หน้าหลัก / Rumah Tangga / Dek Ajeng & Mas Abim / Senda gurau yang bikin Ajeng geram

แชร์

Senda gurau yang bikin Ajeng geram

ผู้เขียน: Ceeri
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-03-21 19:25:24

•• ༻❁༺ ••

Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya.

"Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka.

"Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis."

"Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi."

"Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan."

"Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca.

"Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menyela obrolan orang." Lalu, dibalas ketus oleh Jeslyn.

"Yang suka menyerobot pembicaraan orang itu kamu, Gis. Diingat-ingat dulu coba, sebelum kamu menuduh aku." Gisca lagi-lagi menyahut, dia tampak makin kesal.

"Ya ampun! Please ... kalian bukan anak kecil lagi. Bisa-bisanya memperdebatkan yang gak penting. Bayiku bakalan stres gara-gara ulah kalian."

"Ajeng benar. Malu kali sama usia. Jeslyn dan Gisca kalau udah disatukan bakal jadi trouble maker. Tahan ribut berjam-jam." Lisa sengaja memanas-manasi. Dia menyeringai ketika Jeslyn dan Gisca serentak mendelik kepadanya.

"Jeng, kamu belum jawab pertanyaan aku. Gimana caranya sampai kamu bisa ikut kita?" Penuturan Jeslyn pun mengubah pertikaian kecil tadi, mereka kembali fokus pada aktivitas masing-masing.

Sambil menarik napas perlahan-lahan, Ajeng mengamati Jeslyn yang kini menunggu jawabannya. "Enggak ada yang gimana-gimana. Aku cuma bilang udah janjian sama kalian sejak dua minggu lalu. Terus, doi langsung kasih izin."

"Begitu aja?!" Lisa mengoreksi perkataan tadi. "Kami sempat mengira kamu enggak akan ikut, Jeng."

"Mas Abim belum pernah menolak permintaan aku. Apa yang aku mau bisa aku dapat dengan mudah." Senyum Ajeng mengembang. Rasa bangga menguasai dirinya kala mendapati semua teman-temannya memandang iri pada dia.

"Wah, enak sekali. Aku juga mau punya suami seperti Abimana—andaikan suamiku sekaya dan setampan dia." Jeslyn memandang ke atas, menangkup tangan sambil mendesah ringan, "Semua mimpi-mimpiku pasti terwujud."

"Lisa, lihat teman kamu ini. Dia sudah gila. Bisa-bisanya mengidamkan suami orang. Idih!" Terang-terangan Gisca meledek Jeslyn sambil mulutnya ikut komat-kamit.

"Oh, kamu mau bermain-main sama aku? Oke, aku bakal ladeni. Mungkin aja kamu lupa biar aku ingatkan lagi. Apa kalian tau Gisca pernah mengatakan padaku kalau dia sangat penasaran dengan suami Ajeng?!" Pengumuman Jeslyn ini membuat Lisa spontan tergelak, berbanding terbalik pada Ajeng yang kini justru merungut.

"Gis, apa benar?" Lalu, si empu yang ditanya sekadar mengedikkan kedua bahunya. "Aku jadi heran, sebenarnya apa yang bikin kalian segitu penasaran sama mas Abim? Dia suami aku, dan kalian lupa perutku yang besar ini? Ini anak Mas Abim, anak kita berdua. Kalian sembrono sekali perilakunya." Ajeng mengernyit, secara bergilir menghunuskan tatapan tajam ke tiga temannya.

"Aku enggak ikut-ikutan ya, Jeng. Konfliknya cuma di antara Jeslyn dan Gisca." Lisa menyela demi menyelamatkan diri dari tuduhan itu. "Jeslyn pernah ngomong juga dia enggak sengaja lihat foto Abim di layar HP kamu. Setelah itu dia suka muji-muji Abimana semisal kita enggak sengaja menyeret dia ke dalam obrolan kita."

"Gila, ya! Ember banget mulutmu, Lisa. Sialan! Teman macam kamu?!" Jeslyn mengumpat kasar, menatap sengit pada gadis berambut pirang kecokelatan di balik kemudi.

"Ayolah, Jes. Untuk apa ada rahasia di antara kita? Biasanya kamu yang paling bersemangat saat kita membahas suami si Ajeng." Gisca justru menambah bara di permukaan percikan api, hingga situasi di dalam mobil kian memanas akibat kalimat provokasi olehnya tadi.

"Enggak usah saling menuduh. Aku tahu kalian berdua sama aja." Bagaikan pemenang dan yang paling bersih, Lisa makin ketagihan mengolok-olok dua temannya. Dia berganti peran selayaknya pakar dunia gosip.

"Udah, udah, cukup! Lama-lama aku makin kesal sama kalian. Enggak ada yang benar kelakuannya, enggak tahu diri banget." Berujung luapan amarah Ajeng meledak juga.

"Hello, Ajeng Dwi Ayu ... kalem, Sis. Ini buat seru-seruan aja. Kami enggak bakal melakukan apa-apa ke suami, kamu. Kita semua udah punya pasangan kali. Santuy, Beb." Ini penuturan Lisa. Di saat situasinya hampir di luar kendali, dia pun bergegas meluruskan kasus yang sengaja dia perpanjang.

"Kalian enggak bisa menormalisasikan candaan jelek kayak begini. Lisa! Kamu dan Jeslyn udah menikah, kenapa akhlak kalian berdua enggak mencerminkan wanita bersuami? Kamu juga, Gisca! Sebentar lagi kamu menikah. Dikurang-kurangi genitnya. Belajar menghargai pasangan sendiri." Ajeng mendengkus gemas sebelum membuang muka ke jendela.

"Kamu 'kan bukan orang lain, Jeng. Jangan marah beneran, dong! Janji deh, enggak lagi bercandanya." Sejemang Lisa hendak mendinginkan ketegangan. Ajeng sungguh berang dan bosan melihat tingkah teman-temannya. Suasana hatinya mendadak gerah dan panas. Detak jantung meningkat, tetapi dengan pertimbangan matang dia mesti bisa memaklumi gurauan itu.

"Hentikan percakapan enggak penting ini, kita udah sampai." Jeslyn menginterupsi.

"Nyebelin banget sih, Jes! Kamu duluan yang buka topik sensitif begini. Kamu dan Lisa sama aja, selalu cuci tangan dari kesalahan yang dilakukan. Dosa apa aku dulu sampai bisa punya teman kayak kalian berdua?!" Gisca mendengkus jemu. Perasaan tersebut tidak dapat dicegah saat dia menyadari tidak satupun obrolan mereka yang berguna, segalanya hanya omong kosong menggelikan.

"Ajeng, kamu kok diam aja? Kamu enggak suka ya sama lelucon kita? Kita beneran minta maaf. Aku, Lisa ataupun Jeslyn enggak akan menyeret suami kamu lagi ke dalam keributan kita." Kompak Lisa dan Jeslyn mengangguk-angguk. Namun, Ajeng enggan mengangkat wajahnya. Sekian menit lalu dia memberi usapan lembut ke permukaan perutnya.

"Aku tau kalian cuma main-main, Gisca. Tapi, aku juga minta maaf ke kalian. Aku enggak bisa menahan diri. Emosiku langsung naik."

"Keteledoran kita. Kamu enggak seharusnya mengalami hal ini. Aku menyesal banget." Giska seolah berperan sebagai penengah yang baik. Selalu yang namanya penyesalan muncul di belakang, di saat semuanya telanjur membekas.

"Ajeng, kita udah di basemen." Lisa menginterupsi. Ucapannya sontak memancing perhatian Ajeng, dia lekas-lekas tengadah.

"Loh, udah nyampe ternyata. Kok enggak ada yang ngomong?" Mereka bersiap turun sambil memastikan barang-barang tidak ada yang tertinggal.

"Jeslyn udah kasih kode, tapi karena melamun kamu enggak sadar."

"Kayaknya kehadiran aku cuma jadi pengganggu buat kalian, bikin kalian enggak leluasa."

"Itu perasaan kamu doang, Ajeng. Memang kita yang keterlaluan bercandanya. Eh, mumpung aku ingat. Kita bertiga rencananya mau liburan ke puncak. Sewa villa gitu, mana tau kamu pengen ikut." Gisca menawarkan planning itu dini keempatnya keluar dari pintu di sisi terdekat mereka.

"Kita-kita aja?"

"Ehm, rencananya gitu. Cuma, belum fix sih. Boleh aja bawa suami kalau memang situasinya memungkinkan."

"Eh, enggak-enggak! Niatnya 'kan mau bebas. Aku enggak setuju. Siapapun yang mau ikut enggak boleh bawa partner apalagi pasangan, entar malah enggak seru lagi. Aku udah prepare dari lama, loh! Pengen rileks yang beneran santai. No gangguan, no drama dan segala tetek-bengeknya." Serta merta Jeslyn menyangkal sebelum rencana yang dia bayangkan berjalan indah dan mulus, justru akan carut-marut.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Abimana Abrisam

    Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-22
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Jamuan hangat yang terlewatkan

    Ajeng dan teman-temannya masih betah duduk di kafe yang letaknya tak begitu jauh dari mal. Seraya bercakap-cakap mengenai banyak perkara, meskipun sebagian terkadang tidaklah begitu penting, mereka memesan teh tawar berikut cheesecake, tiramisu juga beberapa penganan manis lainnya. "Girls, luar biasa ya permaisuri kita yang satu ini! Kalau dibiarin dia pasti memborong habis barang-barang bermerek di butik tadi." Jeslyn amat bersemangat mengutarakan pernyataan itu di depan teman-temannya, berdecak ketika menjumpai si empu yang dimaksud seakan tidak mendengarkan dia. "Kami takjub sama kamu, Jeng. Segampang itu ya suami kamu kasih kartu kredit, bukan cuma satu lagi." Lisa menyambung sembari menyesap pelan-pelan teh chamomile miliknya. "Bagi ke kita kali, Jeng. Satu aja juga udah cukup buat bertiga. Ya enggak, Lis?" "Kapan lagi 'kan bisa belanja-belanja banyak tanpa harus pusing mikirin dompet menangis?!" sahut Lisa, menanggapi perkataan Jeslyn tadi. "

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-24
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Maafin Adek, Mas

    Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Ulahnya menyebabkan sang suami kelimpungan menunggu dia pulang. Ajeng pun merasa waswas begitu tiba di kediaman mereka. Hanya waswas, bukan perasaan takut. Terkadang dia memang keras kepala. Beruntungnya saat dia sudah di rumah, Abimana masih berada di luar. Dengan langkah terburu-buru dia melepaskan sandal dan masuk ke rumah. "Bu ..." Mumu menyapa saat keduanya berpapasan di ruang tengah. "Tadi Bapak cari Ibu. Dia pergi ke jamuan makan malam dari salah seorang rekan bisnisnya. Saya diminta menyampaikan ini ke Ibu. Bapak juga sudah menghubungi ponsel Ibu berulang-ulang, enggak aktif katanya." "Mas Abim udah pulang?" "Belum, Bu." Mumu menjawab seadanya. "Ya udah, aku mau langsung ke kamar aja." Perasaan Ajeng berubah tenang usai tahu dia pulang lebih awal daripada suaminya. Langkahnya pun diayun lambat menaiki anak tangga, "Tolong kunci pintunya ya, Mumu." "Baik, Bu," sahut Mumu. Di dalam kamar Ajeng

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-24
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Romantika di malam yang indah

    Proyek di Kalimantan akan segera di mulai. Abimana harus siap menghadapi schedule resminya. Apalagi dia menerapkan sistem deadline demi mencapai kedisiplinan kerja. Tumpukan berkas satu-persatu disusun rapi. Kedua tangannya masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada terkecoh akan suasana gelap yang sedari tadi menggeser keberadaan siang. "Pak, udah jam sembilan lewat," kata Dimas, hanya mengingatkan. Dia menghampiri Abimana ke ruangan sambil membawa map berisi laporan baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."Abimana hela napasnya agak panjang. Letih kini menguasai dia dan tubuhnya mulai merespons dampaknya. "Besok saya periksa," ucap Abimana singkat sembari merenggangkan otot-ototnya. "Taruh di sini aja!" Sekian kalimat penutup yang terucapkan, Abimana berencana pulang.Dimas pun seketika menaruh kertas-kertas di permukaan meja Abimana. Dia enggan ketinggalan, justru hendak bergegas keluar lebih dahulu. "Sampai besok, Pak. Hati-hati," tuturny

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-25
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Satu kesalahan belum cukup bagi Ajeng

    Lagi dan lagi kejadian serupa terulang. Ajeng lupa waktu. Dia dan Jeslyn sedang berbincang-bincang. Tak jarang tawa terlepas secara bergantian atau pun serempak, menikmati bagaimana si pelayan begitu lihai saat memberi pijatan pada punggungnya. Sementara, pelayan lain sibuk merapikan kuku-kuku kakinya. Hampir dua jam dia dan si wanita gummy smile itu bersantai, menghabiskan waktu mereka di sebuah salon ternama di Jakarta.Semua penata rambut di salon ini mahir beragam bahasa. Bagaimana tidak, mereka sudah menjalani pelatihan dan mengikuti kelas di Kota New York selama dua tahun. Kemampuan meraka dalam berbahasa Inggris tidak main-main, mereka sungguh dapat menerapkannya dengan pelafalan yang fasih. Tidak mengherankan jika Black Pearl adalah salon populer di Jakarta. Melayani orang asing yang sedang bekerja atau memang sedang menetap di Ibu Kota, sudah menjadi keseharian bagi mereka. Keuntungan dari pengalaman saat berada di luar negeri membuat mereka menjadi sangat ahli dalam menanga

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-26
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kejutan menegangkan oleh Jeslyn

    Royal Tulip, Bogor, Jawa Barat adalah sebuah kawasan hotel juga vila pribadi yang menyajikan pemandangan khas pegunungan. Banyak fasilitas menarik di tempat ini, salah satunya adalah kolam renang yang memang tersedia di beberapa gedung vila. Dan Jeslyn termasuk pemilik vila mewah tersebut. Lokasi kolam renang berada di titik yang tepat, berhadapan langsung dengan area perbukitan hijau. Belum cukup sampai di situ, vila ini dilengkapi bar serta ruang gym sederhana berisi tiga unit alat fitness. "Pilihan yang bagus, Jes. Tadinya aku sempat berpikir kalau liburannya tidak segini mewah. Aku telanjur kecewa karena kita batal menginap." Lisa meluapkan kepuasannya ketika dia dan Jeslyn tengah berendam di kolam renang. Berbeda dengan Gisca juga Ajeng yang kini duduk santai tak jauh dari situ. Kedua perempuan itu tengah meresapi udara sejuk yang menyegarkan pernapasan mereka. Lalu, sejemang Ajeng beranjak mengambil minuman dingin rasa buah yang tersaji di meja."Apa boleh buat, daripada gagal

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-28
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang Abimana

    Abimana mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat dia kelabakan, sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat?! 'Perut Adek sakit, Mas. Tapi, Adek udah minum obat pereda nyeri. Mas bisa jemput Adek ke Bogor, enggak?' Begitulah pesan yang dibaca Abimana beberapa menit lalu, sehingga mengakibatkan tubuhnya refleks menyambar kunci mobil di atas nakas; bergerak tangkas saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.Rasa waswas kian bertambah kala Ajeng tak menjawab teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Abimana dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh. Dia bahkan nyaris mengumpat sebab mobilnya tak bisa lebih cepat lagi; sudah di angka maksimal. Perjalanan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-28
  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang suami bagian II

    •• ༻❁༺ ••Peristiwa di siang tadi nyaris membuat Abimana hilang kendali. Dia memang belum pernah marah atau pun berkata kasar pada istrinya. Semenjak dia mengucapkan ijab kabul di depan Tuan Kadi, dia telah berjanji untuk dirinya sendiri akan tetap menyayangi dan senantiasa memperlakukan Ajeng dengan baik. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu kalian." Abimana menunduk sopan kepada dua orang paruh baya yang memiliki kemiripan dengan istrinya. "Saya tidak bermaksud untuk merepotkan Ibu, tapi kalau boleh saya benar-benar membutuhkan bantuan.""Nak, kami sudah menganggapmu seperti putra kandung kami sendiri. Jangan bersikap seolah-olah kami ini hanya orang asing, apa yang bisa Ibu lakukan untukmu?" "Ayah, Ibu, malam ini saya akan berangkat ke Kalimantan, urusan bisnis. Kemungkinan agak lama." Dia hela napasnya dalam-dalam untuk diembuskan rendah. "Sebelumnya saya sempat berpikir untuk membawa Ajeng bersama saya, tapi dokter melarang. Kandungan istri saya lemah, Ajeng diharuskan beristi

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-03-29

บทล่าสุด

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang suami bagian II

    •• ༻❁༺ ••Peristiwa di siang tadi nyaris membuat Abimana hilang kendali. Dia memang belum pernah marah atau pun berkata kasar pada istrinya. Semenjak dia mengucapkan ijab kabul di depan Tuan Kadi, dia telah berjanji untuk dirinya sendiri akan tetap menyayangi dan senantiasa memperlakukan Ajeng dengan baik. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu kalian." Abimana menunduk sopan kepada dua orang paruh baya yang memiliki kemiripan dengan istrinya. "Saya tidak bermaksud untuk merepotkan Ibu, tapi kalau boleh saya benar-benar membutuhkan bantuan.""Nak, kami sudah menganggapmu seperti putra kandung kami sendiri. Jangan bersikap seolah-olah kami ini hanya orang asing, apa yang bisa Ibu lakukan untukmu?" "Ayah, Ibu, malam ini saya akan berangkat ke Kalimantan, urusan bisnis. Kemungkinan agak lama." Dia hela napasnya dalam-dalam untuk diembuskan rendah. "Sebelumnya saya sempat berpikir untuk membawa Ajeng bersama saya, tapi dokter melarang. Kandungan istri saya lemah, Ajeng diharuskan beristi

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Murka seorang Abimana

    Abimana mendadak terserang cemas. Pesan singkat yang diterima dari istrinya membuat dia kelabakan, sangat gelisah. Tanpa pikir panjang dia menarik tuas persneling dan menekan kuat pedal gas. Mobilnya melaju dalam kecepatan tinggi. Apalagi yang harus dia perbuat selain berupaya sekeras mungkin agar tepat waktu tiba di tempat?! 'Perut Adek sakit, Mas. Tapi, Adek udah minum obat pereda nyeri. Mas bisa jemput Adek ke Bogor, enggak?' Begitulah pesan yang dibaca Abimana beberapa menit lalu, sehingga mengakibatkan tubuhnya refleks menyambar kunci mobil di atas nakas; bergerak tangkas saking ketakutan akan terjadi hal buruk pada istrinya.Rasa waswas kian bertambah kala Ajeng tak menjawab teleponnya. Banyak asumsi hilir mudik di benak Abimana dan semua dugaan menyeramkan itu justru mendorong ketegangan ke tengah suasana. Jarang sekali dia mengumpat. Dan kini justru berkali-kali mengeluh. Dia bahkan nyaris mengumpat sebab mobilnya tak bisa lebih cepat lagi; sudah di angka maksimal. Perjalanan

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Kejutan menegangkan oleh Jeslyn

    Royal Tulip, Bogor, Jawa Barat adalah sebuah kawasan hotel juga vila pribadi yang menyajikan pemandangan khas pegunungan. Banyak fasilitas menarik di tempat ini, salah satunya adalah kolam renang yang memang tersedia di beberapa gedung vila. Dan Jeslyn termasuk pemilik vila mewah tersebut. Lokasi kolam renang berada di titik yang tepat, berhadapan langsung dengan area perbukitan hijau. Belum cukup sampai di situ, vila ini dilengkapi bar serta ruang gym sederhana berisi tiga unit alat fitness. "Pilihan yang bagus, Jes. Tadinya aku sempat berpikir kalau liburannya tidak segini mewah. Aku telanjur kecewa karena kita batal menginap." Lisa meluapkan kepuasannya ketika dia dan Jeslyn tengah berendam di kolam renang. Berbeda dengan Gisca juga Ajeng yang kini duduk santai tak jauh dari situ. Kedua perempuan itu tengah meresapi udara sejuk yang menyegarkan pernapasan mereka. Lalu, sejemang Ajeng beranjak mengambil minuman dingin rasa buah yang tersaji di meja."Apa boleh buat, daripada gagal

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Satu kesalahan belum cukup bagi Ajeng

    Lagi dan lagi kejadian serupa terulang. Ajeng lupa waktu. Dia dan Jeslyn sedang berbincang-bincang. Tak jarang tawa terlepas secara bergantian atau pun serempak, menikmati bagaimana si pelayan begitu lihai saat memberi pijatan pada punggungnya. Sementara, pelayan lain sibuk merapikan kuku-kuku kakinya. Hampir dua jam dia dan si wanita gummy smile itu bersantai, menghabiskan waktu mereka di sebuah salon ternama di Jakarta.Semua penata rambut di salon ini mahir beragam bahasa. Bagaimana tidak, mereka sudah menjalani pelatihan dan mengikuti kelas di Kota New York selama dua tahun. Kemampuan meraka dalam berbahasa Inggris tidak main-main, mereka sungguh dapat menerapkannya dengan pelafalan yang fasih. Tidak mengherankan jika Black Pearl adalah salon populer di Jakarta. Melayani orang asing yang sedang bekerja atau memang sedang menetap di Ibu Kota, sudah menjadi keseharian bagi mereka. Keuntungan dari pengalaman saat berada di luar negeri membuat mereka menjadi sangat ahli dalam menanga

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Romantika di malam yang indah

    Proyek di Kalimantan akan segera di mulai. Abimana harus siap menghadapi schedule resminya. Apalagi dia menerapkan sistem deadline demi mencapai kedisiplinan kerja. Tumpukan berkas satu-persatu disusun rapi. Kedua tangannya masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada terkecoh akan suasana gelap yang sedari tadi menggeser keberadaan siang. "Pak, udah jam sembilan lewat," kata Dimas, hanya mengingatkan. Dia menghampiri Abimana ke ruangan sambil membawa map berisi laporan baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."Abimana hela napasnya agak panjang. Letih kini menguasai dia dan tubuhnya mulai merespons dampaknya. "Besok saya periksa," ucap Abimana singkat sembari merenggangkan otot-ototnya. "Taruh di sini aja!" Sekian kalimat penutup yang terucapkan, Abimana berencana pulang.Dimas pun seketika menaruh kertas-kertas di permukaan meja Abimana. Dia enggan ketinggalan, justru hendak bergegas keluar lebih dahulu. "Sampai besok, Pak. Hati-hati," tuturny

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Maafin Adek, Mas

    Berani berbuat harus berani bertanggung jawab. Ulahnya menyebabkan sang suami kelimpungan menunggu dia pulang. Ajeng pun merasa waswas begitu tiba di kediaman mereka. Hanya waswas, bukan perasaan takut. Terkadang dia memang keras kepala. Beruntungnya saat dia sudah di rumah, Abimana masih berada di luar. Dengan langkah terburu-buru dia melepaskan sandal dan masuk ke rumah. "Bu ..." Mumu menyapa saat keduanya berpapasan di ruang tengah. "Tadi Bapak cari Ibu. Dia pergi ke jamuan makan malam dari salah seorang rekan bisnisnya. Saya diminta menyampaikan ini ke Ibu. Bapak juga sudah menghubungi ponsel Ibu berulang-ulang, enggak aktif katanya." "Mas Abim udah pulang?" "Belum, Bu." Mumu menjawab seadanya. "Ya udah, aku mau langsung ke kamar aja." Perasaan Ajeng berubah tenang usai tahu dia pulang lebih awal daripada suaminya. Langkahnya pun diayun lambat menaiki anak tangga, "Tolong kunci pintunya ya, Mumu." "Baik, Bu," sahut Mumu. Di dalam kamar Ajeng

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Jamuan hangat yang terlewatkan

    Ajeng dan teman-temannya masih betah duduk di kafe yang letaknya tak begitu jauh dari mal. Seraya bercakap-cakap mengenai banyak perkara, meskipun sebagian terkadang tidaklah begitu penting, mereka memesan teh tawar berikut cheesecake, tiramisu juga beberapa penganan manis lainnya. "Girls, luar biasa ya permaisuri kita yang satu ini! Kalau dibiarin dia pasti memborong habis barang-barang bermerek di butik tadi." Jeslyn amat bersemangat mengutarakan pernyataan itu di depan teman-temannya, berdecak ketika menjumpai si empu yang dimaksud seakan tidak mendengarkan dia. "Kami takjub sama kamu, Jeng. Segampang itu ya suami kamu kasih kartu kredit, bukan cuma satu lagi." Lisa menyambung sembari menyesap pelan-pelan teh chamomile miliknya. "Bagi ke kita kali, Jeng. Satu aja juga udah cukup buat bertiga. Ya enggak, Lis?" "Kapan lagi 'kan bisa belanja-belanja banyak tanpa harus pusing mikirin dompet menangis?!" sahut Lisa, menanggapi perkataan Jeslyn tadi. "

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Abimana Abrisam

    Abimana membubuhkan goresan pena di halaman terakhir proposal, menandakan tugasnya dalam mengecek berkas-berkas itu pun tuntas. "Masuklah!" seru pria ini saat mendengar ketukan pintu dari balik ruangannya. "Pak, ini kopi Anda. Satu jam lagi Tuan Lim akan tiba. Beliau bilang ingin menemui anda untuk membicarakan demo produk di cabang di Kalimantan." Diana/sekretarisnya menuturkan. "Saya sudah baca e-mail yang dia kirim. Tolong kamu siapkan semuanya, ya." "Baik, Pak." Diana membungkuk sopan sebelum meninggalkan atasannya itu. Embusan napasnya terdengar berat, Abimana tampak lesu kali ini. Padatnya jadwal pertemuan bisnis dan proyek yang harus dituntaskan membuat dia berangsur-angsur merasakan jenuh. Usai merapikan lagi berkas-berkas yang sudah rampung diperiksa, dia mengangkat gagang telepon di sisi kanannya. "Dimas, tolong ke ruangan saya sekarang. Saya sudah baca semua proposal yang kamu kirim kemarin." Lima menit berikutnya pria jangkung tersebut sudah muncul, bergeg

  • Dek Ajeng & Mas Abim   Senda gurau yang bikin Ajeng geram

    •• ༻❁༺ •• Di sepanjang perjalanan tawa jenaka dan senda gurau meramaikan suasana. Kegembiraan terpancar jelas di wajah-wajah nan cantik. Mereka begitu antusias. Sesekali salah satu teman Ajeng melantunkan lirik yang sengaja mereka putar dari tape mobil, Lisa namanya. "Ajeng, bukannya kamu bilang suamimu enggak kasih izin? Kok tiba-tiba bisa ikut kita? Kalau suamimu marah, bagaimana?" Jeslyn melanting tanya sebagai pembuka obrolan di antara mereka. "Lis, menyetirnya yang fokus. Nyanyi-nyanyi enggak jelas begitu enggak bikin laju mobilnya bertambah, Lis." "Jangan cerewet, Jes! Aku yang menyetir. Kamu hanya perlu duduk manis di situ dan biarkan maestro beraksi." "Pokoknya aku udah ingatkan ya, Lis. Kamu gede belagunya doang soalnya, padahal sering menabrak pembatas jalan." "Kalem kenapa sih, Jes?! Di mana-mana selalu kamu yang bising." Tahu-tahu yang lain menyeletuk, dia Gisca. "Aku enggak minta pendapat kamu, tuh. Kamu sendiri suka menye

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status