Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah.
"Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."
Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu.
"Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami.
Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya.
Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Selama menunggu Putri berkemas, Yuda duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya. Dia tidak perlu berkemas, karena Yuda tidak membawa apapun ke rumah orang tua Putri itu.
Dari awal memang sudah Yuda rencanakan akan memboyong Putri setelah ijab, hanya saja dia tidak membicarakannya dengan Putri. Dia hanya bilang setelah menikah, mereka berdua akan tinggal di apartemen milik Yuda.
"Mas, apa tidak sebaiknya kamu bicarakan dulu sama Bapa dan Ibu sekarang? Sambil menunggu aku berkemas."
Putri memberanikan diri untuk mengemukakan pendapatnya, karena dia merasa risih saja melihat Yuda yang hanya bersantai, sementara dia tengah repot berkemas.
"Kamu berani nyuruh suami?"
Mendengar pertanyaan Yuda, sontak Putri menggeleng cepat. "Ti-tidak, Mas. Lupakan saja." Sahutnya sedikit tergagap. Nada bicara Yuda memang tidak setegas saat memerintah tadi, tetapi Putri tidak ingin membuat suaminya murka dan membentak lagi.
Sisi lain dari Yuda yang baru Putri ketahui setelah pernikahan, yaitu cukup emosian dan mudah marah. Padahal selama ini jika Putri berkata apapun yang sekiranya menyinggung, Yuda biasa saja.
Jangan-jangan Yuda sengaja menahannya, demi mendapatkan penilaian baik dari Putri dan keluarganya. Belum apa-apa belang Yuda mulai terlihat.
Tapi karena Putri sudah terlanjur cinta pada Yuda, mau dibentak seperti apapun dia akan tetap bertahan, terlebih sekarang ikatan mereka sudah kuat dan suci.
"Enak saja nyuruh-nyuruh suami." Yuda menggerutu sambil kembali fokus dengan gawainya. Baginya, wanita pantang menyuruh seorang pria, apalagi jika pria tersebut adalah suami.
Dengan perasaan yang berkecamuk, Putri melanjutkan berkemasnya. Sungguh berat harus meninggalkan kedua orang tua secepat itu, tapi Putri juga ingin patuh terhadap suaminya.
Selesai membereskan pakaian dan beberapa barang yang sekiranya penting, Putri duduk termenung. Dia masih ingin tinggal di ruangan kecil tersebut, ruangan itu adalah saksi hidup Putri selama ini.
"Sudah selesai?"
Putri menoleh kaget kalau Yuda bertanya, "Su-sudah, Mas." Entah kenapa semenjak Yuda membentaknya tadi, Putri bawaannya menjadi takut dan serba salah, sehingga untuk berucap saja sering tergagap.
"Kenapa nggak bilang dari tadi? Malah melamun, ayo kita pergi sekarang."
Yuda berjalan sambil menarik tangan Putri, sebagai pasangan pengantin baru, mereka harus menjaga image. Masa iya baru saja sah jalannya sudah jauh-jauhan.
"Nanti di depan Bapa sama Ibu ngomongnya yang tegas, jangan terlihat bahwa kamu terpaksa pergi." Bisik Yuda mengingatkan.
Putri sungguh tercekat, kenapa dia merasa seperti diintimidasi oleh suaminya sendiri? Perkara sikapnya di depan orang tua sendiri saja harus diatur oleh Yuda.
"Iya, Mas."
Mereka berdua pun berjalan beriringan keluar kamar, Yuda mengambil alih koper yang tadinya diseret oleh Putri.
Semua mata yang sedang berkumpul di luar menatap heran dengan kemunculan Putri dan Yuda yang membawa koper.
"Loh, loh, Putri, Yuda. Kalian kok bawa koper begitu? Memangnya mau kemana?" Tanya seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah ayah dari Putri.
"Kami mau pindah ke apartemen, Pa. Bukannya Putri sudah menyampaikan sama Bapa dan Ibu, setelah menikah kami akan tinggal di apartemen?"
Ayah Putri mengernyit, "Iya, sih. Tapi apa secepat ini? Lihat, keluarga kita masih berkumpul untuk merayakan pernikahan kalian, masa kalian sudah mau pergi?"
"Mas Broto, sudahlah biarkan saja. Namanya juga pengantin baru, mungkin ingin tempat yang sepi. Lagipula bukannya bagus, mereka sekali belajar mandiri."
Seorang pria yang lebih muda menyambar ucapan kakaknya itu.
"Nah, benar yang dibilang Paman Andi."
Mendengar ada yang membelanya, tentu saja membuat Yuda semakin besar kepala dan senang.
Pak Broto menghela nafas, "Ya sudah kalau begitu, tapi tolong anak Bapa dengan baik ya. Jangan buat dia sedih."
Sebagai seorang ayah, tentu saja Pak Broto sangat berat melepas anak satu-satunya keluar dari rumah. Apalagi Putri cukup dekat dengan ayahnya selama ini.
"Pasti, Pak." Sahut Yuda dengan mantap, dia harus meyakinkan keluarga mertuanya, bahwa dia adalah pria yang baik dan bertanggungjawab.
Seketika Putri melepaskan tangannya yang sedang digenggam Yuda. Dia berlari memeluk ayahnya. "Maafin Putri ya, Pa. Putri harus pergi secepat ini. Bapa harus jaga Ibu dengan baik, jaga kesehatan juga."
Bulir bening mulai terjatuh dari sudut mata wanita cantik itu, tapi dengan cepat dia mengusapnya. Putri tidak ingin melihat orang tuanya melihat air mata tersebut.
"Ya, kamu juga jaga diri baik-baik. Jangan lupa sering berkunjung kesini, karena ini juga tetap rumah kamu." Sahut Pak Broto sambil menepuk punggung putrinya.
Putri mengangguk pasti, kemudian dia mengurai pelukannya dan beralih memeluk wanita paruh baya, yang sedari tadi menatapnya dengan nanar.
"Bu, maafin Putri." Saat memeluk wanita yang sudah melahirkannya ini, Putri tidak sanggup berkata-kata lagi, tangis yang sudah dia tahan sedari tadi pun pecah seketika.
"Ibu yang minta maaf, karena selama ini sering marah sama kamu. Pasti Ibu akan sangat rindu berdebat denganmu."
Sesekali Bu Puspa menyelipkan kekehan, agar anaknya tak semakin sedih. Dia mengurai pelukan, lalu menangkup wajah ayu buah hatinya itu.
"Kamu harus berjanji akan bahagia, agar Ibu tidak menyesal telah membiarkanmu keluar dari rumah ini."
Seakan memiliki sebuah firasat buruk, Bu Puspa berucap demikian, dia kemudian beralih menatap menantunya yang masih berdiri di depan kamar.
Bu Puspa merasa sedikit janggal dengan sikap Yuda yang agak arogan, tidak sopan seperti biasanya. Bukannya bergabung untuk berpamitan, Yuda malah berdiri sambil memainkan gawai.
Putri tercekat, dia sendiri tidak yakin apakah nanti akan bahagia, mengingat sikap Yuda yang belum apa-apa saja tadi sudah berubah. Tapi demi membuat orang tuanya tenang, Putri pun mengiyakan.
"Putri pasti bahagia, Bu. Mas Yuda begitu mencintai Putri, jadi dia tidak akan menyakiti Putri."
Oh tidak, mengucapkan kata tersebut saja membuat Putri merasa mengkhianati diri sendiri.
****
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata