Srak!
Bruk!
Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget.
"Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas.
Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu.
Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu.
Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana.
Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini.
Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata hukum dan agama, itu sudah lebih dari cukup.
Lagi pula, daripada uang dihamburkan untuk berpesta, lebih baik disimpan untuk bekal kedepannya. Karena menikah bukanlah akhir dari kehidupan, justru awal dari kehidupan yang nantinya penuh tantangan.
"Kita mau kemana, Mas?"
"Ya pulang ke apartemen lah, kemana lagi?"
Putri terkejut karena Yuda mengajaknya pindah saat itu juga. Mereka memang sudah sepakat, setelah menikah akan tinggal di apartemen Yuda, karena selama ini Yuda juga tinggal di sana seorang diri.
"Mas, kita itu baru saja menikah. Bahkan beberapa saudara masih ada di sini, masa kita sudah mau pergi saja? Enggak enak dong sama mereka?"
"Saya itu sekarang suami kamu, jadi harus menurut apa perintahku! Tahu kan kalau membantah suami itu dosa?"
Putri tercekat saat mendengar Yuda berkata demikian, nada bicaranya begitu mengintimidasi. Padahal sebelumnya Yuda selalu berucap dengan lembut, tidak pernah memaksakan kehendak seperti itu.
Tapi ucapan Yuda adalah benar, istri harus menurut dengan suami, jadi mau tidak mau Putri harus menuruti peringtah Yuda.
"I-iya, Mas. Tapi aku bilang sama Bapa dan Ibu dulu yah." pinta Putri seraya berdiri, dia sudah kebiasaan jika akan melakukan sesuatu pasti berunding terlebih dahulu dengan kedua orang tuanya.
Apalagi Putri merupakan anak tunggal, sebenarnya dia ingin tetap bersama orang tua meskipun sudah menikah. Sayangnya Yuda sudah terbiasa hidup sendiri, jadi akan canggung jika hidup dengan orang tua, apalagi mertua.
Saking cintanya Putri terhadap Yuda, dia rela melanggar janjinya kepada kedua orang tua, yang katanya akan tetap menenami walaupun sudah berkeluarga.
Mau bagaimana lagi? Putri sudah cinta mati terhadap Yuda sejak saat pertama bertemu, empat bulan yang lalu. Saat itu dia tengah bermain ke rumah Amanda, teman Putri sejak duduk dibangku sekolah.
Dimana Yuda merupakan Kakak dari Amanda. Sikap Yuda yang begitu hormat pada kedua orang tuanya, dan juga begitu menyayangi Amanda, membuat Putri yakin bahwa Yuda adalah pria yang baik dan calon suami yang dia idamkan.
Siapa sangka ternyata Yuda juga menyimpan kekaguman yang sama terhadap Putri? Hingga mereka berdua sering berkomunikasi dan akhirnya memutuskan menikah.
Tapi Putri heran, sikap Yuda saat ini jauh berbeda dengan sebelumnya. Yuda berubah seratus delapan puluh derajat, tidak ada kata-kata lembut yang Putri dengar setiap pagi.
Apa ijab qobul membuat seorang Yuda tertekan? Entahlah, untuk saat ini Putri masih mencoba untuk berprasangka baik. Mungkin Yuda masih kebawa grogi akibat ijab qobul tadi siang.
"Bilangnya bisa sekalian nanti 'kan? Sekarang kemasi barang dulu, nanti keluar bilang sekaligus pamit. Jadi enggak dua kali kerja."
Putri yang sudah berjalan hampir menyentuh gagang pintu pun terhenti, dia mengerjapkan netranys berkali-kali. Kenapa seakan Yuda melarang Putri untuk berbicara dengan orang tuanya?
Tapi sekali lagi Putri masih mencoba berprasangka baik, mungkin Yuda tidak suka dengan banyak membuang waktu. Jika bisa lebih singkat, kenapa harus diperlama?
Putri pun membalikkan badannya dan kembali untuk meraih koper tersebut, perlahan Putri membuka lemari dan memandangi seluruh pakaiannya yang berada di dalam lemari.
Semua merupakan pakain kesukaan Putri, dia bingung harus membawa yang mana saja. Tidak mungkin juga akan dibawa semua, nanti jika sedang menginap dirumah orang tuanya itu, bakal kebingungan baju ganti.
Yuda geregetan melihat Putri yang masih saja diam dan tak kunjung mengambil pakaian mana yang akan dibawa. Dia kemudian menyerobot mengambil beberapa dress, kemeja dan rok.
"Ngambil baju aja pake lama!" Gerutu Yuda sambil melemparkan pakaian yang dia ambil tadi ke dalam koper yang sudah dia buka sebelumnya.
Putri terperanjat, "Sabar dong, Mas. Ini aku juga lagi memilih, itu kenapa yang diambil dress, kemeja dan rok? Celana sama kaosnya belum."
"Siapa yang ngizinin kamu pakai kaos dan celana? Mau tebar pesona sama pria lain? Kamu itu sudah punya suami Putri, ingat!"
"Lalu apa hubungannya status aku yang sudah bersuami dengan pakaian yang aku pakai, Mas? Ini semua pakaian aku, hasil jerih payahku sendiri."
Brak!
Yuda membanting pintu lemari, "Jadi kamu mau memperhitungkan masalah materi? Oke, nanti akan aku ganti untuk semua kaos dan celana-celana kamu itu!"
Putri memejamkan mata, dia masih tidak menyangka. di hari pertama pernikahannya dengan Yuda, malah mendapatkan perlakuan kasar dari pria yang begitu dipujanya itu.
"Mas, kamu kenapa sih? Kenapa jadi marah-marah begitu? Aku jadi takut." Suara Putri terdengar bergetar, dia menempelkan badannya ke badan lemari.
Deg!
Melihat Putri yang begitu ketakutan, membuat Yuda mengusap wajahnya dengan kasar. Dia pun menghembus keras, perlahan dia mendekati wanita yang sudah resmi jadi istrinya itu.
"Sayang, maafin aku ya. Aku hanya belum terbiasa hidup dalam suasana ramai begini, makannya aku langsung mengajak kamu untuk pindah."
Kini Yuda lebih mengontrol emosinya, dia berucap sambil membelai wajah Putri yang masih menunduk takut. Putri pun mengangguk pelan, tapi masih belum sanggup untuk menatap sang suami.
"Hei, jangan takut. Aku tuh sayang banget sama kamu, jadi aku tidak ingin ada yang mengganggu kebersamaan kita nantinya." Imbuh Yuda seraya menarik dagu Putri agar sejajar dengannya.
Yuda semakin mengikis jarah antara dia dan Putri, hingga membuat jantung Putri berpacu lebih cepat dari biasanya.
Cup!
Yuda berhasil mencuri ciuman pertama milik Putri. Rasa takut yang Putri rasakan seketika menghilang, kini berubah menjadi rasa malu.
Meskipun dengan singkat, sungguh hati Putri merasa begitu berbunga-bunga. Ini kali pertamanya merasakan ciuman, terlebih orang yang melakukannya adalah pria yang selama ini dia kagumi. Kebahagiaan Putri semakin bertambah karena orang tersebut kini telah menjadi suaminya.
"Jangan takut-takut lagi ya, aku hanya ingin menghabiskan waktu selalu bersamamu, tanpa ada yang mengganggu." Ucap Yuda dengan begitu lembut.
*****
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata