Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak.
Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi.
"Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah.
Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali.
Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau.
Brak!
Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil.
"Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang masih mengenakan pakaian pengantin itu tersungkur karena sabuk pengaman belum dikenakan.
Wanita yang belum genap satu hari menyandang nama, menjadi Nyonya Alvaro itu hanya bisa menghela nafas panjang. Percuma juga jika protes, yang ada malah makin dimarahi.
Rupanya pasar tersebut cukup dekat dengan apartemen milik Yuda, sementara hunian Yuda berada di unit nomor 123 yang terletak di lantai tiga.
Apartemen yang cukup besar dan mewah, karena rumah keluarga Yuda sendiri juga tergolong rumah mewah.
"Mas, apartemennya ada dilantai berapa?" Tanya Putri, karena saat baru masuk tadi terlihat gedung tersebut menjulang tinggi. Dia khawatir jika terletak di lantai atas, bakalan capek bolak-balik membawa belanjaannya.
"Lantai tiga, kenapa?"
Putri menganggukan kepala, "Mmm, tidak papa. Mau minta tolong bawakan belanjaan." Ucapnya seraya memaksakan seulas senyum, walaupun sebenarnya dalam hati begitu takut.
Yuda tak menyahut, dia langsung keluar begitu saja. Hal itu pun membuat Putri menghela nafas panjang. Disaat Putri tengah menunduk menahan tangis tiba-tiba terdengar ada suara berisik di belakang.
Seperti suara berisik kantong belanjaan yang tengah diambil seseorang, sontak Putri menoleh ke arah sumber suara.
Netranya terbelalak kalau mendapati Yuda tengah mengambil kantong belanjaan tersebut, "Kenapa cuma liatin? Ayo kita bawa bareng-bareng biar sekali jalan. Apa mau di mobil saja?"
Kedua sudut bibir Putri terangkat, dia pun menggeleng cepat dan langsung keluar untuk membantu sang suami membawa kantong belanjaan.
Setelah kedua tangan Putri maupun Yuda sudah berisi kantong belanja, Yuda mengunci mobil lewat kunci yang ada di tangannya. "Ayo." Ajaknya sambil memimpin langkah.
Suara Yuda kali ini kembali melembutkan, tidak mengintimidasi seperti tadi saat di pasar. Putri semakin dibuat pusing dengan sikap Yuda yang selalu berubah-ubah.
Sebentar baik, sebentar jahat. Tadi kaya majikan yang memerintah kacungnya, sekarang seperti raja yang tengah memanjakan permaisurinya.
"Oh, Tuhan. Kenapa suamiku nggak jelas begini sih? Kadang bikin terbang melayang, kadang bikin aku ingin menghilang saja."
Putri bermonolog sambil berjalan menyusul Yuda yang sudah cukup jauh di depannya. Ketika tiba di pintu utama apartemen, Yuda menghentikan langkahnya.
"Berat? Mau aku bawakan semuanya saja?"
"Ah?" Putri sedikit melongo dengan pertanyaan tersebut. "Ti-tidak, ini bisa kok." Tolak nya secara halus.
Melihat Yuda yang sudah membawa banyak kantong belanjaan, sementara Putri hanya membawa dua kantong. Masa iya mau diberikan pada Yuda semua?
Yuda mau membantu membawa saja sudah beruntung banget, mengingat tadi saat di pasar, dengan terang-terangan Yuda menolaknya.
"Oke."
Pasangan pengantin baru itu pun melanjutkan langkahnya untuk masuk.
Dor! Dor! Dor!
Saat baru memasuki area lobi, tiba-tiba terdengar suara seperti petasan. Tapi itu bukan petasan, melainkan party popper untuk menyambut mereka berdua.
Jika Yuda saja terkejut, apalagi dengan Putri yang baru kali ini menginjakkan kaki di tempat tersebut. Mereka mengedarkan pandangan, ternyata para penghuni apartemen mengadakan pesta penyambutan untuk pengantin baru.
Kabar Yuda yang akan menikah memang sudah terdengar di telinga para tetangganya itu. Tapi karena mendengar Yuda hanya mengadakan pernikahan sederhana, ditambah lagi mereka tidak diundang.
Jadi ada yang berinisiatif untuk membuat pesta penyambutan. Padahal tadi pagi saat Yuda akan pergi suasana masih biasa saja, tidak ada yang mencurigakan.
Lobi tersebut dihias cukup meriah, ada sisi tembok yang diberi hiasan khas pengantin modern. Sepertinya area tersebut sengaja disiapkan untuk sesi foto-foto.
Hal yang bikin mengejutkan lagi, para tetangga Yuda itu memakai pakaian yang sangat rapih, layaknya mau menghadiri acara pernikahan sungguhan.
"Surprise!" Teriak mereka secara kompak. Tentu saja hal itu membuat pasangan pengantin baru itu speechless. Mana mereka tengah membawa kantong belanjaan lagi.
Salah satu dari mereka mendekat. "Selamat Mas Yuda atas pernikahannya." Ucap Pria yang mengenakan setelan tuxedo berwarna silver, seraya mengulurkan tangan.
Baik Yuda maupun Putri celingukan, mereka bingung mau meletakkan kantong belanjaan dimana terlebih dahulu. Tapi tiba-tiba dari luar muncul petugas kebersihan yang membawa troley.
"Silahkan taruh barang bawaannya disini Tuan, akan saya bawa ke ruang penitipan barang terlebih dahulu. Nanti kalian bisa hubungi lewat interkom, jika sudah berada di unit."
Petugas kebersihan tersebut berucap dengan sangat sopan dan sambil tersenyum. "Mengingat pria di depan Yuda tengah menunggu uluran tangannya, Yuda dan Putri mengangguk patuh.
Mereka segera meletakkan semua kantong belanjaan ke dalam trolli tersebut. " Terima kasih ya, Mas Dani." Ucap Yuda yang sepertinya sudah begitu mengenal semua orang disana.
Putri pun turut mengucapkan terima kasih, hanya saja tanpa menyebutkan nama. Nanti dikira sok kenal sok dekat lagi, walaupun di dada petugas kebersihan tersebut terpasang nametag.
Kini Yuda beralih pada pria berpenampilan rapih di hadapannya itu. "Terima kasih banyak Mr.Ben." Sahutnya seraya menyambut uluran tangan yang diabaikan cukup lama itu.
Mereka berdua kemudian saling berpelukan, tapi tak lama. Hanya sebagai ungkapan turut berbahagia.
"Sayang, kenalin. Ini Mr.Ben, tetangga kita yang tadinya pemilik seluruh gedung apartemen ini." Ucap Yuda mengenalkan pria yang ada di hadapannya itu.
Putri terbelalak, jadi sebelum unit-unit apartemen tersebut lalu terjual. Mr. Ben lah pemiliknya, bersama dengan tim management.
"Selamat atas gelar barunya Nyonya Alvaro, semoga betah tinggal disini." Ucap Mr. Ben sambil mengulurkan tangannya.
Tak pikir panjang, Putri segera menyambutnya. "Terima kasih, Mr. Ben."
Orang-orang memanggil beliau mister, karena Mr. Ben merupakan keturunan Inggris, hal itu terlihat jelas dari raut wajahnya yang bule.
Para wanita yang sudah tidak sabar untuk mengucapkan selamat, segera mendekat dan menarik Putri. Mereka ingin mengenal lebih dekat wanita yang berhasil menaklukkan pria yang terkenal dingin terhadap wanita itu.
"Eh!" Putri terkejut karena para wanita menariknya cukup keras.
****
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Mendapatkan persetujuan dari Putri, tangan Yuda langsung melanjutkan aksinya untuk melucuti pakaian wanita yang kini resmi menjadi istrinya itu. Netranya membulat kala tubuh polos Putri hanya tertutup di dua bagian kewanitaannya. Tubuh putih dan bersih semakin membangkitkan gairah kejantanannya. Terlebih dua buah sintal milik Putri terlihat begitu menyembul, meskipun masih terbungkus tempatnya. Tak pikir panjang Yuda langsung membopong Putri ala bridal style dan menjatuhkannya di ranjang. Setelah melepas semua pakaian yang dia kenakan, Yuda kemudian membuka dua kain terakhir yang masih menutupi dua bagian sensitif milik Putri. 'Aku benar-benar tidak salah pilih.' Batin Yuda sambil menyeringai, begitu melihat tubuh polos Putri di depannya."Hei, kamu kenapa merem gitu?" Tanya Yuda yang sudah menindih wanitanya itu, kini kulit mereka benar-benar bersentuhan tanpa sehelai benangpun membatasi. "A-aku takut, Mas." Sahut Putri apa adanya, dari yang dia dengar dari teman-temannya yang s
Mendapat bentakan dari Yuda sebenarnya sudah mulai terbiasa bagi Putri, walaupun baru sehari dia melihat sisi lain dari pria yang dicintainya itu. Tapi yang bikin dia terkejut, Yuda menunjukkan sikap tersebut setelah memperlakukan Putri layaknya ratu. Ibarat kata setelah dibuat terbang setinggi langit, tiba-tiba saja dihempaskan begitu saja. Sakit bukan? "Lebih baik sekarang kamu masak dan buatkan aku makanan! Aku capek." Titah Yuda sambil berlalu, belanjaan yang tadi dia jatuhkan pun dibiarkan saja. Ya Salam, bahkan mereka baru tiba di apartemen. Jika Yuda capek, apalagi Putri yang sedari pagi masih mengenakan kebaya. Kebaya tersebut memang pemberian dari Yuda, sehingga tidak perlu dikembalikan layaknya menyewa pada MUA. "Tadi dibawah 'kan banyak makanan, kenapa kita tidak makan dulu di sana?"Maksud Putri adalah makan bersama para tetangga apartemen, karena dalam pesta kejutan tersebut tentunya sudah disediakan berbagai jenis makanan. Yuda menghentikan langkahnya, lalu membali
Putri menatap heran para wanita yang mengelilinginya, dia merasa seperti siswa baru yang akan dirundung oleh kakak kelasnya. "Selamat ya, aku turut berbahagia, akhirnya ada yang bisa meluluhkan hati Yuda." Celetuk seorang wanita yang mengenakan dress berwarna biru. Dia kemudian mengulurkan tangan, saat Putri menyambut uluran tangan tersebut, wanita itu langsung menarik dan cipika cipiki. Sebenarnya Putri sedikit bingung, kenapa orang-orang di apartemen tersebut seperti sangat bahagia saat mendengar Yuda menikah, dan membawa istrinya untuk tinggal di sana. "Kami pikir Yuda tidak suka perempuan loh." Sambung wanita lain yang mengenakan dress abu-abu. "Nggak taunya dia malah bawa istri secantik ini."Putri memegang pipinya yang baru saja dicubit oleh wanita tadi, dia terpaksa menyunggingkan senyum karena tidak menyangka jika perangai Yuda di apartemen terkenal cuek dan dingin terhadap wanita. Disaat mereka semua sedang bersukacita merayakan pernikahan Yuda yang tergolong mendadak, a
Putri hanya bisa menelan ludah, saat permintaan tolongnya ditolak mentah-mentah oleh sang suami. Niat hati Putri minta tolong, agar mempersingkat waktu, karena belanjaannya cukup banyak. Tapi ternyata Yuda malah mengeluarkan kata-kata yang cukup menyayat hati. Tanpa banyak bicara lagi, terpaksa Putri memindahkan barang belanjaan sendiri ke bagasi. "Bisa cepat sedikit nggak sih? Masukin barang segitu saja lelet, nggak tahu aku udah ngantuk apa?" Seru Yuda sambil melirik Putri dari spion tengah. Ya Salam, tadi kalau dia mau membantu memindahkan belanjaan, pasti sudah selesai. Ini orang benar-benar bikin geregetan sekali. Putri tak menyahut, dia tetap memindahkan barang dengan santai. Tak peduli Yuda yang sudah gelisah menunggu, salah sendiri dimintai pertolongan tidak mau. Brak! Putri menutup kembali pintu bagasi dengan cukup keras, kemudian dia segera naik ke dalam mobil. "Lama!" Ketus Yuda yang kemudian langsung menancap gas, padahal Putri belum siap, hampir saja wanita yang ma
"Tapi sebenarnya dia begitu, karena sayang sama saya kok, Bu." Sahut Putri berusaha membela. Sebagai seorang istri, sudah sewajarnya membela saat suaminya direndahkan. Walaupun sebenarnya dalam hati, Putri juga tidak yakin bagaimana sikap Yuda kedepannya. Putri segera menyudahi belanjanya, karena tidak ingin mendengarkan pendapat yang lebih membuatnya drop. "Sudah, Bu. Ini semua jadi berapa?" Sambung Putri sambil menyerahkan barang belanjaannya. Sang penjual sayur geleng-geleng kepala, tersirat rasa kasihan dari sorot matanya, tapi tidak diungkapkan. Sebagai wanita yang sudah lebih dahulu menginjak dunia rumah tangga, tentu si penjual sayur sudah banyak merasakan pahit manisnya kehidupan. "Lima puluh ribu, Mba." Jawab si penjual sayur setelah menghitung semua belanjaan Putri. Tak ingin bolak-balik, Putri membeli semua kebutuhan bumbu, dan berbagai jenis sayuran sekalian. Lagipula Yuda juga memintanya untuk beli stok seminggu kedepan. Putri segera menyerahkan selembar uang seratus
Jengah melihat Putri yang terlalu lama dalam berpamitan, Yuda segera mendekat. "Kami pamit dulu ya, Pak, Bu." Sela Yuda sembari mencium punggung tangan Pak Broto dan Bu Puspa secara bergantian. Sembari berpamitan, Yuda menatap Putri dengan tajam, sebagai isyarat bahwa mereka harus segera pergi. Paham dengan arti tatapan sang suami, Putri lekas bersalaman dengan para keluarga yang masih berkumpul. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah berkenan hadir, tak lupa Putri juga minta maaf karena harus pergi disaat mereka masih disana. "Nak, Yuda. Titip Putri ya, jangan sakiti dia." Ucap Bu Puspa memberikan pesan. Entah mengapa Bu Puspa memiliki firasat buruk, tetapi sebisa mungkin dia mengenyahkan firasat tersebut. Apalagi melihat Putri yang sepertinya sangat bahagia, tentu beliau tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya itu. "Pasti, Bu. Yuda janji akan buat Putri menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."Putri hanya bisa menatap kosong mendengar suaminya berucap demikian, kare
Putri mengangguk patuh, wajahnya merona menunjukkan bahwa dia tengah merasa malu. Bagaimana tidak? bagi wanita pemalu dan pendiam seperti dia, jangankan dicium, dipegang tangannya saja langsung salah tingkah. "Ya sudah, sekarang kita lanjutkan berkemas. Kita bilang sama Bapa dan Ibu nanti sekalian pergi."Yuda sadar dia telah salah langkah, memerintah Putri dengan membentak hanya akan menambah masalah saja. Buktinya di lembutin sedikit saja langsung menurut begitu. "Ya, Mas." Sahut Putri singkat, dia segera membereskan pakaian yang tadi dilempar oleh Yuda. Kini Putri tak mempermasalahkan tentang pakaian apa yang harus dia pakai nanti, karena sejatinya istri memang harus menurut pada suami. Lagipula seorang istri itu berpenampilan menarik untuk suaminya, jika sang suami lebih suka Putri memakai dress dan rok, mau tidak mau Putri harus memakainya. Ajaib sekali bukan? Ciuman dari Yuda bagaikan sihir yang menghipnotis Putri, dari yang tadinya sedikit memberontak, kini begitu menurut.
Srak! Bruk! Yuda menarik koper yang bertengger diatas lemari dengan kasar, kemudian melemparkannya tepat di sebelah meja rias. Putri yang sedang melepas riasannya di depan cermin, sontak menoleh kaget."Cepat kemasi pakaian dan barang-barang kamu seperlunya saja!" Titah Yuda dengan sangat tegas. Bahkan raut wajah Yuda terlihat dingin, tidak hangat seperti tadi siang, saat dia belum mengucapkan ijab qobul di depan penghulu. Ya, Yuda dan Putri baru saja resmi menjadi pasangan suami istri, sejak beberapa jam yang lalu. Saat ini mereka tengah berada di kamar Putri, kamar pengantin yang tidak di hias seperti pada umumnya, karena mereka hanya menggelar pernikahan yang sederhana. Tidak ada resepsi, hanya ada akad dan disaksikan oleh beberapa orang dari kedua belah pihak. Meskipun demikian, Putri tetap bahagia dengan pernikahannya yang sederhana ini. Sejak dulu dia memang tidak pernah mengidamkan pernikahan yang mewah, seperti kebanyakan para wanita. Bagi Putri, yang penting dah dimata