Berbagai macam cobaan hidup seolah selalu melingkupi kehidupan Mikha Kirana, Nana. Namun, Nana mencoba untuk tetap tenang menghadapi semua masalah itu. Lagipula, ia masih memiliki ayahnya dan Juna sebagai tempat bersandarnya selama ini. Kehidupan Nana semakin rumit saat ayahnya meninggal dunia dan meninggalkan banyak hutang di pundak Nana. Juna sang kekasih tidak dapat membantu banyak. Mereka masih sama-sama remaja labil saat ini. Tiba-tiba seseorang dari masa lalu ayahnya Nana, datang. Bibi yang merupakan mantan kekasih Ayah Nana, meminta Nana untuk menjadi menantunya dan akan melunasi semua hutang Ayah Nana. Nana berada dalam dilema.
Lihat lebih banyakNana duduk di sudut ranjang. Kedua mata indahnya terus menatap ke lantai. Jemarinya saling bertautan. Gugup. Ia sama sekali tak menyangka 'hari ini' akan datang begitu cepat. Hari yang paling sakral dalam kehidupannya. Hari pernikahannya. Ia dapat berpura-pura tenang saat di pesta pernikahan tadi. Namun, ia benar-benar merasa gugup ketika malam tiba. Setelah pesta pernikahan, umumnya sepasang suami istri harus melakukan hubungan intim. Memang kini ia sudah mencapai usia 18 tahun, dan itu usia yang sudah layak. Namun, ia tak pernah berpikir akan melakukan hubungan ini dengan orang yang baru ia temui 2 minggu lalu. Benar-benar konyol. Apa masih ada waktu untuk kabur malam ini? Namun, jika ia kabur dari sini, sudah pasti para rentenir itu akan mengganggunya. Belum lagi setelah ini ia harus masuk kuliah. Uang dari bekerja paruh waktu, tentu saja tak dapat memenuhi segala kebutuhannya. Cklek! Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok bertubuh kekar dengan tetesan air masih membasahi
Juna membanting-banting ponsel, ia membentur-benturkan benda bersegi panjang itu ke atas bantal."Bodoh! Bodoh! Kenapa aku bisa seceroboh ini?" keluhnya sambil menenggelamkan kepala di antara bantal."Sampai kapan aku akan terbebas dari terror perempuan gila itu? Hasshh! Aku berharap dia mati mengenaskan," gumam Juna di sela-sela pergolakan batinnya.***Seorang gadis berseragam SMA berjalan seorang diri melewati jalan setapak. Ia menerima sebuah panggilan."Ah ... manis sekali~. Aku suka jika kau menurut seperti ini, Juna Sayang.""....""Kenapa? Kau coba mengancamku? Cih! Kau tahu 'kan apa yang bisa kuperbuat lebih dari yang kau kira.""....""Kau cukup menuruti saja perintahku, dan semuanya akan baik-baik saja."Ia terlalu fokus pada ponselnya, hingga ia tak menyadari ada sesosok makhluk yang mengawasinya dari tadi. Di sana. Di sudut gelap depan gerbang bangunan tua.Sosok itu semakin mendekat, dan
Bibi Mina mendekat ke arah Nana yang masih tercenung di sudut ruangan. Ia menepuk pundak gadis itu. Ia benar-benar tak tega melihat gadis itu terpuruk. Mungkinkah kebahagiaan sama sekali tak ada dalam garis takdirnya?Sadar tak mendapat respons apa pun, Bibi Mina duduk di hadapan gadis berambut sepunggung itu. Tatapan mata Nana kosong. Hanya ada kehampaan di sorot mata kuyunya. Ia tak meneteskan air mata lagi. Entah lelah, entah air matanya sudah mengering.Bibi Mina tak tahan lagi, ia mengguncang pelan bahu Nana."Menangislah, Nana! Menangislah sekeras-kerasnya!"Nana melihat sejenak tetangga yang sudah seperti kerabat itu. Bibirnya gemetar, detik berikutnya ia menangis sesenggukan. Bibi Mina membawa Nana ke dalam dekapannya."Kenapa ayaj tega meninggalkanku, Bibi? Apa dia sudah tak menyayangiku lagi, huhuhu?" Nana menangis tergugu di dalam rengkuhan Bibi Mina."Dia menyayangimu, Sayang. Sungguh menyayangimu lebih dari apapun di dunia." Wanit
"Ada apa ibu memanggilku?" tanya Keisuke."Setelah lebih dari sebulan kau tak pulang, apa hanya itu yang ingin kau ucapkan, heum? Kau kasar sekali, Nak!"Keisuke tersenyum. Ia sangat tahu maksud ibunya ini. Ia mendekat ke arah ibu dan memeluknya.Menelusupkan kepala di antara ceruk leher ibunya. Ia sangat merindukan wanita ini. Pekerjaan sebagai detektif sudah menyita banyak waktunya selama ini."Jadi, apa sekarang sudah siap untuk menikah?" tanya sang ibu pada Keisuke.Takahasih Keisuke, pemuda keturunan Jepang-Indonesia itu merengut sebal setiap kali ibunya membicarakan tentang pernikahan."Aku akan menikah jika sudah waktunya, Ibu.""Kapan waktunya itu, Kei? Apa harus menunggu usiamu berkepala empat? Lihatlah para teman sebayamu! Mereka bahkan sudah memiliki anak berusia remaja. Pokoknya, ibu akan segera mengatur kencan butamu.""Baiklah, terserah pada ibu saja." Keisuke pasrah akan perintah ibunya. Lagipula, meski ia melak
"Nana?" panggil Juna."Iya?""Sekarang apa yang coba kau rencanakan, heh?"Nana mengernyit. Ia sama sekali tak mengerti arah pembicaraan kekasihnya, Juna, itu."Maksudnya?""Apa mencuri kini jadi hobi favoritmu, eum?" ucap Juna, sambil terus menulis hukumannya.Nana terdiam. Amarahnya membuncah. Ia bisa terima jika itu tuduhan dari orang lain, tapi jika tuduhan itu dari kekasihnya sendiri, ini sungguh sangat menyakitkan. Ia berkali-kali menghela napas untuk mengontrol emosi."Apa mencuri hatiku saja belum cukup bagimu?""Heeehhh?" Nana memekik, geram. Ia melempar penanya dan berhasil mendarat ke kening Juna. "Tidak lucu!" sungut Nana."Aakh!! Betapa kejamnya kau pada pria tampan sepertiku, hm?"Nana mengerucutkan bibirnya, mengabaikan keluhan dan ocehan Juna."Ahahaha tersenyumlah!" Juna menarik kedua sudut bibir Nana, membentuk sebuah senyuman. "Nah, begini kan bagus! Kau harus tersenyum jika ingin terlihat cantik, Nana
Mikha Kirana, biasa disapa Nana, dibawa keluar oleh Bibi Mina dari kamar. Masih jelas terdengar keributan dari dalam kamar. Suara benda-benda berjatuhan dan suara kaca pecah.Mata Nana berkaca-kaca saat ia berada tepat di depan pintu kamar ayahnya. Ia perlahan menyentuh pintu. Air mata mengalir saat mendengar kata-kata yang terucap oleh ayahnya."BRENGSEK KALIAN! KENAPA KALIAN MENGURUNGKU SEPERTI INI, HAH? AKU TIDAK GILA! BERIKAN MINUMANKU SEKARANG JUGA!"Menyesakkan, mendengar kata-kata itu terucap dari satu-satunya tempat ia bergantung. Nana menyadari ini semua kesalahannya. Andai saja ia sudah dewasa. Andai saja selama ini ia tak menjadi beban bagi ayahnya. Andai saja ayahnya tak memiliki putri yang tak dapat diandalkan seperti dirinya."Nana, kau tak apa-apa? Kau bisa berangkat sekolah sekarang. Biarkan ayahmu menenangkan diri dulu!" ucap Bibi Mina lembut. Ia sembari mengelus surai hitam gadis yang berada di hadapannya itu.Nana mengangguk. Ia tak b
Mikha Kirana, biasa disapa Nana, dibawa keluar oleh Bibi Mina dari kamar. Masih jelas terdengar keributan dari dalam kamar. Suara benda-benda berjatuhan dan suara kaca pecah.Mata Nana berkaca-kaca saat ia berada tepat di depan pintu kamar ayahnya. Ia perlahan menyentuh pintu. Air mata mengalir saat mendengar kata-kata yang terucap oleh ayahnya."BRENGSEK KALIAN! KENAPA KALIAN MENGURUNGKU SEPERTI INI, HAH? AKU TIDAK GILA! BERIKAN MINUMANKU SEKARANG JUGA!"Menyesakkan, mendengar kata-kata itu terucap dari satu-satunya tempat ia bergantung. Nana menyadari ini semua kesalahannya. Andai saja ia sudah dewasa. Andai saja selama ini ia tak menjadi beban bagi ayahnya. Andai saja ayahnya tak memiliki putri yang tak dapat diandalkan seperti dirinya."Nana, kau tak apa-apa? Kau bisa berangkat sekolah sekarang. Biarkan ayahmu menenangkan diri dulu!" ucap Bibi Mina lembut. Ia sembari mengelus surai hitam gadis yang berada di hadapannya itu.Nana mengangguk. Ia tak b...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen