Seminggu kemudian,
Malam ini diadakan acara makan malam perusahaan Seth di sebuah hotel bintang lima guna menyambut bos baru yang akan memegang kantor pusat mulai sekarang. Ia adalah putra dari pemilik perusahaan tersebut. Baru saja pulang dari Amerika Serikat setelah lama bekerja di perusahaan tambang terbesar di negeri Paman Sam itu. Beth telah menyiapkan pakaian formal yang ia beli di toko berwarna oranye. Untung ada flash sale, jadi ia bisa mendapat pakaian yang bagus tetapi dengan harga miring. Masih ada kembalian lima puluh ribu, lumayan. Ia memilih rok hitam panjang dan kemeja panjang berwarna dusty pink. Ia padukan dengan tas anyaman berwarna hitam yang simple dan anggun, menurutnya. Ia juga membeli flat shoes warna hitam dengan payet berwarna perak di bagian ujung kakinya. Tetapi karena roknya yang panjang, flat shoes itu tidak terlalu terlihat. Beth tidak pernah memakai sepatu hak tinggi, kecuali pada malam ia bertemu Cayden. Pakaian dan sepatu itu pun sekarang telah Beth buang. Untung ia dapat dari flash sale juga di toko yang sama. Karena rambutnya pendek sebahu, tidak banyak yang bisa dilakukan terhadap rambutnya itu, jadi Beth hanya menyisirnya rapi. Ia pulas sedikit lip tint dan blush on sekenanya. Waktu mereka berangkat, Seth memindai penampilan Beth dan berkata dalam hati, “kayak emak-emak.” Laki-laki itu hanya menggelengkan kepala tanda tak habis pikir. Ia lebih menyiapkan dirinya untuk melihat Conny yang akan datang bersama suaminya. Akankah ia sanggup? Perjalanan menuju hotel tempat diadakannya makan malam membutuhkan waktu sekitar satu jam. Di dalam mobil, Beth yang ingin mencairkan suasana, menanyakan banyak hal dengan berbagai topik. Namun Seth hanya menjawab sekenanya seperti biasa. Ia lebih disibukkan dengan kegundahan hati karena cemburu memikirkan Conny akan digandeng oleh suaminya. Setibanya di depan lobi, jasa valet membantu Seth untuk memarkirkan mobil miliknya. Mereka pun masuk ke dalam lobi menuju ballroom yang dijadikan tempat makan malam dan penyambutan bos baru. Seth sama sekali tidak menggandeng tangan Beth, ia bahkan berjalan lebih dahulu dengan langkah yang lebar, Beth hampir ketinggalan. Seth ingin sedapatnya menghindari pertemuannya dengan Conny. Memikirkannya saja hatinya terasa sakit. Setelah mendapat tempat duduk, Seth meninggalkan Beth sebentar dan menyuruhnya untuk tidak ke mana-mana. Beth mengedarkan matanya ke sekeliling, mengangguk dan menyapa saat ada rekan Seth yang lewat. Mereka memang tidak terlalu kenal, tetapi beberapa kali bertemu di acara-acara seperti ini. Tak sengaja ia mendengar rekan-rekan Seth yang duduk satu meja dengannya sedang menggosipkan sesuatu. “Dengar-dengar bos baru kita ini super tampan lho. Masih muda lagi.” Kata perempuan yang duduk tak terlalu jauh di depannya. Ia datang bersama seseorang yang mungkin adalah pasangannya yang terlihat bosan. “Iya, ia lulusan kenamaan di luar negeri. Karyawan terbaik di perusahaan sebelumnya. Dan dia masih lajang, sempurna.” Sahut perempuan yang di sebelahnya lagi. “Jangan senang dulu ladies, yang aku dengar malah mengerikan. Nanti kita tambah nggak bisa pulang tepat waktu. Ia kejam dan menuntut terlalu banyak. Dan ceweknya banyak.” Kata pria yang duduk persis di sebelah kanannya. Beth yang mendengar tidak bisa berpura-pura tidak mendengar, ia ikut tersenyum dengan mereka. Acara segera dimulai. Seth telah kembali dan duduk di sebelah kirinya. Dari arah Beth duduk, ia bisa melihat panggung di dekat mereka dengan jelas. Di sana dipasang spanduk dengan tulisan: ‘Acara Perpisahan dan Penyambutan CEO Baru Amberfoth Minerals 14 Februari 2025’. Agak jauh dari ia duduk, terdapat sebuah meja yang terlihat berbeda, tebakan Beth, di sanalah tempat duduk para petinggi dan CEO yang baru. Ia melirik sedikit dan mengangguk-anggukan kepalanya. Yah benar kata perempuan yang duduk di dekatnya, sepertinya CEO itu tampan. Terlihat seorang pria dengan setelan jas yang gagah. Dari samping, wajahnya terlihat tegas. Tapi entah itu CEO yang baru atau petinggi lain yang Beth tidak pernah lihat sebelumnya. Setelah pembukaan oleh MC, ia mengundang CEO yang lama. Beth mengenal laki-laki tua botak yang bernama Mr. Ronald Ash itu. Tentu saja ia sering melihatnya di acara-acara perkumpulan karyawan perusahaan itu. Acara cukup mengharukan, karena Mr. Ronald telah dikenal semua karyawan sebagai CEO yang kebapakan. Setelah selesai menayangkan kesan dan pesan dari para karyawan, termasuk Seth, yang telah direkam sebelunya, akhirnya saatnya sang CEO yang baru diperkenalkan. Hampir semua dari yang datang mulai mengarahkan ponsel mereka untuk merekam. Lampu diredupkan dan lampu sorot diarahkan ke meja para petinggi tadi. “Kami sangat terhormat, memiliki seorang pemimpin baru yang muda dan memiliki visi ke depan. Selamat datang Mr. Cayden Amberfoth.” Tunggu. Cayden? ‘Siapa?’ Suara-suara di kepala Beth mulai berisik. ‘Ah, nama itu saja sudah bikin aku teringat memori itu. Memang nama yang umum ya?" kata suara yang lain. ‘Itu orang yang sama atau beda?’ Ada suara lain lagi yang menyahut. “Beda ….” Tak sadar Beth mengucapkan kata itu pelan, tidak ada yang mendengar. Cayden naik ke panggung mendekati sang pembawa acara dan meraih mikrofon darinya. “Terimakasih telah menyambut saya. Kita akan bekerja lebih keras setelah ini,” ucapnya. Kalimat itu diikuti riuhnya tepuk tangan dari semua yang hadir di ballroom itu. Mata Beth membulat, suara itu. Ia ingat suara itu, suara serak dan dalam yang membisikkan kata-kata menggairahkan di telinganya saat tubuh mereka bertautan. *Tidak Ia merasakan tubuhnya mulai mengeluarkan keringat, padahal ruangan ini full AC. Perasaan yang persis seperti waktu ia SD dan hampir ketahuan menyontek. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Kabur? Tidak bisa. Ia berusaha menenangkan dirinya. Tidak mungkin pria itu mengenalinya, jadi tenang saja. ‘Cara berpakaianku saja berbeda hari ini, make up ku tidak setebal waktu itu. Aku benar-benar orang yang berbeda.’ Pikirnya. Tetapi tetap saja, pemikiran itu tidak bisa benar-benar menenangkannya. MC mulai menanyakan banyak hal kepada Cayden, seperti berapa umurnya dan hobinya. Dan apa yang akan ia lakukan untuk memajukan Amberforth Minerals ke depannya. “Umur saya 34 tahun. Hobi saya hampir tidak ada. Dan … saya akan membuat kalian semua mengeluarkan kemampuan terbaik kalian untuk perusahaan ini dan tentu saja, kalian tidak boleh pulang sebelum pekerjaan yang saya minta beres.” Ia mengakhiri kalimatnya itu dengan menunjuk ke seluruh ruangan. Riuh bak lebah yang mendengung dari para karyawan yang hadir kemudian hilang setelah mereka semua bertepuk tangan. Acara serah terima jabatan telah selesai, MC telah mempersilakan semua yang hadir untuk menikmati hidangan. Semoga setelah makan, acaranya selesai dan ia bisa langsung pulang. Ia bisa lega sedikit dan menikmati makanannya. “Mr. Cayden akan menghampiri setiap direktur, manajer dan perwakilan staff dari setiap departemen. Beliau akan berkenalan langsung dengan mereka dan keluarganya. Acara dan tempat saya serahkan." ‘Apa artinya itu?’ Beth mulai panik. Seth adalah manajer keuangan. Gawat ini.Didampingi Ronald, CEO yang lama dan beberapa orang lain di belakangnya. Cayden mulai berjalan mendekati setiap meja yang ditunjuk oleh orang-orang yang mengikutinya. Keringat yang tadinya hanya terasa keluar, sekarang benar-benar keluar. Cayden mendekati mereka. Laki-laki yang ia lihat setiap bagian dan lekuk tubuhnya seminggu yang lalu, sekarang berada tepat di hadapannya. “Kita sampai di bagian keuangan. Saya perkenalkan Mr. Seth Heron, beliau manajer keuangan kita. Hari ini datang bersama istrinya, betul Heron?” “Betul . Saya siap mengeluarkan potensi saya yang terbaik. Mr. Amberforth, mohon bimbingannya.” Seth menjabat tangan Cayden. Cayden tersenyum sedikit. “Bagus, buktikan,” kata Cayden dengan suara yang tegas dan dalam. Cayden mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Beth. Beth menunduk dan meraih tangan itu dengan tangannya yang basah karena keringat. Pernahkah mendengar detak jantung kalian dengan jelas? Itu yang dialami Beth sekarang. Rasanya ia tidak bisa m
“Setiap hari?” Beth memekik dalam bisikannya. “Sstt… Ya, setiap hari dan kapan pun aku mau," ujar Cayden sambil mengerlingkan matanya. Tanpa persetujuan, Cayden merenggut lagi bibir Beth yang terbuka. Memberikannya getaran layaknya sengatan listrik di daerah kewanitaannya. Cayden menyusupkan tangannya ke dalam rok Beth. Hanya ingin memeriksa sesuatu. “Kamu sudah siap Beth. Kamu juga menginginkannya ‘kan?” Cayden mengangkat rok Beth yang panjang dan menyibakkan kain yang membungkus kelopak bunganya. Beth merasakan tonjolan di balik celana Cayden, yang artinya laki-laki itu siap menghabiskan malam panas bersama. “Kita lakukan cepat di sini ya, aku sudah tak tahan,” bisik Cayden di telinga Beth. “Hah? Di sini? Kamu gila ya, kalau ada yang lihat bagaimana?” kata Beth tak percaya. “Jangan khawatir, nikmati saja Beth. Percayalah, pasti akan sangat menyenangkan,” ucap Cayden. Area mereka berada adalah titik gelap tanpa penerangan lampu. Mustahil orang bisa melihat ke sana k
Keesokan paginya di cabang Amberforth Minerals di luar kota. “Pagi Mr. Heron, tadi malam saya ditelepon James, Sekretaris CEO yang baru, katanya Anda datang untuk melakukan pemerikasaan? Tapi apa salah kami ya, sir? Kami selalu tepat laporannya," kata seorang pria paruh baya yang sepertinya adalah senior di cabang Amberforth Minerals di kota itu. Di dalam hati Seth juga bertanya-tanya hal yang sama, seingat dia, cabang di kota ini adalah salah satu cabang yang paling rapi laporannya. Kenapa juga ia di suruh ke sini malam-malam begini? “Itu harus saya pastikan dulu. Karena saya juga tahu kalau cabang inilah yang paling rapi. Tapi, ini perintah langusng dari CEO baru. Maklumlah, mungkin beda kepemimpinan.” “Iya saya pikir juga begitu. Mari, saya antarkan ke kantor.” Seth hanya geleng-geleng kepala, karena dari awal ia memegang data cabang ini, tidak pernah ada yang aneh. Seth dibuat kesal terlebih sekarang ia sangat merindukan Conny. Sepertinya ia sudah mulai tidak suka pada CEO
