"Assalamu'alaikum." Mereka mengucapkan salam setelah mereka sampai di depan rumah Nisa."Wa'alaikumsalam," jawab Mama Nisa dari dalam rumah.Adel dan Lisa meraih tangan Mama Nisa dan menciumnya dengan takzim begitu juga David dan Riko."Tan, Nisa nya ada?" tanya Adel."Nisa dari kemarin gak pulang, dia izin sama tante katanya mau menginap di rumah temennya, gak tahu juga temen yang mana," jawab Mama Nisa membuat David menghela nafas berat. Dia merasa putus asa, David tidak tahu harus mencari Ayna kemana lagi."Memangnya ada apa, Nak?" tanya Mama Nisa."Tidak ada pa - pa kok, tan, kami hanya khawatir saja karena gak biasanya Nisa gak kuliah," jawab Adel."Ooo, kirain ada apa! Tante jadi ikut khawatir," kata Mama Nisa. "Masuk yuk, gak enak ngobrol di luar," katanya lagi."Maaf, Tan, kami harus segera pulang, soalnya tadi gak izin sama mama," balas Adel mewakili mereka."Oo, buru - buru sekali," kata Mama Nisa."Iya, tan, maaf," balas Adel."Ya sudah, hati - hati di jalan," kata Mama Nis
Rayhan tak patah semangat, sia mengirim kesan pada Nisa, meski tidak ada balasan sama sekali dari sang gadis."Sepertinya gadis itu sangat istimewa," kata Azlan yang dari tadi memperhatikan sang adik."Iya, Bang, entahlah, aku memang merasa dia sangat istimewa, dia mempunyai tempat khusus di dalam hati ini," kata Rayhan menunjuk dadanya."Baguslah, kamu jadi bisa melupakan Ayna dengan hadirnya dia," kata Azlan."Jangan ingatin aku tentang itu lagi, Bang," kata Rayhan, "Aku sudah mengubur kenangan bersama Ayna," lanjutnya."Sorry," kata Azlan."Ehem, kayaknya seru banget, ngobrolin apa, sih?" tanya Raya pada kedua anaknya."Rayhan, Ma, dia sedang jatuh cinta, tapi yang ceweknya cuek banget, kesannya gak peduli sama Rayhan yang ngejar - ngejar dia," jawab Azlan."Iya, kah, secantik apa dia sampai mengabaikan perasaan anak mama?" tanya Raya."Cantik sekali, Ma," jawab Rayhan dengan senyum jatuh cinta."O iya, dimana
"Kok mukanya jutek gitu?" tanya Ayna saat Nisa kembali ke kamar."Lagi sebel," jawab Nisa lembut meski dia merasa kesal pada Rayhan. Namun, dia tidak mungkin melampirkan kekesalannya pada Ayna."Sebel sama siapa?" tanya Ayna semakin ingin tahu."Rayhan," jawab Nisa. "Lho, kok bisa, kan dari tadi kamu di sini! Memangnya kapan kamu ketemu sama Rayhan?" tanya Ayna."Gak ketemu sih, Ay, tapi kamu tahu gak, yang telpon aku tadi, nomor yang tidak dikenal itu adalah Rayhan," jawab Nisa sekaligus memberitahu sahabatnya. "Ha, kamu serius?" tanya Ayna masih tidak percaya jika yang menghubungi Nisa adah Rayhan."Iya," jawab singkat Nisa."Memangnya kalian punya urusan apa?" tanya Ayna semakin penasaran. "Tidak ada, dia hanya mau minta maaf sama aku," jawab Nisa."Memangnya dia ngelakuin apa sama kamu, Nis?" tanya Ayna."Gak ada sih, sudahlah, aku sedang malas membicarakan dia," kata Nisa."Iya," balas Ayna, dia tidak ingin memaksa Nisa untuk bercerita karena ia takut sahabatnya merasa tidak n
"Ay, pulang yuk, udah mau maghrib," ajak Nisa. "Kata orang tua dulu gak baik maghrib - maghrib di luar," katanya lagi."Iya," balas Ayna beranjak dari tempatnya. Nisa menggandeng tangan Ayna, mereka jalan beriringan menuju rumah Nenek Nisa."Di sini masih sangat asri ya, Nis," kata Ayna menoleh ke arah Nisa."Iya, di sini memang selalu dijaga keasriannya," balas Nisa."Aku betah tinggal di sini, Nis, meski jauh dari suamiku," kata Ayna dengan wajah sendu."Seharusnya, kalian tinggal bersama, tapi aku tidak bisa memaksa keinginanku padamu, karena kamu yang merasakan bukan aku!" kata Nisa."Iya, aku tahu, Nis, dan memang saat ini aku butuh suamiku berada disisiku, tapi aku tidak bisa, rasa bersalahku terus menghantui diriku saat aku melihatnya," balas Ayna yang dibalas anggukan mengerti oleh Nisa."Lho, Neng Nisa, tinggal di rumah nenek, ya?" tanya ibu - ibu yang rumahnya tidak jauh dari rumah Nenek Nisa."Iya, Bu, ada temennya, jadi pengen tinggal di sini saja, biar deket juga kalau be
"Ini, kita makan dulu," kata Nisa menyerahkan piring berisi salad pada Ayna."Maaf ya Nis, aku jadi ngrepotin kamu terus," kata Ayna."Jangan bilang seperti itu! Doakan saja yang terbaik untuk aku, agar kamu gak merasa berhutang budi terus sama aku, karena kita imbas, bahkan aku lebih beruntung karena di doakan ibu hamil," balas Nisa."Iya," ucap Ayna."Makan yuk," kata Nisa yang dibalas anggukan oleh Ayna.Baru saja mereka hendak menyuap salad itu ke dalam mulutnya, ponsel Nisa berbunyi. "Siapa sih?" tanya Nisa sedikit kesal.Nisa berjalan menuju nakas dan mengambil ponselnya. "Siapa, Nis?" tanya Ayna menatap sahabatnya."Adel," jawab Nisa, Ayna pun mengangguk. "Assalamualaikum, Del, ada apa?" tanya Nisa saat sambungan telpon mereka terhubung. "Nisa, kamu tahu tidak! Ayna kabur dari rumah. Seharian David mencarinya, namun tudak juga ketemu. Kasihan tahu David, dia terlihat sangat sedih," kata Adel tanpa jeda bahkan dia belum menjawab salam dari Nisa.Ayna yang mendengar percakapan
"Huf." Rayhan melemparkan ponselnya di atas tempat tidur. Sungguh dia merasa frustasi karena Nisa tidak membalas pesan darinya.Rayhan berjalan ke luar dari kamarnya menuju taman yang ada di belakang rumah. "Ray," panggil Azlan menepuk pundak sang adik."Abang," ucap Rayhan menoleh ke arah Azlan yang berdiri di sampingnya. "Ada apa?" tanya Azlan saat melihat sang adik seperti sedang kalut."Entahlah, Bang, baru kali ini aku seperti ini lagi setelah kehilangan Ayna," jawab Rayhan."Pasti karena Nisa," kata Azlan menebak."Darimana abang tahu?" tanya Rayhan."Bukankah tadi siang kamu bilang kalau kamu menghubungi Nisa tapi Nisa tidak peduli," jawab Azlan membuat Rayhan terdiam."Apa kamu sungguh mencintainya?" tanya Azlan."Sepertinya begitu, bahkan perasaan yang aku rasa saat ini jauh lebih dalam dari cintaku pada Ayna dulu," jawab Rayhan."Kamu tahu, aku sangat penasaran dengan wanita yang kamu suka, secantik apa dia hingga membuat kamu begitu jatuh cint, padahal kalian belum lama be
"Sudah malam, ayo tidur," ajak Nisa. Ayna mengangguk mengikuti langkah kaki Nisa menuju kamar. Nisa dan Ayna berbaring di atas ranjang berusaha memejamkan mata menanti hari esok yang indah.Matahari menyapa hangat semua makhluk yang berada di bumi. Pagi ini Ayna tudak merasakan mual karena mungkin sang anak yang masih ada di dalam perutnya mengerti keadaan sang bunda."Selamat pagi Ay," kata Nisa saat melihat Ayna menghampirinya di dapur."Nis, kenapa kamu gak bangunin aku?" tanya Ayna."Aku kasihan sama kamu, sepertinya kamu lelah sekali!" jawab Nisa."Sarapan dulu gih," kata Nisa membawa dua piring nasi goreng ke arah Ayna. Di dapur Nisa, ada kursi dan meja untuk makan, jadi mereka gak ke ruangan lain untuk makan sarapan mereka."Mungkin sebentar lagi Bi Ami datang ke sini, kamu gak apa kan aku tinggal meski Bi Ami belum datang?" tanya Nisa menatap Ayna yang sedang menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya."Tidak apa, Nis, santai saja, aku juga biasa sendirian di rumah," jawab Ayna. Ni
David pergi meninggalkan ruangan kelas itu setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan pada Nisa."Lihat! Bagaimana kita gak kasihan coba?" tanya Adel setelah David sudah tidak terlihat lagi."Tapi kita tidak bisa berbuat apa - apa, Del," kata Nisa. "Iya, kita hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka, semoga Ayna segera sadar dan kembali pada suaminya," sahut Lisa.Sementara itu, di tempat lain, Ayna menyusul Bi Ami di belakang rumah Nenek Nisa. "Bi," panggil Ayna."Iya, Neng," jawab Bi Ami menoleh ke arah Ayna yang semakin mendekat. "Ada apa, Neng?" tanya Bi Ami."Gak ada pa - pa kok, Bi, Ay hanya merasa kesepian sendirian di dalam rumah," jawab Ayna."Apa Ay boleh membantu Bibi?" tanya Ayna menatap Bi Ami yang masih sibuk menyiram bunga."Gak usah, Neng, nanti Neng Ay capek," jawab Bi Ami tidak enak hati jika Ayna membantu pekerjaan nya."Gak kok, Bi, daripada aku gak ngapa - ngapain, bosen malahan," kata Ayna lagi.Karena Ayna memaksa, akhirnya Bi Ami membiarkan Ayna menyi