Share

Marry Me, Om Duda!
Marry Me, Om Duda!
Author: Zu

Titip Anyelir

Author: Zu
last update Last Updated: 2021-04-10 12:40:55

"Jadi ... Anye sementara tinggal di sini, Pa?"

Perempuan dengan rambut sebahu itu, menyorot sang Papa tidak habis pikir. Bagaimana mungkin dia tinggal di sini? Tentu saja dengan pria tua (di mata Anyelir) yang kini tengah menatapnya dengan wajah super seram.

"Iya, Sayang. Jadi, mulai sekarang tolong bersikap sopan sama Nak Damian. Turuti perintah dia, jadilah gadis yang penurut dan tidak nakal!" perintah Pak Ardi yang diangguki Anyelir pasrah.

"Kalau gitu Papa berangkat dulu, ingat ya, Anyelir, jangan bandel!" peringat Pak Ardi lagi pada putri semata wayangnya.

Pria itu mengecup sejenak puncak kepala gadis 19 tahun tersebut kemudian keluar diiringi Damian. Pria dengan setelan kemeja putih dibalut jas hitam itu, menyorot Pak Ardi dengan senyum hangat.

"Tolong jaga anak saya ya, Nak Damian. Dia satu-satunya harta paling berharga yang saya punya di sini, kalau bukan karena dia, saya nggak akan bertahan sampai sekarang," pesan Pak Ardi sambil menepuk bahu rekan kerja sekaligus anak sahabatnya.

"Jangan khawatir, Pak Ardi. Tanpa diminta pun, saya akan melakukannya. Terlebih jika mengingat jasa Pak Ardi pada Almarhum Papa saya, menitipkan Anyelir beberapa hari di sini saja tidak bisa untuk menebusnya." Damian menyahut menenangkan.

"Kamu memang mirip seperti Almarhum Papamu, oleh karena itu saya mempercayakan Anye padamu." Pak Ardi tersenyum lega berikutnya berbalik hendak pergi.

Tapi, belum sampai beberapa langkah, sebuah tangan mungil melingkupi pinggangnya. Begitu menoleh, Pak Ardi menemukan Anyelir di sana dengan mata berkaca-kaca.

"A-apa aku nggak boleh ikut, Pa? Aku janji kok kalau diizinin ikut, nggak bakal nyusahin." Gadis dengan baju gantung berterusan rok itu, meminta penawaran pada sang papa.

Pak Ardi melepaskan pelukan sang putri di pinggangnya. Pria itu berbalik dan mengecup sekali lagi puncak kepala Anyelir.

"Tolong mengerti, Anyelir. Ini perjalanan yang jauh, Jepang itu tidak dekat. Jadi tolong mengerti keadaan Papa," ucap Pak Ardi mencoba memberi pemahaman.

Akhirnya, meski enggan, Anyelir mengangguk patuh. Selesai berpamitan, Pak Ardi masuk ke dalam mobilnya dan menghilang di belokan jalan rumah besar tersebut.

Damian yang sedari tadi menonton gadis berbaju biru muda itu menangis, akhirnya mendengkus jengah. "Ini sudah hampir setengah jam kau berdiri di situ sambil menangis, Anyelir. Bisakah kita masuk sekarang?" tanya Duda 27 tahun itu agak kesal.

Sebenarnya, dia paling malas jika harus dihadapkan dengan seorang anak kecil seperti ini. Pasti merepotkan dan cerewet.

"Hei Anak kecil, ayo masuk!" ajak Damian lagi begitu tidak mendapatkan respon dari gadis bertubuh kecil itu.

"Aku bukan anak kecil! Lagipula, ngapain ngajak-ngajak aku ngomong, kata papa nggak boleh ngomong apalagi mau diajak sama orang asing." Gadis berambut sebahu itu menyahut di sela tangisnya.

Damian memegang kepala frustasi. "Jadi Papamu belum mengenalkanku padamu?" tanya pria bertubuh kekar itu tidak habis pikir.

"Belum, dia cuma ngasih tau namanya Om. Tapi, kita belum kenalan, jadi aku nggak mau nurutin ajakan Om," jawab gadis itu santai masih sibuk memandangi arah mobil yang membawa sang papa pergi.

"Yasudah, ayo kenalan!" tekan Damian sambil mengulurkan tangannya.

Anyelir mengalihkan pandangan ke pria itu dan mendongkak. "Kenalin, namaku Adisthy Anyelir, Om Duda." Gadis berpipi tembam itu membalas uluran tangan Damian.

"Aku Damian Narendra, pemilik rumah ini sekaligus ayah sementaramu di sini," jawab Damian dengan wajah datar.

"Ayahku cuma satu!" teriak Anyelir tidak terima. Matanya menyorot Damian memusuhkan.

Damian memutar bola mata malas. "Bukan begitu maksudku, Anak kecil! Makannya dengar dulu, maksudku intinya kau harus mematuhiku seperti ayahmu di sini!" perjelas pria jangkung itu lagi.

Anyelir mengangguk-angguk paham.

"Yasudah, sekarang ayo masuk! Di luar ada banyak serigala liar yang bisa memangsamu kalau kau kelayapan," ajak Damian lagi.

"Ini bukan hutan, Om. Mana ada serigala keliaran di sini," komentar Anyelir tidak mengerti.

Damian menghela napas berat. Sesusah ini ya, berbicara sama anak kecil? Padahal maksud Damian dari kata 'serigala liar' itu adalah perumpamaan untuk 'pria hidung belang'. Anyelir ini beneran sudah 19 tahun atau belum sih? Kok begitu saja tidak mengerti?

"Ayo masuk atau pulang saja sana ke rumahmu, Nona Adisthy!" tegas Damian sambil menyeret koper anak dari rekan kerjanya kelewat sebal.

Anyelir mengikuti dengan patuh. Matanya menoleh ke segala arah. Memperhatikan setiap interior rumah megah ini dengan biasa. Tentu saja, rumahnya juga besar. Bahkan mungkin lebih besar.

"Kamarku dimana, Om?" tanya Anyelir sambil terus berjalan menatap sekeliling.

Tak sadar karena sibuk melihat rumah yang asing di matanya, dia malah menabrak tubuh besar di depannya yang entah sejak kapan berhenti mendadak. Mengusap hidungnya yang sakit karena menabrak punggung Damian, Anyelir mendengkus kesal.

"Sakit tauk, Om. Hidungku bisa pesek kalau begini caranya," protes Anyelir sambil mengusap-usap hidungnya.

Damian melengos tidak peduli. "Ayo ... biar kutunjukkan kamarmu," ucap Damian sambil menarik Anyelir berikut kopernya menaiki tangga.

Membuka sebuah pintu di samping kamarnya, Damian meletakkan koper gadis cerewet itu di sana. "Ini kamarmu, yang di sebelah kiri itu kamarku. Ingat, jangan sampai ada drama salah kamar atau apalah itu!" peringat Damian mengantisipasi Anyelir berulah di rumahnya yang tenang dan damai.

Anyelir mengangguk paham.

"Kamar mandinya sama nggak, kayak kamar mandi di rumahku?" tanya Anyelir  yang di telinga Damian terdengar sangat unfaedah sekali.

"Memang apa masalahnya kalau beda? Kamu tetep mandi pakai air, 'kan, bukan tanah?" tanya Damian balik. Malah ikutan ngawur.

"Papa dulu pernah mandi air comberan waktu nolong aku pas kecebur karena jatuh dari sepeda," jawab Anyelir polos.

Damian menggemelatukkan gigi meminta ketabahan hati. "Aku tidak peduli apa Papamu mandi pakai air comberan atau air kembang tujuh rupa sekalipun, sana masuk! Kalau butuh sesuatu, kamu bisa ketuk pintu kamar sebelah!" jawab Damian mencoba sabar kemudian melangkah meninggalkan Anyelir menuju kamarnya.

Menyebalkan sekali. Padahal baru beberapa jam gadis kecil itu memijakkan kaki di rumahnya, tapi Damian sudah merasa kesabarannya bakal habis kapan saja. Apa kabar Pak Ardi yang 19 tahunan ini mengurus putrinya sendiri, ya? Bisa-bisanya kepala pria tua itu tidak meledak.

Masuk ke kamar dan membuka pakaiannya guna membersihkan diri di kamar mandi, sebuah ketukan di pintu membuat Damian tidak bisa menahan dengkusan sebalnya.

Segera berjalan menuju pintu kamar dengan menahan segenap perasaan kesal, Damian membuka pintu cepat. Lalu, kekesalannya lagi-lagi harus berada di puncak tertinggi begitu menemukan wajah Anyelir yang tersenyum cengengesan ke arahnya.

"Kenapa lagi, Adisthy Anyelir?!"

"Hehe ... enggak papa kok, Om. Cuma penasaran, aku nggak pernah ngetuk pintu orang soalnya. Kalau mau ketemu Papa, biasanya langsung masuk, ehehe."

Damian berkacak pinggang.

"Jadi hanya itu?" tanya Damian tidak habis pikir.

Anyelir mengangguk. Matanya menyorot duda 27 tahun itu dari atas hingga bawah.

"Hei ... apa-apaan ini? Berdiri tanpa baju di depan gadis dewasa sepertiku? Kamu berniat menggodaku, Om?" tanya Anyelir dengan senyum genit.

Damian melengos malas. "Sudahlah, aku mau mandi." Tangan pria dewasa itu menyentil dahi Anyelir dan berucap lagi, "dan kau, jangan sok mengaku dewasa, Anak kecil!"

Related chapters

  • Marry Me, Om Duda!   Makan (Tengah) Malam

    Damian baru saja masuk ke kamar sehabis makan malam saat menemukan seorang gadis keluar dari kamar mandinya. Siapa lagi kalau bukan Anyelir.Gadis itu berjalan santai dengan handuk yang melilit tubuh. Benda berbulu berwarna merah muda tersebut tentu saja hanya mampu menutup setengah paha dan dadanya. Selebihnya ... aih tidak usah disebutkan."Dasar anak kecil! Mentang-mentang kecil apa kau kira boleh keluar masuk kamarku dengan baju setidak layak itu? Kau sedang menggodaku atau bagaimana, Anyelir?!" tanya Damian lebih tepatnya memekik sambil melempari wajah putri seorang pengusaha kaya bernama Ardi itu dengan bantal kamar.Anyelir mendengkus begitu sebuah bantal menabrak wajah sekaligus hidungnya lagi. Kalau begini, dia bakal benar-benar terancam pesek inimah. Dasar duda tidak berperasaan!"Salahku apa, Om Duda? Aku cuma numpang mandi, air di kamar tidak bisa menyala." Anyelir cemberut sambil bersedekap dada.Damian mengalihkan pandangan. Mencoba mencari objek lain selain figur perempu

    Last Updated : 2021-04-10
  • Marry Me, Om Duda!   Satu Minggu Paling Berantakan

    Damian berkacak pinggang begitu masuk ke rumah besarnya. Seketika, begitu melihat keadaan ruang tengah, dia jadi mau membanting orang yang membuat pepatah 'rumahku adalah surgaku'.Coba saja lihat kelakuan gadis kecil yang gemar bikin masalah besar itu! Satu minggu rupanya bukan masa yang cukup untuk dia menghancurkan mood juga rumah Damian."Kamu ngapain, Nona Adisthy?!" teriak Damian murka membuat orang yang diteriaki kontan keluar dari persembunyiannya. "Eh, sudah pulang kerja, Om. Hai!" sapa Anyelir polos sambil melambaikan tangan heboh dari sofa ruang tengah."Ini apa, Anye?!" tanya Damian tidak santai.Anyelir melihat sekeliling ruangan yang ditata sedemikian rupa mirip area Buper (bumi perkemahan) juga sang sahabat yang memandangnya takut. Tadi pagi dia memang mengundang Ima---mantan teman sebangkunya semasa SMA ke sini. Katanya Anyelir ingin pergi kemah pramuka tapi tidak punya teman.Jadi, berakhirlah Ima di sini. Meladeni keinginan Anyelir untuk bikin kemah rumahan karena P

    Last Updated : 2021-04-10
  • Marry Me, Om Duda!   Kepulangan Papa

    Anyelir mondar-mandir di kamarnya dengan perasaan gelisah. Sudah sejak kemarin gadis itu tidak mau keluar kamar dan menolak makan. Damian bahkan kebingungan dengan tingkahnya yang tidak seperti biasa.'Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi ....'Gadis dengan piyama ungu itu melempar ponselnya ke ranjang dengan perasaan marah. Papanya kemana? Sudah satu minggu dan dia belum dijemput juga untuk pulang. Bahkan, pria itu sudah tidak meneleponnya lagi.Dia jarang sekali jauh dari Papanya begini. Jadi, rasanya aneh dan menyebalkan saat Anyelir tidak melihatnya dalam jangka waktu yang lama. Tok ... tok ... tok ..."Siapa?" tanya gadis itu begitu mendengar suara ketukan pintu di luar kamarnya."Kalau Bi Wati yang mau nyuruh aku sarapan, balik aja ke dapur. Aku nggak mau," jawab Anyelir begitu tidak mendengar suara apapun lagi."Boleh masuk?" Menyadari orang yang ada di sana, Anyelir segera membukakan pintu. Damian berdiri di sana dengan wajah khawatir begitu

    Last Updated : 2021-04-10
  • Marry Me, Om Duda!   Kabar Duka

    Anyelir sudah bersiap-siap dengan koper juga terusan pink selututnya sejak setengah jam lalu. Tapi, tidak ada tanda-tanda taksi yang membawa sang papa berhenti di halaman rumah Damian. Bahkan, saking tidak sabarannya, Anyelir meminta satpam rumah untuk membuka gerbang rumah sang duda tampan lebar-lebar. Kata Anyelir biar ia leluasa menghadap jalan. Katanya juga, biar Papanya tidak lupa jalan menuju rumah Damian dan tersesat masuk ke rumah orang lain. Memang alasan yang tidak masuk akal. Tapi, Damian membiarkan saja gadis cerewet itu bertingkah sesuka hati. Mumpung hari ini adalah hari terakhirnya berada di sini.Besok-besok, rumah Damian tentu saja bakal kembali damai dan sepi. Tidak seperti ketika Anyelir mendirikan perkemahan di ruang tengah. Tidak seperti ketika Anyelir menghancurkan dapur pukul 3 malam. Tidak seperti ketika gadis itu masih bisa keliaran di sini dan merecoki kehidupan Damian."Anye ... Papamu belum datang juga?" tanya Damian ikutan heran.Anyelir menoleh dengan mat

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Papa Sudah Janji

    Damian menghela napas berat. Merasa kasihan sekaligus kebingungan harus membujuk Anyelir bagaimana lagi. Gadis yang kini duduk di lantai sambil memeluk lutut itu, terlihat kacau dan sangat berantakan.Tadi, sehabis menjemput jenazah Pak Ardi, gadis itu mengamuk lagi di sana. Polisi bahkan sampai kesusahan untuk mengevakuasi korban juga bekas kecelakaan karena Anyelir yang terus memeluk jenazah Papanya yang penuh luka.Akhirnya, dengan perasaan luar biasa tidak tega, Damian membawa paksa gadis itu untuk kembali ke rumahnya. Sudah cukup lama Damian menenangkannya tapi gadis itu terus melempar berbagai macam benda yang mampu ia gapai ke arah Damian.Anyelir baru bisa tenang saat Damian bilang jenazah sang papa bakal diurus dan diantar ke rumah Damian. Pria itu sangat kasihan melihat kondisi Anyelir. Gadis itu seperti orang yang kehilangan kewarasan semenjak mengetahui kematian Papanya. Bahkan, Damian kuwalahan untuk mengendalikannya."Kamu nggak mau ganti baju dulu? Bentar lagi jenazah Pa

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Anyelir Sakit

    Anyelir mengerjapkan mata guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Begitu matanya terbuka sempurna, hal pertama yang mampu gadis itu tangkap adalah langit-langit ruangan berwarna putih susu.Ini di mana? Sudah jelas ini bukan kamarnya ataupun kamar Damian. "Sudah sadar, Anye?" Begitu mendengar suara si duda tampan, Anyelir hendak menoleh tapi kepalanya malah terserang nyeri. Gadis itu memilih memejamkan mata lagi guna meredakan pening yang menghinggapi kepala. Lehernya terasa kaku dan tegang. Tubuhnya juga terasa remuk redam. Jangan tanyakan perutnya yang bergejolak tak mengenakkan serta tenggorokannya yang kering."Kenapa?"Pertanyaan dengan nada khawatir itu membuat Anyelir membuka kelopak mata. Begitu menemukan keberadaan Damian di depannya, gadis itu mengernyit bingung."Kamu di rumah sakit, kemarin kamu pingsan di pemakaman papa kamu," jawab Damian meski gadis itu tidak bertanya.Sejenak, gadis itu tertegun. Jadi, kematian Papa memang nyata, ya? Padahal hati kecil Anyelir

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Pulang ke Rumah

    Anyelir memandangi Damian yang tengah mempersiapkan kepulangannya dalam diam. Sejenak, gadis itu tersenyum lega. Beruntung karena dipertemukan dengan orang sebaik duda tampan itu. Meski lumayan ketus dan galak pada Anyelir, pria itu selalu siaga satu kala ia membutuhkan atau menginginkan sesuatu."Ayo kita pulang, Anye." Damian mengajak sambil mendorong sebuah kursi roda ke depan gadis itu.Anyelir yang melihat benda itu, menggeleng keras."Aku nggak mau naik ini, dikira aku patah tulang apa? Pokoknya gamau," tolak gadis itu sambil bersedekap dada dan memalingkan wajah. Khas anak kecil yang ngambek karena tidak dibelikan mainan impiannya.Damian memutar bola mata malas. "Emang kamu kuat jalan sampai mobil saya di luar?" tanya Damian yang dibalas Anyelir dengan gelengan.Dia tidak cukup punya tenaga meski hanya untuk berbicara dengan nada lantang. Apalagi berjalan sampai parkiran. Tubuhnya juga masih terasa lemas dan tidak bertenaga."Yaudah makannya, ayok naik ini aja!" titah Damian sa

    Last Updated : 2021-04-12
  • Marry Me, Om Duda!   Tugas Utama Istri

    Damian mengendarai mobilnya memasuki gerbang rumah. Setelah melewati banyak macam bujukan juga paksaan, akhirnya Anyelir mau ikut pulang dengannya ke sini lagi. Awalnya, gadis pendek itu keukeuh ingin tetap tinggal di rumahnya sendiri. Tapi, Damian tidak setuju. Karena di pertemuan terakhir ia dan Pak Ardi, pria itu menitipkan Anyelir padanya. Dia tidak mungkin juga tega membiarkan gadis ceroboh itu tinggal sendiri tanpa pengawasan.Tapi, Anyelir tetaplah Anyelir. Gadis itu selalu punya banyak macam cara untuk merepotkan Damian. Gadis itu bilang tetap bakal tinggal di rumahnya dan segera mencari pekerjaan untuk bertahan hidup sendiri. Kalau saja Damian tidak mengancam bakal memotong leher kucing betina kesayangannya, mungkin sekarang pria itu tidak bisa membawa Anyelir ke rumah ini lagi berikut kucingnya."Waaah ... Mama Dolly lapar, ya? Ayok kita cari makanan di kulkasnya Om Duda, di sana ada banyak snack loh, aku yang suka masukin ke freezer." Anyelir berucap sambil mengelus kepala

    Last Updated : 2021-04-12

Latest chapter

  • Marry Me, Om Duda!   My Little Anyelir [Extra Part]

    "Pokoknya nggak mau tau! Nggak mau makan kalau nggak diseduhin mie instan!" Teriakan cempreng dari sang putri bungsu, membuat Anyelir berkacak pinggang. Perempuan itu mendengkus kesal sebelum kemudian beralih ke dapur."Azura! Jangan bikin Mama marah! Kata Papa, Mama lagi mode singa betina," bisik Elynca---sang putri sulung yang sayangnya tidak mirip bisikan. Karena Anyelir bahkan mampu mendengar 'bisikan' gadis kelas 1 SMP itu. Azura menoleh pada sang kakak kemudian memasang wajah memelas."Mintain mie instan ke Papa kalau gitu. Sana teleponin Papa, Kak Elyn!" Azura meminta sambil menarik-narik ujung baju kakaknya. Gadis yang saat ini duduk di bangku kelas 4 SD tersebut bahkan hampir menangis hanya karena sebungkus mie instan."Lagian kamu sih! Makan mie mulu, dimarahin Papa tau rasa deh," omel Elynca membuat Azura menggeleng protes."Aku nggak makan mie banyak kok sekarang. Cuma 2 kali sehari," cerita Azura yang dibalas dengusan sebal Elynca."Itu banyak namanya, Zuraaa! Papa aja

  • Marry Me, Om Duda!   Kamu Terlalu Memabukkan [Tamat]

    "Hei, Anak kecil! Makan dulu baru main! Ya Ampun, kok susah banget nurutnya sih?!" omel Anyelir pada gadis berambut sebahu yang berlari keluar dari dapur.Meninggalkan sang Ibu yang kini sudah berkacak pinggang di pintu utama rumah. Elynca menyengir lebar begitu melihat kekesalan yang terpeta di wajah awet muda sang Mama. Tapi, bukannya takut, gadis 5 tahun itu justru semakin berlari hendak keluar gerbang kalau saja tidak menubruk tubuh seseorang.Bruk ...."Aduuh ...." Elynca meringis sambil mengusap-usap keningnya tengan tangan mungilnya.Tapi, begitu mengenali celana orang yang ditabraknya, perempuan itu mendongak antusias dan menemukan wajah Damian tengah tersenyum sama sepertinya."Hei, Nona Adisthy kecil. Kamu ngapain Mamamu lagi sekarang sampai dia semarah itu, hm?" tanya Damian sambil menggendong sang putri dengan begitu ringan.Anyelir yang melihat kepulangan suaminya, semakin mendengkus kesal. "Oh ... inget rumah ternyata? Kirain lupa alamat terus nggak tau mau pulang lewat

  • Marry Me, Om Duda!   Seharusnya Pura-pura Tidur

    Anyelir duduk berpangku tangan serius sambil memandangi pria di depannya yang memasak wajah ngeri. Berbanding terbalik dengan wajah sang suami di sampingnya yang sudah seperti hendak menerkam orang."Dia nggak bisa itu, Nye! Mending kamu liat aku makan pedes aja daripada dia. Dia mah cemen!" saran Damian masih tak mau menyerah membujuk istrinya.Anyelir mendesis kesal. Merasa fokusnya memandang wajah Angga terganggu oleh rengekan Damian."Ish, diem dulu, Om! Lagi serius ini!" kesal Anyelir begitu melihat Angga mulai membuka cup mie instan pedas yang dibelikan Anyelir khusus untuknya.Meski disuruh diam, Damian tetap mendumel sebal. Masih tidak terima karena Anyelir lebih tertarik pada wajah kepedasan Angga daripada wajah cool-nya."Apa hebatnya sih liat wajah Angga makan pedes dariapa liat wajah ganteng suami kamu ini?!" tanya Damian masih tidak mengerti."Kalau Om kan bisa makan pedes, dia mah nggak bisa. Jadi ya lucu aja ekspresinya gitu," jawab Anyelir sambil cekikikan geli.Damian

  • Marry Me, Om Duda!   Korban Ngidam Mantan

    Anyelir berbaring telentang di lantai keramik dingin ruang tengah. Tanpa alas, tanpa bantal, juga tanpa niat bangkit meski Damian sudah menyorotnya tajam dari lantai atas tepat di ujung tangga."Woi!" teriak Damian yang ditanggapi Anyelir dengan tatapan malas.Melihat Anyelir yang tidak berpindah posisi sama sekali, Damian kontan berlari turun tangga. Anyelor yang melihatnya, menggeleng-geleng."Jangan lari-lari di tangga! Dasar anak kecil!" peringat Anyelir menirukan kalimat sang suami saat mengomelinya.Damian mendengkus sebal. Tanpa berucap apapun, pria itu mendekat pada Anyelir yang terlihat seperti paus terdampar. Damian mengangkat tubuh sang istri santai. Seolah tidak keberatan padahal perut Anyelir mulai terlihat lebih menonjol karena kehamilannya yang menginjak usia 5 bulan."Jangan rebahan di lantai tanpa alas! Dasar anak kecil!" balas Damian sambil membaringkan perempuan itu di sofa panjang ruang tengah.Anyelir menghela napas berat. Seolah habis melakukan kegiatan melelahka

  • Marry Me, Om Duda!   Jauh Lebih Banyak

    "Om?" Anyelir terpaku melihat Damian berdiri di sampingnya dengan payung yang bahkan belum tertutup. Pria itu menyorotnya dengan pandangan tak terbaca. Seperti ... sorot kecewa?"Tadi niatnya mau jemput kamu, mau perbaikin hubungan kita juga. Tapi, kayaknya nggak guna. Kamu udah punya Angga."Selesai mengatakan hal itu, Damian melangkah meninggalkan Anyelir menuju mobilnya yang entah pria itu parkir dimana. Menyadari kesalah pahaman yang terjadi, Anyelir bangkit berdiri dan berlari menembus hujan mengejar Damian.Tapi, langkah lebar dan cepat Damian tidak berhasil membuatnya mengejar pria itu. Anyelir yang lincah dalam hal berlari tidak menyerah tentu saja.Sedangkan Angga, memperhatikan dalam diam di kursi depan minimarket. Sejenak, senyum getir menghiasi wajah pria tampan itu. Menyadari kesempatannya yang sudah nihil juga Anyelir yang sepertinya terlihat begitu mencintai suaminya."Om! Tunggu dulu!" teriak Anyelir begitu berhasil menarik ujung jaket sang suami yang kontan ikut basa

  • Marry Me, Om Duda!   Anyelir Menghilang

    Anyelir mendelik begitu menemukan dua garis merah dari benda di genggamannya. Perempuan itu menggigit bibir bawah gusar. Masih tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini.Dia hamil. Anyelir akan menjadi seorang Ibu. Rasanya ... terlalu cepat dan tiba-tiba.“Masak aku hamil sih?” tanya Anyelir pada dirinya sendiri.Perempuan itu hanya menggigit bibir bawah gelisah. Tidak mengerti harus menanggapi hal ini dengan reaksi apa. Dia ... masiih terlalu muda untuk menjadi seorang Ibu kan, ya?Mengabaikan test pack di tangannya, Anyelir segera keluar dari kamar mandi dan berjalan ke ruang tengah, hendak pulang. Tadi, sehabis mampir ke apotek, dia memang memilih pulang ke sini, ke rumah Papa. Rencananya ingin membuat Damian panik dan akhirnya mencarinya ke sini, lebih tepatnya cari perhatian. Tapi, hingga pukul 8 malam, pria itu bahkan tidak mencarinya sama sekali.Dalam hati, Anyelir merasa sedikit kecewa. Dia pikir Damian bakal peduli padanya. Tapi, jangankan mencari, pria itu ba

  • Marry Me, Om Duda!   Gagal Berbaikan

    Karena merasa bersalah dan sudah cukup bermain marah-marahan, siang ini, Anyelir sudah menyiapkan sekotak makanan untuk makan siang Damian. Rencananya, perempuan pendek itu akan datang ke kantor Damian dengan modus mengantar makan siang sekalian minta maaf atas sikap menyebalkannya selama ini.Sedari pagi tadi, beberapa kali ketika berbicara dengan Lisa, perempuan cantik itu mengungkit-ungkit tentang ‘tidak baik istri mendiamkan suami terlalu lama’ membuat Anyelir akhhirnya sedikit mendapat hidayah. Maka dari itu, begitu Lisa berjalan keluar rumah dengan alasan pergi menemui temannya, Anyelir berlari mengejar.“Kak Lisa! Jadi mau pergi?” tanya Anyelir sambir berdiri di samping Lisa yang sudah hendak memasuki mobil merahnya. Perempuan itu terlihat ngos-ngosan sehabis berlari dari lantai dua hingga halaman rumah.“Nggak usah lari-lari aelah, Nye! Emangnya kenapa?” peringat dan tanya Lisa sambil terkekeh geli melihat tingkah kekanakan istri sepupunya tersebut.“Ehehe ... maaf, Kak. Habis

  • Marry Me, Om Duda!   Bukan Ditanya Balik

    Sudah terhitung 3 hari sejak Anyelir dan Damian main marah-marahan. Atau ... bisa juga disebut bertengkar sih. Damian sebelumnya ingin minta maaf lebih dulu meski merasa tidak melakukan kesalahan. Tapi, melihat sikap Anyelir yang sinis serta seolah tidak menganggap keberadaannya di rumahnya sendiri, pria itu memilih mengurungkan niatnya.Entah harus mengatakan Anyelir atau Damian yang kekanakan, yang jelas Lisa tidak berani ikut campur. Perempuan itu hanya bersikap seperti biasa. Sesekali mengajak bicara Damian kemudian sesekali berbicara dengan Anyelir yang auranya sama-sama mencekam.Seperti malam ini ...."Nye ... kok kamu makannya dikit banget sih?" tanya Lisa heran begitu melihat isi piring Anyelir.Perempuan itu hanya menyendokkan nasi yang bagi Lisa bisa dimakan sekali suapan serta lauk sayur asam. Anyelir menyengir."Lagi diet."Damian melirik piring sang istri. Beberapa detik kemudian, berdehem guna menahan tawa. Ingat! Dia masih marah pada perempuan itu."Badan kerempeng git

  • Marry Me, Om Duda!   Ngambek

    Hingga pukul 8 malam, Anyelir tidak tampak ingin keluar dari kamarnya. Perempuan itu entah tengah melakukan apa di dalam. Damian memilih membiarkan saja. Terlalu terbiasa dengan gaya ngambek ala Anyelir. Perempuan itu bahkan kembali ke kamar sebelah---markas ngambeknya.“Dam, si Anye mana? Masak kita makan malemnya nggak sama dia sih? Istri ngambek itu ya dibujuk, bukan malah balik didiemin!” Lisa memberi wejangan.Damian mendengkus kesal. “Istri yang hobinya ngambek tiap hari itu ya didiemin, bukan malah dibujuk terus. Ntar malah makin ngelunjak. Kapan berpikir dewasanya coba?” balas pria itu santai.Lisa memberengut sebal. “Emang bener kata si Anye, susah ngomong sama orang jelek.” Lisa menghujat kemudian memilih berlalu dari hadapan pria yang masih setia rebahan sambil nonton TV di ruang tengah itu.Di sisi lain, Anyelir terbangun dari tidurnya karena merasakan perut yang keroncongan. Setelah selesai sholat magrib, ia tidak sengaja ketiduran dan sekarang terjaga lagi karena lapar.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status