"Ay, pulang yuk, udah mau maghrib," ajak Nisa. "Kata orang tua dulu gak baik maghrib - maghrib di luar," katanya lagi."Iya," balas Ayna beranjak dari tempatnya. Nisa menggandeng tangan Ayna, mereka jalan beriringan menuju rumah Nenek Nisa."Di sini masih sangat asri ya, Nis," kata Ayna menoleh ke arah Nisa."Iya, di sini memang selalu dijaga keasriannya," balas Nisa."Aku betah tinggal di sini, Nis, meski jauh dari suamiku," kata Ayna dengan wajah sendu."Seharusnya, kalian tinggal bersama, tapi aku tidak bisa memaksa keinginanku padamu, karena kamu yang merasakan bukan aku!" kata Nisa."Iya, aku tahu, Nis, dan memang saat ini aku butuh suamiku berada disisiku, tapi aku tidak bisa, rasa bersalahku terus menghantui diriku saat aku melihatnya," balas Ayna yang dibalas anggukan mengerti oleh Nisa."Lho, Neng Nisa, tinggal di rumah nenek, ya?" tanya ibu - ibu yang rumahnya tidak jauh dari rumah Nenek Nisa."Iya, Bu, ada temennya, jadi pengen tinggal di sini saja, biar deket juga kalau be
"Ini, kita makan dulu," kata Nisa menyerahkan piring berisi salad pada Ayna."Maaf ya Nis, aku jadi ngrepotin kamu terus," kata Ayna."Jangan bilang seperti itu! Doakan saja yang terbaik untuk aku, agar kamu gak merasa berhutang budi terus sama aku, karena kita imbas, bahkan aku lebih beruntung karena di doakan ibu hamil," balas Nisa."Iya," ucap Ayna."Makan yuk," kata Nisa yang dibalas anggukan oleh Ayna.Baru saja mereka hendak menyuap salad itu ke dalam mulutnya, ponsel Nisa berbunyi. "Siapa sih?" tanya Nisa sedikit kesal.Nisa berjalan menuju nakas dan mengambil ponselnya. "Siapa, Nis?" tanya Ayna menatap sahabatnya."Adel," jawab Nisa, Ayna pun mengangguk. "Assalamualaikum, Del, ada apa?" tanya Nisa saat sambungan telpon mereka terhubung. "Nisa, kamu tahu tidak! Ayna kabur dari rumah. Seharian David mencarinya, namun tudak juga ketemu. Kasihan tahu David, dia terlihat sangat sedih," kata Adel tanpa jeda bahkan dia belum menjawab salam dari Nisa.Ayna yang mendengar percakapan
"Huf." Rayhan melemparkan ponselnya di atas tempat tidur. Sungguh dia merasa frustasi karena Nisa tidak membalas pesan darinya.Rayhan berjalan ke luar dari kamarnya menuju taman yang ada di belakang rumah. "Ray," panggil Azlan menepuk pundak sang adik."Abang," ucap Rayhan menoleh ke arah Azlan yang berdiri di sampingnya. "Ada apa?" tanya Azlan saat melihat sang adik seperti sedang kalut."Entahlah, Bang, baru kali ini aku seperti ini lagi setelah kehilangan Ayna," jawab Rayhan."Pasti karena Nisa," kata Azlan menebak."Darimana abang tahu?" tanya Rayhan."Bukankah tadi siang kamu bilang kalau kamu menghubungi Nisa tapi Nisa tidak peduli," jawab Azlan membuat Rayhan terdiam."Apa kamu sungguh mencintainya?" tanya Azlan."Sepertinya begitu, bahkan perasaan yang aku rasa saat ini jauh lebih dalam dari cintaku pada Ayna dulu," jawab Rayhan."Kamu tahu, aku sangat penasaran dengan wanita yang kamu suka, secantik apa dia hingga membuat kamu begitu jatuh cint, padahal kalian belum lama be
"Sudah malam, ayo tidur," ajak Nisa. Ayna mengangguk mengikuti langkah kaki Nisa menuju kamar. Nisa dan Ayna berbaring di atas ranjang berusaha memejamkan mata menanti hari esok yang indah.Matahari menyapa hangat semua makhluk yang berada di bumi. Pagi ini Ayna tudak merasakan mual karena mungkin sang anak yang masih ada di dalam perutnya mengerti keadaan sang bunda."Selamat pagi Ay," kata Nisa saat melihat Ayna menghampirinya di dapur."Nis, kenapa kamu gak bangunin aku?" tanya Ayna."Aku kasihan sama kamu, sepertinya kamu lelah sekali!" jawab Nisa."Sarapan dulu gih," kata Nisa membawa dua piring nasi goreng ke arah Ayna. Di dapur Nisa, ada kursi dan meja untuk makan, jadi mereka gak ke ruangan lain untuk makan sarapan mereka."Mungkin sebentar lagi Bi Ami datang ke sini, kamu gak apa kan aku tinggal meski Bi Ami belum datang?" tanya Nisa menatap Ayna yang sedang menyuap nasi goreng ke dalam mulutnya."Tidak apa, Nis, santai saja, aku juga biasa sendirian di rumah," jawab Ayna. Ni
David pergi meninggalkan ruangan kelas itu setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan pada Nisa."Lihat! Bagaimana kita gak kasihan coba?" tanya Adel setelah David sudah tidak terlihat lagi."Tapi kita tidak bisa berbuat apa - apa, Del," kata Nisa. "Iya, kita hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk mereka, semoga Ayna segera sadar dan kembali pada suaminya," sahut Lisa.Sementara itu, di tempat lain, Ayna menyusul Bi Ami di belakang rumah Nenek Nisa. "Bi," panggil Ayna."Iya, Neng," jawab Bi Ami menoleh ke arah Ayna yang semakin mendekat. "Ada apa, Neng?" tanya Bi Ami."Gak ada pa - pa kok, Bi, Ay hanya merasa kesepian sendirian di dalam rumah," jawab Ayna."Apa Ay boleh membantu Bibi?" tanya Ayna menatap Bi Ami yang masih sibuk menyiram bunga."Gak usah, Neng, nanti Neng Ay capek," jawab Bi Ami tidak enak hati jika Ayna membantu pekerjaan nya."Gak kok, Bi, daripada aku gak ngapa - ngapain, bosen malahan," kata Ayna lagi.Karena Ayna memaksa, akhirnya Bi Ami membiarkan Ayna menyi
Adel dan Lisa segera menyusul Nisa setelah berpamitan dengan Azlan. "Ada apa, sih?" tanya Adel cemas."Gak tahu, Del," jawab Nisa.Nisa segera masuk ke dalam mobilnya begitu juga Adel dan Lisa. Mobil Adel mengikuti kemana mobil Nisa membawanya. "Rumah siapa?" tanya Adel saat mereka sampai di depan rumah sederhana milik Nenek Nisa."Rumah Nenek," jawab Nisa berjalan masuk rumah dengan tergesa."Assalamu'alaikum, Bi," panggil Nisa."Wa'alaikumsalam, Neng," jawab Bi Ami menghampiri Nisa."Ada apa, Bi?" tanya Nisa. "Ini, Neng, Neng Ayna muntah - muntah, badannya lemes sekali," jawab Bi Ami."Ya Allah, Ay," ucap Nisa berlalu menuju kamarnya. Adel dan Lisa pun setia mengikuti langkah Nisa menuju kamar dimana Ayna berada."Ay," panggil Nisa masuk ke kamar."Kamu sudah pulang, Nis?" tanya Ayna menoleh ke arah Nisa."Tadinya ingin pulang ke rumah mama dulu, tapi karena khawatir sama kamu, jadi aku segera pulang ke sini," jawab Nisa."Kamu kenapa sih, Ay?" tanya Adel membuat Ayna menyadari ke
"Sorry!" kata Adel lemah."Sudahlah! Kita lupakan saja apa yang baru saja kita bicarakan. Sekarang kita harus fokus sama Ay sampai dia kembali pada David," kata Nisa enggan membahas lagi apa yang mereka bahas tadi."Iya," balas mereka bersamaan. Sementara itu, hari ini David dan Riko sudah mulai kerja di perusahaan sang mama "Vid, apa kamu bisa ikut Mommy sebentar?" tanya Hamun menatap sangat anak yang berada di ruangannya.Karyawan yang lain pun saling tatap, mereka tidak menyangka jika karyawan baru yang mereka kira orang biasa ternyata anak pemilik perusahaan. "Pak David, dia anak Bu Hanum?" tanya Nadia pada rekan kerjanya."Mungkin, aku sendiri juga tidak tahu," jawab rekannya."Pak Riko, dia sahabat anda, bukan?" tanya Nadia."Iya," jawab Riko. "Apa dia anak "Iya, Mom," jawab David segera ke luar dari ruangannya."Ada apa, Mom?" tanya David saat mereka sudah berada di ruangan Hanum."Mommy ingin mengajak kamu melihat lokasi untuk kamu membuat rumah," jawab Hanum."Maksud Mom
"Kenapa itu kuka kasut sekali? Kayak baju lupa disetrika saja?" kata Adel meledek Nisa."Bukan urusan kamu!" balas Nisa sebenarnya, karena dia sudah kesal dengan Rayhan kali ini dia dibuat kesal lagi oleh Adel yang terus saja menggodanya."Kamu kenapa sih, Nis? Gak ada angin gak ada hujan pengennya marah mulu!" tanya Adel merasa heran pada sahabatnya yang sekarang lebih sensitif. Maaf, aku hanyalagi kesal sama Rayhan, eh kamu malah nambahin," jawab Nisa."Kesel kenapa?" tanya Adel penasaran."Masak iya dia panggil aku, Sayang," jawab Nisa membuat ketiga sahabatnya tertawa."Wih, ada yang bucin ini," kata Adel melirik ke arah Nisa."Tahu! Aneh dan gak jelas! Aku tu mikirnya gimana kalau dia panggil aku Sayang di depan banyak orang?" tanya Nisa, "pasti mereka bakalan ngira kalau aku pacaran sama tu anak," kata Nisa lagi."Buwahahaha, pasti seisi kampus bakalan gempar, banyak yang suka sama kamu, tapi kamu tolak, nah ini baru ketemu sudah pacaran, mereka pasti kecewa," kata Adel menebak