Damian Narendra terjebak pesona seorang anak dari rekan kerja yang dititipkan padanya. Pria berstatus duda yang menyatakan membenci perempuan kecil dan cerewet itu, tanpa sadar terpikat oleh sosok Adisthy Anyelir. Keduanya lagi-lagi harus terjebak dalam dunia pernikahan karena Damian yang tanpa sengaja melakukan sebuah kesalahan. Di saat Damian dan Anyelir mulai saling mencintai, masa lalu Damian tiba-tiba datang dan mengacaukan keadaan. Akankah Damian mempertahankan Anyelir? Atau Damian harus merelakan perempuan itu pada orang yang masih Anyelir cintai hingga kini? *** Pict by Pixabay. Edit by AddText. Free for commercial use.
View MoreHingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.
Anyelir masih berdiam diri di posisinya sampai kantor terdengar sepi. Mungkin semuanya tengah pergi makan siang ke kantin. Salahkan Anyelir yang tidak keluar dan berharap Damian memanggilnya. Hingga sekarang dia tidak tahu harus pulang naik apa.Dia lupa membawa uang. Sedangkan di tasnya, hanya ada ponsel dan robekan beberapa alamat penting yang suaminya siapkan semisal Anyelir ingin naik kendaraan biar tidak tersesat. Tapi, perempuan itu bertekad tidak akan menelepon Damian sampai pria itu menyadari sendiri kesalahannya.Beberapa lama menunggu, akhirnya, sebuah suara derap langkah kaki terdengar memasuki ruangan. Anyelir tersenyum sumringah. Damian menjemputnya. Pria itu tidak benar-benar melupakannya."Anye! Kamu di sini?"Suara Lisa seketika meruntuhkan harapan Anyelir. Perempuan itu cemberut lagi. Dia kira yang menjemputnya suami jeleknya."Kok bukan Om Damian yang jemput aku?" tanya Anyelir tidak bisa menyembunyikan nada merajuknya. Kepala perempuan itu menyembul dari kolong meja
Anyelir baru saja kembali dari pasar bersama Bi Wati saat menemukan seorang perempuan cantik duduk di ruang tengah. Perempuan kerempeng itu kontan mendekat dan memandang orang cantik di rumahnya curiga."Siapa---""Eh, Nak Lisa dateng, toh. Kapan nyampe sininya?" tanya Bi Wati memotong kalimat Anyelir.Perempuan itu tersenyum senang begitu menemukan keberadaan Bi Wati. Mengabaikan Anyelir, perempuan itu bangkit dan menyalami punggung tangan sang pembantu."Baru aja beberapa menit lalu, Bi. Kata Pak Satpam lagi nggak ada orang di rumah, si Damian kerja, Bi Wati ke pasar, jadi disuruh nunggu di sini dulu."Melihat interaksi kedua perempuan itu, Anyelir mengernyit tidak mengerti. Dia siapa? "Oh iya, kenalin, dia istrinya Damian. Namanya Anyelir." Anyelir tersenyum canggung begitu perempuan di depannya tersenyum hangat padanya. Perempuan bernama Lisa itu mendekat dan memeluk Anyelir erat."Waaah ... ini yang namanya Anyelir? Salam kenal, ya, Anye! Aku Lisa, sepupunya Damian."Anyelir me
Damian pulang dengan menenteng lima bungkus ayam geprek pesanan Anyelir. Beberapa kali, di perjalanan, pria itu mendecak tidak habis pikir. Sebanyak ini, apa bisa habis? Mengingat perut kecil juga porsi makan Anyelir yang sedikit, Damian jadi ragu.Begitu hendak menaiki tangga, suara Bi Wati yang memanggil dari arah dapur, menghentikan langkahnya. Pria itu menoleh penasaran begitu melihat raut khawatir sang pembantu."Sudah pulang, Tuan?" tanya Bi Wati berbasa-basi. Damian mengangguk."Kalau gitu, tolong bujuk Nak Anyelir biar mau makan siang, ya? Bibi udah bujuk dari tadi siang, tapi sampai sore ini dia nggak mau bukain pintu kamarnya." Bi Wati menjelaskan yang dibalas Damian dengan kernyitan dahi."Dia belum makan siang?" tanya pria galak itu sambil melirik jam tangan.Sudah pukul 4:39 sore. Bisa-bisanya perempuan itu tidak lapar. Setidaknya, menganggur dan rebahan di rumah juga butuh tenaga. Bahkan, Damian merasa lebih cepat lapar ketika berada di rumah daripada sibuk bekerja di ka
Pagi ini, keadaan Anyelir sudah lebih baik dari semalam. Awalnya, Damian tidak ingin berangkat bekerja karena mengkhawatirkan kondisi perempuan yang biasanya rewel itu. Tapi, paksaan Anyelir membuat pria itu akhirnya sudah rapi dan duduk di meja makan pukul 7 tepat."Kan sudah kubilang, kamu belum terlalu sehat. Ngapain masak segala? Kan udah ada Bi Wati juga," kesal Damian sambil mulai menyendokkan nasi dengan lauk kedelai hitam rebus, sambal limau, juga tahu tempe gorengnya.Anyelir mengangkat bahu acuh. Ikut menyuapkan nasi ke dalam mulut dengan lahap."Emangnya kenapa? Om mau ngehalangin aku jadi istri yang baik sampai mana lagi? Lagian aku baru bisa masak aja udah dimarahin. Apalagi mau belajar beresin rumah dengan bener?" jawab Anyelir sambil merengut sebal.Damian menghela napas pasrah. "Yasudahlah, terserah kamu aja." "Oh iya, Om. Ini." Anyelir menyodorkan amplop putih kepada sang suami. "Ini apa?" tanya Damian tidak mengerti."Surat pengunduran diriku dari kantor Pak Bagas.
Anyelir masih terus memeluk lengan Damian bahkan saat tertidur. Hal itu membuat benak Damian menghangat dengan perasaan campur aduk. Antara kesal dengan dirinya sendiri, pada istrinya, juga merasa menyesal dan bersalah karena membuat istrinya seperti ini.Jam sudah menunjukkan pukul 12. Tapi, pria itu bahkan tidak mampu terlelap dan memilih memandangi wajah damai Anyelir. Setelah kehujanan juga mengetahui istrinya yang takut angin, kepalanya tidak berhenti dihujam rasa bersalah.Anyelir juga demam dan mengeluh pusing. Panas di pipinya bahkan terasa menyengat di lengan Damian yang perempuan itu peluk erat. Seolah begitu takut ia bakal pergi dan meninggalkannya sendiri.Dia sendiri sangat tahu Anyelir gampang sakit. Tapi, kenapa ia malah mempertahankan egonya dan membiarkan perempuan itu pulang sendiri tadi."Om ...." Anyelir meracau begitu Damian bergerak membenarkan letak duduknya."Pengen pulang."Lagi lagi, Anyelir meracau sambil mengeratkan pelukannya pada lengan Damian dengan mata
Anyelir menghela napas berat. Tangannya memangku dagu dengan mata setengah mengantuk. Sesekali, perempuan itu juga bakal menghentak-hentakkan kaki meski Damian tidak peduli.Setelah menyeretnya dan bilang Anyelir tidak boleh bekerja di kantor Bagas lagi, pria itu sudah tidak mengajaknya bicara bahkan mungkin tidak mau meliriknya sama sekali. Jangan lupakan sikap acuh tak acuhnya yang sedari tadi terus mengabaikan Anyelir dan lebih memilih fokus pada pekerjaannya. Oh ayolah, ini sudah pukul 8 malam. Dan Damian dengan tidak tahu waktunya masih bekerja di saat karyawannya yang lain ia izinkan untuk pulang. Anyelir yang lagi-lagi merasakan perutnya lapar dan berbunyi keroncongan, hanya mendengkus sebal.Setidaknya jika memang sedang marah padanya, pria itu tidak marah pada perutnya. Lain kali, ingatkan Anyelir untuk makan siang lebih banyak dari sesendok bubur ayam agar suaminya tidak terlihat seperti tengah menyiksanya begini."Apa masalahmu, Om? Ini udah jam 8 malam dan kamu nggak mau
Selama duduk di kursi kerjanya, Bagas menyadari bahwa editor cantiknya tersebut lebih banyak diam bahkan sesekali gagal fokus. Tak hanya itu, perempuan itu bahkan berkali-kali mengerjap-ngerjap terkejut, sebelum kemudian kembali menyibukkan diri pada naskah yang tengah berjuang untuk ia selesaikan.Lupakan masalah kalimat Damian sebelum Anyelir masuk ke kantor! Bisa jadi, suaminya hanya sedang iseng mengerjainya dan berlaku sok cemburu, kan? Lagian ... sejak kapan Damian bakal mengenal istilah itu jika berhubungan dengan perempuan menjengkelkan sepertinya?Lagipula, cemburu itu kan tanda cinta. Hal itu Anyelir pelajari dari novel-novel romantis yang kerap ia baca. Sebagai mantan murid sastra Indonesia, Anyelir sudah cukup banyak membaca berbagai jenis novel tentu saja. Dan hal itu membuat Anyelir mengerti banyak hal tanpa turun tangan langsung mencari pengalaman."Kamu kayaknya aneh banget sih, Nye, dari tadi. Kenapa? Apa kemarin kamu ngelakuin lagi apa yang kusuruh?" tanya Bagas mema
Sudah tiga hari semenjak Anyelir bekerja di kantor penerbitan buku mayor Bagas. Dan selama itu pula, Damian merasa istrinya jauh berbeda. Perempuan itu lebih banyak mengabaikannya bahkan tidak lagi suka mengganggunya.Bukan karena Damian merasa kesepian dan suka diganggu sih. Tapi, maksudnya terasa aneh saja. Satu hari tanpa omelan atau rengekan manja Anyelir itu rasanya aneh sekali. Begitu sepi dan terlalu monoton.Seperti malam ini."Nye ... kamu nggak laper?" tanya Damian sambil menusuk sebuah pentol berlumur saus di meja dengan garpu."Enggak, Om. Tadi sore sudah makan bakso beranak sama Pak Bagas. Aku makan dua mangkuk loh!" tolak sekaligus cerita Anyelir tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi."Dih, dasar rakus! Perut karet!" ejek Damian yang anehnya malah tidak ditanggapi Anyelir."Emang sih, Om. Kata Pak Bagas juga gitu." Bahkan, perempuan itu mengalah dan mengiyakan ejekannya."Tumben kamu nggak nyemil jam segini," komentar Damian lagi.Sepertinya, menonton Anyelir m
"Jadi ... Anye sementara tinggal di sini, Pa?" Perempuan dengan rambut sebahu itu, menyorot sang Papa tidak habis pikir. Bagaimana mungkin dia tinggal di sini? Tentu saja dengan pria tua (di mata Anyelir) yang kini tengah menatapnya dengan wajah super seram."Iya, Sayang. Jadi, mulai sekarang tolong bersikap sopan sama Nak Damian. Turuti perintah dia, jadilah gadis yang penurut dan tidak nakal!" perintah Pak Ardi yang diangguki Anyelir pasrah."Kalau gitu Papa berangkat dulu, ingat ya, Anyelir, jangan bandel!" peringat Pak Ardi lagi pada putri semata wayangnya. Pria itu mengecup sejenak puncak kepala gadis 19 tahun tersebut kemudian keluar diiringi Damian. Pria dengan setelan kemeja putih dibalut jas hitam itu, menyorot Pak Ardi dengan senyum hangat."Tolong jaga anak saya ya, Nak Damian. Dia satu-satunya harta paling berharga yang saya punya di sini, kalau bukan karena dia, saya nggak akan bertahan sampai sekarang," pesan Pak Ardi sambil menepuk bahu rekan kerja sekaligus anak sahab
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments