Orion tidak pernah meragukan kualitas barang yang dijual pada sistem mall. Semua barang yang ada di sana memiliki kualitas bagus dan sangat efektif untuk digunakan, seperti ramuan penyembuh yang Orion beli barusan.
Setelah dia meminum dua botol ramuan penyembuh, tubuhnya yang terluka parah kini sudah kembali sembuh, bahkan luka menganga yang membuat organ dalam serta tulangnya kelihatan pun menutup sempurna seperti tidak ada luka di sana sebelumnya. Hanya baju compang-camping serta noda darah sisa lukanya saja yang memperlihatkan kalau Orion barusan terluka parah.
Orion melemparkan dua botol kaca bekas ramuan penyembuh ke arah manusia serigala yang berjarak sepuluh meter dari pohon tempatnya berada. Dua botol itu menukik tajam, lalu mendarat sempurna pada kepala manusia serigala itu. Ketika dua botol kaca itu pecah, sisa pecahannya tidak berpengaruh terlalu banyak pada si manusia serigala, karena pada dasarnya manusia serigala memiliki rambut tebal yang menutupi sekujur tubuh mereka, dan di bawah rambut juga terdapat kulit yang tebal.
“GAAAAKKKHHHH!!!” Raungan kesakitan yang terdengar begitu keras keluar dari mulut besar si manusia serigala yang kepalanya dilempari botol kaca oleh Orion. Walaupun kulit manusia serigala itu tebal, namun ada beberapa bagian tertentu yang mudah terluka karena tidak dilindungi oleh kulit tebal tersebut.
Salah satunya adalah mata si manusia serigala yang terkena pecahan kaca dari botol yang Orion lempar padanya.
Si manusia serigala mengibaskan kepalanya, mencoba untuk membuang sisa pecahan kaca yang tersangkut di rambut tebalnya. Aliran darah warna merah turun dari bagian bawah kedua mata si manusia serigala yang kini tidak bisa dibuka. Monster itu masih meraung kesakitan. Suaranya yang keras semakin menarik perhatian monster dari kawanan manusia serigala yang ada di sana. Mereka datang mendekat.
Ketika manusia serigala masih terus mencoba mengibaskan pecahan kaca dari kepala dan matanya, Orion yang sedari tadi mengincarnya pun mulai bergerak. Dengan tangan kanan yang memegang belati perak, ia segera melesat cepat ke arah monster itu lalu memberikan beberapa tebasan pada tubuhnya dengan keras. Akibat tebasan itu, tidak hanya kepala manusia serigala yang terpisah dari tubuhnya, kedua tangan dan tubuh bagian bawahnya juga ikut terpisah.
Orion yang mendarat tidak jauh dari manusia serigala yang termutilasi itu tidak langsung berhenti di sana saja. Pemuda itu kembali bergerak cepat, Orion mengeksekusi keenam manusia serigala yang datang mendekat ke arahnya.
Pertarungan itu tidak berlangsung lama. Dengan kekuatan dan kecepatan yang Orion miliki, ia berhasil mengeksekusi semua manusia serigala yang tersisa dalam waktu kurang dari lima menit lamanya. Saat tubuh manusia serigala terakhir tumbang, Orion yang keluar sebagai pemenang terlihat seperti korban yang menyedihkan karena dari atas sampai bawah dirinya bersimbah darah. Bukan miliknya, namun milik manusia serigala yang ia bantai.
Setelah menyimpan belati perak ke ruang portabel, Orion mengusap wajah untuk membersihkan ceceran darah dari sana. Ekspresinya begitu tenang. Tidak lama kemudian, pemuda itu mengedarkan kedua matanya ke segala arah. Sepanjang mata memandang, kecuali dirinya di sana hanya ada tumpukan mayat —manusia dan monster bernama manusia serigala— yang terlihat.
“Tempat macam apa ini?” tanyanya pada diri sendiri. Orion mengambil beberapa lembar kertas tisu dari ruang portabel dan menggunakannya untuk mengelap kedua tangannya.
Orion menengadahkan kepala ke atas, ia menatap bulan purnama yang berpendar kemerahan di langit malam. Warna bulan yang mengingatkan Orion akan darah tidak membuatnya terkejut, karena pada dasarnya bulan di Paradis sering berwarna merah darah seperti ini. Meskipun Orion melihat bulan yang sedikit familier baginya, ia tidak menganggap tempat di mana ia berada saat ini sebagai Paradis yang ia kenal selama ratusan tahun.
Tempat ini jauh lebih damai bila dibandingkan dengan Paradis yang penuh akan horor, seratus delapan puluh derajat berbeda.
“Hah… hah… hah…”
Dalam kesunyian malam di tempat itu, suara lirih dari napas yang terengah-engah terdengar. Suara itu menarik perhatian Orion. Karena merasa penasaran, Orion memutuskan untuk berjalan ke arah sumber suara yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempatnya berada. Pemuda itu berjalan melewati tumpukan mayat, sepatunya beberapa kali menginjak genangan darah yang terbentuk di atas tanah. Ia menghiraukannya.
Setibanya di sana, Orion melihat sebuah tangan menyembul ke atas di antara tumpukan mayat setinggi hampir satu meter. Tangan itu bergetar, mencoba menggapai apapun untuk membantu si empunya keluar dari bawah sana.
Orion memperhatikan usaha yang si pemilik tangan lakukan dalam diam. Setelah tiga menit berlalu dan si pemilik tangan belum berhasil keluar, Orion menghela napas lelah, dirinya merasa capek sendiri melihat usaha yang tidak membuahkan hasil tersebut. Ia menghampiri si pemilik tangan dan membantunya menyingkirkan beberapa mayat yang tertumpuk di sana. Tidak berselang lama setelah itu, Orion berhasil melihat wujud dari si pemilik tangan yang rupanya merupakan seorang pemuda berusia dua puluhan tahun. Pemuda itu terlihat menyedihkan sekali dengan tubuh yang dipenuhi luka, bahkan warna awal pakaiannya tidak bisa diidentifikasi lagi karena warna gelap darah yang membasahinya.
“Ahh… terima kasih telah menolongku,” ujar si pemuda. Suaranya parau dan terdengar tidak mengenakkan, namun dengan senyuman lebar yang bertengger di bibirnya itu membuat siapapun yang melihatnya merasa iba.
Si pemilik tangan benar-benar terlihat seperti korban yang selamat dari kejadian tragis. Namun, mengingat tumpukan mayat yang tercecer di mana-mana di tempat itu, rasanya tidak ada yang salah dengan menyebutnya sebagai kejadian tragis.
Setelah bersusah payah bangkit dari posisinya yang —tadinya— terhimpit oleh banyak mayat di bawah sana, si pemuda itu baru bisa melihat sosok Orion. Tiba-tiba saja sepasang mata pemuda itu terbelalak lebar, kemudian dia menelan ludah seperti tengah menelan ucapan yang barusan ingin dikatakannya pada Orion.
“Kau… Orion Black?” Si pemuda yang terlihat kesusahan menelan perkataannya itu kini kembali bersuara. Dia terdengar ragu, seolah-olah dia tidak yakin kalau orang yang menolongnya bernama Orion Black.
Orion mengangkat satu alisnya ke atas. Ekspresi wajahnya tidak mengucapkan apa yang dirasakannya. Bibir pemuda itu juga mengatup pelan, membentuk satu garis datar. Dia mirip seperti sebuah buku tertutup yang diselimuti oleh tabir misteri.
Orion Black? Apakah itu identitas sebenarnya dari tubuh yang Orion gunakan?
Kelihatannya pemuda itu mengenal si pemilik tubuh asli, Orion menyimpulkannya dalam diam.
“Kau mengenalku?” tanya Orion tidak lama kemudian.
Pemuda itu mengangguk. “Yeah, bisa dikatakan begitu. Di SMA Vista tidak ada yang tidak mengenal siapa dirimu, Orion, bahkan petugas kebersihan yang bekerja di sekolah pun tahu dirimu.”
Mendengar pengakuan si pemuda, Orion menyimpulkan kalau si pemilik tubuh yang digunakannya adalah sosok siswa yang populer di sekolahnya. Walaupun Orion tidak mendapatkan ingatan asli dari tubuh yang digunakannya, kini dia tahu kalau namanya adalah Orion Black. Setidaknya nama yang dimiliki oleh tubuh ini masih sama dengan dirinya, ungkap Orion dalam hati.
“Aku tidak mengetahui siapa namamu,” tutur Orion dengan jujur.
Si pemuda meringis kecil, setengah merasa kagum dan setengahnya lagi karena tengah menahan sakit.
“Itu wajar kau tidak mengenalku. Selain karena kita tidak sekelas, kau yang merupakan siswa terpandai di sekolah dan merupakan anak emas para guru pasti tidak akan tahu diriku yang merupakan siswa urakan di kelas sebelah,” ungkap si pemuda. Dia mengatakannya dengan penuh canda untuk menghiraukan rasa sakit yang tengah ditahannya.
Selain namanya Orion Black, si pemilik tubuh yang Orion gunakan tersebut juga merupakan siswa terpandai di sekolah. Dan pemuda yang barusan dia tolong dari tumpukan mayat ini merupakan teman satu sekolahnya.
“Hadrian Welsh, kau bisa memanggilku Harry seperti yang lainnya. Oh ya… apakah kau orang yang membunuh manusia serigala di tempat ini?” tanya si pemuda —Harry— kemudian.
Harry mengedarkan pandangannya ke sekeliling, lalu bergidik ngeri setelah melihat banyaknya mayat yang tergeletak di tempat itu. Tempat di mana mereka berada lebih mirip seperti kuburan masal. Karena banyaknya mayat yang berada di sana, aura yang menyelimuti tempat itu menjadi lebih suram dari biasanya. Walaupun Harry tidak merasakan temperatur di sana begitu dingin, namun reaksi psikologisnya sontak membuatnya menggigil dan takut.
“Uggh… perutku terasa mual, aku ingin muntah.” Sebelum Harry menyelesaikan kata-katanya, ia terlebih dahulu berlari —dengan langkah yang terseok-seok— menjauh dari Orion untuk menuju ke belakang sebuah pohon besar lalu memuntahkan semua isi perutnya.
Orion hanya mengembuskan napas kecil ketika melihat tingkah Harry. Tidak heran Harry merasa mual karena reaksi psikologis yang dimilikinya, apabila Orion merupakan orang biasa dan berdiri di tengah tumpukan mayat —dan akan menjadi salah satunya apabila kurang beruntung— maka ia akan memiliki reaksi yang sama seperti Harry.
Ia mengalihkan pandangannya dari tempat Harry berada. Bulan besar yang ada di atas sana terasa lebih menarik perhatiannya. Bulan itu besar dan berwarna merah. Sinarnya juga terasa lembut apabila kau menghiraukan perasaan mencekam apabila terlalu lama memperhatikannya.
Perhatian Orion tertuju pada bulan merah di atas sana bukan karena keindahan yang dimiliki benda itu. Dia tertarik karena Orion merasakan sebuah energi yang begitu ia kenal berada pada bulan merah.
“Energi itu seperti energi yang pernah kurasakan di Paradis,” gumamnya pada diri sendiri.
Tidak sekali pun Orion mengalihkan perhatiannya dari bulan merah. Ia mengangkat tangan kanannya ke atas, lalu jemarinya membentuk gerakan kecil seperti akan meraih bulan merah di atas sana.
“Orion, apa yang kau lakukan?” Harry yang sudah merasa baikan setelah mengeluarkan isi perutnya pun beranjak dari belakang pohon. Dia menemukan Orion masih berdiri di tempat yang sama, namun tangan pemuda itu terangkat ke atas seperti ia ingin menyentuh atau menggapai sesuatu.
Tatapan penuh keraguan Harry lemparkan kepada Orion.
Walaupun Harry penuh dengan tanda tanya dan sesekali melemparkan pertanyaan itu kepada Orion, orang yang bersangkutan tidak sekali pun membalasnya. Perhatian Orion masih tertuju pada bulan purnama merah di atas sana. Sepasang mata emerald yang Orion miliki berkilat untuk sesaat, dia tidak berkedip, dan senyuman kecil yang hampir tidak terlihat mulai tersungging pada bibirnya.
Harry mengaku kalau dirinya merasa bingung dan penasaran, bahkan tidak jarang ia berpikir kalau otak Orion mulai rusak akibat membunuh manusia serigala yang berbahaya. Namun, keraguan yang Harry miliki berubah menjadi rasa penuh kejut. Kedua mata pemuda itu terbuka lebar dan mulutnya ternganga membentuk huruf O.
“Fuck!!” umpatan kecil pada akhirnya keluar dari mulut Harry.
Aura yang kuat menyelimuti tubuh Orion. Dia menggunakan kekuatannya untuk memanggil benda yang bersemayam pada bulan merah di atas sana. Awalnya Orion tidak tahu kalau ada sesuatu yang ada di bulan merah ketika pertama kali melihatnya, dia hanya menganggapnya familier saja karena 40% kemiripannya dengan bulan merah di Paradis. Namun, setelah beberapa saat memperhatikannya, barulah Orion paham kalau yang ia rasakan sebelum ini tidak hanya kemiripannya saja, ada sesuatu yang Orion kenal memang bersemayam pada benda di atas langit malam tersebut.Energi spiritual yang ada di sana ikut berputar, mematuhi perintah Orion. Bulan merah yang awalnya diam bergeming dan memancarkan sinar lembut kini berubah. Warna merah di permukaan bulan perlahan-lahan menjadi semakin pekat, warnanya menyelimuti seluruh permukaan bulan dan membuatnya menyerupai gumpalan darah. Tidak hanya bulan merah saja yang berubah, langit gelap di sekitarnya pun juga ikut terpengaruh.Ketika bulan merah itu berpendar terang
Berpuluh-puluh pasang mata mengarah pada sosok Orion dan Harry yang barusan keluar dari pintu dungeon. Tatapan yang mengarah pada mereka berdua mencerminkan banyak emosi yang bercampur aduk. Sedih, marah, kecewa, serta penuh tidak terima menjadi satu. Deru tangis yang berasal dari warga sipil yang kehilangan anggota keluarganya dalam dungeon pun kembali pecah. Suaranya begitu berisik.Kekacauan terjadi. Tidak sedikit dari mereka semakin ingin bergerak mendekat —memaksa barikade yang dibentuk oleh grup orang berpakaian hitam mundur dan memberikan jalan kepada mereka. Yang mereka lakukan tentu akan berhasil kalau bukan karena orang-orang berpakaian serba hitam yang menjaga portal dungeon sangat kuat dan memaksa mereka untuk diam di tempat. Orang-orang berpakaian hitam melindungi dua remaja laki-laki itu di belakang tubuh mereka.“Katakan padaku… apakah kau melihat ayahku? Katakan padaku?!!!”“Aku ingin kakakku kembali. Kumohon, Tuan muda, beritahu kami kebenarannya!”Teriakan demi teria
Orion membuka kedua matanya. Langit-langit warna putih di atas sana adalah hal pertama yang Orion lihat ketika ia bangun. Aroma disinfektan yang menyengat menguar di udara —aromanya yang begitu ia kenal menusuk hidung dan membuat Orion mengernyitkan keningnya untuk sesaat. Dia benci aroma disinfektan karena bau tersebut mengingatkannya pada ingatan yang ia kubur rapat-rapat dan ingin dilupakan.Setelah menarik napas dalam-dalam, Orion bangkit dari posisi berbaringnya di atas ranjang rumah sakit. Selimut warna putih yang menutupi tubuhnya merosot ke bawah dan jatuh ke pangkuannya ketika Orion bangkit. Dia mengedarkan matanya ke seluruh penjuru ruangan untuk sesaat, di sana Orion tidak menemukan sesuatu yang spesial —hanya perabotan dasar kamar rumah sakit dan warna putih yang monoton. Sesaat kemudian, Orion kembali memejamkan mata, lalu dia menekan keningnya perlahan dengan pangkal telapak tangan kanan.“Ingatan anak ini begitu mengesankan,” gumam Orion kepada dirinya sendiri dan si pe
Setelah pertanyaan itu dilontarkan oleh James, Orion yang menjadi pusat perhatian dari kedua Hunter tidak menunjukkan ekspresi apapun selain ketenangan yang sedari tadi terpasang di wajah tampannya. Bahkan, rasa gugup tidak ditemukan di sana, seolah-olah orang yang mendapat interogasi dari James bukanlah dirinya.Rekan James memberikan tatapan penuh tanda tanya kepada Orion —yang tentunya tidak ditanggapi dengan serius oleh Orion.Berada di rumah sakit dengan tangan yang masih terhubung dengan selang infus, seharusnya membuat sosok Orion terlihat begitu lemah di mata kebanyakan orang. Akan tetapi, sosok pemuda itu tidak menunjukkan apapun yang mencerminkan kelemahan. Sepasang mata emerald miliknya berkilat, bibirnya pun juga menyunggingkan senyum yang penuh akan kedamaian. Ketimbang sosok yang lemah, Orion lebih mirip seperti singa yang tengah beristirahat dengan kemalasan yang terulas di setiap gerakannya.“Pada waktu itu aku diajak ke sebuah tempat oleh sekelompok teman setelah ujia
PRANG…Bola kristal yang dipegang oleh Orion pecah. Kejadian itu begitu tiba-tiba, bahkan Orion sendiri tidak menyangka kalau hal seperti ini akan terjadi, padahal ia hanya menyalurkan sedikit dari energi spiritualnya ke bola kristal untuk mengetes superpower yang dimilikinya. Namun, siapa yang menyangka kalau bola kristal tidak bisa menerima energi spiritual yang Orion miliki dan malah meledak ketika menerima energi spiritual yang disalurkan.Overload. Mata Orion menyiratkan pemahaman yang baru saja terbesit dalam benaknya.Sepertinya kekuatanku jauh lebih besar dan domineering dari perkiraanku sebelumnya, pikir Orion dalam hati.Keningnya mengernyit sesaat, hatinya mendesah kecil, dan ada perasaan sedikit menyesal muncul dalam dirinya. Orion tidak bisa mengetahui apakah tubuhnya ini mampi membangkitkan superpower atau tidak karena bola kristal yang digunakan untuk mengetesnya pecah. Akan tetapi, melihat hasil —bola kristal yang pecah— yang didapatkan saat Orion menyalurkan energi sp
[Saldo Anda berjumlah $200 di rekening. Terima kasih sudah menggunakan layanan Bank kami.]Pesan singkat yang diterima oleh Orion membuatnya ingin mengelus dada. Dia kembali menghitung jumlah nol yang tertera dalam rekeningnya, dan sebanyak apapun ia melakukannya, nominal yang ada di rekeningnya tidak akan berubah. Orion mencelos dalam hati, dari seorang yang kaya raya kini ia menjadi orang miskin dengan saldo hanya 200 dollar di rekeningnya. Apabila teman-teman Orion di dunia asalnya mengetahui hal ini, sudah pasti mereka akan menertawainya.“Bahkan 200 dollar saja tidak bisa digunakan untuk membayar kamar rumah sakit. Beruntungnya pihak NTH mau menanggung biaya pengobatan, semua ini sudah termasuk dalam biaya asuransi ketika masuk dungeon,” gumam Orion kepada dirinya.Walaupun Orion merasa tidak puas dengan nominal dalam rekeningnya yang sekarang, dia tidak menyalahkan si pemilik tubuh asli karena terlahir dalam keluarga yang pas-pasan. Dari ingatan yang Orion dapatkan, si pemilik t
“AAAOOOOO…”Lolongan panjang terdengar di sana. Suaranya melengking dan juga keras, begitu memekakkan telinga serta memecahkan kesunyian di tengah malam. Suara gemerisik dari dahan pohon yang bergoyang ikut terdengar, bau anyir darah yang pekat juga menambah rasa seram dan membuat bulu kuduk siapapun bisa berdiri karena ngeri.Pemandangan itu mirip seperti pemandangan horor yang mencekam.“AAHH…. TOLONG…! JANGAN BUNUH DIRIKU…!” Seorang laki-laki yang tubuhnya bersimbah darah memohon untuk tidak dibunuh. Wajah pria itu pucat pasi, darah yang mengucur hebat dari kening membasahi area pipi kanannya. Ia kehilangan banyak darah, akan tetapi karena keinginannya untuk tetap hidup membuat pria itu terus bergerak, menjauh dari bahaya yang ada di depan mata.Sang pria terus merayap, kaki kanannya yang putus memaksanya untuk bergerak menggunakan kedua tangan. Ia mencoba untuk pergi menjauh, membuat jarak dirinya dengan bahaya yang mengancam itu bertambah jauh. Pergerakan sang pria terbatas, kedu