Bab 8
Bisik-bisik Tetangga
"Aku harus cari cara! Ayo dong mikir! Aku nggak mau kalau sampai digugat cerai sama Razmi. Mau tinggal di mana aku?" ucap Anton dalam hati. Hati dan pikirannya sudah benar-benar resah.
Mereka sudah menuju ke Balai Desa dengan mengendarai motor. Razmi sudah tak mau di bonceng oleh Anton. Dia benar-benar merasa jijik dengan lelaki yang masih bergelar suaminya itu. Lagian Razmi pun tahu kalau lelakinya itu belum mandi besar. Sekarang langsung menuju ke Balai Desa. Rasa perselingkuhan masih benar-benar ia rasakan. Sakit hatinya semakin dalam ia rasakan.
Selama dalam perjalanan, Anton terus mencerna. Berusaha mencari jalan keluar. Masih memikirkan bagaimana caranya untuk bisa membuat semua percaya dengan apa yang akan dia katakan nanti.
"Aku harus bisa membuat semua orang percaya padaku. Biar semua orang menyalahkan Arsilla saja. Aku tak mau kalau sampai di gugat cerai sama Razmi. Bisa jadi gembel aku pisah dari Razmi. Mau tinggal di mana aku? Selama ini aku kerja juga dari hasil warisan keluarga Razmi. Kalau aku keluar dari hidup Razmi, hidupku benar-bener melarat. Jadi mending Arsilla saja yang aku manfaatkan. Maafkan aku Arsilla! Aku tak sungguh-sungguh mencintaimu. Yang aku cintai hanya Razmi. Aku pun tak mau kembali jadi kere lagi!" tapi Anton dalam hati. Dia sudah mulai menyusun rencana.
Selama dalam perjalanan, dia menang terus memikirkan mana yang terbaik untuk dirinya yang utama. Kalau dirinya selamat, jelas semua keluarganya otomatis akan selamat dari jatuhnya nama baik.
*************************
"Selingkuh kok nggak modal!" ucap Mak Warti tetangga satu lorong Arsilla dan Anton.
"Iya, kalau aku diajak selingkuh kayak gitu, ogah. Ngajak selingkuh kok di rumah kosong!" jawab Mak Nur.
"Heh ... paling enak selingkuh di rumah kosong gitu, kan banyak hantu yang jagain, hi hi hi," sahut Bu War seraya tertawa nyengir.
"Hush! Ngomong opo?" balas Mak Jum, berusaha nengahi. Agar gosip tak terlalu ke mana-mana.
"Bikin rusak nama desa kita aja!" Mak Warti menanggapi lagi. Belum puas dan kurang suka kalau Mak Jum ikut bicara. Karena menurutnya terlalu sok alim.
"Iya. Malu-maluin!" balas Mak Nur yang sebelas dua belas dengan Mak War.
"Iya, malu-maluin memang, padahal kayak si Arsilla itu, lakinya kurang apa coba? Udah ganteng, pekerja keras, nggak pernah kasar sama dia. Eh, sekali kasar ngeri juga ya!?" balas Mas Warti.
"Seret dengan pepaya gundal-gandul untuk tontonan umum," balas Mak Nur penuh antusias.
"Kalau gitu berarti ya kurang, makanya selingkuh," balas Mak Jum. Padahal tadi niatnya ingin menengahi, akhirnya ikut ghibah juga.
"Lha, iya, kurang apa?" balas Mak Warti.
"Ya mungkin si pusakanya kurang kenceng nyungsepnya!" balas Mak Nur. Yang mendengarnya hanya bisa nyengir nggak jelas. Berusaha polos tapi sebenarnya semua paham.
"Kalau kurang nyungsep ya nggak jadi Nabilla!" balas Bu War.
"Emm ... mungkin kurang perkasa, hi hi hi," balas Mak Nur.
"Emm, kalau aku diajak selingkuh gratisan kayak gitu ya ogah!" balas Mak Warti.
"Heh, lagian nggak ada yang ngajak kamu selingkuh Mak Warti, hi hi hi!" ledek Mak Nur.
"Iya memang."
"Ha ha ha ha."
Gosip warga semakin menjadi-jadi. Benar-benar menjadi perbincangan hangat. Karena memang sekarang lagi booming masalah pepaya yang terang-terangan jelas, tanpa tutup apa pun.
Arsilla, Tamam dan keluarganya mendengar. Mereka tak bisa diam. Dengar bisik-bisik orang yang ikut datang ke balai desa, tapi mau marah juga tak ada gunanya. Mau marah justru nama dia semakin jelek. Itu yang mereka pikirkan.
Arsilla hanya bisa menunduk. Dia terus memainkan jemarinya. Berkali-kali dia menghela napas panjang. Dia datang ke Balai Desa dengan menggunakan masker. Untuk sedikit menutupi rasa malu.
Pun Tamam, dia datang juga menggunakan masker. Tetap ada rasa malu yang menyelinap di dalam relung hatinya.
Orang tua Arsilla hanya bisa diam. Tak banyak bicara. Yang ada hanya menahan rasa malu. Sungguh ia sangat merasakan malu yang luar biasa.
"Ibu rasanya nggak sanggup ada di sini, Pak!" ucap ibunya Arsilla, namanya Ibu Hasanah. Bisa di panggil Bu Ana.
Bapaknya Arsilla menghela napas panjang. Ia pun merasakan hal yang sama. Dia malu juga. Tapi apa yang bisa dia lakukan sekarang. Mau pulang di dalam relung hatinya yang paling dalam, dia juga tak bisa meninggalkan anaknya begitu saja, terlepas salah atau tidak. Mau bagaimana pun anak, dia tetap tak tega untuk meninggalkan Arsilla sendirian.
Bapaknya Arsilla bernama Pak Waluyo. Biasa di panggil Pak Luyo.
"Bapak juga malu, Bu, tapi yang namanya anak harus gimana lagi?" jawab Pak Luyo. Bu Anna menghela napas panjang. Dia paham maksud suaminya. Tapi dia memang malu merasakan saat-saat ini. Seolah sudah tak tahan lagi. Seolah sudah tak kuasa ada diantara warga yang saling bergantian membahas masalah anaknya.
"Ibu ingin pulang saja," ucap Bu Anna. Dia benar-benar merasa sudah tak kuat mental. Telinga, hati dan pikiran sudah benar-benar ia rasakan panas.
"Bu, sabar! Ingat ini masalah anak kita!" balas Pak Luyo. Bu Anna menghela napas panjang. Terus berusaha untuk menenangkan diri sendiri.
"Ya Allah ... aku sebenernya sangat malu. Walau bukan aku yang melakukan zina perselingkuhan itu, tapi aku sangat malu," ucap Tamam dalam hati. Karena memang itu yang ia rasakan sekarang.
Tamam melirik ke arah istrinya. Arsilla masih menundukan pandang, dengan sepuluh jemari yang saling bertautan.
Arsilla memang tak berani menatap banyaknya orang yang datang di balai desa. Karena akibat di seret sama suaminya, dia merasa semua orang yang ada di sekitarnya sekarang, seolah sudah melihat pepayanya.
Sedangkan Nabilla, memang sengaja tak diijinkan untuk datang ke Balai Desa. Tamam yang meminta, karena Demi kebaikan Nabilla.
"Mas Tamam benar-benar keterlaluan! Coba dia bisa menahan murkanya, aku pasti tak semalu ini! Bisa-bisanya dia menyeretku di saat aku masih belum memakai baju, mungkin dia sengaja! Ia aku yakin dia sangaja! Sengaja membuatku malu! Sialan dia!" ucap Arsilla dalam hati. Dia kesal dengan suaminya. Kesal dengan keadaan ini, kesal dengan semuanya.
Keadaan Balai Desa memang sangat ramai. Kabar dari mulut ke mulut, menyebar dengan begitu cepatnya.
"Mana lah si Anton ini. Lama banget datang ke sidang. Giliran suruh datang ke rumah kosong, sat set, bahkan sampai nggak sabar nunggu habis Magrib!" celetuk salah satu warga.
Bu Ana meremas baju dadanya. Mendengar ucapan para tetangga seperti itu, apalagi ucapan yang langsung ia dengar, cukup memporak porandakan hatinya.
"Astagfirullah! Astagfirullah! Astagfirullah!" ucap Bu Anna lirih. Terus istighfar berharap hatinya bisa tenang sedikit saja. Karena dia sudah tak berani menatap wajah para tetangga yang ikut hadir di balai desa ini.
"Nah ... itu dia Anton dan keluarganya!" teriak salah atau warga. Akhirnya semua mata mengarah ke arah pintu masuk. Benar saja Anton dan keluar dari pihak Razmi datang untuk memenuhi panggilan dari Pak RT.
Arsilla dengan pelan menoleh ke arah Anton. Matanya menyalang murka. Ekspresinya licik ia lemparkan. Melihat Anton dia mulai membenci.
"Ini semua gara-gara kamu. Coba kamu tak mengajakku ketemuan! Pasti sekarang masih aman-aman saja, masih baik-baik saja! Maafkan aku Anton! Aku tak mau sampai cerai dengan Mas Tamam. Maaf jika aku harus manfaatkan kamu! Di sini kamu akan aku buat bersalah! Kamu yang harus menanggung semua ini. Karena memang kamu yang sebenarnya bersalah!" ucap Arsilla dalam hati. Dia juga sudah mulai menyusun rencana. Dadanya naik turun, sesuai dengan napasnya yang memburu.
Jadi kita lihat saja ya? Rencana siapa yang akan berhasil? Pokoknya ikuti terus kisah ini. Jangan lupa tinggalkan like dan komentarnya. Terimakasih.
*******************************
Bab 9Siap-siap"Bikin jelek nama kampung saja!""Hooh, usir saja sudah!""Ya nggak segampang itu ngusir orang, Yu!""Kalau aku jadi Ibu Kepala Desa sudah aku usir dua orang itu! Nggak punya warga kayak mereka juga nggak rugi!""Ya masalahnya bukan kamu, Yu, yang jadi Bu Kades!""La iya ... kan aku bilang kalau aku jadi Bu Kepala Desa. Sayangnya nggak jadi Bu Kades! Bikin sepet mata aja!"Celutukan orang-orang yang hadir di balai desa, dari serius sampai bercandaan, cukup membuat keluarga yang hendak sidang, merasa semakin malu.Hanya diam dan mendengar apa-apa yang mereka katakan. Mau marah juga percuma, karena segitu banyaknya mulut orang, tak mungkin bisa dicegah untuk diam."Kenapa ramai sekali warga yang datang? Nggak punya kerjaan apa ya mereka ini?" gerutu Anton dalam hati. Melihat banyaknya warga yang datang, cukup membuatnya muak. Apalagi pembahasan mereka tentang dirinya dan Arsilla, cukup membuat hati dan pikiran menjadi panas.Bu Laila hanya bisa menahan rasa malu. Pun Raz
Bab 10Cinta Berduri"Tante, Mama sama Papa lama banget ya pulangnya?" tanya Nabilla kepada tetangga sebelah rumahnya. Tarfi'ah, biasa dipanggil Fiah.Bu Ana memang menitipkan cucunya dengan Fiah. Gadis yang sudah berumur. Berkali-kali menjalin hubungan, berkali-kali juga kandas. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk sendiri dulu. Tak mau mengejar dan tak mau juga mengenal. Pasrah dengan takdir yang akan Allah berikan.Fiah mengulas senyum tipis. Kemudian mengusap kepala Nabilla dengan lembut."Sabar ya, Sayang! Mungkin urusan mereka memang belum selesai!" jawab Fiah dengan nada lembut.Nabilla memainkan bibirnya. Hatinya tak tenang sebenarnya. Ingin sekali menyusul kedua orang tuanya. Penasaran dengan keadaan mereka.Tarfi'ah memperhatikan ekspresi Nabilla. Billa memang memainkan sepuluh jemarinya. Raut wajah tak nyaman memang terlihat di mata Tarfi'ah."Nabilla ngantuk?" tanya Tarfi'ah dengan nada pelan. Billa menggeleng pelan. Fiah melipat keningnya sejenak."Billa nampaknya tak nya
Bab 11SIDANG DIMULAICuci kampung adalah kesepakatan warga berdasarkan kebiasaan adat setempat di mana apabila terjadi tindakan asusila maka pelaku dikenai sanksi.Itu juga yang dilakukan oleh orang-orang setempat, di mana Arsilla dan Anton tinggal. Mereka geram, mereka semua panas mendapati salah satu warganya ada yang melakukan tindakan asusila seperti itu. Saat sidang berlangsung, Arsilla dan Anton sangatlah pucat. Keduanya sama-sama keluar keringat dingin. Sama-sama menguatkan diri. Karena sebenarnya sudah ingin sekali lenyap dari muka bumi ini karena malu. Malu? Ya sebenarnya sangat malu. Tapi dikuat-kuatkan. Karena memang bingung mau gimana lagi. Sudah terlanjur ketahuan dan sudah terlanjur basah. Pak Kades Luqman, masih berbasa-basi ucapan pembuka. Entah sudah berapa kali Arsilla dan Anton saling mengusap peluh masing-masing. Keringat dingin masih terus membasahi. Hingga badan terasa panas dingin. Sebenarnya bukan hanya Arsilla dan Anton saja yang merasakan itu, tapi semua
Bab 12Lanjutan Sidang"Pak keadaan semakin tak memungkinkan, ini bagaimana?" tanya Pak RT berbisik di dekat telinga Pak Kades. Karena memang semakin menjadi. Pak Luqman selaku kepala desa, dia sendiri juga sebenarnya bingung. Memejamkan mata sejenak. Karena ia pun merasakan, kalau keadaan sudah tak kondusif lagi. Warga semakin tak bisa mengerem lisannya. Yang ditakutkan, mereka nanti tak bisa mengerem tindakan. "Emm, kita akhiri saja. Besok kita akan sidang lagi, tapi tidak usah di balai desa. Di kantor saja, saya rasa di kantor bisa lebih aman dan bisa lebih tenang," jawab Pak Luqman. Pak RT menghela napas sejenak. Kemudian dia mengangguk. Pak RT nurut saja, karena dia sendiri juga bingung harus bagaimana lagi."Baik kalau gitu, Pak, kalau gitu akan saya sampaikan ke mereka," ucap Pak RT. Pak Luqman menganggukan kepalanya dengan pelan. Pak RT kemudian menarik badannya. Menarik napas kuat-kuat dan menghembuskan pelan. Karena dia sendiri juga terus menata hati, agar tak bergemuruh
Bab 13Pemeriksaan Hape"Alhamdulillah, akhirnya Nabilla tidur juga," ucap Tarfi'ah. Ia kemudian meraih selimut dan menyelimuti tubuh Nabilla. Tarfi'ah memandang lekat ke arah gadis kecil itu. Ia usap pelan kepalanya. Hatinya pun ikut sakit dengan masalah yang menimpa keluarga Nabilla."Kasihan sekali kamu, Nak! Harusnya seusia kamu itu, mendapatkan perhatian penuh dari orang tuamu, bukan malah seperti ini. Kamu memergoki langsung perselingkuhan wanita yang telah melahirkanmu. Semoga saat kamu besar nanti, tidak meniru apa yang jelek dari orang tuamu, Sayang! Kamu juga tak membenci mamamu kelak!" ucap Tarfi'ah lirih. Tarfi'ah menghela napas sejenak. Kemudian dia beranjak dari kamarnya. Ya, Tarfi'ah membawa Nabilla ke kamarnya. Banyak drama agar gadis kecil itu tak menagih janjinya, untuk mengantar ia menemui orang tuanya. Nabilla sempat kesal, karena tak kunjung diantarkan untuk menemui orang tuanya, tapi dia tahu ini sudah malam. Tarfi'ah beralasan kalau sudah malam, dia tak beran
Bab 14PENUH DRAMATiba-tiba ....Braaakkkk!Terdengar keras suara gebrakan meja, cukup membuat semua orang yang ada di situ terkejut menganga.Ya salah satu warga, karena kesal akhirnya ada yang menggebrak meja dengan kasar. Emosi dengan sidang yang sedang berjalan."Sidang penuh drama!""Iya, udah kayak melihat sinetron!""Kalah sinetron ini!""Hooh!""Nggak puas aku! Kalau belum ngarak orang itu keliling kampung!""Sama aku juga kurang puas!""Hooh!""Huuuuu ...."Gerutu masyarakat yang datang di balai desa. Bentuk rasa kecewa yang sangat dalam. Karena sidang menurut mereka sama sekali tak memuaskan. .Ya, karena keadaan sudah malam, akhirnya sidang dihentikan. Tapi untuk hape keduanya sudah di amankan. Karena kalau tak diamankan, ditakutkan mereka akan menghapus chat mereka. Jadi tak mau ambil resiko lagi.Tamam sudah melangkah keluar terlebih dahulu. Dia tak menunggu Arsilla. Membiarkan Arsilla pulang sendirian. Rasa kecewa sudah sangat mendalam. Entah bisa disembuhkan atau tidak
Bab 15Semua Kena Getahnya"Mas Tamam telah menjatuhkan talak padaku, Bu," ucap Arsilla mengadu ke orang tuanya. Ya, mulai tadi malam Arsilla sudah tidur di rumah orang tuanya. Karena Tamam sudah tak mau lagi dengan Arsilla. Sudah tak menginginkan Arsilla tinggal satu rumah lagi dengannya. Setalah debat panjang, akhirnya Arsilla memutuskan untuk ke rumah orang tuanya. Sudah tak bisa lagi menaklukkan hati Tamam. Hati lelaki itu sudah mengeras. Tak mempan mendengar penjelasan apa pun dari Arsilla. Karena dia tak tahu lagi harus ke mana. Cuma tadi malam, Arsilla belum menceritakan kepada kedua orang tuanya, kalau Tamam sudah menjatuhkan talak padanya. Bu Anna menganga mendengar itu. Begitu juga dengan Pak Luyo. Area mata Arsilla seketika memanas. Tak berselang lama bergulir. Dengan cepat Arsilla mengusapnya. Keadaan sudah pagi. Bu Anna sudah membuatkan teh hangat untuk semuanya. Tapi Arsilla tak ingin apa-apa. Bahkan minum pun ia enggan. Bu Anna dan Pak Luyo saling beradu pandang. S
Bab 16Perseteruan"Kamu itu gila atau gimana? Kok bisa kamu melakukan hal seceroboh itu?" ucap Cantika. Biasa dipanggil Cancan. Teman yang bisa disebut sahabat oleh Arsilla. Teman akrab dalam keadaan yang menurut mereka suka dan duka. Ya, hati karena penat, Arsilla meminta Cancan datang ke rumah orang tuanya. Rasa penat semakin menjadi. Itu yang dirasakan oleh Arsilla. Jadi dia ingin curhat. Agar rasa sesak di dalam hatinya, bisa sedikit saja berkurang. "Aku itu ingin curhat, jangan malah kamu tambahi beban dong. Semua itu sudah terlanjur. Tak bisa diulang lagi. Jadi kasih aku jalan keluar, bukan malah nambahin beban masalah," ucap Arsilla dengan nada agak ketus. Karena napasnya memburu.Cancan memainkan bibirnya, kemudian dia menghela napas kuat. Tak habis pikir dengan temannya itu. Terlalu ceroboh dan dia ikut kesal dengan tindakan Arsilla."Nasi sudah nasi goreng, nasi gorengnya gosong, nggak bisa kemakan dan akhirnya ke buang. Itulah keadaanmu sekarang. Aku rasa Tamam pun sudah
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me