Home / Romansa / Marry Me, Om Duda! / Kepulangan Papa

Share

Kepulangan Papa

Author: Zu
last update Last Updated: 2021-04-10 12:44:04

Anyelir mondar-mandir di kamarnya dengan perasaan gelisah. Sudah sejak kemarin gadis itu tidak mau keluar kamar dan menolak makan. Damian bahkan kebingungan dengan tingkahnya yang tidak seperti biasa.

'Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi ....'

Gadis dengan piyama ungu itu melempar ponselnya ke ranjang dengan perasaan marah. Papanya kemana? Sudah satu minggu dan dia belum dijemput juga untuk pulang. Bahkan, pria itu sudah tidak meneleponnya lagi.

Dia jarang sekali jauh dari Papanya begini. Jadi, rasanya aneh dan menyebalkan saat Anyelir tidak melihatnya dalam jangka waktu yang lama.

Tok ... tok ... tok ...

"Siapa?" tanya gadis itu begitu mendengar suara ketukan pintu di luar kamarnya.

"Kalau Bi Wati yang mau nyuruh aku sarapan, balik aja ke dapur. Aku nggak mau," jawab Anyelir begitu tidak mendengar suara apapun lagi.

"Boleh masuk?"

Menyadari orang yang ada di sana, Anyelir segera membukakan pintu. Damian berdiri di sana dengan wajah khawatir begitu Anyelir membuka pintu.

"Kenapa, Om?" tanya Anyelir yang Damian sadari tidak sesemangat biasanya.

"Kenapa kamu nggak makan sejak kemarin? Nanti kamu sakit, Anyelir." Damian bertanya cepat.

Anyelir diam. Sepersekian detik kemudian berbalik dan segera duduk di kasur kamarnya. "Biarin aja," jawab gadis itu tidak peduli.

Damian mendengkus. Duda tampan itu berjalan mendekat dan berdiri sambil berkacak pinggang di depan Anyelir.

"Biarin aja apanya? Kalau kamu sakit memangnya siapa yang repot? Terus kalau kamu sakit, ntar aku dikira nggak becus ngurus kamu sama Pak Ardi."

Mendengar nama Papanya disebut, seketika mata Anyelir memanas. Tanpa dapat dicegah, tangis gadis itu pecah. Damian yang kaget dengan reaksi tiba-tiba Anyelir, kontan ikut duduk dan memeluknya menenangkan.

"Kenapa? Kok nangis?" tanya Damian panik sekaligus bingung.

Meski mengesalkan dan merepotkan, Damian selalu tidak tega kalau melihat anak kecil menangis di depannya seperti ini. Mata pria itu menyorot Anyelir lekat berikutnya mengapus air mata di pipi gadis itu.

"Kenapa? Hm?" tanya Damian lagi. Dengan nada paling lembut yang tidak pernah Anyelir dengar keluar dari mulut pria itu sebelumnya.

"Papa kemana, Om? Kapan mau jemput aku? Aku mau pulang," tanya Anyelir sambil menangis lagi.

"Ooh ... kamu rindu Om Ardi? Tenang aja ish, hari ini dia pulang kok. Hari ini pasti dia jemput kamu, kan udah seminggu. Tadi malam juga dia habis ngabarin aku," jelas Damian mencoba menenangkan.

Mata Anyelir berbinar senang. Tapi, sepersekian detik kemudian kembali digenangi air mata.

"Kok malah Om yang dikabarin?! Seharusnya aku, anaknya aku atau Om sih?!" tanya Anyelir ngegas membuat Damian tertawa geli.

"Kamu ini, masak cemburu sama aku sih? Ya jelas lah anaknya kamu, kalau anaknya aku, nggak mungkin tiap hari nelepon cuma buat nanyain anak bandelnya udah makan tengah malem apa belum," jawab duda tampan itu sambil terkekeh.

"Seharusnya kan dia nelepon aku, kan aku rindu." Anyelir cemberut.

Damian yang gemas dengan ekspresi cemberut gadis itu, kontan menjawil pipi tembang Anyelir dan mengeluarkan ponsel dari saku celana.

"Nih, coba telepon lagi. Btw Papamu bukannya nggak rindu, malah kayaknya dia yang paling rindu. Tapi ... ya gitu. Katanya dia nggak mau ngomong langsung sama kamu, soalnya kalau denger suara kamu pasti dia pengen langsung pulang."

Mendengar alasan yang diberikan Damian, Anyelir merasa sedikit lega. Tadi dia sempat berpikir bahwa Papanya bertemu calon istri baru dan meninggalkannya di sini. Tapi, pikiran buruknya ternyata jauh sekali dari kata benar.

"Coba teleponin, Om." Anyelir meminta sambil kembali menyodorkan ponsel pria itu pada pemiliknya.

Damian segera menelepon Pak Ardi. Beberapa detik, panggilan tersambung dan berdering. Lalu, beberapa menit kemudian, panggilan diangkat.

Tidak memberikan ruang untuk Damian sekedar bilang 'Hallo', Anyelir sudah lebih dulu menyabet ponselnya. Gadis itu tersenyum kelewat senang begitu mendengar suara sang papa.

"Halo ... Papaaaa!"

Damian yang mendengar rengekan gadis 19 tahun itu, hanya bisa menggeleng tidak habis pikir. Ini Anyelir beneran 19 tahun atau bukan sih? Kok kelakuannya kayak bocah SD yang sedang merengek minta minum es di musim hujan?

"Anyelir ... apa kabar, Nak? Aih akhirnya Papa bisa denger suara kamu," ucap Pak Ardi terdengar terkejut sekaligus senang di seberang sana.

Anyelir menggigit lidahnya guna menahan teriakan saking senangnya. "Anye baik kok, Pa. Aih Papa! Kenapa teleponan sama Om Duda tiap hari? Kenapa nggak telepon Anye aja tiap hari? Anye tiap hari sengaja nggak matiin data soalnya ngira Papa mau chat Anye lewat WA loh! Papa malah nggak ngechat sama sekali, sesibuk apa sih di sana sampai lupain Anye? Nggak asik ish! Kapan pulaaaang?"

Damian melongo mendengar kalimat kelewat panjang gadis di depannya. Tapi, duda tampan itu lagi-lagi cuma diam saja. Pikirnya, sebahagia Anyelir saja. Lagian dia lebih suka melihat gadis pendek itu heboh begini daripada mengurung diri di kamar dan tidak mau makan.

"Papa udah sampai bandara kok, Anye. Sebentar lagi mau jemput kamu ke rumah Nak Damian ini loh. Tunggu ya!" Anyelir melotot kaget begitu mendengar kalimat Pak Ardi.

Segera melirik Damian, gadis itu menatap pria itu penuh permohonan. "Ayok ke bandara, Om. Anterin aku!" pinta Anyelir memelas.

"Mau ngapain?" tanya Damian mengernyit heran.

"Jemput Papa dong, yakali jemput turis. Dikira aku ini pemandu wisata apa?" tanya Anyelir malah ngegas.

Duda tampan itu memutar bola mata malas. "Nggak, Pak Ardi langsung ke sini kok ntar. Nggak usah nggak sabaran gitu!"

"Duduk yang anteng di rumah Nak Damian, Sayang. Beberapa saat lagi Papa pasti sampai sana. Makannya sekarang mandi terus ganti baju dulu gih, siap-siap buat pulang. Pasti sekarang kamu masih pakai piyama, 'kan?" Mendengar kalimat sang papa, Anyelir nyengir.

"Enggak kok, Pa. Anye sudah mandi ya!" sanggah Anyelir malah berbohong.

Damian yang mendengarnya, kontan mendelik tidak suka. Segera menyabet ponselnya, pria itu menempelkan benda pipih itu di telinga.

"Bohong itu, Pak Ardi. Dia susah kalau disuruh mandi. Kalau nggak jam 10, dia nggak akan lepad piyama. Bahkan kadang meski ganti baju, dia mandinya sore. Anak gadis mana boleh kayak gitu kan ya?"

Anyelir cemberut begitu mendengar aduan Damian pada Papanya. Segera menyabet ponsel pria itu lagi, Anyelir menyembunyikannya di belakang tubuh.

"Om Duda nggak boleh ngomong gitu sama Ayah!" tegur Anyelir galak.

"Aku kan cuma ngomong fakta," jawab Damian santai.

"Halo ... Pa. Awas aja ya kalau Papa percaya sama omongannya Om Duda! Dia bohong itu! Mana ada aku mandi sore, ngawur dia itu. Papa lebih percaya aku kan daripada dia?" tanya Anyelir cerewet.

"Iya-iya, yasudah sana mandi. Taksi Papa sudah sampai ini."

"Okey, Papa!"

Begitu sambungan telepon terputus, Anyelir menyodorkan ponsel Damian dengan wajah kelewat sumringah. Saking senangnya, gadis itu bahkan sudah naik ke atas kasur dan meloncat-loncat di sana kegirangan.

Damian cuma bisa menggeleng-geleng heran.

"Sana mandi, Anak kecil! Kamu juga belum sarapan. Jangan sampai Pak Ardi ngira aku nelantarin anaknya di sini." Damian menitah sambil menarik ujung baju Anyelir dari sisi ranjang.

Anyelir berpikir sejenak. Berikutnya, gadis itu turun dari kasur dan tersenyum makin lebar.

"Karena hari ini hari terakhir aku tinggal di rumah Om, yaudah deh aku nurut aja."

Berikutnya, gadis berpiyama ungu itu berjalan dan menghilang di ambang pintu kamar mandi.

Related chapters

  • Marry Me, Om Duda!   Kabar Duka

    Anyelir sudah bersiap-siap dengan koper juga terusan pink selututnya sejak setengah jam lalu. Tapi, tidak ada tanda-tanda taksi yang membawa sang papa berhenti di halaman rumah Damian. Bahkan, saking tidak sabarannya, Anyelir meminta satpam rumah untuk membuka gerbang rumah sang duda tampan lebar-lebar. Kata Anyelir biar ia leluasa menghadap jalan. Katanya juga, biar Papanya tidak lupa jalan menuju rumah Damian dan tersesat masuk ke rumah orang lain. Memang alasan yang tidak masuk akal. Tapi, Damian membiarkan saja gadis cerewet itu bertingkah sesuka hati. Mumpung hari ini adalah hari terakhirnya berada di sini.Besok-besok, rumah Damian tentu saja bakal kembali damai dan sepi. Tidak seperti ketika Anyelir mendirikan perkemahan di ruang tengah. Tidak seperti ketika Anyelir menghancurkan dapur pukul 3 malam. Tidak seperti ketika gadis itu masih bisa keliaran di sini dan merecoki kehidupan Damian."Anye ... Papamu belum datang juga?" tanya Damian ikutan heran.Anyelir menoleh dengan mat

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Papa Sudah Janji

    Damian menghela napas berat. Merasa kasihan sekaligus kebingungan harus membujuk Anyelir bagaimana lagi. Gadis yang kini duduk di lantai sambil memeluk lutut itu, terlihat kacau dan sangat berantakan.Tadi, sehabis menjemput jenazah Pak Ardi, gadis itu mengamuk lagi di sana. Polisi bahkan sampai kesusahan untuk mengevakuasi korban juga bekas kecelakaan karena Anyelir yang terus memeluk jenazah Papanya yang penuh luka.Akhirnya, dengan perasaan luar biasa tidak tega, Damian membawa paksa gadis itu untuk kembali ke rumahnya. Sudah cukup lama Damian menenangkannya tapi gadis itu terus melempar berbagai macam benda yang mampu ia gapai ke arah Damian.Anyelir baru bisa tenang saat Damian bilang jenazah sang papa bakal diurus dan diantar ke rumah Damian. Pria itu sangat kasihan melihat kondisi Anyelir. Gadis itu seperti orang yang kehilangan kewarasan semenjak mengetahui kematian Papanya. Bahkan, Damian kuwalahan untuk mengendalikannya."Kamu nggak mau ganti baju dulu? Bentar lagi jenazah Pa

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Anyelir Sakit

    Anyelir mengerjapkan mata guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Begitu matanya terbuka sempurna, hal pertama yang mampu gadis itu tangkap adalah langit-langit ruangan berwarna putih susu.Ini di mana? Sudah jelas ini bukan kamarnya ataupun kamar Damian. "Sudah sadar, Anye?" Begitu mendengar suara si duda tampan, Anyelir hendak menoleh tapi kepalanya malah terserang nyeri. Gadis itu memilih memejamkan mata lagi guna meredakan pening yang menghinggapi kepala. Lehernya terasa kaku dan tegang. Tubuhnya juga terasa remuk redam. Jangan tanyakan perutnya yang bergejolak tak mengenakkan serta tenggorokannya yang kering."Kenapa?"Pertanyaan dengan nada khawatir itu membuat Anyelir membuka kelopak mata. Begitu menemukan keberadaan Damian di depannya, gadis itu mengernyit bingung."Kamu di rumah sakit, kemarin kamu pingsan di pemakaman papa kamu," jawab Damian meski gadis itu tidak bertanya.Sejenak, gadis itu tertegun. Jadi, kematian Papa memang nyata, ya? Padahal hati kecil Anyelir

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Pulang ke Rumah

    Anyelir memandangi Damian yang tengah mempersiapkan kepulangannya dalam diam. Sejenak, gadis itu tersenyum lega. Beruntung karena dipertemukan dengan orang sebaik duda tampan itu. Meski lumayan ketus dan galak pada Anyelir, pria itu selalu siaga satu kala ia membutuhkan atau menginginkan sesuatu."Ayo kita pulang, Anye." Damian mengajak sambil mendorong sebuah kursi roda ke depan gadis itu.Anyelir yang melihat benda itu, menggeleng keras."Aku nggak mau naik ini, dikira aku patah tulang apa? Pokoknya gamau," tolak gadis itu sambil bersedekap dada dan memalingkan wajah. Khas anak kecil yang ngambek karena tidak dibelikan mainan impiannya.Damian memutar bola mata malas. "Emang kamu kuat jalan sampai mobil saya di luar?" tanya Damian yang dibalas Anyelir dengan gelengan.Dia tidak cukup punya tenaga meski hanya untuk berbicara dengan nada lantang. Apalagi berjalan sampai parkiran. Tubuhnya juga masih terasa lemas dan tidak bertenaga."Yaudah makannya, ayok naik ini aja!" titah Damian sa

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Tugas Utama Istri

    Damian mengendarai mobilnya memasuki gerbang rumah. Setelah melewati banyak macam bujukan juga paksaan, akhirnya Anyelir mau ikut pulang dengannya ke sini lagi. Awalnya, gadis pendek itu keukeuh ingin tetap tinggal di rumahnya sendiri. Tapi, Damian tidak setuju. Karena di pertemuan terakhir ia dan Pak Ardi, pria itu menitipkan Anyelir padanya. Dia tidak mungkin juga tega membiarkan gadis ceroboh itu tinggal sendiri tanpa pengawasan.Tapi, Anyelir tetaplah Anyelir. Gadis itu selalu punya banyak macam cara untuk merepotkan Damian. Gadis itu bilang tetap bakal tinggal di rumahnya dan segera mencari pekerjaan untuk bertahan hidup sendiri. Kalau saja Damian tidak mengancam bakal memotong leher kucing betina kesayangannya, mungkin sekarang pria itu tidak bisa membawa Anyelir ke rumah ini lagi berikut kucingnya."Waaah ... Mama Dolly lapar, ya? Ayok kita cari makanan di kulkasnya Om Duda, di sana ada banyak snack loh, aku yang suka masukin ke freezer." Anyelir berucap sambil mengelus kepala

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Orang Mencurigakan

    Damian baru saja membuka pintu kamarnya saat menemukan Anyelir tengah berlari hanya dengan berbalut handuk merah muda di lantai bawah. Dengan tidak pakai malunya, gadis itu mengenakan handuk pendek sambil mengejar kucingnya yang dari sependengar Damian, tidak mau mandi dan kabur di guyuran air pertama.Damian mungkin akan bersikap abai jika pakaian yang dikenakan gadis itu cukup sopan. Tapi, handuk dengan tinggi setengah paha juga hanya mampu menutup dada itu bukan hal yang sopan untuk gadis 19 tahun loh. Dia juga tahu gadis itu tepos. Tapi tidak usah pamer-pamer juga lah. Dikira Damian bakal peduli apa?"Anyeee ... setidaknya sana mandi dulu kamunya, urusan kucing biar belakangan!" tegur Damian mulai kesal sendiri melihat gadis itu yang tidak berhenti berlari.Anyelir menghentikan langkahnya. Tangannya berkacak pinggang berikutnya melenggang menaiki tangga lagi guna ke kamar mandi."Dasar Mama Dolly! Disuruh mandi kok nggak mau?! Kayaknya mau ngikut kakaknya yang bau," dumel gadis itu

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Anyelir Diculik

    "Kamu ngapain lagi, Anyeeee?" tanya Damian tidak mengerti begitu membuka pintu rumah.Gadis itu tidak apa-apa. Hanya saja, kewarasannya yang sangat apa-apa. Damian sudah capek-capek khawatir bahkan sampai terburu-buru pulang ke rumah, tapi gadis itu rupanya capek berperang dengan kebodohannya."Ish ... Mama Dolly tuh, Om!" adu Anyelir hampir menangis.Gadis itu masih sibuk terduduk di lantai ruang tengah dengan cat air yang tumpah di pakaian juga beberapa bagian lantai rumah. Damian berkacak pinggang. Matanya menyorot Anyelir menghakimi."Bersihkan sekarang atau leher Mamamu itu kugorok pakai gergaji?!" ancam Damian membuat gadis itu segera berdiri."Jangan gitu dong, Om! Bukan salah Mama Dolly kok, aku yang tadi mau warnain bulu dia pakai cat air warna biru, tapi dia nyakar terus lari. Terus pas ngejar dia aku kesadung habis itu kena beginian. Pokoknya jangan potong lehernya Mama Dolly! Aku bersihin sekarang kok," cerita sekaligus bujuk Anyelir dengan mata sudah hampir menangis.Damia

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Penculikan Paling Aneh

    Setelah mengerahkan beberapa suruhannya, Damian mengetahui keberadaan Anyelir. Kemudian, pria itu bergegas keluar guna mencari keberadaan gadis itu secepatnya.Kalau dia tahu panggilan yang dilakukan Anyelir beberapa kali adalah bentuk permintaan tolong gadis itu, mungkin Damian tidak bakal mengabaikannya. Sekarang, dia juga merasa bersalah karena sempat merasa ingin gadis itu segera dewasa dan tinggal sendiri saja.Begitu sampai di sebuah hutan juga depan sebuah gubuk tua, Damian menepikan mobilnya. Pria itu keluar dengan mengendap-endap agar tidak ketahuan karena suara langkah kakinya.Menurut informasi, Anyelir berada di sana. Entah dengan alasan apa orang itu malah menculik gadis itu. Sejenak, Damian menahan gemelatuk giginya begitu berbagai bayangan hal buruk berputar di kepala. Kalau sampai terjadi sesuatu pada gadis itu, Damian tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.Dia sudah diamanahkan untuk menjaga Anyelir oleh Almarhum Pak Ardi. Bagaimana bisa pria itu lalai dalam menjag

    Last Updated : 2021-04-12

Latest chapter

  • Marry Me, Om Duda!   Ngambek

    Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.

  • Marry Me, Om Duda!   Pertengkaran

    Anyelir masih berdiam diri di posisinya sampai kantor terdengar sepi. Mungkin semuanya tengah pergi makan siang ke kantin. Salahkan Anyelir yang tidak keluar dan berharap Damian memanggilnya. Hingga sekarang dia tidak tahu harus pulang naik apa.Dia lupa membawa uang. Sedangkan di tasnya, hanya ada ponsel dan robekan beberapa alamat penting yang suaminya siapkan semisal Anyelir ingin naik kendaraan biar tidak tersesat. Tapi, perempuan itu bertekad tidak akan menelepon Damian sampai pria itu menyadari sendiri kesalahannya.Beberapa lama menunggu, akhirnya, sebuah suara derap langkah kaki terdengar memasuki ruangan. Anyelir tersenyum sumringah. Damian menjemputnya. Pria itu tidak benar-benar melupakannya."Anye! Kamu di sini?"Suara Lisa seketika meruntuhkan harapan Anyelir. Perempuan itu cemberut lagi. Dia kira yang menjemputnya suami jeleknya."Kok bukan Om Damian yang jemput aku?" tanya Anyelir tidak bisa menyembunyikan nada merajuknya. Kepala perempuan itu menyembul dari kolong meja

  • Marry Me, Om Duda!   Sepupu Damian

    Anyelir baru saja kembali dari pasar bersama Bi Wati saat menemukan seorang perempuan cantik duduk di ruang tengah. Perempuan kerempeng itu kontan mendekat dan memandang orang cantik di rumahnya curiga."Siapa---""Eh, Nak Lisa dateng, toh. Kapan nyampe sininya?" tanya Bi Wati memotong kalimat Anyelir.Perempuan itu tersenyum senang begitu menemukan keberadaan Bi Wati. Mengabaikan Anyelir, perempuan itu bangkit dan menyalami punggung tangan sang pembantu."Baru aja beberapa menit lalu, Bi. Kata Pak Satpam lagi nggak ada orang di rumah, si Damian kerja, Bi Wati ke pasar, jadi disuruh nunggu di sini dulu."Melihat interaksi kedua perempuan itu, Anyelir mengernyit tidak mengerti. Dia siapa? "Oh iya, kenalin, dia istrinya Damian. Namanya Anyelir." Anyelir tersenyum canggung begitu perempuan di depannya tersenyum hangat padanya. Perempuan bernama Lisa itu mendekat dan memeluk Anyelir erat."Waaah ... ini yang namanya Anyelir? Salam kenal, ya, Anye! Aku Lisa, sepupunya Damian."Anyelir me

  • Marry Me, Om Duda!   Mereka Cuma Ngomong

    Damian pulang dengan menenteng lima bungkus ayam geprek pesanan Anyelir. Beberapa kali, di perjalanan, pria itu mendecak tidak habis pikir. Sebanyak ini, apa bisa habis? Mengingat perut kecil juga porsi makan Anyelir yang sedikit, Damian jadi ragu.Begitu hendak menaiki tangga, suara Bi Wati yang memanggil dari arah dapur, menghentikan langkahnya. Pria itu menoleh penasaran begitu melihat raut khawatir sang pembantu."Sudah pulang, Tuan?" tanya Bi Wati berbasa-basi. Damian mengangguk."Kalau gitu, tolong bujuk Nak Anyelir biar mau makan siang, ya? Bibi udah bujuk dari tadi siang, tapi sampai sore ini dia nggak mau bukain pintu kamarnya." Bi Wati menjelaskan yang dibalas Damian dengan kernyitan dahi."Dia belum makan siang?" tanya pria galak itu sambil melirik jam tangan.Sudah pukul 4:39 sore. Bisa-bisanya perempuan itu tidak lapar. Setidaknya, menganggur dan rebahan di rumah juga butuh tenaga. Bahkan, Damian merasa lebih cepat lapar ketika berada di rumah daripada sibuk bekerja di ka

  • Marry Me, Om Duda!   Aku Enggak Cemburu

    Pagi ini, keadaan Anyelir sudah lebih baik dari semalam. Awalnya, Damian tidak ingin berangkat bekerja karena mengkhawatirkan kondisi perempuan yang biasanya rewel itu. Tapi, paksaan Anyelir membuat pria itu akhirnya sudah rapi dan duduk di meja makan pukul 7 tepat."Kan sudah kubilang, kamu belum terlalu sehat. Ngapain masak segala? Kan udah ada Bi Wati juga," kesal Damian sambil mulai menyendokkan nasi dengan lauk kedelai hitam rebus, sambal limau, juga tahu tempe gorengnya.Anyelir mengangkat bahu acuh. Ikut menyuapkan nasi ke dalam mulut dengan lahap."Emangnya kenapa? Om mau ngehalangin aku jadi istri yang baik sampai mana lagi? Lagian aku baru bisa masak aja udah dimarahin. Apalagi mau belajar beresin rumah dengan bener?" jawab Anyelir sambil merengut sebal.Damian menghela napas pasrah. "Yasudahlah, terserah kamu aja." "Oh iya, Om. Ini." Anyelir menyodorkan amplop putih kepada sang suami. "Ini apa?" tanya Damian tidak mengerti."Surat pengunduran diriku dari kantor Pak Bagas.

  • Marry Me, Om Duda!   Obrolan Tengah Malam

    Anyelir masih terus memeluk lengan Damian bahkan saat tertidur. Hal itu membuat benak Damian menghangat dengan perasaan campur aduk. Antara kesal dengan dirinya sendiri, pada istrinya, juga merasa menyesal dan bersalah karena membuat istrinya seperti ini.Jam sudah menunjukkan pukul 12. Tapi, pria itu bahkan tidak mampu terlelap dan memilih memandangi wajah damai Anyelir. Setelah kehujanan juga mengetahui istrinya yang takut angin, kepalanya tidak berhenti dihujam rasa bersalah.Anyelir juga demam dan mengeluh pusing. Panas di pipinya bahkan terasa menyengat di lengan Damian yang perempuan itu peluk erat. Seolah begitu takut ia bakal pergi dan meninggalkannya sendiri.Dia sendiri sangat tahu Anyelir gampang sakit. Tapi, kenapa ia malah mempertahankan egonya dan membiarkan perempuan itu pulang sendiri tadi."Om ...." Anyelir meracau begitu Damian bergerak membenarkan letak duduknya."Pengen pulang."Lagi lagi, Anyelir meracau sambil mengeratkan pelukannya pada lengan Damian dengan mata

  • Marry Me, Om Duda!   Pesta Pernikahan

    Anyelir menghela napas berat. Tangannya memangku dagu dengan mata setengah mengantuk. Sesekali, perempuan itu juga bakal menghentak-hentakkan kaki meski Damian tidak peduli.Setelah menyeretnya dan bilang Anyelir tidak boleh bekerja di kantor Bagas lagi, pria itu sudah tidak mengajaknya bicara bahkan mungkin tidak mau meliriknya sama sekali. Jangan lupakan sikap acuh tak acuhnya yang sedari tadi terus mengabaikan Anyelir dan lebih memilih fokus pada pekerjaannya. Oh ayolah, ini sudah pukul 8 malam. Dan Damian dengan tidak tahu waktunya masih bekerja di saat karyawannya yang lain ia izinkan untuk pulang. Anyelir yang lagi-lagi merasakan perutnya lapar dan berbunyi keroncongan, hanya mendengkus sebal.Setidaknya jika memang sedang marah padanya, pria itu tidak marah pada perutnya. Lain kali, ingatkan Anyelir untuk makan siang lebih banyak dari sesendok bubur ayam agar suaminya tidak terlihat seperti tengah menyiksanya begini."Apa masalahmu, Om? Ini udah jam 8 malam dan kamu nggak mau

  • Marry Me, Om Duda!   Pasangan Tidak Peka

    Selama duduk di kursi kerjanya, Bagas menyadari bahwa editor cantiknya tersebut lebih banyak diam bahkan sesekali gagal fokus. Tak hanya itu, perempuan itu bahkan berkali-kali mengerjap-ngerjap terkejut, sebelum kemudian kembali menyibukkan diri pada naskah yang tengah berjuang untuk ia selesaikan.Lupakan masalah kalimat Damian sebelum Anyelir masuk ke kantor! Bisa jadi, suaminya hanya sedang iseng mengerjainya dan berlaku sok cemburu, kan? Lagian ... sejak kapan Damian bakal mengenal istilah itu jika berhubungan dengan perempuan menjengkelkan sepertinya?Lagipula, cemburu itu kan tanda cinta. Hal itu Anyelir pelajari dari novel-novel romantis yang kerap ia baca. Sebagai mantan murid sastra Indonesia, Anyelir sudah cukup banyak membaca berbagai jenis novel tentu saja. Dan hal itu membuat Anyelir mengerti banyak hal tanpa turun tangan langsung mencari pengalaman."Kamu kayaknya aneh banget sih, Nye, dari tadi. Kenapa? Apa kemarin kamu ngelakuin lagi apa yang kusuruh?" tanya Bagas mema

  • Marry Me, Om Duda!   Kayaknya Aku Cemburu

    Sudah tiga hari semenjak Anyelir bekerja di kantor penerbitan buku mayor Bagas. Dan selama itu pula, Damian merasa istrinya jauh berbeda. Perempuan itu lebih banyak mengabaikannya bahkan tidak lagi suka mengganggunya.Bukan karena Damian merasa kesepian dan suka diganggu sih. Tapi, maksudnya terasa aneh saja. Satu hari tanpa omelan atau rengekan manja Anyelir itu rasanya aneh sekali. Begitu sepi dan terlalu monoton.Seperti malam ini."Nye ... kamu nggak laper?" tanya Damian sambil menusuk sebuah pentol berlumur saus di meja dengan garpu."Enggak, Om. Tadi sore sudah makan bakso beranak sama Pak Bagas. Aku makan dua mangkuk loh!" tolak sekaligus cerita Anyelir tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi."Dih, dasar rakus! Perut karet!" ejek Damian yang anehnya malah tidak ditanggapi Anyelir."Emang sih, Om. Kata Pak Bagas juga gitu." Bahkan, perempuan itu mengalah dan mengiyakan ejekannya."Tumben kamu nggak nyemil jam segini," komentar Damian lagi.Sepertinya, menonton Anyelir m

DMCA.com Protection Status