Bab 6
"Kamu ngusir aku?" tanya Anton seolah tak percaya, kalau istri yang selama ini selalu bersikap lembut, detik ini bisa mengusirnya.
"Apakah kurang jelas? Ok aku perjelas lagi. Itu pintu utama rumah ini dan silahkan keluar dari rumah ini!" jelas Razmi seraya menunjuk pintu rumahnya. Anton menganga sejenak, kemudian dia menelan ludah yang terasa susah.
"Aku ini suamimu, dosa besar istri ngusir suami! Kamu tahu itu kan? Nggak takut dosa kamu!?" sungut Anton. Razmi seketika membelalak mendengarnya.
"Dosa? Hah? Kamu masih bisa ngomong dosa? Nggak malu kamu ngomong seperti itum Kamu tertangkap basah dengan istri orang, apa itu tak dosa? Hah? Owh ... berduaan sama istri orang, apa itu pahala mamanya? Iya? Ck ck ck ck," balas Razmi. Anton menarik napasnya kuat-kuat, mengembuskan dengan kasar.
"Itu tak seperti yang kamu pikirkan! Aku di fitnah, aku di jebak! Percaya sama aku!" ucap Anton, berusaha ingin meyakinkan istrinya.
Mendengar itu, Razmi menyeringai kecut. Dia sungguh tak habis pikir dengan suaminya itu. Ia Hela lagi napasnya. Ingin tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, tapi dia lihat dengan mata kepalanya sendiri.
"Dijebak? Yakin?" tanya Razmi dengan tatapan tajam. Anton segera menganggukkan kepalanya dengan cepat. Bola mata mereka saling beradu pandang.
"Iya, percaya padaku, aku benar-benar di jebak! Makanya dengarkan dulu penjelasanku! Aku memang benar-benar dijebak! Aku bisa menjelaskan semuanya!" jawab Anton. Razmi mengusap wajanya pelan. Hatinya semakin berkemelut hebat. Justru semakin ia rasakan sesak.
"Pasang telingamu baik-baik! Aku tak butuh lagi penjelasanmu! Karena aku sudah tak percaya lagi denganmu! Tak percaya lagi dengan apa pun yang kamu katakan! Silahkan keluar dari rumah ini, tanpa membawa apa pun kecuali apa yang menempel di badanmu!" ucap Razmi. Hatinya semakin geram karena suaminya tetap kekeuh, tak mau mengakui kesalahannya, padahal sudah jelas-jelas tertangkap basah.
"Tapi, Dek ...."
"Gendang telingamu masih berfungsi kan? Kamu masih bisa mendengar kan? Kamu nggak bud*g kan?" potong Razmi. Anton memejamkan mata sejenak. Dia masih terus berusaha untuk mengambil simpati dari Razmi.
"Kamu tahu kan, anak kita sudah dua. Kalau aku pergi bagaimana dengan anak-anak?" Anton masih terus berusaha mencari simpati.
"Hah? Apa aku nggak salah dengar? Kamu yakin mau bahas anak? Nggak malu? Atau syaraf malumu itu sudah putus? Hah?" sindir Razmi. Anton menghela napas sejenak. Anton semakin bingung bagaimana mau menjelaskan, agar Razmi percaya lagi dengannya.
"Iya, memang kita punya dua anak kan? Kamu nggak kasihan dengan mereka? Mereka itu tetap butuh sosok laki-laki!" jelas Anton. Razmi menyeringai kecut menjatuhkan.
"Kalau kamu bahas anak sekarang, kenapa saat kamu selingkuh, kamu tak memikirkan mereka? Hah? Giliran ketahuan saja baru bahas anak! Anak-anak pun juga sudah besar, mereka pasti akan tahu mana yang yang benar dan mana yang salah," balas Razmi dengan nada menjatuhkan seolah tak habis pikir dengan Anton.
"Kenapa kamu jadi keras kepala seperti ini?" tanya Anton. Cukup membuat Razmi terkejut mendengarnya.
"Aku keras kepala? Kamu itu udah kepergok salah, tapi tetap tak mau mengakui kesalahanmu! Aneh!" balas Razmi. Anton masih berusaha meraih tangan Razmi, tapi Razmi dengan cepat menepis.
"Stop! Jangan banyak drama! Silahkan keluar dari rumah ini! Kalau kamu masih punya malu dan harga diri, silahkan keluar dari rumah ini! Ini rumahku, ini rumah pemberian orang tuaku. Kamu sudah tak ada tempat di rumah ini!" ucap Razmi lantang.
"Tapi ...."
"Kamu itu nikah sama aku, kere munggah bale dan sekarang memang sudah seharusnya kamu kembali ke asalmu lagi! Kamu memang nggak pantas ada di posisimu sekarang!" potong Razmi lagi. Karana memang tak menginginkan penjelasan apa pun lagi dari suaminya itu.
Setelah ngomong seperti itu, Razmi segera membalikkan badannya. Menuju ke dalam kamar. Anton terus berusaha mengikuti Razmi.
"Dek ... jangan kayak gini. Aku ini di jebak! Aku ini di fitnah!"
Brakkk!
Razmi membanting pintu kamarnya dengan kasar. Sangat kasar, cukup membuat Anton terkejut. Anton yang memang mengikuti langkah kaki Razmi, akhirnya terpaksa berhenti. Karena Razmi sudah mengunci pintu kamar itu dari dalam.
Sesampai di kamar, tubuh Razmi lemas menyandar di daun pintu kamarnya. Hingga dia menjatuhkan badannya di lantai. Lunglai. Air matanya seketika tumpah begitu saja. Rasa sesak yang sangat luar biasa ia rasakan.
"Ya Allah ... kenapa Engkau memberiku cobaan seberat ini? Aku malu ya Allah ... aku malu!" ucap Razmi lirih sesenggukan.
Ia tutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Air mata terus bergulir tanpa bisa dihentikan. Rasa malu menyeruak di dalam hati. Rasa malu semakin menjadi.
******************************
"Bapak malu sama kamu Silla!" ucap bapak kandung Arsilla.
Niat hati Nabilla mau ke rumah nenek kakeknya, tapi mereka keburu datang. Karena kabar itu telah sampai di telinga ke dua orang tua Arsilla. Tentu saja syok dan tentu saja terkejut. Rasa malu juga seketika menghampiri.
Arsilla menundukkan pandang. Air matanya terus berjatuhan. Dalam hati terus memaki dirinya sendiri, karena kecerobohannya. Dia juga terus menerus menyalahkan Anton. Tak terima dengan masalah yang terjadi ini.
"Ibu juga malu sama kamu Arsilla. Tapi Ibu juga kecewa dengan kamu Tamam!" sungut ibu kandung Arsilla. Mendengar ibu mertuanya ngomong seperti itu, tentu saja refleks Tamam menoleh ke arah ibu mertuanya.
"Kecewa sama aku?" Tamam mengulang kata itu. Bingung dengan maksud ibu mertuanya.
"Iya! Kabar yang beredar, kamu menjambak rambut Arsilla dengan pepaya Silla yang terlihat jelas! Memalukan! Membayangkannya saja Ibu malu, Tamam! Apa nggak bisa kamu menarik dia dengan lembut? Nunggu dia pakai baju dulu? Kelewat!" jelas ibu mertuanya dengan nada geram.
Tamam menelan ludah sejenak. Dia paham maksud mertuanya. Tapi kala itu rasa emosi sudah menjalar begitu saja. Dia sudah benar-benar kalap. Hingga sudah tak bisa mikir panjang lagi.
"Maaf, Bu, aku kalap hingga mata seolah tertutup. Aku memang tak menyadari kalau Silla belum pakai baju. Aku menyadari saat sudah sampai rumah," jelas Tamam apa adanya. Karena memang itu yang ia rasakan.
"Halah ... memang sudah niat saja kamu itu ingin mempermalukan Arsilla!" balas ibu mertuanya ketus. Rasa sesak semakin menyeruak.
"Stop! Ibu kok malah nyalahin Tamam? Dia itu nggak salah, kalau Bapak yang ada di posisinya, pasti juga akan melakukan hal yang sama. Mana ada suami yang rela dan hanya tinggal diam, saat tahu bahkan di depan matanya sendiri, istrinya sedang bersama dan bercumbu dengan lelaki lain! Hah? Kok malah nyalahin Tamam!" sahut Bapak kandung Arsilla. Istrinya hanya menyeringai kecut. Tetap tak suka dengan cara Tamam memperlakukan Arsilla.
"Halah ... bapak yang aneh, bukan belain anaknya malah belain mantu!" ucap ibunya Arsilla. Silla hanya bisa diam dengan kepala menunduk, dia tak berani memandang wajah suami dan kedua orang tuanya.
"Bapak tak membela siapa-siapa. Bapak hanya bela yang benar!" balas bapak kandung Arsilla. Ibunya seketika memutar bola matanya. Tanda tak suka.
"Assalamualaikum!" tiba-tiba terdengar suara salam laki-laki. Seketika semua menoleh ke arah pintu. Melihat siap yang datang bertamu. Memastikan.
"Waalaikum salam," jawab mereka nyaris serentak.
"Eh, Pak RT!" ucap Tamam kemudian beranjak. "Mari masuk!" pinta Tamam seraya mempersilahkan masuk.
"Iya," balas Pak RT itu kemudian dia segera masuk ke dalam rumah Tamam. Dengan datangnya Pak RT, cukup membuat hati Arsilla menjadi tak nyaman.
"Duh ... kok hatiku nggak enak banget ya? Ada apa Pak RT ke sini? Astaga ...." ucap Arsilla dalam hati. Dia sudah panik.
"Maaf, Pak, ada apa ke sini?" tanya Tamam dengan nada sopan. Walau hatinya masih berkecamuk hebat, tapi dia tetap berusaha untuk bertanya dengan sopan.
"Ini, Pak Tamam, karena banyak sekali aduan warga tentang kejadian yang baru saja terjadi, jadi malam ini juga warga meminta untuk adakan sidang kepada Bu Arsilla dan Pak Anton!" jawab Pak RT. Cukup membuat siapa saja menganga mendengarnya.
"Hah? Sidang?" ucap Arsilla mengulang kata itu, dengan wajah terkejut dan mata membelalak. Ia seolah tak mau jika harus datang untuk sidang.
"Iya, Bu, kalian harus cuci kampung! Karena memang seperti peraturannya," jelas Pak RT. Seketika semua hati yang mendengarnya, merasa sesak luar biasa. Seolah pernapasan terasa tersumbat. Itu yang mereka rasakan.
Tamam menarik napasnya sejenak, agar tetap bisa mengontrol diri. Sedangkan Arsilla semakin panik dan menganga mendengarnya.
"Astagfirullah! Benar-benar memalukan! Belum kamu membuat Bapak bangga, tapi justru kamu sudah membuat malu! Terasa wajah ini kamu lempar kotoran Arsilla!" ucap bapaknya Arsilla dengan mata menyalang murka, menatap murka ke arah anaknya. Ibunya Arsilla membuang muka kecut begitu saja.
*****************************
Tinggalkan komentar ya, biar segera post Bab 7. Penasaran tidak, bagaimana sidangnya? Hi hi hi hi.
Bab 7Pembelaaan Dijebak"Benar-benar memalukan," ucap Bu Laila, ibunya Razmi. Matanya menyalang murka ke arah menantunya. Kabar itu sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan ke keluarga besar juga. Cukup membuat syok.Ya, Anton belum mau pergi dari rumah Razmi. Dia berusaha bertahan. Karena sebenarnya dia bingung mau ke mana. Karena dia sendiri juga sebenarnya merasa bersalah. Malu juga mau keluar dari rumah istrinya.Razmi masih di kamar. Dia belum mau keluar. Karena dia sudah tak mau memandang wajah suaminya lagi. Jijik dan kecewa jadi satu, itu yang Razmi rasakan."Aku dijebak, Bu!" ucap Anton. Bu Laila menyeringai kecut. Tak percaya begitu saja."Dijebak? Pandai kamu berkelit ya? Sudah banyak saksi mata, sudah kepergok secara langsung, masih bisa-bisanya kamu berkelit. Kalau si Arsilla yang kamu jebak itu mungkin. Tapi kalau kamu dijebak, itu konyol," jawab Bu Laila. Dari dalam Razmi mendengarnya.Razmi memejamkan mata sejenak, untuk menenangkan hati dan pikirannya. Air mata masih berg
Bab 8Bisik-bisik Tetangga"Aku harus cari cara! Ayo dong mikir! Aku nggak mau kalau sampai digugat cerai sama Razmi. Mau tinggal di mana aku?" ucap Anton dalam hati. Hati dan pikirannya sudah benar-benar resah. Mereka sudah menuju ke Balai Desa dengan mengendarai motor. Razmi sudah tak mau di bonceng oleh Anton. Dia benar-benar merasa jijik dengan lelaki yang masih bergelar suaminya itu. Lagian Razmi pun tahu kalau lelakinya itu belum mandi besar. Sekarang langsung menuju ke Balai Desa. Rasa perselingkuhan masih benar-benar ia rasakan. Sakit hatinya semakin dalam ia rasakan. Selama dalam perjalanan, Anton terus mencerna. Berusaha mencari jalan keluar. Masih memikirkan bagaimana caranya untuk bisa membuat semua percaya dengan apa yang akan dia katakan nanti. "Aku harus bisa membuat semua orang percaya padaku. Biar semua orang menyalahkan Arsilla saja. Aku tak mau kalau sampai di gugat cerai sama Razmi. Bisa jadi gembel aku pisah dari Razmi. Mau tinggal di mana aku? Selama ini aku k
Bab 9Siap-siap"Bikin jelek nama kampung saja!""Hooh, usir saja sudah!""Ya nggak segampang itu ngusir orang, Yu!""Kalau aku jadi Ibu Kepala Desa sudah aku usir dua orang itu! Nggak punya warga kayak mereka juga nggak rugi!""Ya masalahnya bukan kamu, Yu, yang jadi Bu Kades!""La iya ... kan aku bilang kalau aku jadi Bu Kepala Desa. Sayangnya nggak jadi Bu Kades! Bikin sepet mata aja!"Celutukan orang-orang yang hadir di balai desa, dari serius sampai bercandaan, cukup membuat keluarga yang hendak sidang, merasa semakin malu.Hanya diam dan mendengar apa-apa yang mereka katakan. Mau marah juga percuma, karena segitu banyaknya mulut orang, tak mungkin bisa dicegah untuk diam."Kenapa ramai sekali warga yang datang? Nggak punya kerjaan apa ya mereka ini?" gerutu Anton dalam hati. Melihat banyaknya warga yang datang, cukup membuatnya muak. Apalagi pembahasan mereka tentang dirinya dan Arsilla, cukup membuat hati dan pikiran menjadi panas.Bu Laila hanya bisa menahan rasa malu. Pun Raz
Bab 10Cinta Berduri"Tante, Mama sama Papa lama banget ya pulangnya?" tanya Nabilla kepada tetangga sebelah rumahnya. Tarfi'ah, biasa dipanggil Fiah.Bu Ana memang menitipkan cucunya dengan Fiah. Gadis yang sudah berumur. Berkali-kali menjalin hubungan, berkali-kali juga kandas. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk sendiri dulu. Tak mau mengejar dan tak mau juga mengenal. Pasrah dengan takdir yang akan Allah berikan.Fiah mengulas senyum tipis. Kemudian mengusap kepala Nabilla dengan lembut."Sabar ya, Sayang! Mungkin urusan mereka memang belum selesai!" jawab Fiah dengan nada lembut.Nabilla memainkan bibirnya. Hatinya tak tenang sebenarnya. Ingin sekali menyusul kedua orang tuanya. Penasaran dengan keadaan mereka.Tarfi'ah memperhatikan ekspresi Nabilla. Billa memang memainkan sepuluh jemarinya. Raut wajah tak nyaman memang terlihat di mata Tarfi'ah."Nabilla ngantuk?" tanya Tarfi'ah dengan nada pelan. Billa menggeleng pelan. Fiah melipat keningnya sejenak."Billa nampaknya tak nya
Bab 11SIDANG DIMULAICuci kampung adalah kesepakatan warga berdasarkan kebiasaan adat setempat di mana apabila terjadi tindakan asusila maka pelaku dikenai sanksi.Itu juga yang dilakukan oleh orang-orang setempat, di mana Arsilla dan Anton tinggal. Mereka geram, mereka semua panas mendapati salah satu warganya ada yang melakukan tindakan asusila seperti itu. Saat sidang berlangsung, Arsilla dan Anton sangatlah pucat. Keduanya sama-sama keluar keringat dingin. Sama-sama menguatkan diri. Karena sebenarnya sudah ingin sekali lenyap dari muka bumi ini karena malu. Malu? Ya sebenarnya sangat malu. Tapi dikuat-kuatkan. Karena memang bingung mau gimana lagi. Sudah terlanjur ketahuan dan sudah terlanjur basah. Pak Kades Luqman, masih berbasa-basi ucapan pembuka. Entah sudah berapa kali Arsilla dan Anton saling mengusap peluh masing-masing. Keringat dingin masih terus membasahi. Hingga badan terasa panas dingin. Sebenarnya bukan hanya Arsilla dan Anton saja yang merasakan itu, tapi semua
Bab 12Lanjutan Sidang"Pak keadaan semakin tak memungkinkan, ini bagaimana?" tanya Pak RT berbisik di dekat telinga Pak Kades. Karena memang semakin menjadi. Pak Luqman selaku kepala desa, dia sendiri juga sebenarnya bingung. Memejamkan mata sejenak. Karena ia pun merasakan, kalau keadaan sudah tak kondusif lagi. Warga semakin tak bisa mengerem lisannya. Yang ditakutkan, mereka nanti tak bisa mengerem tindakan. "Emm, kita akhiri saja. Besok kita akan sidang lagi, tapi tidak usah di balai desa. Di kantor saja, saya rasa di kantor bisa lebih aman dan bisa lebih tenang," jawab Pak Luqman. Pak RT menghela napas sejenak. Kemudian dia mengangguk. Pak RT nurut saja, karena dia sendiri juga bingung harus bagaimana lagi."Baik kalau gitu, Pak, kalau gitu akan saya sampaikan ke mereka," ucap Pak RT. Pak Luqman menganggukan kepalanya dengan pelan. Pak RT kemudian menarik badannya. Menarik napas kuat-kuat dan menghembuskan pelan. Karena dia sendiri juga terus menata hati, agar tak bergemuruh
Bab 13Pemeriksaan Hape"Alhamdulillah, akhirnya Nabilla tidur juga," ucap Tarfi'ah. Ia kemudian meraih selimut dan menyelimuti tubuh Nabilla. Tarfi'ah memandang lekat ke arah gadis kecil itu. Ia usap pelan kepalanya. Hatinya pun ikut sakit dengan masalah yang menimpa keluarga Nabilla."Kasihan sekali kamu, Nak! Harusnya seusia kamu itu, mendapatkan perhatian penuh dari orang tuamu, bukan malah seperti ini. Kamu memergoki langsung perselingkuhan wanita yang telah melahirkanmu. Semoga saat kamu besar nanti, tidak meniru apa yang jelek dari orang tuamu, Sayang! Kamu juga tak membenci mamamu kelak!" ucap Tarfi'ah lirih. Tarfi'ah menghela napas sejenak. Kemudian dia beranjak dari kamarnya. Ya, Tarfi'ah membawa Nabilla ke kamarnya. Banyak drama agar gadis kecil itu tak menagih janjinya, untuk mengantar ia menemui orang tuanya. Nabilla sempat kesal, karena tak kunjung diantarkan untuk menemui orang tuanya, tapi dia tahu ini sudah malam. Tarfi'ah beralasan kalau sudah malam, dia tak beran
Bab 14PENUH DRAMATiba-tiba ....Braaakkkk!Terdengar keras suara gebrakan meja, cukup membuat semua orang yang ada di situ terkejut menganga.Ya salah satu warga, karena kesal akhirnya ada yang menggebrak meja dengan kasar. Emosi dengan sidang yang sedang berjalan."Sidang penuh drama!""Iya, udah kayak melihat sinetron!""Kalah sinetron ini!""Hooh!""Nggak puas aku! Kalau belum ngarak orang itu keliling kampung!""Sama aku juga kurang puas!""Hooh!""Huuuuu ...."Gerutu masyarakat yang datang di balai desa. Bentuk rasa kecewa yang sangat dalam. Karena sidang menurut mereka sama sekali tak memuaskan. .Ya, karena keadaan sudah malam, akhirnya sidang dihentikan. Tapi untuk hape keduanya sudah di amankan. Karena kalau tak diamankan, ditakutkan mereka akan menghapus chat mereka. Jadi tak mau ambil resiko lagi.Tamam sudah melangkah keluar terlebih dahulu. Dia tak menunggu Arsilla. Membiarkan Arsilla pulang sendirian. Rasa kecewa sudah sangat mendalam. Entah bisa disembuhkan atau tidak
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me