Keesokan harinya, Beth mendatangi kediaman ibu kandungnya. Dari sambungan telepon tadi, tampaknya ada hal gawat yang sedang terjadi. “Kenapa Bu?” tanya Beth panik segera setelah melihat sang ibu. Bergegas ia menghampiri perempuan yang telah melahirkannya. Darah mengucur dari hidungnya. Dugaan sementara Beth, ayahnya pasti telah berbuat kasar. “Bapakmu membawa kabur uang angsuran yang kamu kasih Beth,” jawab ibu Beth sambil menunduk. Air mata mulai jatuh dari matanya yang sudah cekung. “Kenapa Ibu berikan uangnya langsung ke Bapak?” tanya Beth putus asa. Ia meremas kemeja yang ia kenakan tanda frustasi. Sebenarnya Beth bisa saja mentransfer uang angsuran bulanan langsung ke rekening si renternir, tetapi ibunya memaksa untuk membayarkannya sendiri. Beth tak bisa menolak. Dan yang membuatnya kian frustasi saat ini adalah ia sudah tidak memiliki uang lagi untuk dibayarkan bulan ini. “Bagaimana jika rumah ini disita Beth,” tanya sang ibu sambil menangis meraung-raung. Kepala Beth p
“Miss Catherine, izinkan saya keluar sebentar. Saya harus menelepon, ada hal penting,” ucap Beth meminta izin kepada atasannya.“Baik, Beth. Silakan,” jawab Miss Catherine.Beth segera bergegas menuju balkon kantor yang terletak di dekat ruang staf marketing. Tempat itu sering menjadi pelariannya saat merasa penat. Kali ini, ia merasa tak mampu menahan air matanya lebih lama.Sesampainya di balkon, Beth menutup pintu dan langsung menangis sejadi-jadinya. Ia menyesali keputusannya memberikan uang angsuran itu kepada ibunya, padahal ia tahu bahwa ayahnya pasti akan mengambilnya.Setelah beberapa lama, ia merogoh ponselnya dari saku celana dan mulai menggulir layar untuk menelepon Seth. Satu-satunya pilihan yang tersisa adalah meminta bantuan suaminya, meskipun ia tahu risikonya: dimarahi, bahkan mungkin dicaci maki.Namun, sebelum ia sempat menekan tombol panggil, nama Cayden tiba-tiba muncul di layar.'Ada apa ini? Jangan-jangan dia ingin lagi?' batinnya.“Halo ...”“Hei ... Apa kamu b
“Tapi,” kata Cayden kemudian.“Apa?”“Kamu bayar saja dengan aktivitas pagi bersamaku,” jawab Cayden“Aktivitas pagi?” Cayden ada-ada saja, aktivitas malam saja ia harus kucing-kucingan dengan para tetangga. Apalagi aktivitas pagi.“Aku sangat bersemangat jika pagi dan kamu tahu itu. Jadi, sebelum memulai hari yang melelahkan, aku ingin kamu ada di sini membantuku untuk rileks. Paham?”“Jam berapa aku harus di sini Cayden?” jawab Beth kemudian.“Jam enam.”Beth lalu berpikir alasan apa yang harus ia gunakan untuk pamitan kepada Seth? Dan jika harus sampai di penthouse jam enam, berarti ia harus berangkat dari rumahnya saat hari masih sangat gelap. “Baiklah, selama sebulan ke depan. Tiga puluh hari, aku ke sini setiap jam enam pagi untuk Aktivitas pagi sama kamu.” Selesai mengatakan itu, Beth menghela nafas panjang untuk mengeluarkan beban di dalam dadanya.Cayden dan Beth duduk berjauhan. Dari tempatnya berada, Cayden bisa melihat sosok Beth dengan utuh. Perempuan itu cantik dengan r
Perempuan itu sampai di penthouse tepat pukul enam pagi.Private lift terbuka dan Cayden telah berdiri di sana dengan bertelanjang dada. Samar-sama Beth melihat otot-otot kekar itu sebelum Cayden mendekapnya dengan erat. Tak lupa sebuah kecupan di bibir tanpa permisi.“Aku suka pagi hari bersamamu.” Cayden mengangkat tubuh Beth dan berjalan menuju dapur. Mendudukannya di atas kitchen counter dari marmer dan melanjutkan melumat bibir Beth dengan mesra. “Jadi inikah aktivitas pagi yang kamu maksud?” Beth bertanya di sela-sela ciuman mereka. Cayden mengangguk sambil menjelajahi leher Beth. Perempuan itu mulai merasa hasratnya bangkit, tombol-tombol telah ditekan dan tidak ada cara untuk mematikannya kecuali menuntaskannya.Cayden melepas satu per satu kancing kemeja panjang Beth sambil menatap mata berwarna coklat muda yang sekarang memancarkan keinginan yang kuat itu.“Kenapa sukanya pakai baju panjang sih?” Kali ini Cayden melepas paksa kancing yang terakhir karena tak sabar.“Suka sa
Di departemen keuangan Amberfoth Minerals, Seth baru saja menerima telepon dari kantor sekretaris CEO yang mengabarkan jika ia harus pergi dinas lagi ke dua kota selama kurang lebih dua minggu. Ia harus berangkat malam ini. Segera ia mengabari Conny perihal keberangkatannya ini.“Aku minta maaf tak bisa menemani kamu selama dua minggu. Andai departemen humas juga ikut, kita bisa sambil liburan di sana. Sabar ya.” “Kenapa selalu kamu sih yang dinas? Memang tak ada orang lain yang bisa ditugaskan?” sahut Conny di seberang sana. “Ada juga beberapa manajer dari departemen lain, tetapi kami menyebar, bukan di tempat yang sama.Maklum saja ya. Dan tolong, berhenti berburuk sangka. Dua minggu seharusnya bukan waktu yang lama, sayang.”“Huh ….” sahut Conny kesal.Seth menutup telepon dan bersandar di kursinya. Ia tahu jika suami Conny baru saja berangkat ke Swiss untuk pekerjaannya. Artinya Conny sangat butuh dirinya. Tetapi apa boleh buat, keadaan memaksa mereka untuk berpisah cukup lama.
Tanpa sepengetahuan Beth, Cayden menempatkan dua orang suruhan untuk mengawasinya dari dekat, sebagai langkah antisipasi jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mereka bekerja secara bergiliran agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Beth.Siang ini, Beth dan Nina berjalan ke belakang kantor mereka menuju tempat biasa untuk membeli makan siang. Sementara itu, James membagikan semua laporan mengenai Beth kepada Cayden."Hari ini saya boleh pulang lebih awal?" tanya Cayden. Ia ingin segera menjemput Beth dan pulang bersama. Selama hampir sebulan Cayden tidak masuk kantor, para karyawan seolah merasa bebas. Jarang ada lembur, dan jumlah rapat pun berkurang. Semua menikmati efek dari sikap bucin Cayden.James berdeham. "Hari ini Anda ada janji dengan klien, Sir. Sepertinya akan melewati jam makan malam.""Tidak bisa diganti hari? Saya ada janji," ujar Cayden. Tidak perlu ditanya, James tahu persis janji itu dengan siapa."Maaf, Sir, pertemuan ini sangat penting. Ini kelanjutan dari pe
Berkat bantuan tim pengacara Beth dan koneksi keluarga Amberforth, proses perceraiannya dengan Seth dapat dipercepat. Tidak lama lagi, Beth akan resmi bercerai dari Seth. Hari ini, Cayden mendampingi Beth ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan sebagai saksi sekaligus korban dalam kasus yang memberatkan Seth. Lagi-lagi, uang dan kuasa keluarga Amberforth akan membantu Beth mendapatkan keadilan.Erica dan kedua kakak Seth telah dipanggil sebagai saksi dalam kasus ini. Status Erica kemungkinan besar akan dinaikkan menjadi tersangka, karena terungkap bahwa pada hari kejadian, dialah yang menyarankan Seth untuk membawa Beth ke rumah kosong milik keluarga mereka, serta mendorong Seth untuk melarikan diri setelah menyiksa Beth.Beth kembali bekerja setelah hampir sebulan beristirahat. Ia memaksa untuk kembali bekerja meskipun Cayden melarangnya. Alasannya, ia akan merasa sangat bosan jika hanya berdiam diri di penthouse tanpa melakukan apa pun. Dengan berat hati, Cayden mengantar Beth hi
“Kenapa bertanya?” balas Beth sambil menatap bibir Cayden. Ia berusaha menyembunyikan keinginannya yang mulai menetes di tenggorokan.“Karena kali ini, kita tidak bercinta untuk segera hamil. Apa kamu masih menginginkannya? Tidak masalah jika setelah ini kamu hamil, aku akan bertanggung jawab,” ucap Cayden, akhirnya.Beth terlihat kikuk. Ia berharap Cayden hanya menciumnya seperti biasa, cukup untuk membangkitkan hasratnya. Namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda.“Apa rasanya akan sama?” tanya Beth, suaranya nyaris berbisik.“Kita tidak akan tahu sebelum mencobanya,” jawab Cayden.Ia mengikis jarak dan mengecup batas rambut Beth. Lama dan lembut. Kedua tangannya menangkup pipi Beth, membelainya dengan ibu jari. Lalu mencium mata kanan, kiri, dan kedua pipinya secara bergantian.“Kamu berharga, Beth. Kamu sangat layak mendapatkan semua kasih sayang di dunia ini,” ucap Cayden.Setelah itu, bibir mereka bertaut. Cayden menyapukan lidahnya lembut di sela bibir Beth. Kali ini berbeda. Le
Cayden melepaskan pelukannya, meraih pundak Beth, lalu dengan lembut menghadapkannya. Ia sedikit menunduk agar pandangan mereka sejajar.“Entah sejak kapan, tetapi mulai sekarang aku ingin kamu hanya memandangku. Aku akan melindungimu, Beth. Aku ingin mengambil semua beban dari pundakmu,” ucap Cayden sembari membelai lengan Beth dengan penuh kasih.“Kenapa? Mengapa kamu ingin melakukan semua itu untukku?” tanya Beth. Ia menatap mata Cayden, berharap menemukan jawaban yang selama ini samar, kini mulai terlihat jelas.“Karena kamu berharga dan layak mendapatkan semua itu dariku. Dan... sepertinya aku telah jatuh cinta kepadamu,” jawab Cayden. Tatapan laki-laki itu semakin dalam. Tatapan yang selama ini diperhatikan Beth dengan diam-diam. Apakah selama ini juga hati Cayden telah berlabuh padanya?“Maafkan aku... maaf,” bisik Beth lirih. Ia memejamkan mata, lalu kembali memeluk Cayden dan menghirup aroma tubuh laki-laki itu dalam-dalam. Ia ingin memenuhi paru-parunya dengan kewarasan. Cha
“Ada...” kata Beth perlahan. Inilah saat yang ditunggu Cayden. Untuk menenangkan diri, ia mencoba mengingat kembali kompetisi apa saja yang pernah ia menangi dari Charles semasa di Amerika. Tapi—tunggu—tidak ada. Gawat. Ia selalu berada satu peringkat di belakang Charles.Tenang, Beth. Cepat atau lambat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Cayden mungkin adalah masa depanmu, bisiknya pada diri sendiri. Kemungkinan untuk bertemu Charles lagi pun sangat kecil, bukan? Selama lima tahun ini mereka tidak pernah sekalipun bertemu.“Mmm... kamu kenal—” kata Beth, tapi kalimatnya terpotong oleh kehadiran ibunya. Wajah ibunya tampak ceria melihat Cayden menyuapi putrinya. Sementara itu, Cayden hanya bisa mengumpat dalam hati. Kapan lagi Beth akan membuka dirinya seperti tadi?Bukan karena Cayden terlalu peduli pada kejujuran Beth tentang Charles. Ia paham sepenuhnya bahwa Beth berhak memilih untuk bercerita atau tidak. Ia hanya berharap Beth sudah benar-benar selesai dengan perasaannya dan berhent
“Apa sekarang Beth sedang dekat dengan orang kaya raya?” tanya Ralph Louis, 57 tahun, mantan suami Rachel dan ayah dari Beth. Pria itu, meskipun telah berumur dan mengonsumsi alkohol secara berlebihan sejak usia tujuh belas tahun, masih menyisakan sisa-sisa ketampanannya. Wajahnya tampak seperti sedang berpikir dalam, seolah mendapat ilham atau inspirasi.“Y-ya... Beth memang selalu menjadi penyelamat keluarga, Mas,” ujar Rachel lirih, ibunda Beth. Sejak menikah hingga kini—meski mereka telah bercerai—Ralph tetap mencengkeram kehidupan Rachel dengan erat. Kehadirannya memberi dampak buruk, tidak hanya pada Rachel, tapi juga pada Beth, anak mereka satu-satunya. Rachel selalu menuruti setiap kehendak Ralph. Jika tidak, maka pukulan dan hinaanlah yang akan ia terima.Setiap bulan, uang yang diberikan Beth kepadanya akan disetorkan kepada Ralph. Para tetangga sudah sering membicarakan mereka di belakang. Bahkan para warga setempat pernah menggerebek rumah mereka dengan tuduhan tinggal se
