Bab 1
Hama
[Bisa ketemuan?]
Seperti itu pesan singkat dari Anton. Arsilla tersenyum membaca pesan singkat itu. Dengan cepat perempuan berkulit putih itu membalas pesan singkat dari kekasihnya itu.
[Kapan?] terkirim. Seperti itu balasan dari Arsilla.
[Sekarang lah!] balas Anton. Seketika jempol perempuan berambut panjang itu menari-nari.
[Ini mendekati Magrib lo, nanti kalau ketahuan gimana?] terkirim.
Seperti itu balasan dari Arsilla, biasa dipanggil Silla. Anton menghela napas panjang saat membacanya. Dengan cepat jempolnya mengetik lagi.
[Emm ... sebentar saja! Ayok lah!] terkirim.
Anton masih berusaha merayu kekasihnya itu. Sang Kekasih menggigit bibir bawahnya, seraya mata fokus ke layar pipih yang ia pegang.
Arsilla menyandarkan bahunya di sandaran sofa ruang tamunya. Menatap langit-langit sejenak seraya berpikir, jawaban apa yang akan ia kirimkan.
"Emm ... aku juga udah kangen banget sih sama dia, nggak apa-apa lah ketemuan, sebentar ini," ucap Arsilla lirih.
Setelah mendapatkan jawaban yang ia kira pas, akhirnya dia memainkan lagi layar pipihnya itu.
[Ok lah! Tapi janji ya sebentar saja, aku takut ketahuan soalnya!] balas Arsilla.
Seketika bibir Anton melebar saat membaca pesan singkat dari Sang Kekasih. Napasnya seketika memburu. Itu artinya keinginan dia untuk ketemu Sang Kekasih akan segera terpenuhi sebentar lagi.
[Iya! Janji bentar doang!] balas Anton masih dengan bibir tersenyum. Senyum khas lelaki buaya.
Arsilla sendiri yang membaca balasan dari Anton juga ikut tersenyum. Kemudian dia mengedarkan pandang. Ia rasa aman untuk ketemuan dengan kekasihnya itu.
[Emm ... ketemuan di mana? Atau di tempat biasanya?] tanya Arsilla untuk lebih memastikan.
[Di tempat biasanya saja. Aman di situ! Berkali-kali nggak ketahuan juga kita main di situ!] jawab Anton. Arsilla menggigit bibir bawahnya.
[Ok!] balas Arsilla singkat. Kemudian mereka tak saling membalas lagi.
Pun Anton. Dia sendiri juga mengedarkan pandang terlebih dahulu, Untuk hendak keluar dari rumah. Kemudian dia beranjak dari duduknya. Melangkah dengan sesantai mungkin. Agar tak ada yang menaruh rasa curiga.
"Mau ke mana?" tanya Razmi istrinya. Karena ditanya seperti itu, Anton seketika terkejut.
"Eh, kamu ... ngagetin orang aja!" jawab Anton dengan nada sedikit gelagapan. Razmi melipat kening seraya memperhatikan ekspresi suaminya itu.
Razmi bertanya seperti itu dari belakang. Jadi yang Anton pikir sepi, tiba-tiba ditanya seperti itu, dia seketika terkejut.
"Kenapa kaget? Aku kan tanyanya pelan," balas dan tanya balik Razmi. Anton menggaruk kepalanya pelan.
"Emm ... itu ... mau beli rokok," jawab Anton asal. Razmi mengerucutkan bibirnya, kemudian manggut-manggut tanpa ada rasa curiga. Anton menggaruk kepalanya pelan. Tapi juga sambil memperhatikan ekspresi istrinya.
"Nampaknya dia tak menaruh rasa curiga," ucap Anton dalam hati.
Razmi menoleh ke arah jam dinding. Karena Razmi menoleh ke arah jam dinding, akhirnya Anton pun mengikuti.
"Bentar lagi magrib lo ... nggak habis magrib sekalian aja beli rokok?" tegur Razmi dengan mata masih mengarah ke jam dinding. Karena dia merasa kurang srek, jika suaminya harus memaksakan untuk beli rokok sekarang.
Anton menghela napas sejenak. Hatinya kesal karena ia sudah tak sabar ingin ketemu dengan kekasihnya. Ya ... bisa dibilang selingkuhannya. Ada cinta terlarang yang ia lakukan.
"Udah kecut ini mulut, rokokku habis dari tadi, kamu juga nggak ada pengertiannya, kalau tahu rokokku habis, harusnya cepetan belikan rokok, jadi aku nggak keluar untuk beli rokok mau magrib-magrib gini!" sungut Anton. Seketika istrinya melipat kening.
"Kok malah nyalahin aku?" tanya balik Razmi dengan polosnya. Anton sedikit mengacak rambutnya.
"Kalau nggak nyalahin kamu terus aku nyalahin siapa? Memang faktanya kamu salahkan? Kita ini udah nikah sepuluh tahun. Anak juga udah dua, harusnya ngerti bagaimana aku! Aku nggak bisa lama-lama berhenti rokok. Heran! Rokok habis dari tadi nggak cepat-cepat dibelikan!" balas Anton masih dengan nada tinggi. Razmi hanya bisa menelan ludah saja.
"Yaudah maaf! Kalau gitu biar aku saja yang belikan rokoknya!" ucap Razmi. Walau dia sebenarnya tak merasa salah, tapi dia memang lagi malas tengkar hanya gara-gara rokok. Apalagi ini mau mendekati Magrib. Nggak pantas juga di dengar oleh tetangga. Seperti itu pemikiran Razmi.
"Nggak usah! Kelamaan! Udah kecut ini bibir. Nunggu kamu sampai rumah kelamaan! Makanya jadi istri itu yang pengertia! Mintanya dingertiin tapi nggak mau balik ngertiin! Egois!" jawab Anton masih dengan nada emosi. Sengaja untuk menutupi semuanya. Tanpa menunggu tanggapan dari istrinya dia segera berlalu. Melanjutkan langkahnya untuk keluar dari rumah.
Razmi mengontrol emosinya. Hatinya berkemelut hebat sebenarnya. Hinga ia usap dadanya untuk menenangkan diri. Menenangkan hati yang berkemelut hebat itu.
"Sabar! Sabar! Mas Anton memang seperti itu! Aku tunggu Mas Anton di kamar saja, cuma beli rokok ini, pasti sebentar juga," ucap Razmi lirih. Kemudian dia masuk ke dalam kamar.
Walau hatinya berkemelut, tapi dia tetap percaya dengan semua ucapan suaminya.
*******************************
"Mas Tamam masih mandi ini, cukup lah kalau cuma ketemuan lima belas menit aja," ucap Arsilla dalam hati.
Ya, Arsilla memang memeriksa dulu suaminya sedang ngapain. Tamam memang baru saja pulang kerja. Sekarang dia sedang membersihkan badannya.
Keperluan suaminya memang sudah Arsilla penuhi. Baju, dalaman dan celana, sudah dia letakan di atas ranjang. Karena memang sudah seperti itu kebiasan mereka.
Kopi hitam juga sudah dia siapkan, jadi kebiasaan yang di lakukan sudah dia persiapkan. Merasa aman dan ia tahu suaminya itu sangat amat percaya dengan dirinya. Kasarnya ngomong, apa pun yang suaminya tanyakan dan dia jawab asal pun, suaminya itu sudah percaya, karena saking percayanya. Tak kepikiran yang macam-macam sama sekali.
Karena sudah merasa baik-baik saja akhirnya Arsilla memutuskan untuk segera keluar dari rumah. Untuk memenuhi keinginan kekasihnya itu. Kekasih alias selingkuhannya.
Dengan langkah santai, Arsilla keluar dari rumahnya itu. Tapi di sisi lain ada Nabilla, anak kecil berusia sembilan tahun melihat mamanya keluar dari rumah.
Arsilla memang sudah punya suami dan satu anak, tapi dia memang seperti itu. Hatinya kini terbagi. Ada nama lelaki lain yang cukup mencuri perhatian dan cintanya.
"Mama mau ke mana, ya? Kayaknya Mama mau ke warung deh ... aku ikuti ah ...." ucap Nabilla, kemudian dia berlari kecil untuk mengikuti mamanya.
"Aku diam-diam aja. Nanti kalau aku larinya kenceng ketahuan Mama pasti nggak boleh ikut ke warung, hi hi hi," ucap Nabilla. Dia berniat jahil kepada mamanya itu.
Jadi Nabilla mengendap-endap untuk mengikuti mamanya. Karena dia pikir mamanya akan pergi ke warung dan dia ingin minta jajan.
"Loh ... Mama kok nggak ke warung? Kok malah menuju ke rumah kosong itu, ya?" ucap Nabilla lirih. Ia sampai mengerutkan kening. Mencoba mencerna. Sebisa dia.
Kemudian Nabilla memandang ke arah mamanya lagi. Tak berselang lama dia melihat lelaki yang mendekati mamanya.
"Loh ... Mama kok ketemuan sama papanya Nathan?" ucap Nabilla ngomong sendiri.
Nabilla seketika menutup mulutnya saat melihat mamanya dan papa teman sekelasnya itu berpelukan. Kemudian mereka sama-sama saling melangkah masuk ke rumah kosong itu.
"Mama sama papanya Nathan kok masuk ke rumah kosong itu? Mereka ngapain ya di dalam rumah kosong itu? Aku lapor sama Papa aja kalau gitu!" ucap Nabilla dengan polosnya. Tanpa mikir panjang, kemudian dia memutar badannya dan berlari ke rumahnya, berniat untuk memberitahu papa kandungnya. Tamam.
******************************
Bab 2Lapor ke PapaNabilla dengan napas ngos-ngosan dia berlari untuk menemui papanya. Tamam baru saja selesai mandi. Dia masih memakai baju yang sudah di siapkan oleh istrinya."Ini kan mau magrib? Tumben aku nggak disiapkan sarung?" ucap Tamam heran. Tapi dia tetap berpikir positif thinking kepada istrinya. Tak ada dia menaruh rasa curiga sama sekali."Mungkin Silla lupa," ucap Tamam lagi. Dia memang tak pernah menaruh rasa curiga sama istrinya. Tamam meletakan celana yang sudah istrinya siapkan. Kemudian dia mengambil sarung di dalam lemari.Braaakkkk ....Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Seketika Tamam menoleh begitu saja. Ia melihat anak semata wayangnya itu berdiri tegak diambang pintu, napasnya terdengar ngos-ngosan di telinga Tamam."Billa ... ngagetin Papa saja!" ucap Tamam. Dia memang terkejut. Anaknya belum menangg
Bab 3Memberi Tahu Nathan"Nathan! Keluar!" Tok! Tok! Tok! Teriak Nabilla. Napasnya terengah-engah. Tangan kecilnya terus menggedor rumah teman sekelasnya itu. Dia tak sabar pintu yang tertutup itu segera terbuka."Kayak suara Nabilla! Anak preman itu ngapain ke sini. Nggak sholat magrib apa dia?" ucap Nathan ngomong sendiri. Nggak habis pikir dengan teman sekelasnya itu.Tok! Tok! Tok!"Nathan! Cepat keluar! Bud*g atau gimana sih kamu itu?!" teriak Nabilla lagi. Dia memang tak sabar menunggu tanggapan teman sekelasnya itu. Nathan di dalam kamarnya membuang kasar napasnya."Astagfirullah ... siapa sih, magrib-magrib kayak gini datang ke rumah?!" tanya Razmi ngomong sendiri. Kemudian dia beranjak dan keluar dari kamarnya.Ya, suara lantang dan melengking Nabilla, cukup mengganggu gendang telinga satu rumah ini. Razmi melang
Bab 4Memalukan"Sabar dong!" ucap Arsilla saat tangan kekasihnya sudah mulai beraksi."Udah nggak tahan!" jawab Anton."Segitunya," balas Arsilla. Kedua insan memang sedang dilanda asmara."Cepetan! Jangan lama-lama juga nanti Razmi curiga," ucap Anton. Napasnya semakin memburu. Dadanya semakin naik turun. Nafsunya sudah memuncak. Sudah tak sabar ingin dia luapkan."Iya tahu ... di rumah juga ada Mas Tamam," balas Arsilla. Tangan masih berusaha melepas bajunya. Sama saja Arsilla sendiri juga demikian. Mereka sama-sama mencari kepuasan diri."Makanya!" ucap Anton kemudian segera memainkan aksinya. Sedangkan Arsilla sudah mulai pasrah dan menikmati.Ya tubuh dua insan yang sedang di mabok asmara ini, sudah menempel layaknya perangko. Menikmati sentuhan demi sentuhan. Tanpa memikirkan apa-apa lagi, kecua
Bab 5Mencoba Menjelaskan"Mas, maafkan aku, aku bisa menjelaskan semuanya!" ucap Arsilla. Perempuan yang masih setengah telanjang itu, ingin mencoba menjelaskan kepada suaminya.Tamam mendorong tubuh istrinya itu, disaat Arsilla berniat ingin mendekat. Dadanya naik turun dan napasnya semakin memburu."Jangan dekat-dekat! Aku jijik sama kamu!" sungut Tamam dengan nada suara yang sangat terdengar kasar di telinga Arsilla. Karena selama ini, dia memang tak pernah di perlakukan seperti itu dengan Tamam. Selama ini Tamam berusaha berkata lembut, berusaha untuk selalu menjaga perasaan istrinya.Tapi kali ini Tamam benar-benar murka. Dia benar-benar kecewa yang sangat mendalam."Aoowww ...." lirih Arsilla. Dia kesakitan karena badannya baru saja membentur tembok rumahnya. Tapi Tamam tak perduli. Rasa sakit di hatinya sangatlah kuat.
Bab 6"Kamu ngusir aku?" tanya Anton seolah tak percaya, kalau istri yang selama ini selalu bersikap lembut, detik ini bisa mengusirnya. "Apakah kurang jelas? Ok aku perjelas lagi. Itu pintu utama rumah ini dan silahkan keluar dari rumah ini!" jelas Razmi seraya menunjuk pintu rumahnya. Anton menganga sejenak, kemudian dia menelan ludah yang terasa susah. "Aku ini suamimu, dosa besar istri ngusir suami! Kamu tahu itu kan? Nggak takut dosa kamu!?" sungut Anton. Razmi seketika membelalak mendengarnya. "Dosa? Hah? Kamu masih bisa ngomong dosa? Nggak malu kamu ngomong seperti itum Kamu tertangkap basah dengan istri orang, apa itu tak dosa? Hah? Owh ... berduaan sama istri orang, apa itu pahala mamanya? Iya? Ck ck ck ck," balas Razmi. Anton menarik napasnya kuat-kuat, mengembuskan dengan kasar. "Itu tak seperti yang kamu pikirkan! Aku di fitnah, aku di jebak! Percaya sama aku!" ucap Anton, berusaha ingin meyakinkan istrinya. Mendengar itu, Razmi menyeringai kecut. Dia sungguh tak habi
Bab 7Pembelaaan Dijebak"Benar-benar memalukan," ucap Bu Laila, ibunya Razmi. Matanya menyalang murka ke arah menantunya. Kabar itu sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan ke keluarga besar juga. Cukup membuat syok.Ya, Anton belum mau pergi dari rumah Razmi. Dia berusaha bertahan. Karena sebenarnya dia bingung mau ke mana. Karena dia sendiri juga sebenarnya merasa bersalah. Malu juga mau keluar dari rumah istrinya.Razmi masih di kamar. Dia belum mau keluar. Karena dia sudah tak mau memandang wajah suaminya lagi. Jijik dan kecewa jadi satu, itu yang Razmi rasakan."Aku dijebak, Bu!" ucap Anton. Bu Laila menyeringai kecut. Tak percaya begitu saja."Dijebak? Pandai kamu berkelit ya? Sudah banyak saksi mata, sudah kepergok secara langsung, masih bisa-bisanya kamu berkelit. Kalau si Arsilla yang kamu jebak itu mungkin. Tapi kalau kamu dijebak, itu konyol," jawab Bu Laila. Dari dalam Razmi mendengarnya.Razmi memejamkan mata sejenak, untuk menenangkan hati dan pikirannya. Air mata masih berg
Bab 8Bisik-bisik Tetangga"Aku harus cari cara! Ayo dong mikir! Aku nggak mau kalau sampai digugat cerai sama Razmi. Mau tinggal di mana aku?" ucap Anton dalam hati. Hati dan pikirannya sudah benar-benar resah. Mereka sudah menuju ke Balai Desa dengan mengendarai motor. Razmi sudah tak mau di bonceng oleh Anton. Dia benar-benar merasa jijik dengan lelaki yang masih bergelar suaminya itu. Lagian Razmi pun tahu kalau lelakinya itu belum mandi besar. Sekarang langsung menuju ke Balai Desa. Rasa perselingkuhan masih benar-benar ia rasakan. Sakit hatinya semakin dalam ia rasakan. Selama dalam perjalanan, Anton terus mencerna. Berusaha mencari jalan keluar. Masih memikirkan bagaimana caranya untuk bisa membuat semua percaya dengan apa yang akan dia katakan nanti. "Aku harus bisa membuat semua orang percaya padaku. Biar semua orang menyalahkan Arsilla saja. Aku tak mau kalau sampai di gugat cerai sama Razmi. Bisa jadi gembel aku pisah dari Razmi. Mau tinggal di mana aku? Selama ini aku k
Bab 9Siap-siap"Bikin jelek nama kampung saja!""Hooh, usir saja sudah!""Ya nggak segampang itu ngusir orang, Yu!""Kalau aku jadi Ibu Kepala Desa sudah aku usir dua orang itu! Nggak punya warga kayak mereka juga nggak rugi!""Ya masalahnya bukan kamu, Yu, yang jadi Bu Kades!""La iya ... kan aku bilang kalau aku jadi Bu Kepala Desa. Sayangnya nggak jadi Bu Kades! Bikin sepet mata aja!"Celutukan orang-orang yang hadir di balai desa, dari serius sampai bercandaan, cukup membuat keluarga yang hendak sidang, merasa semakin malu.Hanya diam dan mendengar apa-apa yang mereka katakan. Mau marah juga percuma, karena segitu banyaknya mulut orang, tak mungkin bisa dicegah untuk diam."Kenapa ramai sekali warga yang datang? Nggak punya kerjaan apa ya mereka ini?" gerutu Anton dalam hati. Melihat banyaknya warga yang datang, cukup membuatnya muak. Apalagi pembahasan mereka tentang dirinya dan Arsilla, cukup membuat hati dan pikiran menjadi panas.Bu Laila hanya bisa menahan rasa malu. Pun Raz
Bab 40Ektra Part 2Lamaran berjalan dengan lancar. Selain lamaran, pembahasan pernikahan sekalian sudah di rundingkan. Semuanya setuju, semuanya merestui. Karena mereka sama-sama tahu betul bagaimana perjuangan cinta anak mereka. Dua keluarga sepakat, acara pernikahan akan digelar semeriah mungkin. Kalau Nabilla sendiri, dia menginginkan pernikahan yang sederhana saja. Begitu juga dengan Nando. Tapi, mereka juga tak bisa menolak keinginan keluarga besar. Nabilla anak pertama dan tunggal. Jadi Nathan menginginkan yang terbaik tentunya. Begitu juga dengan Marlina dan Farhan, Nando juga anak tunggal mereka. Tentu saja tak lega, jika pernikahan anak mereka digelar sederhana. Nabilla dan Nando akhirnya nurut saja. Bagi mereka yang penting semuanya merestui. Itu udah lebih dari cukup.*************************"Kamu deg-degan nggak?" tanya Nando lewat sambungan telpon. Mereka sudah tak diijinkan untuk bertemu. Istilah ngomongnya mereka sedang dipingit."Iya. Kamu sendiri gimana? Deg-deg
Bab 39Ekstra Part 1"Kalian masih muda. Yakin mau menikah muda?" tanya Nathan kepada anaknya. Cukup terkejut mendengar pengakuan Nabilla. Ya, Nabilla sudah menceritakan semuanya kepada ayahnya. Nathan tentu saja tercengang mendengar itu. Karena dia pikir, masih banyak yang harus Nabilla kejar. Apalagi, Nabilla termasuk siswa berprestasi. Tapi cinta dia kepada satu laki-laki memang tidak main-main. Itu yang Nathan lihat. "Nabilla yakin ayah, tapi ... kalau Ayah tak mengijinkan, maka Nabilla juga nggak akan mungkin melawan Ayah. Karena bagi Nabilla, ayah segalanya! Tak akan mungkin Nabilla temukan, cinta tulus dari laki-laki selain ayah!" jawab Nabilla. Cukup menyentuh hati yang mendengarnya. Nathan menarik napasnya sejenak. Dia tak menyangka kalau anaknya akan berkata seperti itu. Hatinya terenyuh, saat anaknya bicara seperti itu. Meyakinkan kalau anaknya sangat mencintainya, sangat menghormati dan menghargai keputusannya. Walau keputusannya nanti, mungkin bisa dibilang tak sejala
Bab 38Ending"Seperti itulah ceritanya, kenapa mamamu Amelia sampai sekarang, masih di penjara sampai detik ini! Dia merasa bersalah dan dia menyerahkan diri!" ucap Marlina. Dia menjelaskan semuanya. Di situ juga ada Nathan dan William. Tapi tidak ada Nabilla. Ya, kejadian kecelakaan yang dibuat Amelia di masa lalu, membuat ingatan Nando hilang. Vonis dokter mengatakan memori ingatan Nando hilang. Penyembuhan otak tidak mudah, membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Walau tidak pulih seutuhnya, seperti sedia kala. Amelia menyerahkan diri, karena terus menerus dihantui rasa bersalah. Apalagi, kalau melihat Nando kesakitan, jika dia ingin mengingat sesuatu. Bukan hanya Amelia yang masuk penjara, tapi Jambrong juga. Polisi berhasil menangkapnya. Amelia sendiri yang melaporkannya. "Jadi Mama kandungku, Mama Marlina?" tanya balik Nando. Marlina menganggukkan kepalanya. Kemudian refleks Nando memeluk perempuan yang telah melahirkannya. "Maafkan aku, jika selama ini aku tak meng
Bab 37Akhirnya."Marlina!" sapa Amelia setelah dia tiba di ruang Nabilla. Tentu saja semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah suara. "Amelia?" balas Marlina. Terkejut dan tak percaya, jika Amelia datang menemuinya.Amelia terkejut melihat Nabilla yang sama dengan Nando. Lemah tak berdaya di pembaringan. "Astaga ... apa yang aku lakukan? Mungkin Nathan perasaannya juga sama yang aku rasakan saat ini. Khawatir dengan keadaan putrinya! Kenapa aku jahat sekali!?" Maki Amelia dalam hati. Ya, dia memaki dirinya sendiri. Dengan langkah pelan dan badan gemetar, Amelia masuk ke ruangan Nabilla. Matanya tak lepas memandang ke arah gadis itu. Gadis yang selama ini dia benci. Gadis yang selama ini, ia inginkan celaka. Nathan dan Marlina bingung melihat tingkah Amelia. Ada rasa was-was juga. Was-was jika Amelia menyerang Nabilla. Ya, pikirkan mereka masih negatif thinking dengannya. "Ada apa, Amelia?" tanya Marlina. Ditanya seperti itu, Amelia terkejut. Dia baru sadar kalau dia datang k
Bab 36Detik-detik Akhir"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Amelia kepada Marlina. Yang ditanya masih terus mengontrol emosinya."Tak penting kamu tahu sejak kapan aku di sini. Kenapa kamu menghilang?" jawab dan tanya balik Marlina. Amelia membuang muka begitu saja. Tak langsung menjawabnya."Bukan urusanmu!" balas Amelia ketus. Cukup membuat Marlina terkejut tentunya."Bukan urusanku kamu bilang? Kamu pergi membawa anakku! Dan kamu bilang itu bukan urusanku? Ternyata kamu tega sekali. Bukan hanya tega tapi juga kejam!" sungut Marlina. Amelia masih membuang muka. Dia tak berani menatap wajah Marlina. "Dia sekarang anakku! Bahkan secara negara dia sudah sah menjadi anakku! Kamu tak ada hak atas dia!" balas Amelia. Mendengar itu tentu saja membuat Marlina sakit hati. "Dia tetap batal jika menyentuhmu Amelia! Karena secara agama dia putraku! Kamu sangat jahat!" Marlina mengingatkan akan takdir yang sesungguhnya. "Persetan! Nando anakku, sampai kapan pun dia anakku! Jangan harap kamu bi
Bab 35Keadaan"Nak, bangun! Nabilla bangun! Ayah mohon!" ucap Nathan. Dia sudah sampai di rumah sakit. Nabilla tak sadarkan diri. Air mata terus berjatuhan. Dadanya sangat sesak. Napasnya seolah tersumbat. Yang ia pikirkan hanyalah keselamatan Nabilla. Hanya itu. Tak ada yang lain lagi.Panggilan telpon dari segala penjuru tak ia respon. Sekarang fokusnya hanya ke Nabilla. Nabilla segalanya baginya. Marlina sudah sampai di rumah sakit. Dia saat ini ada di ruangan Nabilla. Dia baru saja dari ruangan Nando. Nando masih sama keadaannya. Belum sadarkan diri juga. Amelia belum sampai di rumah sakit. Dia masih syok di rumahnya. Syok mendengar Nando kecelakaan. Padahal dia berharap, kabar seperti ini, tidak untuknya. Tapi untuk Nathan dan William. "Nak, bangun!" ucap Marlina lirih di dekat telinga Nabilla. Nathan menoleh ke arah Marlina. Melihat Nabilla melakukan itu, hatinya terasa terenyuh. "Bagaimana keadaan Nando?" tanya Nathan. Yang ditanya menoleh ke arah Nathan. Dia menarik napa
Bab 34Hanya Rencana?"Astagfirullah ...." ucap Nathan saat dia kepleset. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba Nathan terpleset. Cukup membuat rasa nyeri di kaki ia rasakan. Dengan perlahan Nathan bangkit. Seketika degub jantungnya berdegub kencang sekali. "Kok, perasaan aku jadi nggak enak gini, ya?" tanya Nathan pada diri sendiri. Ya, dia merasa hatinya sedang tidak baik-baik saja. "Nabilla dan Nando sudah sampai rumah Bu Marlina belum, ya?" tanya Nathan, dia jadi kepikiran dengan mereka. Nathan segera melangkah menuju ke ruang TV dengan sangat pelan-pelan, karena kakinya masih nyeri, belum nyaman. Dia duduk di sana terlebih dahulu. Menenangkan hatinya sejenak, sambil sedikit menekan-nekan kaki yang terasa nyeri itu. "Aku telpon Bu Marlina saja. Tanya mereka sudah sampai apa belum. Kalau aku telpon Nabilla itu terlalu berbahaya. Dia sedang di jalan," gumam Nathan ngomong sendiri. Setelah hatinya sedikit bisa dia kendalikan, Nathan meraih gawainya. Dia segera mencari nomor Bu Marlina.
Bab 33Lanjutan Rencana"Ayah, hari ini Nabilla mau ke rumah Bu Marlina. Ibu yang menolong Nabilla itu. Boleh?" tanya Nabilla kepada ayahnya. Nathan sendiri baru saja selesai bertemu dengan Marlina. Kisah hidupnya cukup membuatnya sesak saat mendengarnya. Ya, Marlina sudah menceritakan semuanya kepada Nathan, masalah Nando hingga jatuh ke tangan Amelia. Cukup menyakitkan dan tentunya cukup bodoh. Itulah yang Nathan pikir, karena dia tak habis pikir, dengan jalan pikir Marlina kala itu. "Mau ayah antar?" tanya Nathan. Nabilla mengulas senyum tipis. Kemudian dia menggelengkan kepalanya. Nathan melipat keningnya sejenak."Nggak usah, Ayah! Nabilla nanti dijemput Nando. Boleh, kan?" jawab dan tanya lagi Nabilla. Nada tanya yang ia katakan, cukup membuat Nathan tak kuasa untuk menolaknya. Tak tega lebih tepatnya. Nada suara Nabilla terdengar sangat berharap. Berharap untuk diijinkan. Nathan menarik napasnya sejenak. Sebenarnya dia sangat berat untuk melepas Nabilla pergi tanpa dirinya.
Bab 32Menjalankan Rencana"Kamu bodoh sekali Jambrong! Bisa-bisanya kamu gagal culik anak kecil!" Maki Amelia. Sorot mata menyalang, ia lemparkan ke arah lelaki berbadan kekar itu. Dia sudah bersama Jambrong hari ini. Sengaja dia meminta Jambrong untuk datang menemuinya. Semalaman dia tak bisa tidur, gara-gara ucapan Nando, yang telah mengetahui nama Nando Perkasa. Cukup menyita perhatiannya. "Anak itu tak selugu yang kita lihat. Dia itu licik!" balas Jambrong. Amelia nyengir begitu saja. "Halah ... alasan!" sungut Amelia, dengan mata menyalang murka dan memerah. Jambrong menundukan kepalanya. Dia menyadari kalau dia salah. Wajar jika Amelia marah, dia sudah memberikan uang banyak kepada lelaki berbadan kekar itu. Tapi hasilnya tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Cukup membuat rasa kecewa dan sesak menjadi satu."Selicik-liciknya dia, dia itu anak kecil ... harusnya malu bisa kalah sama anak kecil? Percuma badan gede, tapi kalah sama anak kecil!" Maki Amelia lagi. Rasanya me