan Arsilla, cukup membuat hati dan pikiran menjadi panas.Bu Laila hanya bisa menahan rasa malu. Pun Raz
Bab 10Cinta Berduri"Tante, Mama sama Papa lama banget ya pulangnya?" tanya Nabilla kepada tetangga sebelah rumahnya. Tarfi'ah, biasa dipanggil Fiah.Bu Ana memang menitipkan cucunya dengan Fiah. Gadis yang sudah berumur. Berkali-kali menjalin hubungan, berkali-kali juga kandas. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk sendiri dulu. Tak mau mengejar dan tak mau juga mengenal. Pasrah dengan takdir yang akan Allah berikan.Fiah mengulas senyum tipis. Kemudian mengusap kepala Nabilla dengan lembut."Sabar ya, Sayang! Mungkin urusan mereka memang belum selesai!" jawab Fiah dengan nada lembut.Nabilla memainkan bibirnya. Hatinya tak tenang sebenarnya. Ingin sekali menyusul kedua orang tuanya. Penasaran dengan keadaan mereka.Tarfi'ah memperhatikan ekspresi Nabilla. Billa memang memainkan sepuluh jemarinya. Raut wajah tak nyaman memang terlihat di mata Tarfi'ah."Nabilla ngantuk?" tanya Tarfi'ah dengan nada pelan. Billa menggeleng pelan. Fiah melipat keningnya sejenak."Billa nampaknya tak nya
Bab 11SIDANG DIMULAICuci kampung adalah kesepakatan warga berdasarkan kebiasaan adat setempat di mana apabila terjadi tindakan asusila maka pelaku dikenai sanksi.Itu juga yang dilakukan oleh orang-orang setempat, di mana Arsilla dan Anton tinggal. Mereka geram, mereka semua panas mendapati salah satu warganya ada yang melakukan tindakan asusila seperti itu. Saat sidang berlangsung, Arsilla dan Anton sangatlah pucat. Keduanya sama-sama keluar keringat dingin. Sama-sama menguatkan diri. Karena sebenarnya sudah ingin sekali lenyap dari muka bumi ini karena malu. Malu? Ya sebenarnya sangat malu. Tapi dikuat-kuatkan. Karena memang bingung mau gimana lagi. Sudah terlanjur ketahuan dan sudah terlanjur basah. Pak Kades Luqman, masih berbasa-basi ucapan pembuka. Entah sudah berapa kali Arsilla dan Anton saling mengusap peluh masing-masing. Keringat dingin masih terus membasahi. Hingga badan terasa panas dingin. Sebenarnya bukan hanya Arsilla dan Anton saja yang merasakan itu, tapi semua
Bab 12Lanjutan Sidang"Pak keadaan semakin tak memungkinkan, ini bagaimana?" tanya Pak RT berbisik di dekat telinga Pak Kades. Karena memang semakin menjadi. Pak Luqman selaku kepala desa, dia sendiri juga sebenarnya bingung. Memejamkan mata sejenak. Karena ia pun merasakan, kalau keadaan sudah tak kondusif lagi. Warga semakin tak bisa mengerem lisannya. Yang ditakutkan, mereka nanti tak bisa mengerem tindakan. "Emm, kita akhiri saja. Besok kita akan sidang lagi, tapi tidak usah di balai desa. Di kantor saja, saya rasa di kantor bisa lebih aman dan bisa lebih tenang," jawab Pak Luqman. Pak RT menghela napas sejenak. Kemudian dia mengangguk. Pak RT nurut saja, karena dia sendiri juga bingung harus bagaimana lagi."Baik kalau gitu, Pak, kalau gitu akan saya sampaikan ke mereka," ucap Pak RT. Pak Luqman menganggukan kepalanya dengan pelan. Pak RT kemudian menarik badannya. Menarik napas kuat-kuat dan menghembuskan pelan. Karena dia sendiri juga terus menata hati, agar tak bergemuruh
Bab 13Pemeriksaan Hape"Alhamdulillah, akhirnya Nabilla tidur juga," ucap Tarfi'ah. Ia kemudian meraih selimut dan menyelimuti tubuh Nabilla. Tarfi'ah memandang lekat ke arah gadis kecil itu. Ia usap pelan kepalanya. Hatinya pun ikut sakit dengan masalah yang menimpa keluarga Nabilla."Kasihan sekali kamu, Nak! Harusnya seusia kamu itu, mendapatkan perhatian penuh dari orang tuamu, bukan malah seperti ini. Kamu memergoki langsung perselingkuhan wanita yang telah melahirkanmu. Semoga saat kamu besar nanti, tidak meniru apa yang jelek dari orang tuamu, Sayang! Kamu juga tak membenci mamamu kelak!" ucap Tarfi'ah lirih. Tarfi'ah menghela napas sejenak. Kemudian dia beranjak dari kamarnya. Ya, Tarfi'ah membawa Nabilla ke kamarnya. Banyak drama agar gadis kecil itu tak menagih janjinya, untuk mengantar ia menemui orang tuanya. Nabilla sempat kesal, karena tak kunjung diantarkan untuk menemui orang tuanya, tapi dia tahu ini sudah malam. Tarfi'ah beralasan kalau sudah malam, dia tak beran
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me