Karena menjadi tulang punggung keluarga lah Beth terpaksa menerima Seth, yang pada akhirnya justru memperlakukannya dengan tidak pantas. Cayden tahu, ia telah mendahului Beth dalam mengambil keputusan. Bagaimana jika Beth tidak setuju? Saat mereka berada di mansion keluarga Amberforth, Beth tidak mengiyakan, tapi juga tidak menolak.“Ah… saya jadi tidak tahu harus berkata apa. Saya sangat berterima kasih,” ucap sang ibu dengan suara lirih. Ia bersyukur Beth akhirnya menemukan sosok pengganti Charles—dan bukan seperti Seth.“Saya sedih karena anak saya harus menanggung penderitaan akibat perbuatan ayahnya. Seandainya tidak ada kejadian itu, dan saya cukup kuat untuk mencegahnya, mungkin hidup Beth akan berbeda. Ia bisa lebih bahagia dan tidak perlu menikah dengan pria seperti Seth.”Apakah ini saatnya masa lalu Beth diungkap? Perempuan yang berada di hadapan Cayden ini pernah hampir menjadi besan keluarga Donnovan. Haruskah Cayden bersiap secara batin menghadapi kenyataan itu?“Ayah Be
Beth merasakan tubuhnya mulai menghangat, meskipun ia tidak jadi menggunakan kain bekas spanduk untuk menutupi dirinya. Ia juga merasa tubuhnya diangkat. Samar-samar ia mencium aroma parfum yang biasa dipakai Cayden. Wah, apakah seperti ini rasanya dijemput ajal? pikirnya. Rupanya malaikat maut pun memakai parfum.Beth segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Cayden menemukannya dalam kondisi hampir telanjang, dengan tubuh penuh luka dan lebam.“Seth Heron harus membayar semua ini,” ujar Cayden dengan penuh amarah. “Lapor, Tuan. Kami telah menemukan lokasi mobil milik Seth Heron,” lapor salah satu anak buah George Amberforth. “Bagus. Bawa dia ke hadapanku sekarang juga,” perintah Cayden. Ia tidak berniat menyerahkannya kepada pihak kepolisian sebelum pria itu hancur di tangannya sendiri. “Orangnya sudah melarikan diri, Pak. Kami sedang melacaknya.” “KURANG AJAR!” seru Cayden dengan penuh kemarahan.***Malam setelah Beth dipukul hingga pingsan.Seth mendekati tubuh Beth yang ter
Keesokan harinya, di penthouse milik Cayden.Sudah pukul tujuh pagi, namun Beth belum juga datang. Apakah ia sakit? Ini tidak seperti biasanya. Cayden meraih ponselnya untuk menghubungi perempuan itu. Terdengar nada sambung sebanyak tiga kali, namun Beth belum mengangkat. Pada nada keempat, akhirnya telepon diangkat.“Halo, Beth... mengapa tidak datang ke sini?”“Halo... Eh, ini saya menemukan tas di depan kost. Sepertinya pemiliknya menjatuhkannya,” terdengar suara seorang laki-laki yang tidak dikenali Cayden. Ada apa ini? Bagaimana ia bisa memegang ponsel Beth?“Saya akan segera ke sana,” ucap Cayden cepat. Ia langsung mengambil jaketnya, menyambar kunci mobil, lalu masuk ke lift pribadi. Perasaannya tidak tenang. Apa yang sebenarnya terjadi pada Beth?“Oke...” jawab suara di seberang singkat.Tak sampai satu jam, Cayden sudah tiba di depan kost Beth dan segera menelepon ponsel Beth kembali. Seseorang muncul dari balik gerbang; ia terlihat membawa tas milik Beth. Cayden segera turun