BAB 1
Suara musik menghentak, membuat telinga siapapun yang mendengarnya hampir pecah setiap kali lagu itu menyentuh nada bass yang rendah. Bau rokok bercampur parfum dan keringat orang yang sedang menikmati meriahnya pesta di sebuah klub malam ini, juga semerbak memenuhi hidung.
Beth, perempuan yang baru pertama kali menginjakkan kaki di suasana kacau macam begini, mulai merasa tidak nyaman. Kakinya ia getarkan gelisah. Ia sedang menyiapkan manuver untuk kabur sewantu-waktu. Pakaiannya juga tidak nyaman. Beth mengenakan rok pendek yang mencetak bokong persiknya dengan begitu jelas. Kakinya yang jenjang juga tak mungkin bisa tertutupi rok itu, apalagi potongan dada rendah dari atasannya yang hampir menumpahkan dadanya.
Sedangkan, sehari-harinya, ia biasa mengenakan celana panjang berbahan kain yang kebesaran dan atasan tertutup.
Namun ia harus kuat, inilah kesempatan satu-satunya untuk mengakhiri penderitaannya. Malam ini ia harus berakhir di ranjang dengan seseorang agar misinya berhasil.
Annabeth Louis, 27, telah menikah selama lima tahun dengan Seth. Namun belum juga dikaruniai anak. Setiap waktu, di setiap kesempatan, ibu mertua dan kedua kakak iparnya merundung Beth dengan mengatakan bahwa ia adalah perempuan mandul dan merupakan aib keluarga Seth.
Ditambah lagi, bagaimana mungkin ia bisa hamil jika suaminya saja enggan menggaulinya. Setiap bulan, jika ia beruntung, Seth biasa menidurinya sebanyak dua kali. Namun jika ia sedang apes, Seth sama sekali tidak menyentuhnya.
Beberapa malam yang lalu, Seth sempat mengucap akan menceraikannya.
Tidak, Beth tidak bisa bercerai dari Seth. Keluarganya akan dicap apa lagi oleh lingkungannya.
Terlebih lagi, Beth tidak bisa bercerai dari Seth karena gajinya tidak akan cukup untuk menghidupi dirinya dan ibunya. Selama ini Seth membantu banyak dengan menyisihkan jatah untuk Ibu Beth. Ayahnya yang pemabuk itu masih sering datang ke rumah untuk meminta uang, dan jika tidak ada uang ia akan kembali memukuli si ibu tanpa Beth ketahui.
Maka dari itu, malam ini Beth memberanikan diri untuk mencari pria yang mau menidurinya. Harus malam ini, karena menurut perhitungan kalender, hari ini adalah masa suburnya. Ia sudah pergi ke dokter kandungan dan dari hasil pemeriksaan, Beth adalah perempuan subur dan sehat.
Masalahnya hanya suaminya tidak tertarik tidur dengannya, begitu pikir Beth. Dan suaminya sedang dinas ke luar kota selama seminggu. Jika bukan sekarang, ia takut sebentar lagi ia akan diceraikan.
Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mencari target laki-laki yang terlihat bagus untuk menjadi calon penyumbang benih. Banyak dari para pria itu juga telah memindai tubuhnya dan tertarik, tentu saja.
“Aku hanya harus memilih salah satu dari mereka yang telah melirikku,” pikir Beth sambil beberapa kali menelan ludah karena gelisah, grogi dan malu atas penampilan ini. Karena itu ia meneguk gelasnya yang berisi bir.
Ia membaca di sebuah artikel tentang cara menenangkan diri di situasi menegangkan. Alkohol adalah salah satu jawabannya. Terus terang, baru pertama kali ini ia menegak minuman macam begini. Rasanya pahit, ia heran kenapa banyak orang menyukainya. Ia teguk sekali lagi, kali ini menjejalkannya ke dalam tenggorokan guna menerima efek menenangkan itu.
Kembali ia memindai para lelaki yang duduk tidak terlalu jauh darinya. Ada tiga orang, ia paling tertarik dengan yang duduk sebelah kanan. Tubuhnya tinggi, kekar dan tegap, pasti bisa menghasilkan benih yang subur baginya.
Beth memperbaiki posisi duduknya, kali ini ia menyilangkan kaki kirinya dan menatap pria incarannya dengan intens. Memperlihatkan bokongnya yang menantang. Lagi-lagi kata artikel yang ia baca, pria bisa tertarik dengan bokong saja. Diteguknya kembali bir pahit itu hingga habis tak bersisa, kepalanya sudah mulai ringan dan ia merasa bagian tubuhnya melembut seperti jeli. Ini yang namanya mabuk, kata hatinya.
Benar saja, posisi duduknya yang baru telah mengundang si pria tinggi bertubuh kekar dan tegap itu untuk datang. Ia menggengam sebuah gelas dengan minuman berwarna cokelat seperti teh.
“Hei, sendiri aja? Boleh aku duduk di sini?” tanya pria itu.
Beth mengangguk sambil tersenyum, efek bir itu sungguh dahsyat, Beth si pemalu berani didekati oleh lawan jenis selain suaminya. Biasanya ia akan gemetar dan lebih parah lagi, kabur. Awal yang bagus, pikirnya.
“Minuman itu nggak cocok buat cewek, aku traktir minuman yang segar boleh?” tanya pria itu lagi.
Beth menjawab, “iya,” dengan riang, sambil memilin rambutnya yang pendek hampir sebahu. Ajaib, pikirnya, cairan penenang yang mujarab. Beth telah perlahan berubah.
Sesaat kemudian seorang pelayan membawakan segelas minuman berwarna merah muda yang terlihat segar dengan hiasan irisan jeruk nipis. Beth heran di sebuah klub malam ada yang menjual minuman seperti ini.
“Singapore sling for the lady,” kata sang pelayan kemudian menaruh gelas itu di hadapan Beth.
“Thanks,” ucap Beth.
“Silakan diminum,” kata pria yang Beth belum tahu namanya.
Beth meminumnya lewat sedotan yang diberikan. Manis namun ada rasa segar dan kecut. Ia suka ini. Bisa menghilangkan rasa pahit dari bir yang telah ia minum tadi.
Namun aneh, rasanya tubuhnya kian ringan. Duduknya mulai gontai.
Pria yang memberikannya minuman itu merasa heran dan tersenyum miring, Singapore Sling saja bikin cewek dengan tubuh seksi dan pakaian minim ini mulai mabuk?
“Enak, boleh aku minta lagi?” tubuh Beth bergerak seperti jeli yang disentuh. Bergoyang-goyang.
“Sure,” jawab si pria lalu menjentikkan jarinya dan seorang pelayan datang. Ia berbisik kepadanya dan sesaat kemudian, si pelayan kembali membawa gelas berisi minuman berwarna merah muda itu.
“Yum … Makasih ya,” Beth menyedot minuman itu hingga habis lagi. Wow, ini minuman apa, kenapa tubuhnya serasa tambah ringan.
“Kamu suka?” tanya pria itu.
“Hah? Suka?” nada bicara Beth mulai terdengar aneh.
“Aku … mau … satu … lagi … boleh … nggak?” Beth kemudian terkekeh pelan.
“Ok, satu lagi, setelah itu sudah ya,” kembali pria itu menjentikkan jarinya ke arah waiter dan sesaat kemudian datang lagi segelas Singapore Sling yang menyegarkan itu.
Beth menghabiskannya lagi dan hampir ambruk dari kursi. Pria itu dengan sigap mencegahnya jatuh terjerembap ke lantai. Beth menatap Cayden tepat di manik matanya.
“Kamu ganteng, siapa namamu?” Beth mulai lepas kendali, benar kata artikel itu, ia benar-benar lepas dari kegugupannya dan juga lepas dari kepribadian aslinya.
Pria itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, benar-benar heran dengan perempuan dengan toleransi alkohol yang rendah namun mengenakan pakaian dengan kesan sebaliknya.
“Cayden, call me Cayden. Namamu siapa?” Lengan Beth masih bergelayutan di leher Cayden dan lengan Cayden melingkar di pinggangnya yang kecil.
“Beth, namaku Beth dan aku ke sini karena ingin dihamili.”
BAB 2“Apa?” Mata Cayden langsung melebar, perempuan ini benar-benar lepas kendali, sampai-sampai mengatakan hal yang aneh seperti ini.“Iya, Cayden, aku ingin kamu menghamiliku. Malam ini.” Suara musik menenggelamkan suara mabuk Beth, Cayden tidak yakin dengan apa ya didengarnya.Tiba-tiba Beth meraih tangan Cayden dan menempatkan di bokongnya. Rayuan seperti ini sering ia dapatkan jika pergi ke klub malam seperti ini. Tetapi ada sesuatu yang membuat Cayden tergerak untuk mengetahui lebih jauh. Anggap ini bonus, Cayden. Lihatlah betapa ranumnya wanita ini. Sedari tadi pun Cayden memang telah mengincar Beth yang sepertinya manis untuk ia cicipi.“Kita pergi dari sini.” Cayden mebopong Beth keluar setelah membayar semua tagihan minumannya. Beth terkekeh sembari di bawa pergi ke basement tempat mobil Cayden diparkir.Setelah membantu Beth masuk ke dalam mobilnya, ia bergegas menuju kursi kemudi. Sebelum menghidupkan mesin, ia memindai lagi tubuh Beth yang molek dan bertanya, “kamu ingin
Efek alkohol yang Beth tadi rasakan sudah mulai memudar sejak ia masuk kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah selesai mandi, ia melihat bayangannya di kaca kamar mandi, baru pertama kali ini ia melihat bayangan seorang wanita yang berbeda dari biasanya. Terlihat lelah namun segar di saat bersamaan.Ia melirik jam di ponselnya, gawat sudah pukul 02.38. Apa mungkin ia pulang jam segini tanpa digunjingkan para tetangganya? Dan bagaimana caranya ia pulang? Dengan taksi online? Membayangkannya saja ia seram. Biasanya, ia tidak pernah keluar rumah setelah jam delapan malam.Keluar dari kamar mandi, ia berjinjit, takut membangunkan Cayden yang telah tertidur pulas dengan tubuh polos dan hanya ditutupi selimut.Ia memutuskan untuk tidur saja, besok pagi baru akan pulang. Ia membaringkan diri di sebelah Cayden yang terlihat tidak akan bangun walau ada gempa. Beth meneliti wajah laki-laki itu. Sungguh tampan dengan garis rahang yang tegas dan hidung yang mancung. Bibirnya indah, ingin
“Maaf, Kak, saya baru saja habis mandi.”Beth berlari menuju gerbang. Rambut pendeknya yang masih setengah basah menempel di pelipisnya, sisa airnya menetes ke leher. Ia buru-buru membuka kunci, lalu mendorong gerbang berat itu hingga berderit.Mobil hitam berkilap meluncur masuk tanpa terburu-buru, seperti predator yang tahu buruannya tak akan lari ke mana-mana. Saat kendaraan itu berhenti, pintu terbuka, dan keluarlah Erica, ibu mertuanya, diikuti dua putrinya, Claire dan Amy.Jantung Beth mencelos. Ia menelan ludah, instingnya langsung menjerit. Mereka tidak pernah memberi kabar jika hendak datang.“Kenapa Ibu dan Kakak tidak telepon dulu?” tanyanya, suaranya sedikit bergetar. “Kalau telepon, pasti saya tunggu.”Claire hanya mendelik. Amy mendengus pendek.“Buat apa telepon? Ini rumah adikku, bukan rumahmu,” ucapnya sambil menyampirkan tas mahalnya ke pundak Beth, seolah Beth ini hanya gantungan hidup yang kebetulan berbentuk manusia.Beth buru-buru menangkapnya sebelum jatuh. Belu
“Sudah tadi ya sampainya? Maaf aku tak tahu. Seharusnya kamu telepon, biar aku bisa pulang lebih cepat.” Beth bergegas mendekati Seth yang sekarang sedang duduk di sofa memainkan ponselnya.Kopernya masih belum ia bereskan, pikirnya biar itu menjadi pekerjaan Beth.“Hhh …” hanya bunyi itu yang keluar dari mulutnya.Beth meletakkan tas kerjanya sembarangan dan membereskan koper Seth, membawanya ke dalam kamar dan memilah semua baju kotor untuk dimasukkan ke mesin cuci.Seth pintar, selama lima tahun perselingkuhannya dengan Conny, ia sama sekali tidak meninggalkan jejak barang sehelai rambut pun. Jadi ia percaya diri jika kopernya digeledah oleh Beth.“Minggu depan ada undangan makan malam khusus menyambut bos baru di kantor pusat. Kita diundang, maksudnya aku harus datang bersamamu.” Seth berbicara tanpa sedikit pun menatap Beth.Beberapa saat jeda sebelum Beth menjawab, “baiklah.”“Ingat, ini acara formal, kau harus mengenakan pakaian bagus. Nanti aku transfer untuk beli baju baru. L
Seminggu kemudian, Malam ini diadakan acara makan malam perusahaan Seth di sebuah hotel bintang lima guna menyambut bos baru yang akan memegang kantor pusat mulai sekarang. Ia adalah putra dari pemilik perusahaan tersebut. Baru saja pulang dari Amerika Serikat setelah lama bekerja di perusahaan tambang terbesar di negeri Paman Sam itu. Beth telah menyiapkan pakaian formal yang ia beli di toko berwarna oranye. Untung ada flash sale, jadi ia bisa mendapat pakaian yang bagus tetapi dengan harga miring. Masih ada kembalian lima puluh ribu, lumayan. Ia memilih rok hitam panjang dan kemeja panjang berwarna dusty pink. Ia padukan dengan tas anyaman berwarna hitam yang simple dan anggun, menurutnya. Ia juga membeli flat shoes warna hitam dengan payet berwarna perak di bagian ujung kakinya. Tetapi karena roknya yang panjang, flat shoes itu tidak terlalu terlihat. Beth tidak pernah memakai sepatu hak tinggi, kecuali pada malam ia bertemu Cayden. Pakaian dan sepatu itu pun sekarang telah B
Didampingi Ronald, CEO yang lama dan beberapa orang lain di belakangnya. Cayden mulai berjalan mendekati setiap meja yang ditunjuk oleh orang-orang yang mengikutinya. Keringat yang tadinya hanya terasa keluar, sekarang benar-benar keluar. Cayden mendekati mereka. Laki-laki yang ia lihat setiap bagian dan lekuk tubuhnya seminggu yang lalu, sekarang berada tepat di hadapannya. “Kita sampai di bagian keuangan. Saya perkenalkan Mr. Seth Heron, beliau manajer keuangan kita. Hari ini datang bersama istrinya, betul Heron?” “Betul . Saya siap mengeluarkan potensi saya yang terbaik. Mr. Amberforth, mohon bimbingannya.” Seth menjabat tangan Cayden. Cayden tersenyum sedikit. “Bagus, buktikan,” kata Cayden dengan suara yang tegas dan dalam. Cayden mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Beth. Beth menunduk dan meraih tangan itu dengan tangannya yang basah karena keringat. Pernahkah mendengar detak jantung kalian dengan jelas? Itu yang dialami Beth sekarang. Rasanya ia tidak bisa m
“Setiap hari?” Beth memekik dalam bisikannya. “Sstt… Ya, setiap hari dan kapan pun aku mau," ujar Cayden sambil mengerlingkan matanya. Tanpa persetujuan, Cayden merenggut lagi bibir Beth yang terbuka. Memberikannya getaran layaknya sengatan listrik di daerah kewanitaannya. Cayden menyusupkan tangannya ke dalam rok Beth. Hanya ingin memeriksa sesuatu. “Kamu sudah siap Beth. Kamu juga menginginkannya ‘kan?” Cayden mengangkat rok Beth yang panjang dan menyibakkan kain yang membungkus kelopak bunganya. Beth merasakan tonjolan di balik celana Cayden, yang artinya laki-laki itu siap menghabiskan malam panas bersama. “Kita lakukan cepat di sini ya, aku sudah tak tahan,” bisik Cayden di telinga Beth. “Hah? Di sini? Kamu gila ya, kalau ada yang lihat bagaimana?” kata Beth tak percaya. “Jangan khawatir, nikmati saja Beth. Percayalah, pasti akan sangat menyenangkan,” ucap Cayden. Area mereka berada adalah titik gelap tanpa penerangan lampu. Mustahil orang bisa melihat ke sana k
Keesokan paginya di cabang Amberforth Minerals di luar kota. “Pagi Mr. Heron, tadi malam saya ditelepon James, Sekretaris CEO yang baru, katanya Anda datang untuk melakukan pemerikasaan? Tapi apa salah kami ya, sir? Kami selalu tepat laporannya," kata seorang pria paruh baya yang sepertinya adalah senior di cabang Amberforth Minerals di kota itu. Di dalam hati Seth juga bertanya-tanya hal yang sama, seingat dia, cabang di kota ini adalah salah satu cabang yang paling rapi laporannya. Kenapa juga ia di suruh ke sini malam-malam begini? “Itu harus saya pastikan dulu. Karena saya juga tahu kalau cabang inilah yang paling rapi. Tapi, ini perintah langusng dari CEO baru. Maklumlah, mungkin beda kepemimpinan.” “Iya saya pikir juga begitu. Mari, saya antarkan ke kantor.” Seth hanya geleng-geleng kepala, karena dari awal ia memegang data cabang ini, tidak pernah ada yang aneh. Seth dibuat kesal terlebih sekarang ia sangat merindukan Conny. Sepertinya ia sudah mulai tidak suka pada CEO
“Kenapa bertanya?” balas Beth sambil menatap bibir Cayden. Ia berusaha menyembunyikan keinginannya yang mulai menetes di tenggorokan.“Karena kali ini, kita tidak bercinta untuk segera hamil. Apa kamu masih menginginkannya? Tidak masalah jika setelah ini kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” ucap Cayden, akhirnya.Beth terlihat kikuk. Ia berharap Cayden hanya menciumnya seperti biasa, cukup untuk membangkitkan hasratnya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.“Apa rasanya akan sama?” tanya Beth, suaranya nyaris berbisik.“Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya,” jawab Cayden.Ia mengikis jarak dan mengecup batas rambut Beth. Lama dan lembut. Kedua tangannya menangkup pipi Beth, membelainya dengan ibu jari. Lalu mencium mata kanan, kiri, dan kedua pipinya secara bergantian.“Kamu berharga, Beth. Kamu sangat layak mendapatkan semua kasih sayang di dunia ini,” ucap Cayden.Setelah itu, bibir mereka bertaut. Cayden menyapukan lidahnya lembut di sela bibir Beth. Kali ini berbeda. Le
Cayden melepaskan pelukannya, meraih pundak Beth, lalu dengan lembut menghadapkannya. Ia sedikit menunduk agar pandangan mereka sejajar.“Entah sejak kapan, tetapi mulai sekarang aku ingin kamu hanya memandangku. Aku akan melindungimu, Beth. Aku ingin mengambil semua beban dari pundakmu,” ucap Cayden sembari membelai lengan Beth dengan penuh kasih.“Kenapa? Mengapa kamu ingin melakukan semua itu untukku?” tanya Beth. Ia menatap mata Cayden, berharap menemukan jawaban yang selama ini samar, kini mulai terlihat jelas.“Karena kamu berharga dan layak mendapatkan semua itu dariku. Dan... sepertinya aku telah jatuh cinta kepadamu,” jawab Cayden. Tatapan laki-laki itu semakin dalam. Tatapan yang selama ini diperhatikan Beth dengan diam-diam. Apakah selama ini juga hati Cayden telah berlabuh padanya?“Maafkan aku... maaf,” bisik Beth lirih. Ia memejamkan mata, lalu kembali memeluk Cayden dan menghirup aroma tubuh laki-laki itu dalam-dalam. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan kewarasan. Cha
“Ada...” kata Beth perlahan. Inilah saat yang ditunggu Cayden. Untuk menenangkan diri, ia mencoba mengingat kembali kompetisi apa saja yang pernah ia menangi dari Charles semasa di Amerika. Tapi—tunggu—tidak ada. Gawat. Ia selalu berada satu peringkat di belakang Charles.Tenang, Beth. Cepat atau lambat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Cayden mungkin adalah masa depanmu, bisiknya pada diri sendiri. Kemungkinan untuk bertemu Charles lagi pun sangat kecil, bukan? Selama lima tahun ini mereka tidak pernah sekalipun bertemu.“Mmm... kamu kenal—” kata Beth, tapi kalimatnya terpotong oleh kehadiran ibunya. Wajah ibunya tampak ceria melihat Cayden menyuapi putrinya. Sementara itu, Cayden hanya bisa mengumpat dalam hati. Kapan lagi Beth akan membuka dirinya seperti tadi?Bukan karena Cayden terlalu peduli pada kejujuran Beth tentang Charles. Ia paham sepenuhnya bahwa Beth berhak memilih untuk bercerita atau tidak. Ia hanya berharap Beth sudah benar-benar selesai dengan perasaannya dan berhent
“Apa sekarang Beth sedang dekat dengan orang kaya raya?” tanya Ralph Louis, 57 tahun, mantan suami Rachel dan ayah dari Beth. Pria itu, meskipun telah berumur dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan sejak usia tujuh belas tahun, masih menyisakan sisa-sisa ketampanannya. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir dalam, seolah mendapat ilham atau inspirasi.“Y-ya... Beth memang selalu menjadi penyelamat keluarga, Mas,” ujar Rachel lirih, ibunda Beth. Sejak menikah hingga kini—meski mereka telah bercerai—Ralph tetap mencengkeram kehidupan Rachel dengan erat. Kehadirannya memberi dampak buruk, tidak hanya pada Rachel, tapi juga pada Beth, anak mereka satu-satunya. Rachel selalu menuruti setiap kehendak Ralph. Jika tidak, maka pukulan dan hinaanlah yang akan ia terima.Setiap bulan, uang yang diberikan Beth kepadanya akan disetorkan kepada Ralph. Para tetangga sudah sering membicarakan mereka di belakang. Bahkan para warga setempat pernah menggerebek rumah mereka dengan tuduhan tinggal se
Karena menjadi tulang punggung keluarga lah Beth terpaksa menerima Seth, yang pada akhirnya justru memperlakukannya dengan tidak pantas. Cayden tahu, ia telah mendahului Beth dalam mengambil keputusan. Bagaimana jika Beth tidak setuju? Saat mereka berada di mansion keluarga Amberforth, Beth tidak mengiyakan, tapi juga tidak menolak.“Ah… saya jadi tidak tahu harus berkata apa. Saya sangat berterima kasih,” ucap sang ibu dengan suara lirih. Ia bersyukur Beth akhirnya menemukan sosok pengganti Charles—dan bukan seperti Seth.“Saya sedih karena anak saya harus menanggung penderitaan akibat perbuatan ayahnya. Seandainya tidak ada kejadian itu, dan saya cukup kuat untuk mencegahnya, mungkin hidup Beth akan berbeda. Ia bisa lebih bahagia dan tidak perlu menikah dengan pria seperti Seth.”Apakah ini saatnya masa lalu Beth diungkap? Perempuan yang berada di hadapan Cayden ini pernah hampir menjadi besan keluarga Donnovan. Haruskah Cayden bersiap secara batin menghadapi kenyataan itu?“Ayah Be
Beth merasakan tubuhnya mulai menghangat, meskipun ia tidak jadi menggunakan kain bekas spanduk untuk menutupi dirinya. Ia juga merasa tubuhnya diangkat. Samar-samar ia mencium aroma parfum yang biasa dipakai Cayden. Wah, apakah seperti ini rasanya dijemput ajal? pikirnya. Rupanya malaikat maut pun memakai parfum.Beth segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Cayden menemukannya dalam kondisi hampir telanjang, dengan tubuh penuh luka dan lebam.“Seth Heron harus membayar semua ini,” ujar Cayden dengan penuh amarah. “Lapor, Tuan. Kami telah menemukan lokasi mobil milik Seth Heron,” lapor salah satu anak buah George Amberforth. “Bagus. Bawa dia ke hadapanku sekarang juga,” perintah Cayden. Ia tidak berniat menyerahkannya kepada pihak kepolisian sebelum pria itu hancur di tangannya sendiri. “Orangnya sudah melarikan diri, Pak. Kami sedang melacaknya.” “KURANG AJAR!” seru Cayden dengan penuh kemarahan.***Malam setelah Beth dipukul hingga pingsan.Seth mendekati tubuh Beth yang ter
Keesokan harinya, di penthouse milik Cayden.Sudah pukul tujuh pagi, namun Beth belum juga datang. Apakah ia sakit? Ini tidak seperti biasanya. Cayden meraih ponselnya untuk menghubungi perempuan itu. Terdengar nada sambung sebanyak tiga kali, namun Beth belum mengangkat. Pada nada keempat, akhirnya telepon diangkat.“Halo, Beth... mengapa tidak datang ke sini?”“Halo... Eh, ini saya menemukan tas di depan kost. Sepertinya pemiliknya menjatuhkannya,” terdengar suara seorang laki-laki yang tidak dikenali Cayden. Ada apa ini? Bagaimana ia bisa memegang ponsel Beth?“Saya akan segera ke sana,” ucap Cayden cepat. Ia langsung mengambil jaketnya, menyambar kunci mobil, lalu masuk ke lift pribadi. Perasaannya tidak tenang. Apa yang sebenarnya terjadi pada Beth?“Oke...” jawab suara di seberang singkat.Tak sampai satu jam, Cayden sudah tiba di depan kost Beth dan segera menelepon ponsel Beth kembali. Seseorang muncul dari balik gerbang; ia terlihat membawa tas milik Beth. Cayden segera turun
Sekuat tenaga Beth berusaha memberontak, namun sekuat itu pula Seth mencengkeramnya, membuatnya tidak bisa bergerak. Tubuh mungil Beth tidak mampu melawan Seth yang saat itu tampak seperti kesetanan. Ia membekap mulut Beth dengan tangannya dan menyeret tubuh perempuan itu ke arah mobilnya yang terparkir di samping tempat indekos Beth. Daerah itu gelap dan sepi pada malam hari, wajar jika Beth tidak melihat mobil Seth sebelumnya.“Diam. Jangan coba-coba berteriak. Aku hanya ingin bicara sebentar. Tolong, jangan marah,” kata Seth dengan wajah memelas. Namun meskipun ia memohon, Beth tetap merasa ada yang tidak beres. Setelah kejadian siang tadi saat Seth mencegatnya di dekat kantor, Nina sudah mengingatkan Beth agar waspada karena besar kemungkinan Seth akan mengulanginya.“Kamu sudah gila, Seth!” teriak Beth.Seketika itu juga Seth meninju wajah Beth tepat di atas hidungnya. Gawat! Beth terkulai lemas. Seth menahan tubuhnya, membuka pintu belakang mobil, lalu dengan susah payah memas
Beth menghela napas, sepertinya ia tidak akan menceritakan kepada Cayden. Dulu, bersama Seth pun, Beth tidak pernah menceritakannya. Seth harus mencari tahu sendiri. Walau hanya sebagian, ia tahu siapa sosok mantan dari perempuan itu.Namun setelahnya, di benak Beth, dilema mulai menyeruak. Cepat atau lambat, Cayden pasti akan mengetahui masa lalunya. Lelaki seperti Cayden pasti akan mencari tahu dengan segala cara, termasuk dengan memanfaatkan kekuasaan dan uangnya. Bukankah begitu?Namun, Beth merasa hari ini belum waktunya. Ia akan memberitahu Cayden nanti, saat ia sudah siap membongkar kembali kenangan-kenangan yang selama ini ia simpan rapi—tak tersentuh selama lima tahun. Bentuk dan letaknya masih sama.Saat itu juga, Beth melingkarkan tangannya ke pinggang Cayden. Ia mencoba mengembalikan getaran yang kini ia rasakan untuk Cayden. Memang, sepengecut itulah Beth. Ia selalu mencari pelarian demi selamat dari bayang-bayang Charles. Dalam hati, ia meminta maaf kepada Cayden. Lagi-l