"Sudah malam, ayo tidur," ajak Nisa. Ayna mengangguk mengikuti langkah kaki Nisa menuju kamar. Nisa dan Ayna berbaring di atas ranjang berusaha memejamkan mata menanti hari esok yang indah.Matahari menyapa hangat semua makhluk yang berada di bumi. Pagi ini Ayna tudak merasakan mual karena mungkin sang anak yang masih ada di dalam perutnya mengerti keadaan sang bunda."Selamat pagi Ay," kata Nisa saat melihat Ayna menghampirinya di dapur."Nis, kenapa kamu gak bangunin aku?" tanya Ayna."Aku kasihan sama kamu, sepertinya kamu lelah sekali!" jawab Nisa."Sarapan dulu gih," kata Nisa membawa dua piring nasi goreng ke arah Ayna. Di dapur Nisa, ada kursi dan meja untuk makan, jadi mereka gak ke ruangan lain untuk makan sarapan mereka."Mungkin sebentar lagi Bi Ami datang ke sini, kamu gak apa kan aku tinggal meski Bi Ami belum datang?" tanya Nisa menatap Ayna yang sedang menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya."Tidak apa, Nis, santai saja, aku juga biasa sendirian di rumah," jawab Ayna. Ni
David pergi meninggalkan ruangan kelas itu setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan pada Nisa."Lihat! Bagaimana kita gak kasihan coba?" tanya Adel setelah David sudah tidak terlihat lagi."Tapi kita tidak bisa berbuat apa - apa, Del," kata Nisa. "Iya, kita hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka, semoga Ayna segera sadar dan kembali pada suaminya," sahut Lisa.Sementara itu, di tempat lain, Ayna menyusul Bi Ami di belakang rumah Nenek Nisa. "Bi," panggil Ayna."Iya, Neng," jawab Bi Ami menoleh ke arah Ayna yang semakin mendekat. "Ada apa, Neng?" tanya Bi Ami."Gak ada pa - pa kok, Bi, Ay hanya merasa kesepian sendirian di dalam rumah," jawab Ayna."Apa Ay boleh membantu Bibi?" tanya Ayna menatap Bi Ami yang masih sibuk menyiram bunga."Gak usah, Neng, nanti Neng Ay capek," jawab Bi Ami tidak enak hati jika Ayna membantu pekerjaan nya."Gak kok, Bi, daripada aku gak ngapa - ngapain, bosen malahan," kata Ayna lagi.Karena Ayna memaksa, akhirnya Bi Ami membiarkan Ayna menyi
Adel dan Lisa segera menyusul Nisa setelah berpamitan dengan Azlan. "Ada apa, sih?" tanya Adel cemas."Gak tahu, Del," jawab Nisa.Nisa segera masuk ke dalam mobilnya begitu juga Adel dan Lisa. Mobil Adel mengikuti kemana mobil Nisa membawanya. "Rumah siapa?" tanya Adel saat mereka sampai di depan rumah sederhana milik Nenek Nisa."Rumah Nenek," jawab Nisa berjalan masuk rumah dengan tergesa."Assalamu'alaikum, Bi," panggil Nisa."Wa'alaikumsalam, Neng," jawab Bi Ami menghampiri Nisa."Ada apa, Bi?" tanya Nisa. "Ini, Neng, Neng Ayna muntah - muntah, badannya lemes sekali," jawab Bi Ami."Ya Allah, Ay," ucap Nisa berlalu menuju kamarnya. Adel dan Lisa pun setia mengikuti langkah Nisa menuju kamar dimana Ayna berada."Ay," panggil Nisa masuk ke kamar."Kamu sudah pulang, Nis?" tanya Ayna menoleh ke arah Nisa."Tadinya ingin pulang ke rumah mama dulu, tapi karena khawatir sama kamu, jadi aku segera pulang ke sini," jawab Nisa."Kamu kenapa sih, Ay?" tanya Adel membuat Ayna menyadari ke
"Sorry!" kata Adel lemah."Sudahlah! Kita lupakan saja apa yang baru saja kita bicarakan. Sekarang kita harus fokus sama Ay sampai dia kembali pada David," kata Nisa enggan membahas lagi apa yang mereka bahas tadi."Iya," balas mereka bersamaan. Sementara itu, hari ini David dan Riko sudah mulai kerja di perusahaan sang mama "Vid, apa kamu bisa ikut Mommy sebentar?" tanya Hamun menatap sangat anak yang berada di ruangannya.Karyawan yang lain pun saling tatap, mereka tidak menyangka jika karyawan baru yang mereka kira orang biasa ternyata anak pemilik perusahaan. "Pak David, dia anak Bu Hanum?" tanya Nadia pada rekan kerjanya."Mungkin, aku sendiri juga tidak tahu," jawab rekannya."Pak Riko, dia sahabat anda, bukan?" tanya Nadia."Iya," jawab Riko. "Apa dia anak "Iya, Mom," jawab David segera ke luar dari ruangannya."Ada apa, Mom?" tanya David saat mereka sudah berada di ruangan Hanum."Mommy ingin mengajak kamu melihat lokasi untuk kamu membuat rumah," jawab Hanum."Maksud Mom
"Kenapa itu kuka kasut sekali? Kayak baju lupa disetrika saja?" kata Adel meledek Nisa."Bukan urusan kamu!" balas Nisa sebenarnya, karena dia sudah kesal dengan Rayhan kali ini dia dibuat kesal lagi oleh Adel yang terus saja menggodanya."Kamu kenapa sih, Nis? Gak ada angin gak ada hujan pengennya marah mulu!" tanya Adel merasa heran pada sahabatnya yang sekarang lebih sensitif. Maaf, aku hanyalagi kesal sama Rayhan, eh kamu malah nambahin," jawab Nisa."Kesel kenapa?" tanya Adel penasaran."Masak iya dia panggil aku, Sayang," jawab Nisa membuat ketiga sahabatnya tertawa."Wih, ada yang bucin ini," kata Adel melirik ke arah Nisa."Tahu! Aneh dan gak jelas! Aku tu mikirnya gimana kalau dia panggil aku Sayang di depan banyak orang?" tanya Nisa, "pasti mereka bakalan ngira kalau aku pacaran sama tu anak," kata Nisa lagi."Buwahahaha, pasti seisi kampus bakalan gempar, banyak yang suka sama kamu, tapi kamu tolak, nah ini baru ketemu sudah pacaran, mereka pasti kecewa," kata Adel menebak
"A, aku rindu," ucap Ayna menatap langit sore dari balkon kamar. Kerinduan yang begitu dalam membuat dada Ayna terasa sesak hingga tanpa ia sadari air mata jatuh membasahi wajah cantiknya."Ay," panggil Nisa mengusap punggung Ayna."Aku rindu, Aa, Nis," kata Ayna menoleh ke arah Nisa."Apa kamu masih mau bertahan atau pulang?" tanya Nisa."Aku masih ingin tinggal di sini," jawab Nisa."Apa aku bilang sama David, dan aku memintanya untuk datang ke sini?" tanya Nisa tidak tega melihat Ayna."Aku malu, Nis," jawab Ayna."Kenapa harus malu? Ay, aku yakin David juga sangat merindukan kamu, karena Adel dan Lisa bilang David selalu mencari kamu usai kuliah," kata Nisa memberitahu Ayna."Turunkan egomu, hilangkan rasa bersalah kamu karena kamu tidak salah! Kamu tidak tahu apa - apa tentang apa yang mama kamu lakukan," kata Nisa mencoba membuat Ayna mengerti dimana posisinya."Jadi aku harus menemui Aa?" tanya Ayna."Tidak! Aku akan minta David untuk datang ke sini," jawab Nisa dengan pasti."
"Kamu kenapa, Ray? Sepertinya bahagia sekali?" tanya Azlan saat melihat sang adik senyum - senyum sendiri."Sangat, Bang!" kata Rayhan tersipu saat Azlan menegurnya."Apa yang membuat kamu sebahagia saat ini?" tanya Azlan menatap sang adik. "Macam habis jadian saja!" kata Azlan meledek sang adik."Belum sih, Bang, doain saja semoga cepat jadian," balas Rayhan."Belum jadian, tapi bahagia banget!" kata Azlan."Iya, karena Nisa mau aku panggil, Sayang, jelas aku sangat bahagia," balas Rayhan."Uhuk!" Azlan tersedak salivanya sendiri saat mendengar apa yang Rayhan katakan."Wah, yang sudah mendapat lampu hijau! Semoga saja kalian berjodoh!" kata Raya mendoakan sang anak."Amin, jika memang itu doa mama, insyaallah akan dikabulkan," kata Rayhan menghampiri sang mama dan memeluknya.Azlan hanya diam menanggapi ucapan mamanya. Jujur dia juga mengagumi Nisa meskipun baru pertama kali mereka bertemu."Kok diam saja, abang gak suka ya kalau Rayhan berjodoh sama Nisa?" tanya Rayhan."Gak gitu R
"Ay," gumam David berjalan mendekati sang istri yang masih terlelap. David mengusap puncak kepala Ayna hingga membuat Ayna terganggu dan mengerjabkan mata."Apa sih, Nis?" tanya Ayna belum sadar jika itu adalah sang suami."Apa kamu sedang sakit, Sayang?" tanya David membuat Ayna membuka mata lebar - lebar."Aa, darimana Aa tahu aku tinggal di sini?" tanya Ayna."Nisa yang membawaku ke sini," jawab David jujur."Kamu kenapa pergi dari rumah, Sayang? Kamu tahu tidak Aa sangat mengkhawatirkan kamu!" kata David duduk di samping sang istri."Maaf, Mas, Ay-""Lupakan masa lalu, Ay, kita harus membuka lembaran baru," kata David memotong ucapan Ayna. Ayna terdiam mendengar ucapan sang suami. Dasa bersalah masih memenuhi hatinya. Namun, dia tidak bisa memungkiri dirinya jika ia juga ingin selalu berada di samping suaminya. "Ay, apa kamu tidak rindu sama aku?" tanya David menatap sang istri dengan penuh rindu. "Tentu saja aku sangat merindukan kamu, A," jawab Ayna menatap dalam wajah tampan