Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian.
Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi.
Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana.
"Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan.
Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu.
"Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."
Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, karena dia sendiri juga belum yakin apakah hidupnya sebahagia itu.
"Kapan-kapan Paman sama Bibi boleh dong mampir ke apartemen?" Sambung Paman Andi.
Yuda setengah terkejut, "Oh, i-iya. Tentu saja boleh. Pintu apartemen kami akan selalu terbuka lebar untuk kalian semua." Sahutnya sedikit gelagapan. "Bukan begitu, Sayang?"
Hampir saja Putri melompat saat tiba-tiba Yuda merangkul dirinya. "Hah? I-iya, Mas." Sahutnya ikut tergagap sambil memegang tangan Yuda.
Para keluarga Putri tersenyum bahagia melihat keintiman pengantin baru itu. "Duh, kalian romantis banget sih. Jadi inget jaman muda." Celetuk Paman Andi.
"Heleh, waktu muda kaya romantis aja." Sambar Bibi Nana sang istri.
Seketika orang-orang tergelak mendengar sepasang suami istri itu yang tidak kompak.
Tak ingin berlama-lama larut dalam canda tawa keluarga sang istri, Yuda segera berpamitan dan bersalaman kepada semua yang ada.
Pak Broto dan Bu Puspa mengantarkan mereka sampai depan rumah, bahkan sampai Putri dan Yuda masuk mobil.
"Hati-hati ya, kalian ini pengantin baru, jangan ngebut-ngebut." Nasehat Pak Broto sambil menyembulkan kepala lewat kaca pintu mobil.
"Iya, Pak. Kalian juga hati-hati di rumah." Sahut Putri yang sebenarnya masih tidak ingin berpisah dengan kedua orang tuanya.
Ekhem!
Mendengar Yuda berdeham, Pak Broto langsung mundur dan menjauh dari mobil, beliau tahu maksud deheman itu, yaitu karena Yuda sudah akan melakukan mobilnya.
Tin!
Yuda membunyikan klakson dan mulai melajukan mobil, Putri langsung melambaikan tangan kepada orang tuanya yang juga sedang melambai.
"Huh, nggak nyangka ya, Pak? Putri akan secepat ini pergi dari rumah."
Sebagai seorang ibu, Bu Puspa tentu sangat merasa sedih ditinggal oleh anaknya. Apalagi Putri setiap hari membantu beliau ketika masak dan melakukan pekerjaan rumah yang lainnya. Tentu akan merasa sangat kehilangan dan ada yang berbeda.
"Ya mau bagaimana lagi, Bu? Putri sudah menjadi tanggungjawab Yuda sekarang, kita percayakan saja pada suaminya itu."
Pak Broto kemudian merangkul sang istri dan mengajaknya masuk, untuk kembali bergabung bersama saudara yang masih tinggal.
Sementara suasana di dalam mobil begitu hening, hanya terdengar deru mobil dan kendaraan lain, yang sesekali membunyikan klakson karena ingin mendahului.
Putri melirik Yuda, suaminya yang sedang menyetir dengan begitu fokus. Ini bukan kali pertama mereka berada dalam satu mobil, tapi kenapa setelah sah menjadi suami istri, jadi canggung begitu ya?
Yuda menepikan mobilnya di parkiran pasar tradisional. Putri pun mengernyit heran, "Mas, kita mau ngapain kesini?"
Mendengar pertanyaan yang konyol, sontak membuat raut wajah Yuda tak bersahabat. "Kamu pikir, pasar itu tempat orang piknik? Ya, jelas belanja lah!"
Bukan Putri tidak tahu jika ke pasar itu sudah pasti mau belanja, tapi dia tidak mengerti kenapa harus mampir pasar terlebih dahulu, sementara mereka masih mengenakan pakaian akad.
Yuda turun terlebih dahulu, kemudian dia berlari ke sisi yang lain dan membukakan pintu untuk Putri. "Turun! Bahan makanan di rumah sudah habis, beli sabun cuci dan perlengkapan mandi lainnya juga!"
Putri masih bergeming mendengar perintah sang suami. Sebenarnya dia kagum karena Yuda sangat mengerti segala kebutuhan rumah tangga, seperti bahan makanan dan perlengkapan cuci mencuci tadi.
Tapi dia tidak habis pikir saja, Yuda menyuruhnya belanja, tepat setelah ijab qobul. Masih mengenakan pakaian pengantin juga.
"Kamu nggak dengar perintah ku?"
Putri terkesiap, "De-dengar, Mas." Sahutnya gelagapan. "Uangnya mana?"
Yuda kemudian mengambil uang selembar seratus ribuan. "Beli bahan makanan untuk satu minggu ke depan, untuk sabunnya kalau bisa stok untuk satu bulan sekalian."
Apa? Uang seratus ribu disuruh belanja bahan makanan untuk satu minggu, dan beli sabun juga?
"Maaf, Mas, kalau untuk bahan satu minggu uangnya pasti kurang. Apalagi harus beli sabun juga."
Yuda mendengus kesal, dia kemudian mengambil dia lembar lagi uang yang sama. "Nih, beruntung kamu punya suami yang kaya dan loyal kaya aku. Untuk makan saja boros!"
Ya Alloh, kenapa Yuda seperti tidak ikhlas memberikan uang belanja kepada istrinya? Bukankah itu sudah menjadi kewajibannya.
Tak ingin memperpanjang masalah, Putri hanya mengangguk patuh dan berterimakasih. "Mas Yuda ikut ke dalam?"
"Aku? Ikut belanja di pasar? Ogah, aku belanjanya di supermarket. Tapi karena sekarang hidup sama kamu, terpaksa aku harus membiasakan diri pergi ke pasar."
"Loh, emangnya kenapa, Mas? Kalau mau belanja di supermarket, ya ayo."
"Nggak, nggak. Kamu lebih cocok belanja di pasar tradisional begini, daripada di supermarket. Lagi pula keuanganku jadi lebih irit juga. Sudah sanah buruan belanja!"
Yuda mendorong tubuh Putri agar segera menjauh dari mobil dan masuk ke pasar.
Putri hanya bisa mengelus dada mendapatkan perlakuan Yuda, sungguh ini adalah sisi lain yang baru Putri lihat pada diri Yuda.
Sepertinya sikap yang Yuda tunjukkan selama ini hanyalah topeng, dan sikap aslinya baru ditunjukkan setelah hubungan mereka sah.
Putri berjalan sambil menunduk malu, karena dirinya menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak? Dia masih menggunakan kebaya dan sanggul, bahkan make up di wajahnya juga masih tebal. Sementara Putri tidak suka bersolek dalam sehari-harinya.
"Duh, Mba. Mau nikah kok ke pasar, harusnya ke KUA."
"Dia salah alamat kali."
"Apa dia kabur dari pernikahan?"
Hahahaha!
Berbagai macam pendapat dan ejekan ditujukan pada Putri, tapi Putri berusaha tenang dan tidak menghiraukan mereka semua.
Saat ini dia harus belanja dengan cepat, agar tidak menjadi pusat perhatian lagi. Putri langsung menuju penjual sayur yang tidak banyak pembelinya.
"Neng, pengantin baru?" Tanya sang penjual.
Putri yang sedang memilih berbagai jenis sayuran menoleh, dia kemudian menganggukan kepala dan tersipu. "Iya, Bu. Belum sempat ganti karena sudah langsung pindah ke rumah suami. Semenjak bahan makanan sudah habis."
"Ck, ck, ck. Baru pengantin baru saja sudah begitu kelakuannya, bagaimana nanti?"
Ya Salam, kenapa si penjual sayur malah menakut-nakuti Putri?
****
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata