Sinopsis "Di Antara Dua Dunia" Seo Haneul, seorang arsitek muda berbakat dari kota futuristik Seowon, menjalani hidup penuh ambisi namun tanpa arah. Ketika sebuah kecelakaan misterius membawanya ke dunia fantasi bernama Arangyeon, ia bertemu Kim Jaewon, seorang pemimpin kharismatik yang menjaga keseimbangan dunia yang indah namun rapuh itu. Di Arangyeon, Haneul menemukan kedamaian yang selama ini ia cari, tetapi juga rahasia besar yang mengancam kedua dunia. Cinta tumbuh di antara Haneul dan Jaewon, meski mereka tahu hubungan itu mustahil. Dunia modern ingin menguasai teknologi kuno Arangyeon, dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan keduanya adalah dengan memisahkan mereka selamanya. Di tengah konflik dua dunia dan perasaan yang kian dalam, Haneul harus memilih: kembali ke hidupnya yang kosong di Seowon atau bertahan di Arangyeon dengan risiko menghancurkan segalanya. "Di Antara Dua Dunia" adalah kisah tentang cinta terlarang, pengorbanan, dan perjalanan menemukan tempat di mana hati benar-benar berada.
View MoreBab 6: Bayangan yang MenungguSuasana di sekitar gerbang terasa semakin tegang. Haneul berdiri di sana, tangan masih menyentuh pintu batu hitam yang dingin, matanya memandang ke dalam kegelapan yang terhampar di depan mereka. Suara bisikan yang menggetarkan hatinya terus mengiang di telinganya, namun ia tak bisa sepenuhnya memahami makna dari suara itu. Apa yang sebenarnya diminta? Apa yang harus ia lakukan?Jaewon berdiri di sampingnya, memperhatikan dengan seksama, seolah bisa merasakan kegelisahan yang melanda Haneul. “Haneul, kau bisa melakukannya,” kata Jaewon, suaranya rendah namun penuh keyakinan. “Ini bukan hanya tentang menyelamatkan Arangyeon. Ini juga tentang dirimu sendiri. Kamu telah dilahirkan untuk menghadapi ini.”Haneul menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang bergejolak. “Tapi aku tidak tahu apakah aku bisa. Apa yang akan terjadi jika aku salah?”Elder Yoon yang berdiri di belakang mereka tiba-tiba bersuara. “Tak ada yang tahu apa yang akan terj
Bab 5: Gerbang KenyataanUdara dingin yang menggigit menyelimuti tubuh Haneul saat ia dan kelompoknya melangkah lebih dalam ke dalam hutan yang gelap. Bayangan hitam yang sempat mengganggu pikiran mereka kini telah menghilang, namun rasa takut itu masih menggantung, menekan hati Haneul dengan berat.Jaewon berjalan di depan dengan sigap, pedang bercahaya di tangannya siap sedia. Wajahnya tegang, tetapi ia tidak berbicara. Mira mengikuti dengan langkah pelan, matanya terfokus pada setiap gerakan sekitar. Elder Yoon berjalan di belakang mereka, matanya terpejam seolah sedang mendengarkan suara alam yang tak terdengar oleh orang biasa.“Apa yang sebenarnya kita cari?” tanya Haneul akhirnya, suaranya hampir tertelan oleh angin yang menerpa wajahnya. “Aku masih belum mengerti apa yang terjadi.”Jaewon berhenti dan menoleh, matanya tajam namun lembut. “Kita mencari kunci untuk membuka gerbang yang terhalang. Gerbang yang akan mengungkap kebenaran tentangmu.”“Gerbang?” Haneul mengerutkan ke
Langit di atas mereka perlahan berubah warna, dari biru cerah menjadi jingga keemasan saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Semburat merah dan oranye melukis cakrawala, memancarkan cahaya lembut yang menyelimuti sisa-sisa kota yang hancur. Udara mulai mendingin, membawa serta aroma tanah basah dan debu yang tertiup angin. Suasana yang sebelumnya dipenuhi dengan semangat membangun kembali kini sedikit meredup seiring kelelahan yang mulai menyergap tubuh para penyintas. Namun, meskipun fisik mereka lelah, hati mereka tetap menyala dengan harapan. Setelah kemenangan yang diperjuangkan dengan susah payah, mereka tahu bahwa pekerjaan sebenarnya baru saja dimulai.Haneul berdiri di tengah lapangan terbuka yang dulunya merupakan pusat kota. Kini, yang tersisa hanyalah reruntuhan bangunan yang berserakan, puing-puing yang menjadi saksi bisu dari pertempuran yang telah merenggut begitu banyak nyawa. Dinding-dinding yang retak masih berdiri dengan sisa-sisa coretan dan poster yang kini p
Matahari telah beranjak lebih tinggi di langit, sinarnya yang hangat menyapu sisa-sisa kehancuran yang tersebar di tanah. Haneul, Mira, dan Jaewon berjalan perlahan melewati reruntuhan, merasakan tiap langkah mereka membawa beban sekaligus harapan. Dunia telah berubah, tetapi perjalanan mereka belum usai. Rasa lelah masih terasa di setiap otot mereka, namun di balik keletihan itu ada semangat yang tak bisa dipadamkan. Mereka telah melewati banyak hal untuk sampai di titik ini—pengorbanan, kehilangan, dan penderitaan yang tak terbayangkan. Namun, mereka masih berdiri, dan itu saja sudah cukup untuk menjadi bukti bahwa mereka tidak akan menyerah. Setiap langkah yang mereka ambil di atas tanah yang pernah menjadi medan pertempuran ini terasa seperti sebuah pernyataan bahwa mereka siap menghadapi apa pun yang datang selanjutnya.Di antara reruntuhan, beberapa orang mulai mengumpulkan bahan-bahan yang masih bisa digunakan. Ada yang mencari kayu untuk membangun tempat berteduh sementara, ad
Langit pagi terlihat lebih cerah dari sebelumnya, dihiasi dengan awan putih yang berarak perlahan, seolah membawa pesan bahwa dunia kini telah berubah ke arah yang lebih baik. Cahaya matahari yang lembut menyinari tanah yang masih dipenuhi dengan sisa-sisa pertempuran, menciptakan kontras yang menakjubkan antara masa lalu yang kelam dan masa depan yang menjanjikan. Udara yang segar membawa aroma rerumputan yang mulai tumbuh kembali, seakan menandakan kehidupan yang terus berlanjut, tak peduli seberapa besar badai yang telah melanda. Burung-burung mulai kembali ke sarangnya, berkicau dengan riang, menambah kesan bahwa pagi ini adalah awal yang baru bagi semua orang yang berhasil bertahan. Suara gemericik air sungai di kejauhan juga menambah ketenangan yang telah lama hilang, seolah alam pun menyambut era baru dengan penuh kehangatan dan ketenangan yang mendalam.Di antara reruntuhan yang berserakan, Haneul, Mira, dan Jaewon berdiri berdampingan, menatap ke kejauhan dengan tatapan yang
Matahari mulai menanjak lebih tinggi di langit, sinarnya yang hangat menyapu permukaan tanah yang masih dipenuhi dengan sisa-sisa pertempuran semalam. Langit yang kini berwarna biru cerah tampak seolah menjadi simbol bahwa dunia telah mengalami perubahan besar setelah kegelapan yang begitu lama menyelimuti mereka. Udara segar pagi itu membawa aroma tanah yang masih basah, bercampur dengan harapan baru yang mulai tumbuh di hati setiap orang yang berhasil bertahan dari pertarungan yang hampir merenggut nyawa mereka. Haneul, Mira, dan Jaewon masih duduk di atas tanah, tubuh mereka terasa berat karena kelelahan yang luar biasa, seakan tenaga mereka telah dikuras habis dalam perjuangan tanpa henti. Meski begitu, senyum kecil mulai mengembang di wajah mereka, seolah merasakan kemenangan yang sesungguhnya bukan hanya karena berhasil mengalahkan kegelapan, tetapi juga karena mereka masih hidup dan bisa merasakan kebebasan ini yang begitu berharga."Kita benar-benar melakukannya..." ujar Mira
Matahari perlahan muncul di ufuk timur, sinarnya yang keemasan menembus sisa-sisa kegelapan yang masih menyelimuti langit dengan lembut. Udara pagi yang sejuk membawa aroma embun yang menyegarkan, memberikan sedikit ketenangan setelah malam yang panjang dan penuh pertempuran. Haneul, Mira, dan Jaewon duduk di atas tanah yang masih hangat oleh pertempuran yang baru saja mereka lalui, mencoba mengatur napas mereka yang masih tersengal. Tubuh mereka penuh dengan luka dan kelelahan yang begitu terasa, tetapi di dalam hati mereka, ada rasa damai dan kemenangan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Mereka telah melalui ujian yang berat, tetapi mereka berhasil bertahan, dan itu adalah hal yang paling penting."Apakah... semuanya sudah benar-benar berakhir?" tanya Mira dengan suara lirih, matanya yang masih dipenuhi kelelahan menatap langit yang mulai kembali biru cerah, seakan ingin memastikan bahwa mereka tidak sedang bermimpi. Hatinya masih dipenuhi ketegangan, takut bahwa ini hanya
Langit di atas mereka berubah menjadi pekat, seakan menyatu dengan kegelapan yang melanda dunia sekitar. Tanah yang mereka pijak bergetar hebat, dan udara yang tebal terasa penuh dengan ancaman yang datang dari bayangan besar yang menghadang di depan mereka. Haneul, Mira, dan Jaewon berdiri tegak, saling mendukung dengan tatapan penuh tekad. Mereka tahu bahwa pertempuran ini bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk melawan kegelapan yang mengancam dunia mereka. Ini adalah pertarungan terakhir, ujian sejati bagi jiwa mereka, dan mereka tidak bisa mundur lagi.Bayangan besar di depan mereka menyeringai lebar, matanya yang merah menyala memancarkan kebencian yang dalam. "Kalian benar-benar ingin melawan aku?" suaranya bergema, menggetarkan tanah di bawah kaki mereka. "Apa yang kalian harapkan bisa mengalahkan kegelapan ini? Kalian hanyalah manusia biasa, lemah dan rapuh. Kalian tidak akan bisa mengalahkanku." Kata-katanya terdengar seperti sebuah ancaman yang akan menghancurka
Ketiga sahabat itu berjalan bersama, melangkah perlahan di bawah langit yang semakin gelap, merasakan perubahan atmosfer yang semakin intens dan menekan. Awan hitam yang menggantung di langit tampak semakin tebal, memancarkan sinyal ancaman, membuat langkah mereka terasa semakin berat, seolah dunia menguji sejauh mana mereka mampu bertahan dalam situasi yang semakin menegangkan. Setiap langkah yang mereka ambil semakin terasa seperti langkah menuju ketidakpastian, seperti mereka sedang memasuki wilayah yang belum terpetakan, penuh dengan bahaya yang belum diketahui, namun sekaligus penuh dengan kemungkinan tak terduga yang harus mereka hadapi.Mira melangkah di sisi Haneul, matanya yang tajam menatap ke depan dengan rasa cemas yang tersembunyi dalam setiap gerak tubuhnya. Meskipun hatinya penuh dengan rasa takut dan gelisah, ia mencoba untuk tetap tenang, berusaha keras menunjukkan bahwa ia siap menghadapi apa pun yang akan datang. Ia tahu bahwa ketakutannya tidak akan pernah
Bab 1 – Jatuh ke Dunia yang SalahDentuman keras. Cahaya menyilaukan. Lalu… sunyi.Seo Haneul terbangun dalam pelukan tanah lembap dan daun-daun basah. Aroma dedaunan dan tanah yang asing menyengat hidungnya, membuat perutnya mual. Ia membuka mata perlahan—langit di atasnya bukan langit Seoul. Langit itu berwarna keperakan, ditaburi semburat ungu, dan burung-burung asing melintas dalam diam.“Apa ini... mimpi?” bisiknya pelan, suara serak keluar dari tenggorokan yang kering.Ia mencoba duduk, namun seluruh tubuhnya terasa seperti diremukkan. Lengan kirinya berdarah, dan di pelipisnya menganga luka kecil. Ia mengingat suara rem mendecit, cahaya menyilaukan, dan... lalu ia di sini. Di tempat asing ini.Langkah kaki terdengar dari balik semak. Refleks, Haneul meraih sebatang kayu di sampingnya dan berdiri dengan susah payah. Seorang pria muda muncul—tinggi, rambut hitam gelap, mata tajam seperti elang. Ia mengenakan jubah panjang dan membawa tombak pendek.“Siapa kau?” tanyanya tegas, to...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments